"Ini kunci ruangannya nona, jika sudah selesai anda bisa memberikan kunci ini ke meja resepsionis kembali," wanita itu meninggalkan Alexa sendirian, gadis itu lalu melangkah dengan perlahan memasuki ruangan itu."Hm, kurasa pelayan itu sudah mabuk. Pintunya bahkan tak di tutup rapat," Alexa memutar bola matanya dengan malas, melirik punggung pelayan itu dengan ketus. Saat memasuki ruangan itu, Alexa terdiam sejenak."Ah! Aku kembali mengingatnya lagi," Ia berdecak kesal merasa bodoh saat memandangi tiap sudut ruangan itu, apalagi bagian tempat tidur dimana bibir indahnya di curi begitu saja oleh lelaki asing dengan brutalnya."Shit! Mengapa tangan saya tiba-tiba berkeringat seperti ini," Alen ternyata berada di ruangan yang sama dengan Alexa, hanya saja lelaki arogan itu tengah berada di dalam kamar mandi. Ia memilih kembali datang ke club itu karena mencari gadis misterius yang ia curi ciumannya, sekaligus mengembalikan gelang yang ia temukan.Alen kembali mengambil gelang itu dari s
"Kau gila! Iya, aku membayar beberapa orang, dan beberapa yang lainnya memang asli wartawan yang tengah mencari berita hangat," Alexa juga ikut menjauh dari Alen, mengambil ancang-ancang jika memang lelaki arogan itu sedang tak waras. sebebas-bebasnya Alexa kesana kesini, ia juga bukan wanita murahan yang di pakai begitu saja."Bagaimana dengan dirimu? Apa motif dari perbuatan buruk mu itu?"Alen mendengus kasar kembali melayangkan tatapan dingin pada Alexa."Saya? Saya sengaja, saya suka menyajikan sebuah masalah. Menonton masalah itu menyebar dengan cepat sangatlah memuaskan," Alen tertawa kecil tanpa dosa, tampaknya ia sangat senang melihat siaran berita yang hampir memuat tentang kehidupan Alen dan perusahaan Jarxon Group yang di nilai memiliki calon CEO yang memalukan dan tak berwibawa, itulah hal yang paling ia ingin dengarkan dan lihat, kesengsaraan orang lain."Kau … siapa?" Pertanyaan Alexa membuat Alen langsung menyodorkan tangannya untuk di Jabat."Ah iya, kita belum berkenal
"Persetanan! Mampus kamu Sena!!" Ingin rasanya Sena mencabik-cabik bibirnya sendiri, bodoh! mengapa ia harus menimpal pertanyaan dari Joan!!"Ki-kiana? tidak … Dia tidak ada di sini, memangnya ada apa?" Sena masih berusaha memasang ekspresi lugu, berharap Joan segera pergi dari hadapannya, Lelaki tampan itu seperti malaikat maut yang ingin menjemput dirinya kembali pada ilahi. seberani- beraninya ia pada orang-orang, jika sudah Joan yang marah. nyalinya benar-benar ciut, ia bagai di ambang kematian.Joan tak menjawab, ia hanya menatap wajah Sena dengan mata Elangnya. Gadis itu mati-matian menahan rasa takutnya di depan Joan, sungguh ia tak pandai berbohong pada seorang lelaki." Tuh, pasti dia tidak akan percaya pada ucapanku. Tatapan itu sangat menggambarkan ketidakpuasannya pada jawaban payah yang aku lontarkan," Sena tanpa sadar terus saja menggaruk-garuk tekuknya, sangat tampak jika ia sedang mencari alasan lain."Ah, soal berita itu apak-" belum selesai Sena berucap, Joan kembali
"Entahlah, mungkin bunda iri dan berharap aku akan menyamakan sikapnya seperti mama Dania yang penuh perhatian, jelas-jelas beda kan, Sena? ia tidak bisa menyamakan kasih sayang darinya dengan Dania," Joan dengan bangganya memuji kebaikan Dania, benar-benar membandingkan Vera dan Dania bak langit dan bumi yang berbeda jauh.cukup lama Sena terdiam, ia diam bukan tanpa alasan. otaknya yang lalot cukup lama mencerna ucapan Joan."Tunggu … kau tadi bilang mencium Alexa lagi!? Sialan memang kamu ini Joan! Aku juga kalau jadi Kiana akan mengamuk dan kabur," Sena memukul bahu Joan cukup keras."Sena! Itu ketidak sengajaan," Joan berusaha menahan perih di bahunya, wanita memang titisan Hulk. Ia hanya bisa menahan kepedihan itu karena kedua tangannya tengah menimang Jona.keduanya cukup lama berada di situasi canggung, keduanya saling bungkam setelah pertengkaran kecil. "Asma Jona sering kambuh?" Sena berusaha mencari topik pembicaraan, tak ingin ada kecanggungan di suasana itu."Untuk sekarang
"Tergantung apanya, Joan sialan yang tampan bak pangeran?" Pekik Sena dengan kesal." Sok misterius sekali Joan ini, bagaimana pun aku tak akan pernah kesal dengan wajah tampannya itu," Sena bergumam sendiri, menatap wajah Joan dengan rambut berantakan yang membuatnya terlihat sangat berkharisma. di tambah lagi lehernya yang berkeringat membuat Sena hanya bisa menelan ludah."sadar Sena! ini jodoh masa depan sahabatmu, Jangan! lupakan dia, kau harus bisa membangun hubungan yang lebih istimewa dengan Jeremy.""Tergantung apakah calon suaminya aku atau orang lain, jika orang lain. Aku akan membunuhnya, kau ini bodoh ya!? Akulah yang akan menjadi jodoh untuk Kiana!" Joan berucap dengan bangganya, pertanyaan Sena sangat menganggu di telinganya." Apa gadis ini sulit sekali mencari topik sampai harus menanyakan pertanyaan bodoh itu?" Joan menggerutu sendiri sesekali melirik Sena dengan tatapan kesal. "Santai … aku hanya bertanya Men," Sena menjauhkan diri takut jika tiba-tiba Joan benar-bena
"Tante! Halo Tan, Tante Vera!?" Vera tak ingin lagi mendengar basa-basi yang terlontar dari mulut Alexa, sudah terlalu banyak kebohongan yang gadis itu beritahukan padanya semenjak dalam misi mengintai keseharian Joan.Alexa melempar ponselnya ke atas sofa dengan kasar."Sialan! Ah, aku tidak boleh pulang begitu saja," ia mengukuhkan pendiriannya, tidak bisa ia pulang hanya membawa pakaian saja. Setidaknya ia pulang dengan Joan yang sudah menjabat sebagai kekasihnya.Sekitar 30 menit Alexa hanya duduk termenung sendirian di ruang tamu, sesekali berdiri untuk mengambil segelas air atau hanya melirik ponselnya menunggu notifikasi penting yang mungkin akan masuk. pikirannya tak tenang setelah mendapat ucapan pemecatan dari Vera, deru nafasnya terdengar bersahut-sahutan di ruangan sunyi itu.Di tengah keheningan itu, pikiran Alexa tiba-tiba tertuju pada lelaki arogan yang baru saja ia temui, lelaki yang baru saja memberikannya kartu nama serta menawarkan kerja sama yang saling memberikan k
"Kau tahu, aku baru saja di usir oleh Joan dari rumahnya dan di suruh kembali ke Australia. Bagaimana ini, tuan?" Alexa berucap dengan entengnya, kini ia kembali membuat cerita palsu yang tak beralasan."Oh, sungguh kasihan nasibmu nona. Lalu untuk apa menghubungi saya?" Alen bertanya dengan polosnya, ia sama sekali tak mengerti maksud dari ucapan berbelit yang dilontarkan oleh Alexa.Mendengar jawaban dari Alen, sontak Alexa langsung berdecak kesal."Sialan! Memang sudah di butakan oleh Kiana juga lelaki yang satu ini, tak ada kepekaannya sama sekali," gumamnya.Alexa mencoba tetap sabar untuk menjelaskan semuanya dengan hati-hati agar tak terdengar menyinggung lelaki arogan itu."Kalau aku pulang ke Australia, otomatis kerja sama kita gagal. Kau tak bisa mendapatkan Kiana, begitupun dengan diriku yang tak akan bisa memiliki Joan. jadi, Mm … aku ingin di beri tempat tinggal, mungkin itu apartemen atau hotel bintang lima juga boleh, yang sederhana saja."Hotel bintang lima menurutnya se
Saat memasuki ruangan itu, Alen tampak mematung, Ia lalu melangkah perlahan ke arah Alexa yang tertidur pulas."Mm … pantas saja, sudah berubah menjadi putri tidur ternyata," Alen tertawa memandangi wajah Alexa, ia lalu mengambil ponsel dari saku celana untuk memotret gadis itu."Dasar gadis aneh, sepertinya karena kecerewetan mu itu kau di usir, ya? Kasihan sekali …," Alen menunduk untuk merapihkan rambut Alexa yang menutupi wajah cantiknya. Namun tanpa sadar lelaki arogan itu malah mematung sesaat setelah mendapati tiap sudut wajah cantik milik gadis itu. tampak kehangatan terukir dari tatapan Alen, gelak lelaki tampan itu seperti sedang jatuh cinta."Gadis ini tidur saja tetap membuat nafsu birahi lelaki meninggi," Alen menggerutu memalingkan pandangannya dari wajah Alexa, entah mengapa bibir Alexa terlihat sangat menggoda nafsu gilanya."Alen! Sadar, ini bukan gadismu. Jangan jadi gila dan nafsuan di waktu yang salah."Karena posisi Alexa yang terlihat tak nyaman, tanpa sadar tanga
"Kami hanya orang desa yang terjebak oleh kemiskinan, anak saya terpaksa membuang putri kecilnya karena tak mampu menerima omongan para tetangga saat pulang ke kampung halaman tanpa membawa suami," nenek tua itu membuat suasana hening.Suaranya terdengar gemetar, bagai penuh tekanan batin. Pandangannya benar-benar meminta untuk di kasihani dan diberi kesempatan."Anak gadis saya di tipu dan di ambil begitu saja keperawanannya tanpa pertanggung jawaban, dan saya yang miskin ini tak mampu membantu anak saya keluar dari masalah yang telah ia tuai sendiri," sambungnya, kini tampak matanya berkaca-kaca saat menatap Hendra.Tatapan mata lelaki itu tampak sendu, wajahnya yang galak tampak mengharu mendengar curhatan isi hati nenek tua itu."Kami orang-orang miskin hanya bisa tertunduk bisu di depan orang-orang kaya yang berkuasa seperti kalian, saya malu menampakkan diri ke depan anda dengan gelar sebagai ibu dari seorang gadis bernama Melati yang dengan kejamnya membuang putri kecilnya send
"Ayah ingin orang bodoh yang memimpin perusahaan besar itu?" Ucap Joan dengan nada ketus, melayangkan tatapan dingin kearah Hendra.ucapan Hendra malah terasa menghardik dirinya, lelaki tampan itu tak ingin memimpin sebuah perusahaan dengan otak kosong, ia tak ingin malah tangan kanannya nanti yang lebih tahu tentang perusahaan."Kau sudah layak Joan, tidak kau lihat puluhan pialamu yang terpajang di ruang prestasi? Itu sudah cukup membuat ayah bangga kau dalam dunia pendidikan," tegas Hendra dengan penekanan."sekarang ayah ingin kau mengukir kemampuanku dalam dunia bisnis, hanya kamu yang bisa memimpin. ayah tidak bisa mempercayai orang lain selain putra ayah sendiri," sambungnya dengan salah satu tangan mengelus lembut punggung Joan."Ayah tidak bisa hanya mengambil satu pandangan saja, setiap orang berhak memilih," Joan menimpal dengan nada ketus sama menekannya seperti Hendra."Lagi pula itu hanyalah piala dalam bidang olahraga.""Namun setiap orang tua tak ada yang mau anaknya m
"Anak ini gila!? Banyak sekali pembalut yang ia beli, obat pereda? Untukku?" Kiana memandangi beberapa kotak obat pereda nyeri untuk wanita menstruasi, gadis itu cukup terkejut Joan membeli itu untuknya."Kenapa dia begitu peka akhir-akhir ini? Apa ada yang salah?"Kiana bergumam sendiri, mematung masih menatap kotak obat itu merasa tersipu malu sekaligus keheranan.Memang akhir-akhir ini Joan terlihat seperti suami siap siaga, apa ia sedang berlatih sebelum mendapatkan gelar itu?"Kiana … hey … apa semua yang ku beli benar? Buka pintunya," suara Joan dari luar terdengar seperti sedang berbisik, lelaki tampan itu menempelkan mulutnya di celah pintu agar Kiana dapat mendengarnya.malu rasanya jika Hendra dan Vera melihat kebucinannya pada Kiana, rasanya pasti akan terasa canggung."Ya, ada apa?" Kiana segera mendekat ke arah pintu, ia tak langsung membukakan pintu untuk lelaki tampan itu karena takut kewarasannya kembali hilang.tahu sendiri Joan kalau sudah tak bersama Jona atau Kiana
"Pak, ini semua barang permintaan anda," pegawai lelaki itu muncul dengan troli yang sudah full, melayangkan senyuman bahagia ke arah Joan.Joan sudah ia tandai sebagai pembeli VIP, lelaki tampan itu jika berbelanja sendirian selalu menghabiskan jutaan rupiah, entah memang ia bodoh atau tak tahu hidup di dunia dengan baik."Oh, sudah? Selamat tinggal, semangat bekerja Pak wartawan," Joan berlenggang meninggalkan kumpulan wartawan itu, tak lagi menjawab pertanyaan yang lebih dulu mereka lontarkan.padahal dirinyanya yang wartawan itu pusingkan, sudah beberapa kali mereka mencoba masuk ke dalam komplek perumahan lelaki tampan itu namun sudah di blokir untuk kedamaian."Wah, saya baru kali Ini melihat seorang lelaki membeli pembalut wanita sebanyak itu ….""Eh, tunggu! Bukannya dia bujangan yang baru saja mengadopsi seorang anak? Apa dia ingin mencari istri kedua dan meninggalkan anak dan istri pertamanya? Tidak heran, gayanya saja seperti itu. Padahal di balik maskernya terdapat wajah y
"Wah, hidup orang-orang berada nikmat sekali ya, semua orang yang ada di dunia ini bisa menjadi pesuruhnya," pria itu mematung sesaat memandangi punggung Joan yang mulai menjauh, ia melamun membayangkan sedang berada di posisi lelaki tampan itu.siapa yang tidak ingin hidup di kelilingi oleh harta dan di kejar-kejar oleh uang? sekali menjadi model saja uang sudah mengalir deras ke dalam black card-nya."Bukan nikmat lagi, sudah di atas level nikmat. Tapi di lihat-lihat wajahnya tak asing, seperti sering di lihat namun siapa?" Wanita itu kembali menimpal seraya tersenyum tipis ikut memandangi postur tubuh Joan yang benar-benar kriteria sejuta umat wanita."Hm, biasalah orang kaya memang begitu, vibesnya semuanya hampir sama. Jangan lupakan kata-kata singkatnya yang menusuk hingga ke ginjal," ucap pria itu dengan helaan nafas panjang, menggeleng pelan merasa posisi Joan adalah langit cerah yang sulit tergapai.semua orang pasti akan bermimpi tampil menjadi orang yang di hormati seperti
"Lihatlah ayah, bayi ini lucu sekali," bagai terhipnotis, Vera langsung mengelus lembut kepala Joan dengan haru. Tampak sangat excited ingin menggendong bayi kecil itu, raut wajahnya tampak begitu bahagia melihat keberadaan Jona dalam dekapan Kiana.."Dimana Joan? Anak itu tak ada lelahnya membuat saya pusing!" Berbeda dengan respon Vera, Hendra malah tampak sangat mendidih. ia sangat tak Abar bertemu dengan putra semata wayangnya penerus perusahaan besar keluarga. Kemarahannya tak dapat di redam oleh apapun, sepertinya kali ini ia benar-benar murka."Silahkan masuk kedalam, beberapa hari ini banyak wartawan yang meliput di sekitar sini," Kiana mempersilahkan keduanya untuk masuk, takut jika tiba-tiba ada wartawan yang malah menyorot dari sudut pandang yang berbeda.Vera tampak terkejut menatap tiap sudut rumah itu."terawat ya, bunda pikir akan jadi rumah angker atau gudang. Sudah berapa hari kamu menginap di sini?""Sudah … 2 Minggu lebih mungkin, Kiana tidak ingat," ucap Kiana deng
"Saya tahu kamu mulai tergila-gila dengan ketampanan saya, tapi untuk saat ini kita harus serius, okey? Kamu bisa paham, kan?" Alen berusaha menahan rasa malunya karena tersipu oleh ucapan gadis itu."Baru sedikit bumbu centil sudah terpancing," gerutu Alexa, padahal ia sendirilah yang terus memancing. Mengapa jadi kesal sendiri dengan respon Alen?"Baiklah, jelaskan semuanya dengan sejelas-jelas mungkin. Aku akan mendengarkannya, sayang …," gadis ini memang gila, jika saja Alen menggubrisnya dengan serius mana berani ia berucap demikian.Gadis itu tidak tahu saja seobsesi apa Alen pada tubuh seorang wanita, terkhusus dengan hasratnya pada Kiana."Kita akan memata-matai keduanya dari jarak jauh, kita mendekat pada mereka hanya untuk mengambil gambar yang mungkin bisa menjadi masalah," Alen kembali menekankan, mengambil keputusan sesuka hati. ya, kita tahu, dialah yang berkuasa di sana."Hm, terus …?" Alexa semakin memancing, memasang senyuman manis bak seorang istri yang menunggu untu
"Yah! Untuk hal itu akan segera kita lakukan, saya hanya perlu membujuk anak gadis saya untuk bersiap-siap menjadi seorang istri," ucap Rifky dengan senyum getir, ia benar-benar takut mengucapkan kata yang mungkin menyinggung hati lelaki yang ada di hadapannya.kekuasaan lelaki tampan itu sungguh melambung jauh dari Rifky.Rifky berperilaku seolah sangat akrab dengan lelaki tampan itu, padahal harga dirinya tengah di pertaruhkan. Dania sama sekali tidak mengetahui jika suaminya dalam tindasan pemaksaan karena hutang piutang yang berakar.Ya! Hutang, Rifky sempat berhutang pada perusahaan lelaki itu dengan jumlah yang sangat besar untuk menutupi kerugian yang membuat perusahaannya hampir bangkrut.selama ini ia tak pernah bercerita Lika liku perusahaan mereka pada kedua wanita yang sangat ia cintai, betapa kecewanya Dania jika tahu perusahaan turun temurun milik kedua orang tuanya yang di gabung oleh perusahaan Rifky jatuh bangkrut begitu saja."Ingat! Saya tidak akan tinggal diam jika
Joan segera berlari kecil menuju Kiana yang tampak sudah keberatan menggendong Jona. gadis itu sudah seperti seorang ibu muda.keduanya mendapati pintu dalam keadaan terkunci, dalam pikiran mereka harusnya ada Alexa di dalam."Pintunya di kunci? Apa gadis itu sedang tak ada di rumah?" Joan kembali mengambil ponselnya bertujuan untuk menanyakan kunci rumah pada Alexa yang mungkin ada di dalam namun tak tahu keduanya ada di depan pintu.Alexa: Alen, kunci rumah ada di pot sebelah kanan.Pesan lama dari Alexa baru saja di baca oleh Joan, lelaki tampan itu cukup terkejut. Namun di akhir senyum tipis terukir di bibirnya.Kiana menatap Joan dengan heran."Mengapa hanya tersenyum? Apa Alexa ada di dalam?" Joan masih terus menatap layar ponselnya, tatapan matanya tampak serius penuk seksama membaca tiap pesan Alexa.Joan lalu mendongak dengan mata berbinar dan senyum bahagia."Dia sudah pulang."Kiana melongo mendengar ucapan Joan, bibirnya terkatup masih tak paham."Pulang? Pulang ke Australia m