"Tante! Halo Tan, Tante Vera!?" Vera tak ingin lagi mendengar basa-basi yang terlontar dari mulut Alexa, sudah terlalu banyak kebohongan yang gadis itu beritahukan padanya semenjak dalam misi mengintai keseharian Joan.Alexa melempar ponselnya ke atas sofa dengan kasar."Sialan! Ah, aku tidak boleh pulang begitu saja," ia mengukuhkan pendiriannya, tidak bisa ia pulang hanya membawa pakaian saja. Setidaknya ia pulang dengan Joan yang sudah menjabat sebagai kekasihnya.Sekitar 30 menit Alexa hanya duduk termenung sendirian di ruang tamu, sesekali berdiri untuk mengambil segelas air atau hanya melirik ponselnya menunggu notifikasi penting yang mungkin akan masuk. pikirannya tak tenang setelah mendapat ucapan pemecatan dari Vera, deru nafasnya terdengar bersahut-sahutan di ruangan sunyi itu.Di tengah keheningan itu, pikiran Alexa tiba-tiba tertuju pada lelaki arogan yang baru saja ia temui, lelaki yang baru saja memberikannya kartu nama serta menawarkan kerja sama yang saling memberikan k
"Kau tahu, aku baru saja di usir oleh Joan dari rumahnya dan di suruh kembali ke Australia. Bagaimana ini, tuan?" Alexa berucap dengan entengnya, kini ia kembali membuat cerita palsu yang tak beralasan."Oh, sungguh kasihan nasibmu nona. Lalu untuk apa menghubungi saya?" Alen bertanya dengan polosnya, ia sama sekali tak mengerti maksud dari ucapan berbelit yang dilontarkan oleh Alexa.Mendengar jawaban dari Alen, sontak Alexa langsung berdecak kesal."Sialan! Memang sudah di butakan oleh Kiana juga lelaki yang satu ini, tak ada kepekaannya sama sekali," gumamnya.Alexa mencoba tetap sabar untuk menjelaskan semuanya dengan hati-hati agar tak terdengar menyinggung lelaki arogan itu."Kalau aku pulang ke Australia, otomatis kerja sama kita gagal. Kau tak bisa mendapatkan Kiana, begitupun dengan diriku yang tak akan bisa memiliki Joan. jadi, Mm … aku ingin di beri tempat tinggal, mungkin itu apartemen atau hotel bintang lima juga boleh, yang sederhana saja."Hotel bintang lima menurutnya se
Saat memasuki ruangan itu, Alen tampak mematung, Ia lalu melangkah perlahan ke arah Alexa yang tertidur pulas."Mm … pantas saja, sudah berubah menjadi putri tidur ternyata," Alen tertawa memandangi wajah Alexa, ia lalu mengambil ponsel dari saku celana untuk memotret gadis itu."Dasar gadis aneh, sepertinya karena kecerewetan mu itu kau di usir, ya? Kasihan sekali …," Alen menunduk untuk merapihkan rambut Alexa yang menutupi wajah cantiknya. Namun tanpa sadar lelaki arogan itu malah mematung sesaat setelah mendapati tiap sudut wajah cantik milik gadis itu. tampak kehangatan terukir dari tatapan Alen, gelak lelaki tampan itu seperti sedang jatuh cinta."Gadis ini tidur saja tetap membuat nafsu birahi lelaki meninggi," Alen menggerutu memalingkan pandangannya dari wajah Alexa, entah mengapa bibir Alexa terlihat sangat menggoda nafsu gilanya."Alen! Sadar, ini bukan gadismu. Jangan jadi gila dan nafsuan di waktu yang salah."Karena posisi Alexa yang terlihat tak nyaman, tanpa sadar tanga
"Ini selimutnya, jika benar-benar tak merasa nyaman pindah saja ke kamar yang di sebelah sana," Sena menunjuk kamar yang ada di bagian sudut, rumah mereka bertiga sama saja. Hanya sedikit yang menempati, tidak heran kalau misalnya ada penghuni gaib. sayang membangun rumah hanya untuk memberikan cuma-cuma tempat tinggal pada makhluk tak kasat oleh mata :v"Kau cerewetnya seperti mama Dania, ya," Gerutu Joan."Good night, good dream," Sena melangkah pergi meninggalkan Joan Sendirian, gadis itu memilih untuk tidur di kamar lain. Tidak enak menganggu Kiana dan Jona yang sudah tertidur lelap, lagi pula kasur itu akan terasa sempit bagi mereka bertiga, ia tahu di usia seperti itu Jona pasti akan lebih aktif. tidurnya pun pasti akan berguling-guling kesana kemari seperti orang cacingan.Sementara itu Alen sedang duduk di kursi makan sembari mengetuk-ngetuk jari telunjuknya ke meja, suasananya benar-benar dingin, keheningan mengisi ruangan besar itu. tak ada sepatah katapun yang para pekerja
"Aku akan ikut bersamamu, atau tidak kau pulang kembali ke rumahku. Semua perlengkapan Jona ada di sana," Joan memohon dengan ekspresi memelas, tatapannya begitu menyedihkan di hadapan gadis itu."Aku bisa membelinya lagi, aku tak menerima penolakan.""Dan aku tidak menerima paksaan," kini Joan kembali memasang ekspresi datarnya, ada sedikit rasa muak untuk membujuk Kiana. Namun rasa cintanya lebih besar hingga menenggelamkan kemuakan itu."Terserahlah, kalau begitu aku akan tetap ada di rumah Sena," Penegasan Kiana membuat Joan cukup kesal. Gadis itu terlihat sangat egois, hanya memikirkan rasa kesalnya sendiri tanpa memikirkan apa Jona akan baik-baik saja tanpa Nebulizer? Walau beberapa hari ini memang bayi kecil itu sudah jarang menggunakan alatnya."Aku juga, aku juga akan tetap di sini sampai kau mau kembali kerumah," tegas Joan, keduanya saling menatap dengan tatapan tajam. Mau Kiana ataupun Joan sama-sama keras, keduanya sama-sama memegang argumen yang berbeda. Kiana tetap memi
"Baiklah tuan muda, saya keluar sekarang. Jangan menggerutu Jika tidak mendapatkan saya ada di luar," tegas Alexa dengan nada kesal, mau apa sebenarnya Alen ini? banyak tingkah sekali.****Kiana akhirnya memilih untuk mengalah, tak enak hati ia jika harus berada cukup lama di rumah Sena, walau gadis itu memang tak pernah menyinggung keberadaanya. Namun tetaplah mereka adalah Masalah, tinggal di rumah Sena berati mengikutsertakan sahabatnya itu dalam masalah yang tengah ia arungi. Sena cukup heran melihat Kiana yang tengah sibuk mengemasi barang-barang miliknya kembali kedalam tas."Loh? Sudah pulang, na? Berita kalian masih hangat, loh. Tidak takut di hadang wartawan?" Sena melangkah perlahan mendekati Kiana, gadis itu tampak sangat sibuk. "Aku pulang saja Sena, Joan akan terus melunjak jika aku di sini. Lagipula aku tak enak terus merepotkanmu," Kiana tak berhenti mengemasi barang-barangnya, meski tangan Sena coba menghentikannya.pandangannya masih tertuju serius dengan tangannya
Alen terkekeh mendengar pertanyaan Alexa."Sudah saya duga kau sedang memikirkan bagian itu, Why not? Saya baru saja mandi, kau berharap saya akan memakai jas hujan, kah?" Alen mengangkat salah satu alisnya dengan senyum smirk bagai sedang menggoda.mendengar ucapan Alen, dengan cepat Alexa mengalihkan pandangannya. cukup takut melihat sikap Alen yang mulai liar."Ti-tidak, hanya saja terlihat aneh bagiku," Alexa berusaha mengendalikan pandangan, tak berani menatap Alen cukup lama, ia hanya sesekali melirik dengan ragu-ragu.Alen keheranan dengan ucapan Alexa, apa yang gadis itu maksud aneh."Sejak kapan memakai bathrobe aneh? Matamu saja yang nakal," Alen melayangkan satu sentilan keras pada kening Alexa, membuat gadis itu mengerang kesakitan."Arghh! Sakit, kau pikir tangan kekarmu itu seperti awan lembut saat menyentil keningku!? dasar tidak punya hati nurani," Gerutu Alexa sembari memegangi keningnya, membelakangi Alen dengan cemoohan yang hanya dirinya sendiri bisa mendengarnya."u
"Ayolah! Alen kau sungguh berat, Paru-paru mu tak boleh terisi air sedikitpun," Alexa terus terisak dan memohon agar Alen baik-baik saja, gadis itu benar-benar khawatir? mengapa harus sesedih itu ia meratapi keadaan Alen?"Alen? Aku mohon sadarlah," Alexa berusaha menyadarkan Alen, memukul-mukul pipi lelaki arogan itu agar terbangun. apakah ia akan memberikan nafas buatan? atau mungkin kejahilan Alen akan terbongkar di tengah jalan yang akan membuat hubungannya dan Alexa menjadi renggang sebagai seorang partner."Tahan dulu Alen, kau harus melihat apa saja yang ia lakukan untuk hidupmu," Alen berusaha menahan dirinya, jika sadar begitu saja Alexa tak akan terlalu khawatir. Setidaknya biarkan ia meraung-raung sendiri meminta bantuan untuk dirinya, apa saja yang akan gadis manja itu lakukan sendirian.Tanpa aba-aba Ia lalu meletakkan telinganya di dada Alen, berusaha mendengarkan detak jantung."Mengapa detak jantungnya begitu kencang? Kumohon bertahanlah," Dengan sekuat tenaga, Alexa m