"Aku akan ikut bersamamu, atau tidak kau pulang kembali ke rumahku. Semua perlengkapan Jona ada di sana," Joan memohon dengan ekspresi memelas, tatapannya begitu menyedihkan di hadapan gadis itu."Aku bisa membelinya lagi, aku tak menerima penolakan.""Dan aku tidak menerima paksaan," kini Joan kembali memasang ekspresi datarnya, ada sedikit rasa muak untuk membujuk Kiana. Namun rasa cintanya lebih besar hingga menenggelamkan kemuakan itu."Terserahlah, kalau begitu aku akan tetap ada di rumah Sena," Penegasan Kiana membuat Joan cukup kesal. Gadis itu terlihat sangat egois, hanya memikirkan rasa kesalnya sendiri tanpa memikirkan apa Jona akan baik-baik saja tanpa Nebulizer? Walau beberapa hari ini memang bayi kecil itu sudah jarang menggunakan alatnya."Aku juga, aku juga akan tetap di sini sampai kau mau kembali kerumah," tegas Joan, keduanya saling menatap dengan tatapan tajam. Mau Kiana ataupun Joan sama-sama keras, keduanya sama-sama memegang argumen yang berbeda. Kiana tetap memi
"Baiklah tuan muda, saya keluar sekarang. Jangan menggerutu Jika tidak mendapatkan saya ada di luar," tegas Alexa dengan nada kesal, mau apa sebenarnya Alen ini? banyak tingkah sekali.****Kiana akhirnya memilih untuk mengalah, tak enak hati ia jika harus berada cukup lama di rumah Sena, walau gadis itu memang tak pernah menyinggung keberadaanya. Namun tetaplah mereka adalah Masalah, tinggal di rumah Sena berati mengikutsertakan sahabatnya itu dalam masalah yang tengah ia arungi. Sena cukup heran melihat Kiana yang tengah sibuk mengemasi barang-barang miliknya kembali kedalam tas."Loh? Sudah pulang, na? Berita kalian masih hangat, loh. Tidak takut di hadang wartawan?" Sena melangkah perlahan mendekati Kiana, gadis itu tampak sangat sibuk. "Aku pulang saja Sena, Joan akan terus melunjak jika aku di sini. Lagipula aku tak enak terus merepotkanmu," Kiana tak berhenti mengemasi barang-barangnya, meski tangan Sena coba menghentikannya.pandangannya masih tertuju serius dengan tangannya
Alen terkekeh mendengar pertanyaan Alexa."Sudah saya duga kau sedang memikirkan bagian itu, Why not? Saya baru saja mandi, kau berharap saya akan memakai jas hujan, kah?" Alen mengangkat salah satu alisnya dengan senyum smirk bagai sedang menggoda.mendengar ucapan Alen, dengan cepat Alexa mengalihkan pandangannya. cukup takut melihat sikap Alen yang mulai liar."Ti-tidak, hanya saja terlihat aneh bagiku," Alexa berusaha mengendalikan pandangan, tak berani menatap Alen cukup lama, ia hanya sesekali melirik dengan ragu-ragu.Alen keheranan dengan ucapan Alexa, apa yang gadis itu maksud aneh."Sejak kapan memakai bathrobe aneh? Matamu saja yang nakal," Alen melayangkan satu sentilan keras pada kening Alexa, membuat gadis itu mengerang kesakitan."Arghh! Sakit, kau pikir tangan kekarmu itu seperti awan lembut saat menyentil keningku!? dasar tidak punya hati nurani," Gerutu Alexa sembari memegangi keningnya, membelakangi Alen dengan cemoohan yang hanya dirinya sendiri bisa mendengarnya."u
"Ayolah! Alen kau sungguh berat, Paru-paru mu tak boleh terisi air sedikitpun," Alexa terus terisak dan memohon agar Alen baik-baik saja, gadis itu benar-benar khawatir? mengapa harus sesedih itu ia meratapi keadaan Alen?"Alen? Aku mohon sadarlah," Alexa berusaha menyadarkan Alen, memukul-mukul pipi lelaki arogan itu agar terbangun. apakah ia akan memberikan nafas buatan? atau mungkin kejahilan Alen akan terbongkar di tengah jalan yang akan membuat hubungannya dan Alexa menjadi renggang sebagai seorang partner."Tahan dulu Alen, kau harus melihat apa saja yang ia lakukan untuk hidupmu," Alen berusaha menahan dirinya, jika sadar begitu saja Alexa tak akan terlalu khawatir. Setidaknya biarkan ia meraung-raung sendiri meminta bantuan untuk dirinya, apa saja yang akan gadis manja itu lakukan sendirian.Tanpa aba-aba Ia lalu meletakkan telinganya di dada Alen, berusaha mendengarkan detak jantung."Mengapa detak jantungnya begitu kencang? Kumohon bertahanlah," Dengan sekuat tenaga, Alexa m
"Kau masih belum mengibarkan bendera perdamaian di antara kita?" Joan menoleh sesaat, memandang Kiana yang hanya diam membisu, Ia seperti baru saja membawa pulang sebuah manekin.Kiana tak menjawab, ia langsung memalingkan pandangannya ke luar jendela. Pertanyaan yang sama terus saja di lontarkan oleh Joan, menanyakan perasaannya yang tak berubah sama sekali."Kiana Agung Triwahyuni, aku sedang berbicara denganmu. apa suaraku terlalu kecil, hm?" Joan berbicara dengan suara lembut yang ia paksakan, memasang senyum lebar bak joker."sok tidak tahu, ah! aku tidak mau meladeninya, enak sekali menjadi laki-laki. tidak bisa diberikan maaf begitu saja," Kiana bergumam, mencibirkan bibirnya dengan bola mata yang memutar setelah mendengar cemoohan Joan.Karena merasa kesal, Joan langsung berhenti di pinggir jalan. Ia lalu Menarik dagu Kiana agar mata gadis itu menatapnya kearahnya." jangan buang muka jika aku sedang berbicara, Aku baru saja bertanya padamu!" Tatapan Joan terlihat mengintimida
Bersamaan dengan langkah Alen menuju kamar Alexa, gadis itu malah sudah bersiap dengan pakaian tertutup, masker dan kacamata hitam. Niatnya untuk pergi dari Alen benar-benar gigih, apa yang membuat pendiriannya seteguh itu untuk pergi?"Semoga saja tak ada yang melihatku pergi, aku merasa sangat bodoh karena kejadian itu,," ucap Alexa dengan perlahan menarik kopernya menuju keluar kamar, tangannya dan Joan bersamaan meraih gagang pintu.Click!"Alexa? Ingin kemana dengan koper besar itu?" Suara Alen membuat Alexa terbelalak, gadis itu bagai tertangkap basah baru saja mencuri sesuatu.keringat dingin mulai mengucur keseluruh tubuhnya, ia refleks menjatuhkan kopernya ke lantai."A-alen? Jangan lihat aku! Aku malu …," Alexa segera menutupi dirinya, tak ingin Alen menatap wajahnya walau hanya secuil saja terlihat oleh lelaki tampan itu."sialan! sekarang rencana apa lagi yang harus aku buat."Alen langsung memegang kedua bahu Alexa, membuat gadis itu terkejut, kedua mata mereka saling ber
"Alen … aku ingin naik ayunan itu juga, aku ingin mengunjungi tempat yang tak kau perbolehkan untukku," Alexa tiba-tiba melontarkan permintaan aneh, apa ayunan yang dimaksud Alexa yang khusus Alen buatkan untuk Kiana?Lama Alen diam untuk berpikir, itu bukanlah tempat sembarangan. Tempat itu memang ia khususkan saat Kiana telah menjadi miliknya, menjadikan tempat date pertama mereka."Boleh, tapi nanti …," ucapan Alen membuat Alexa terkejut, padahal ia hanya bermain-main meminta itu.permintaan konyol itu terlintas begitu saja dalam benaknya, ada rasa penasaran mengapa tempat itu tak boleh ia kunjungi sebelumnya."Nanti, kapan? besok? lusa? Minggu depan? atau mungkin bulan depan?" Alexa mendongak dengan tatapan berbinar, mencerca Alen dengan penantian. ia mulai memainkan peran sebagai gadis lugu nan lemah lembut yang manja dan haus perhatian.Ketahuilah ini hanya tipu muslihat untuk mengait Alen, gadis itu tak benar-benar menaruh hati sama sekali, Tujuan utamanya menjadikan Alen sebaga
"Tidak perlu, kami orang miskin! Tidak mampu membiayai itu semua, kembalikan saja cucu saya. kalian orang-orang berada begitu serakah, hak kamu rakyat miskin pun kalian ambil!" wanita tua itu tetap kekeh ingin mengambil Jona, meneriaki Joan bak orang paling buruk dan serakah di dunia. kesabaran Joan rasanya sudah hampir habis mendengar cemoohan tak jelas lansia itu."baik, sudah selesai memaki tanpa fakta? tenangkan dulu diri anda, anak gadis di sebelah anda yang akan menjelaskannya," Joan melembutkan suaranya berusaha menenangkan amarah wanita tua itu.matanya melirik pada gadis dengan raut wajah lesu yang langsung tertunduk mendapati lirikan tajam mengarah padanya."Saya yang akan membiayai semuanya, dan jika benar itu cucu dari rahim anak ibu. Saya bisa bawa ini ke jalur hukum atas dasar pencemaran nama baik dan penelantaran bayi sehingga anda bisa di pidana penjara," gertakan Joan membuat keduanya tersentak, ketakutan besar tak bisa mereka sembunyikan.tatapan keduanya tampak men