"Tidak usah kau hubungi Marvel, Mbak. Jangan ganggu dia di saat bekerja!" Nadia mematikan sambungan telepon rumah. "Kenapa kau kelihatan takut saat aku mau menelepon mas Marvel? Pasti ada yang kau sembunyikan 'kan? Sudah deh! Jangan pura-pura seperti itu. Bagaimanapun kau melarangku, aku akan terus melakukan apa yang ingin kulakukan. Kau lihat saja!" Bela terus mencoba menghubungi mantan suami agar bisa mengadu semua yang sudah terjadi hari ini. Sedangkan Zacky hanya terdiam tanpa kata, pria itu juga tak ingin ikut terlibat dalam masalah ini. "Hallo, Mas!" kata Bela saat Marvel mengangkat telepon. "Hallo, iya ada apa?" "Ini aku, Bella. Apakah benar, Sherina ikut lomba? Soalnya tidak ada di rumah." "Kata siapa?" "Zacky yang bilang." "Tidak, nanti aku tanyakan kepada Zacky." "Zacky ada di sini, Mas." "Coba kau berikan telepon kepadanya." Wanita itu memberikan telepon kepada guru les Sherina. Marvel bertanya panjang lebar mengenai anaknya. Kali ini, Zacky tak bisa berbohong. S
"Sherina! Kamu di mana?" teriak Marvel sembari mencari sumber suara. Suara itu semakin terdengar jelas di kamar Sherina. "Sepertinya ada di kamarnya deh, Mas. Coba kita cari di dalam." "Kita 'kan, sudah mencarinya tadi. Tetap tidak apa-apa. Sherina juga tidak ada." Marvel, Nadia, Bela dan Zacky semakin terlihat panik saat mendengar Sherina meminta pertolongan. "Ayah, Ibu. Aku di sini!" teriak Sherina lagi. Terus menerus mereka memanggil Sherina agar memberitahu posisinya sekarang. "Kau tak perlu takut, Sherina. Orang jahat itu sudah pergi!" seru Nadia. "Tapi Sherina tidak bisa ke luar dari sini, Ibu. Sulit untuk merangkak ke luar." "Merangkak keluar? Maksudnya apa?" pikir Zacky. "Coba katakan, ada di mana posisi kamu sekarang?" tanya Marvel. "Aku berada tepat di bawah kaki kalian! Coba lihat!" Masih terdengar jelas suara ketakutan anak perempuan itu. Namun, Nadia masih terus berusaha untuk membuat Sherina tetap tenang. Setelah isyarat yang diberikan oleh puteri satu-satunya
"Nadia!" Suara yang tak asing itu terdengar di teras depan rumah. "Biarkan aku saja yang membuka pintunya!" pinta Marvel saat mendengar suara pria. Ia takut kalau pria yang semalam bersama dengan Nadia itu kembali lagi. Bela juga berjalan mengekor kepada mantan suami. Tujuannya ingin menyaksikan sebuah fenomena alam apa yang akan terjadi hari ini. "Pasti suara pria yang menjadi selingkuhan Nadia tuh!" seru Bela. Padahal, hati kecilnya sedang bertanya-tanya. Ia tak menyuruh pria itu datang, kenapa juga harus datang hari ini? Apa mungkin, pria yang lain, dan bukan pesuruhnya? Jelas dia semakin penasaran dong! Langkah kaki Marvel tiba-tiba berhenti saat merasa Bela berada di belakangnya. "Gubrak...." Suara benturan antara Marvel dan Bela. Itu semua terjadi karena wanita itu jalannya menunduk. "Kenapa kau berhenti, Mas?" tanya Bela. "Harusnya aku yang tanya, kenapa juga kau mengikutiku?" Bela tak bisa menjawab, tak mungkin juga ia mengatakan yang sebenarnya. Bisa-bisa, mantan suami
Hampir saja Inez mendapatkan sebuah memar di pipi, beruntung bisa menepis dan membalas Bela. Jadi, yang memar adalah wajah wanita yang tadi ingin menyerangnya. "Kukira aku akan takut denganmu?Aku tidak takut kepada siapapun, apalagi hanya seorang wanita seperti kamu!" seru Inez. "Sudah, hentikan! Jika kau hanya ingin berbuat keributan di rumah ini, silahkan kau pergi!" Marvel mengusir Bela."Aku tak menyangka kau akan seperti ini, Marvel. Hanya karena aku berbuat tidak baik kepada mertuamu, kau mencampakkan aku. Kau benar-benar sudah berubah. Padahal, dulu aku yang selalu kau Bela," ujar Bela dengan tatapan nanar. "Jangan pernah salahkan aku karena berubah, harusnya kau yang harus intropeksi diri kenapa aku bisa berbuat seperti ini!" seru Marvel. Pria itu pun menarik tangan Bela dan menyeret ke luar rumah. "Pergi kau sekarang juga!" seru Marvel. "Jangan usir aku, Marvel! Aku masih ingin berada di rumah ini!" cetus Bela memohon. "Aku tak ingin kau ada di sini! Pergi kau!" "Janga
Terpaksa Marvel mengikuti apa yang diinginkan Nadia. Semua perkataan sang Istri memang tak ada yang salah. Rencana menikah lagi dengan wanita yang sama akan menjadi tekad dalam dirinya nanti. Hanya itu yang bisa membuatnya bisa melakukan hal yang sah bagi agama. "Bagaimana denganku ketika aku memegang dan mencium Nadia diam-diam? Astaghfirullah... ternyata aku sudah berdosa. Janji suci yang pernah terucap dengan jelas itu nyatanya tidak sah!" gumam Marvel sembari berbaring di atas sofa. Nadia melihat suaminya pergi tanpa sepatah kata apapun menjadi tak enak hati. Rasa bersalah selalu menghantui benaknya. Apakah perkataan itu begitu menyakitkan? Atau memang sang Suami sedang intropeksi diri. "Biarkan saja, lagian aku juga mengatakan yang sebenarnya. Kalau tidak begitu, selamanya aku akan terus dipermainkan." Nadia mencoba memejamkan netra yang sebenarnya belum mengantuk. Pikiran aneh kembali datang, terpaksa ia melihat langit-langit kamar yang sinarnya sudah mulai redup. Hanya ada
"Kalau Mas tak percaya dengan apa yang kukatakan. Coba lihat saja surat yang pernah diterima oleh Mas. Semua sudah terbukti kalau surat pernikahan kita itu palsu!" seru Bela meyakinkan Marvel. Nadia yang sedang berada di sana juga kaget dengan semua yang terjadi, tatapan netra mulai melirik kepada sang Ibu tiri yang saat ini tengah berdiri di hadapan Marvel. Uang sudah ada di tangan, ia berdiri tanpa takut akan kesalahan yang pernah diperbuat. "Aku yakin! Surat ini dan semua kesalah pahaman yang terjadi kepada kita berdua adalah salah satu rencana dari dia, Mas!" seru Bela menunjuk ke arah Nadia yang masih diam terpaku. "Jangan asal bicara kamu, ya! Jangan kau melampiaskan semua kesalahan yang terjadi dalam hidupmu kepada puteriku! Kau saja yang tak tahu merawat hati suamimu. Jadi jangan heran, kalau menantu lebih memilih puteriku!" "Tidak usah kau dengarkan wanita yang sudah tidak muda ini lagi, Mas. Aku yakin, dia juga terlibat dari semua yang sudah terjadi saat ini! Harusnya Ma
"Kamu pasti ingat dengan pria suruhanmu ini 'kan?" tanya Bela saat pria yang pura-pura menjadi selingkuhan waktu itu dipanggil. "Siapa dia? Aku tidak kenal!" Inez mencoba untuk mengelak. "Tidak usah sok lupa begitu deh!" Tetap saja Inez menyangkal semua, padahal sudah jelas-jelas pria suruhan itu sudah mengakui semua. Bahkan saat itu juga salah satu pria yang lain mengatakan kalau ibu tiri Nadia lah yang mengurus semua surat cerai palsu itu. "Ke-tiga orang ini sudah mengakui loh, kalau kamu dalang dari semua? Apa perlu aku panggil polisi sekarang juga?" ancam Bela yang sudah semakin kesal. Setiap ancaman dilontarkan Bela agar Inez mau mengakui semua. Ancaman itu membuahkan hasil, nyatanya dia pun mengakui semua. Marvel pun meminta untuk klarifikasi semua. "Maafkan aku Marvel. Aku dan Ayah Nadia memang sudah merencanakan ini semua, karena kulihat kamu adalah orang yang kaya raya. Semua ini untuk kebahagiaan anakku. Meskipun dia hanyalah anak tiriku. Kalau memang ingin menghukum,
"Mas... kenapa bengong?" tanya Nadia. Lagi-lagi pernyataan cinta itu hanya sebatas angan saja, pria itu masih belum berani mengakui perasaan yang dimiliki. Padahal kesempatan selalu datang berulang kali. "Aku hanya haus saja, bisa kau buatkan aku segelas kopi?" "Baiklah, Mas. Akan kubuatkan sekalian aku masak untuk makan malam nanti," jawab Nadia. "Terima kasih, Nadia. Sherina ada di mana?" "Dia bermain di taman belakang sama mbak Bela." "Ya sudah... kutunggu minumannya di sana." "Baik, Mas." Wanita itu pun membuatkan segelas kopi, segelas susu untuk Sherina dan jus melon untuk Bela. Selayaknya sebagai asisten rumah tangga di rumah megah itu, bedanya tak mendapatkan gaji seperti yang lain. Pertama-tama, Nadia harus menguatkan mental terlebih dulu. Jangan sampai ada air mata yang terjatuh hanya karena kehidupan rumah tangga semakin jauh dari apa yang pernah dibayangkan. Ke-dua, ia melanjutkan untuk melakukan apa pun yang sudah terbiasa dilakukan. Saat tiga gelas minuman dengan
Zacky merasa senang karena Nadia akhirnya mendapatkan surat cerai juga, itu tandanya wanita itu bisa didekati dan mungkin dinikahi.Setelah mengucapkan terima kasih pada tukang pos, Nadia masuk ke rumah dengan keadaan lemas. Sedangkan Zacky pamit pulang karena tidak bisa menyembunyikan kebahagiaan yang tengah dirasakan. "Ternyata aku resmi juga bercerai, kenapa aku jadi sedih begini? Apakah aku merasa kehilangan?" pikir Nadia merebahkan tubuh di atas tempat tidur. Selanjutnya, dia berusaha untuk membuat dirinya sibuk agar bisa melupakan masa lalu serta bisa fokus dengan cita-cita yang diinginkan. Lain hal dengan Marvel yang masih sibuk mencari keberadaan Nadia. "Mas ngapain masih mencari keberadaan Nadia, Mas? Sudah jelas dia pergi tanpa pamit, sekarang ada surat gugatan cerai darinya." Bella memberikan sebuah surat pada sang Suami. "Aku tidak percaya Nadia akan menggugat cerai, Bella. Semua ini pasti hanya akal-akalan kamu saja 'kan?" hardik Marvel dengan sorot mata tajam."Sudah
Nadia pergi sejauh mungkin, meskipun tidak tahu harus ke mana. Tanpa membawa uang sepeser pun. Di perjalanan, dia bertemu dengan Zacky dan memberikan pertolongan."Kamu gak usah sungkan, Nadia. Aku membantumu dengan ikhlas, tidak mengharap apa pun," kata Zacky memaksa.Awalnya Nadia enggan menerima lima lembaran uang kertas berwarna merah yang diberikan Zacky. Namun, saat dia teringat kalau sedang butuh. Wanita itu pun menerimanya."Aku akan menerimanya, tapi semua ini aku anggap sebagai hutang. Sudah pasti, nanti aku bayar ketika aku memiliki pekerjaan dan gaji," kata Nadia menerima uang tersebut."Iya, terserah kamu saja. Yang terpenting, gunakan yang ini sebaik mungkin. Aku yakin, kamu pasti membutuhkannya." Mustahil jika Zacky melakukan semua tanpa pamrih, pria itu memang memiliki perasaan pada Nadia. Namun, tidak berani mengungkapkan karena mengetahui Nadia adalah istri dari temannya. Tidak ingin terlalu berlarut dalam perasaan yang dimiliki, Zacky memilih untuk pergi. "Alhamdul
Kepergian Bella tidak dicegah Marvel, membiarkan sang istri yang hamil pergi dari rumah. "Kenapa gak dikejar, Mas?" tanya Nadia meskipun ragu dan sedikit takut."Biarkan saja, nanti juga dia pasti kembali. Lebih baik, semua makanan ini diberikan kepada tetangga agar tidak mubazir begitu saja." Marvel memerintah. Nadia langsung membawa makanan yang sudah terbungkus untuk diberikan kepada para tetangganya. Siapa sangka, ketika dia membagikan makanan itu. Sebuah nyinyiran yang diterima oleh wanita berjilbab itu. Lagi-lagi dihina karena belum hamil, dikatakan mandul. Ada juga yang mengatakan kalau Nadia cuma wanita tidak tahu diri dan perebut suami orang. Betapa sakit hati Nadia, hingga dia pulang dengan deraian air mata."Kamu kenapa nangis? Siapa yang sudah menyakitimu?" tanya Marvel tidak terima melihat sang Istri menangis."Mas, apakah kamu tidak ingin melepaskanku saja? Aku rasa, mbak Bella lebih membutuhkan Mas dari pada aku," ucap Nadia memberanikan diri. Dia sudah tidak sanggup
Pria mana yang tidak marah melihat istrinya digoda serta dirayu oleh teman sendiri, bahkan di depan mata. Jadi, emosi Marvel benar-benar meluap. Dia dengan cepat mengusir semua rekan kerja yang sudah mempermalukan Nadia."Aku undang kalian ke sini untuk merasakan apa yang aku rasakan, untuk tasyakuran bayi dalam kandungan istriku. Namun, apa yang kalian lakukan? Kalian tidak memiliki hati! Kenapa harus merayu istriku?" cecar Marvel penuh amarah."Salah sendiri punya istri dua. Bahkan aku mengira, wanita ini bukan wanita yang baik. Hanya menutup kegenitannya di balik kerudung saja. Makanya, aku suka mengganggunya." Farrel angkat bicara."Yang dikatakan Farrel benar. Kalau dia wanita yang baik, tidak mungkin mau jadi istri kedua," imbuh Tegar. Hinaan kembali diterima oleh Nadia, tapi wanita itu cuma bisa tertunduk malu tanpa perlawanan. Yang membelanya saat ini hanyalah Marvel. Sebuah tinju langsung mendarat pada pipi kedua rekan kerjanya yang paling menggebu-gebu menghina Nadia."Kel
Nadia sudah siap dengan pakaian yang sudah dibelikan Marvel sebelumnya. Pun Bella yang terlihat lebih cantik dari biasanya karena ada riasan tipis di wajah. Sherina tidak kalah manis, gadis kecil itu ternyata sudah mengenakan pakaian rapi. Namun, Marvel belum juga membersihkan diri dan masih bau keringat. "Kalian semua duduk dulu ya, aku mau siap-siap dulu!" pamit Marvel kepada semua rekan kerjanya."Wih, memang suami idaman. Untuk acara empat bulanan sang Istri saja mau repot-repot membantu di dapur," ledek salah satu rekan kerja bernama Ricko."Sebagai suami, memang sepantasnya begitu 'kan?" Marvel menyeringai. Kemudian, berlalu pergi untuk masuk ke kamar. Ketika langkah kakinya hendak masuk ke tempat beristirahat, Bella datang menghampiri. "Apa aku temui mereka sekarang juga, Mas?" tanya Bella dengan mengulum senyumnya."Gak usah, kamu nanti keluar sama aku saja. Sekarang, biarkan Nadia yang mengurus semuanya." Marvel tidak ingin Bella capek, jadi meminta istri pertama untuk sant
Di rumah lagi gak ada orang, hanya ada Bella seorang diri. Wajar saja kalau hati suasana hati menjadi tidak tenang. Dia semakin risau mengingat sang suami lebih memilih untuk bersama dengan madu dibandingkan dengannya."Sudah tahu aku sedang hamil, tapi mereka malah asik pergi bersama. Seolah-olah aku tidak pernah ada di rumah ini." Bella bermonolog dengan air muka yang kesal. Dia memilih untuk berselancar di sosial media, melihat konten yang ada. "Lihat saja nanti, kalau mereka tetap bersikap begini. Akan aku viralin saja si Nadia sebagai wanita yang suka merebut suami orang!" Ucapan Bella memang sering ngelantur sejak Nadia dan Marvel semakin dekat seperti perangko. Dia sudah memastikan, kalau sang suami pasti sudah mengutarakan isi hatinya.Tepat ketika menunggu hingga satu jam, suara canda tawa terdengar bersamaan dengan bunyi pintu rumah terbuka. Wanita yang saat ini sedang mengenakan daster berusaha untuk tidak peduli, masih fokus dengan gagdet yang ada dalam genggaman tanganny
Nadia mengurus Bella dengan baik, memberikan sebuah perhatian dan juga cinta kepada wanita yang sudah menjadi madunya serta bayi yang ada dalam kandungan Bella."Mbak, kalau butuh apa-apa, jangan lupa panggil aku. Aku mau menemani Sherina bermain dulu," pamit Nadia karena Bella yang terlihat santai duduk sembari menonton televisi."Kamu jangan pergi dulu! Ada hal yang ingin aku tanyakan padamu." Bella mencegah kepergian Nadia."Mau bicara apa, Mbak?" tanya Nadia sembari membenarkan posisi jilbabnya."Kenapa kamu mau berbuat baik padaku, sedangkan aku sudah berbuat jahat padamu." Bella menuntut sebuah alasan kebaikan Nadia."Karena aku sayang sama keluarga ini, Mbak. Juga Mbak." Nadia menjawab singkat."Itu artinya, kamu juga mencintai suamiku?" cetus Bella."Suami Mbak 'kan, suamiku juga." Nadia menjelaskan."Oh! Jadi, kamu sudah mencintai mas Marvel juga sekarang?" Bella bertanya penuh selidik."Enggak gitu maksudku, Mbak." Nadia berusaha menjelaskan, tapi tetap saja Bella tidak mau
Nadia pulang dengan mengucapkan ojek yang sedang mangkal di sekitar rumah sakit, dia pun pulang dengan selamat dan masuk ke rumah Marvel.Dengan langkah ragu, dia terus berjalan dan membuka pintu. "Dari mana saja kamu? Bukannya di rumah, malah keluyuran," ucap Marvel yang memang sengaja menunggu kepulangan Nadia."Maaf, Mas. Aku tadi menghadiri acara reuni," sahut Nadia dengan wajah tertunduk malu serta ketakutan yang luar biasa."Reuni? Kamu yakin itu reuni? Kamu sudah pintar mencari-cari alasan sekarang ya! Padahal, aku sudah melihat dengan mata kepalaku sendiri, kamu lagi berboncengan dengan Zacky. Ternyata memang benar, kamu dan dia main belakang!" cetus Marvel."Aku boncengan sama dia cuma kebetulan saja, Mas." Nadia berusaha untuk menjelaskan."Kebetulan katamu? Aku tidak percaya, jangan-jangan ... kamu gak mengangkat teleponku juga karena lagi sibuk bersamanya, ya 'kan?" tuduh Marvel."Aku dan dia benar-benar tidak ada hubungan, Mas. Aku berani bersumpah, Mas." Nadia berusaha u
Nadia terlihat bahagia karena bertemu teman lama, teman semasa SMA. Saking senangnya, bahkan wanita itu tidak menghiraukan handphone yang terus berbunyi. Dia memilih untuk tidak mengangkat karena kemungkinan hanya akan menimbulkan permasalahan lagi."Kamu kegiatannya apa sekarang?" tanya Cinta yang merupakan salah satu teman Nadia."Aku sibuk kuliah saja." Nadia menjawab singkat. Tidak banyak yang dibicarakan oleh wanita yang merupakan istri kedua Marvel. Semua ditutupi secara rapat karena tidak ingin ada yang tahu tentang kehidupan yang dijalani. Kedekatan mereka masih terlihat jelas meskipun banyak yang datang membawa keluarga, tapi tidak membuat Nadia merasa iri atau apa pun itu. Bahkan, meskipun sama sesama temannya diledek. "Kenapa di umur segini kamu masih betah sendiri? Padahal kita semua sudah punya anak, bahkan ada yang punya tiga." Galang berbicara dengan nada suara yang keras."Iya, aku masih sibuk dengan kuliah," ucap Nadia yang sebenarnya mencari-cari alasan. Mereka me