"Mas... kenapa bengong?" tanya Nadia. Lagi-lagi pernyataan cinta itu hanya sebatas angan saja, pria itu masih belum berani mengakui perasaan yang dimiliki. Padahal kesempatan selalu datang berulang kali. "Aku hanya haus saja, bisa kau buatkan aku segelas kopi?" "Baiklah, Mas. Akan kubuatkan sekalian aku masak untuk makan malam nanti," jawab Nadia. "Terima kasih, Nadia. Sherina ada di mana?" "Dia bermain di taman belakang sama mbak Bela." "Ya sudah... kutunggu minumannya di sana." "Baik, Mas." Wanita itu pun membuatkan segelas kopi, segelas susu untuk Sherina dan jus melon untuk Bela. Selayaknya sebagai asisten rumah tangga di rumah megah itu, bedanya tak mendapatkan gaji seperti yang lain. Pertama-tama, Nadia harus menguatkan mental terlebih dulu. Jangan sampai ada air mata yang terjatuh hanya karena kehidupan rumah tangga semakin jauh dari apa yang pernah dibayangkan. Ke-dua, ia melanjutkan untuk melakukan apa pun yang sudah terbiasa dilakukan. Saat tiga gelas minuman dengan
"Mas...!" Buru-buru Nadia menyambut Marvel setelah berhasil menyembunyikan kedua orang tua dibalik tirai."Kenapa Mas kembali?" tanya Nadia sedikit gugup, ia masih teringat dengan keputusan yang sudah diambil sang Suami untuk memenjarakan ke-dua orang tuanya. "Dompetku ketinggalan," jawab Marvel. Belum lima langkah Marvel bergerak, tiba-tiba Nadia menghalangi. "Biarkan aku yang mengambilnya, Mas. Tempatnya di sebelah mana? Mas tunggu saja di sini." Sikap aneh Nadia membuat sang Suami sedikit curiga. Namun, berusaha untuk tidak terlalu memikirkannya. "Kalau tidak salah, ada di atas meja samping tempat tidur." "Baik, Mas."Nadia dengan cepat berlari ke kamar sang Suami, sedangkan Marvel mulai melihat-lihat ke sekeliling ruangan. Tirai yang menjadi penutup jendela melambai-lambai, seolah-olah ada orang di balik tirai itu. Sisa satu langkah lagi, tangan pria itu akan meraih tirai. Namun, sang Istri datang dengan membawa dompet yang akan diambilnya. "Mas... dompetnya sudah ketemu," u
Sesampainya, Marvel segera turun dan menemui Nadia. Ke-dua orang tua wanita itu baru saja pulang dari rumah megah itu. "Nadia!" panggil Marvel dengan ekspresi penasaran. "Ada apa, Mas?" tanya Nadia menghampiri sang Suami. "Ada siapa yang datang, tadi?" tanya Marvel. "Tidak ada yang datang, Mas." Nadia terpaksa berbohong. Namun, pria itu segera mengecek cctv. Mengancam sang Istri jika ketahuan telah berbohong kepadanya. Nadia sendiri lupa untuk mematikan cctv yang masih menyala. "Bagaimana, ini? Apa yang harus kulakukan sekarang?" Wanita itu mulai gelisah dan tak tahu harus berbuat apa. "Aku sudah bilang, Mas. Kalau tadi gak ada yang datang." Tetap saja, apa yang dikatakan Nadia tak dipercayai. Ia tetap mengeceknya dengan teliti. Ternyata wanita berhijab masih terselamatkan, cctvnya sudah berhasil dirusak oleh Inez dan Hendra. "Mungkin aku dan Sherina juga salah lihat, Mas. Siapa tahu saja memang tak ada orang yang datang ke rumah ini. Dari pada mempermasalahkan hal ini, lebih
"Kita selesaikan semua secara baik-baik, tak bisa jika langsung memutuskan perceraian. Bagaimanapun, pernikahan yang kita lakukan ini adalah sah," ucap Marvel. "Kenapa Mas jadi menahan Nadia? Bukankah pernikahan yang terjadi karena terpaksa, bukan karena cinta?" tanya Bela meyakinkan. "Semua itu memang benar, tapi bukan berarti aku harus melakukan hal yang tak seharusnya dilakukan. Semua ada proses masing-masing, Bela." "Aku sudah yakin dari awal, Mas pasti sudah mencintai Nadia 'kan?" tanya Bela dengan tatapan tajam. Marvel terdiam, tak bisa menutupi semua perasaan yang memang kenyataan. Bagaimana cara mencegah cinta yang datang tanpa diundang? Apalagi sama seseorang yang pernah dibenci sebelumnya."Benar 'kan? Mas saja tak menjawab pertanyaanku. Pasti rasa benci sudah melebur menjadi cinta. Aku sudah menduga semua ini dari awal. Ternyata apa yang sudah menjadi kekhawatiranku selama terjadi." Di saat Bela meluapkan segala rasa yang ada dalam hati, Sherina datang mengajak mereka
"Memang kuakui, Mas. Aku terlalu berekspetasi tinggi. Kuingin suamiku yang dulu, perhatian, romantis dan juga sepenuh hati mencintaiku. Bukan seperti saat ini yang cintanya terbagi. Maaf, Mas. Jika harapku tinggi, tapi apakah aku salah? Kau masih suami sahku?" Buliran bening memancar dari kelopak mata Bela, rasa sakit di hati mulai tak tertahankan. Ia hanya ingin haknya kembali. Jadi wajar jika inginkan Nadia segera pergi. "Berikan aku waktu untuk melakukan semua itu lagi, Bela. Bagiku sangat sulit untuk melakukan itu semua lagi.""Sulit karena apa, Mas? Karena Nadia? Iya?" tanya Bela. "Kau pasti lebih paham dan mengerti dengan yang kurasakan," jawab Marvel. "Berarti dugaanku memang benar. Cintamu sudah terbagi. Aku tak tahu apa yang membuatmu bisa berpaling ke lain hati." Bela langsung menutup pintu kamar, mengunci dari dalam dan menangis sejadi-jadinya di atas tempat tidur. Tak peduli, sang Suami mau tidur di mana malam ini. Yang jelas, ia tak ingin diganggu dulu. "Andai kau m
Marvel mendobrak pintu, sebab sudah tak sabar untuk melihat keadaan Bela di dalam kamar. Setelah pintu berhasil dibuka, ternyata tidak ada yang terjadi. Hanya saja, istri pertama tertusuk jarum jari-jari tangannya. "Kau kenapa?" tanya Marvel. "Ini lo, Mas. Tanganku kena jarum, tadi aku mau menjahit kemejamu yang sobek. Lagian Nadia ke mana saja, kemeja sobek aja gak dijahit," ucap Bela. "Kamu juga, kenapa harus repot-repot mengurus kemeja yang sobek sih! Ini sudah larut malam, kenapa tidak tidur saja?" tanya Marvel. "Aku memang selalu saja salah di matamu, Mas. Apa memang sudah tak ada rasa cinta di hatimu untukku?" tanya Bela. "Kau jangan berulah lagi, Bela. Aku lagi gak mood untuk bertengkar lagi denganmu. Berikan aku waktu untuk semua ini? Bukan kamu saja yang bingung dengan keadaan sekarang. Namun, semua juga bingung!" seru Marvel. Pria itu pergi meninggalkan istri pertama, sedangkan istri ke-dua memberikan perhatian pada Bela. "Aku coba obati ya, Mbak!" kata Nadia. "Tidak
Setelah semalam Nadia berhasil untuk pergi dari kamar Sherina dan tidur di ruang tamu. Pagi ini dia sudah menyiapkan berbagai macam sarapan untuk keluarga itu. Selayaknya asisten rumah tangga yang hanya tinggal di rumah bersama majikannya. Ingin sekali wanita itu menggugat cerai terlebih dulu. Namun, ia tak memiliki biaya. Pasti biaya yang dibutuhkan juga tidak sedikit. Uang kuliah saja sudah membuatnya kebingungan, apalagi biaya untuk menggugat cerai sang Suami. "Mungkin aku akan belajar untuk tidak terlalu memikirkan kehidupan rumah tangga yang rumit ini. Kujalani saja sesuai takdir yang sudah ada." Selalu saja pikiran itu yang membuat Nadia mampu bertahan. "Apa perlu kubantu?" tanya Marvel saat ke dapur. Pria itu sudah bangun sebelum Nadia terbangun, tapi masih mengerjakan pekerjaan kantor yang harus diselesaikan sekarang juga. "Mas duduk saja, biarkan aku yang menyelesaikan semua." Marvel tidak mematuhi apa yang dikatakan Nadia, justru pria itu membantu sang Istri menyiapkan s
"Ayah ke mana, Sherina?" tanya Bela saat melihat tinggal sang Anak duduk seorang diri. "Ayah sudah pergi, Ibu. Ayah menitipkan ini," jawab Sherina sembari memberikan kertas putih yang sudah ada tulisan di dalamnya. [Teruntuk Bela, aku sudah mendengar semua yang kau katakan pada Nadia. Kamu sebagai istri pertama tidak berhak memutuskan sesuatu yang aku sendiri belum setuju untuk menghendaki. Berilah aku waktu untuk memikirkan semua, dan untuk Nadia. Tolong berikan aku kesempatan untuk berpikir sejenak. Jangan gegabah untuk menuruti semua permintaan Bela. Kau itu istriku, sudah jelas kau harus mendengarkan apa yang kukatakan bukan perkataan Bela.]Itu lah isi dari surat yang Marvel tinggalkan untuk ke-dua istrinya. Membuat Bela semakin marah pada perempuan yang saat ini tengah berdiri di sampingnya. "Ini semua gara-gara kamu! Andai saja kau tak pernah hadir dalam kehidupan rumah tanggaku!" cetus Bela. "Apa yang ditulis mas Marvel, mbak?" tanya Nadia yang mengira pasti isi surat itu
Zacky merasa senang karena Nadia akhirnya mendapatkan surat cerai juga, itu tandanya wanita itu bisa didekati dan mungkin dinikahi.Setelah mengucapkan terima kasih pada tukang pos, Nadia masuk ke rumah dengan keadaan lemas. Sedangkan Zacky pamit pulang karena tidak bisa menyembunyikan kebahagiaan yang tengah dirasakan. "Ternyata aku resmi juga bercerai, kenapa aku jadi sedih begini? Apakah aku merasa kehilangan?" pikir Nadia merebahkan tubuh di atas tempat tidur. Selanjutnya, dia berusaha untuk membuat dirinya sibuk agar bisa melupakan masa lalu serta bisa fokus dengan cita-cita yang diinginkan. Lain hal dengan Marvel yang masih sibuk mencari keberadaan Nadia. "Mas ngapain masih mencari keberadaan Nadia, Mas? Sudah jelas dia pergi tanpa pamit, sekarang ada surat gugatan cerai darinya." Bella memberikan sebuah surat pada sang Suami. "Aku tidak percaya Nadia akan menggugat cerai, Bella. Semua ini pasti hanya akal-akalan kamu saja 'kan?" hardik Marvel dengan sorot mata tajam."Sudah
Nadia pergi sejauh mungkin, meskipun tidak tahu harus ke mana. Tanpa membawa uang sepeser pun. Di perjalanan, dia bertemu dengan Zacky dan memberikan pertolongan."Kamu gak usah sungkan, Nadia. Aku membantumu dengan ikhlas, tidak mengharap apa pun," kata Zacky memaksa.Awalnya Nadia enggan menerima lima lembaran uang kertas berwarna merah yang diberikan Zacky. Namun, saat dia teringat kalau sedang butuh. Wanita itu pun menerimanya."Aku akan menerimanya, tapi semua ini aku anggap sebagai hutang. Sudah pasti, nanti aku bayar ketika aku memiliki pekerjaan dan gaji," kata Nadia menerima uang tersebut."Iya, terserah kamu saja. Yang terpenting, gunakan yang ini sebaik mungkin. Aku yakin, kamu pasti membutuhkannya." Mustahil jika Zacky melakukan semua tanpa pamrih, pria itu memang memiliki perasaan pada Nadia. Namun, tidak berani mengungkapkan karena mengetahui Nadia adalah istri dari temannya. Tidak ingin terlalu berlarut dalam perasaan yang dimiliki, Zacky memilih untuk pergi. "Alhamdul
Kepergian Bella tidak dicegah Marvel, membiarkan sang istri yang hamil pergi dari rumah. "Kenapa gak dikejar, Mas?" tanya Nadia meskipun ragu dan sedikit takut."Biarkan saja, nanti juga dia pasti kembali. Lebih baik, semua makanan ini diberikan kepada tetangga agar tidak mubazir begitu saja." Marvel memerintah. Nadia langsung membawa makanan yang sudah terbungkus untuk diberikan kepada para tetangganya. Siapa sangka, ketika dia membagikan makanan itu. Sebuah nyinyiran yang diterima oleh wanita berjilbab itu. Lagi-lagi dihina karena belum hamil, dikatakan mandul. Ada juga yang mengatakan kalau Nadia cuma wanita tidak tahu diri dan perebut suami orang. Betapa sakit hati Nadia, hingga dia pulang dengan deraian air mata."Kamu kenapa nangis? Siapa yang sudah menyakitimu?" tanya Marvel tidak terima melihat sang Istri menangis."Mas, apakah kamu tidak ingin melepaskanku saja? Aku rasa, mbak Bella lebih membutuhkan Mas dari pada aku," ucap Nadia memberanikan diri. Dia sudah tidak sanggup
Pria mana yang tidak marah melihat istrinya digoda serta dirayu oleh teman sendiri, bahkan di depan mata. Jadi, emosi Marvel benar-benar meluap. Dia dengan cepat mengusir semua rekan kerja yang sudah mempermalukan Nadia."Aku undang kalian ke sini untuk merasakan apa yang aku rasakan, untuk tasyakuran bayi dalam kandungan istriku. Namun, apa yang kalian lakukan? Kalian tidak memiliki hati! Kenapa harus merayu istriku?" cecar Marvel penuh amarah."Salah sendiri punya istri dua. Bahkan aku mengira, wanita ini bukan wanita yang baik. Hanya menutup kegenitannya di balik kerudung saja. Makanya, aku suka mengganggunya." Farrel angkat bicara."Yang dikatakan Farrel benar. Kalau dia wanita yang baik, tidak mungkin mau jadi istri kedua," imbuh Tegar. Hinaan kembali diterima oleh Nadia, tapi wanita itu cuma bisa tertunduk malu tanpa perlawanan. Yang membelanya saat ini hanyalah Marvel. Sebuah tinju langsung mendarat pada pipi kedua rekan kerjanya yang paling menggebu-gebu menghina Nadia."Kel
Nadia sudah siap dengan pakaian yang sudah dibelikan Marvel sebelumnya. Pun Bella yang terlihat lebih cantik dari biasanya karena ada riasan tipis di wajah. Sherina tidak kalah manis, gadis kecil itu ternyata sudah mengenakan pakaian rapi. Namun, Marvel belum juga membersihkan diri dan masih bau keringat. "Kalian semua duduk dulu ya, aku mau siap-siap dulu!" pamit Marvel kepada semua rekan kerjanya."Wih, memang suami idaman. Untuk acara empat bulanan sang Istri saja mau repot-repot membantu di dapur," ledek salah satu rekan kerja bernama Ricko."Sebagai suami, memang sepantasnya begitu 'kan?" Marvel menyeringai. Kemudian, berlalu pergi untuk masuk ke kamar. Ketika langkah kakinya hendak masuk ke tempat beristirahat, Bella datang menghampiri. "Apa aku temui mereka sekarang juga, Mas?" tanya Bella dengan mengulum senyumnya."Gak usah, kamu nanti keluar sama aku saja. Sekarang, biarkan Nadia yang mengurus semuanya." Marvel tidak ingin Bella capek, jadi meminta istri pertama untuk sant
Di rumah lagi gak ada orang, hanya ada Bella seorang diri. Wajar saja kalau hati suasana hati menjadi tidak tenang. Dia semakin risau mengingat sang suami lebih memilih untuk bersama dengan madu dibandingkan dengannya."Sudah tahu aku sedang hamil, tapi mereka malah asik pergi bersama. Seolah-olah aku tidak pernah ada di rumah ini." Bella bermonolog dengan air muka yang kesal. Dia memilih untuk berselancar di sosial media, melihat konten yang ada. "Lihat saja nanti, kalau mereka tetap bersikap begini. Akan aku viralin saja si Nadia sebagai wanita yang suka merebut suami orang!" Ucapan Bella memang sering ngelantur sejak Nadia dan Marvel semakin dekat seperti perangko. Dia sudah memastikan, kalau sang suami pasti sudah mengutarakan isi hatinya.Tepat ketika menunggu hingga satu jam, suara canda tawa terdengar bersamaan dengan bunyi pintu rumah terbuka. Wanita yang saat ini sedang mengenakan daster berusaha untuk tidak peduli, masih fokus dengan gagdet yang ada dalam genggaman tanganny
Nadia mengurus Bella dengan baik, memberikan sebuah perhatian dan juga cinta kepada wanita yang sudah menjadi madunya serta bayi yang ada dalam kandungan Bella."Mbak, kalau butuh apa-apa, jangan lupa panggil aku. Aku mau menemani Sherina bermain dulu," pamit Nadia karena Bella yang terlihat santai duduk sembari menonton televisi."Kamu jangan pergi dulu! Ada hal yang ingin aku tanyakan padamu." Bella mencegah kepergian Nadia."Mau bicara apa, Mbak?" tanya Nadia sembari membenarkan posisi jilbabnya."Kenapa kamu mau berbuat baik padaku, sedangkan aku sudah berbuat jahat padamu." Bella menuntut sebuah alasan kebaikan Nadia."Karena aku sayang sama keluarga ini, Mbak. Juga Mbak." Nadia menjawab singkat."Itu artinya, kamu juga mencintai suamiku?" cetus Bella."Suami Mbak 'kan, suamiku juga." Nadia menjelaskan."Oh! Jadi, kamu sudah mencintai mas Marvel juga sekarang?" Bella bertanya penuh selidik."Enggak gitu maksudku, Mbak." Nadia berusaha menjelaskan, tapi tetap saja Bella tidak mau
Nadia pulang dengan mengucapkan ojek yang sedang mangkal di sekitar rumah sakit, dia pun pulang dengan selamat dan masuk ke rumah Marvel.Dengan langkah ragu, dia terus berjalan dan membuka pintu. "Dari mana saja kamu? Bukannya di rumah, malah keluyuran," ucap Marvel yang memang sengaja menunggu kepulangan Nadia."Maaf, Mas. Aku tadi menghadiri acara reuni," sahut Nadia dengan wajah tertunduk malu serta ketakutan yang luar biasa."Reuni? Kamu yakin itu reuni? Kamu sudah pintar mencari-cari alasan sekarang ya! Padahal, aku sudah melihat dengan mata kepalaku sendiri, kamu lagi berboncengan dengan Zacky. Ternyata memang benar, kamu dan dia main belakang!" cetus Marvel."Aku boncengan sama dia cuma kebetulan saja, Mas." Nadia berusaha untuk menjelaskan."Kebetulan katamu? Aku tidak percaya, jangan-jangan ... kamu gak mengangkat teleponku juga karena lagi sibuk bersamanya, ya 'kan?" tuduh Marvel."Aku dan dia benar-benar tidak ada hubungan, Mas. Aku berani bersumpah, Mas." Nadia berusaha u
Nadia terlihat bahagia karena bertemu teman lama, teman semasa SMA. Saking senangnya, bahkan wanita itu tidak menghiraukan handphone yang terus berbunyi. Dia memilih untuk tidak mengangkat karena kemungkinan hanya akan menimbulkan permasalahan lagi."Kamu kegiatannya apa sekarang?" tanya Cinta yang merupakan salah satu teman Nadia."Aku sibuk kuliah saja." Nadia menjawab singkat. Tidak banyak yang dibicarakan oleh wanita yang merupakan istri kedua Marvel. Semua ditutupi secara rapat karena tidak ingin ada yang tahu tentang kehidupan yang dijalani. Kedekatan mereka masih terlihat jelas meskipun banyak yang datang membawa keluarga, tapi tidak membuat Nadia merasa iri atau apa pun itu. Bahkan, meskipun sama sesama temannya diledek. "Kenapa di umur segini kamu masih betah sendiri? Padahal kita semua sudah punya anak, bahkan ada yang punya tiga." Galang berbicara dengan nada suara yang keras."Iya, aku masih sibuk dengan kuliah," ucap Nadia yang sebenarnya mencari-cari alasan. Mereka me