"Memang kuakui, Mas. Aku terlalu berekspetasi tinggi. Kuingin suamiku yang dulu, perhatian, romantis dan juga sepenuh hati mencintaiku. Bukan seperti saat ini yang cintanya terbagi. Maaf, Mas. Jika harapku tinggi, tapi apakah aku salah? Kau masih suami sahku?" Buliran bening memancar dari kelopak mata Bela, rasa sakit di hati mulai tak tertahankan. Ia hanya ingin haknya kembali. Jadi wajar jika inginkan Nadia segera pergi. "Berikan aku waktu untuk melakukan semua itu lagi, Bela. Bagiku sangat sulit untuk melakukan itu semua lagi.""Sulit karena apa, Mas? Karena Nadia? Iya?" tanya Bela. "Kau pasti lebih paham dan mengerti dengan yang kurasakan," jawab Marvel. "Berarti dugaanku memang benar. Cintamu sudah terbagi. Aku tak tahu apa yang membuatmu bisa berpaling ke lain hati." Bela langsung menutup pintu kamar, mengunci dari dalam dan menangis sejadi-jadinya di atas tempat tidur. Tak peduli, sang Suami mau tidur di mana malam ini. Yang jelas, ia tak ingin diganggu dulu. "Andai kau m
Marvel mendobrak pintu, sebab sudah tak sabar untuk melihat keadaan Bela di dalam kamar. Setelah pintu berhasil dibuka, ternyata tidak ada yang terjadi. Hanya saja, istri pertama tertusuk jarum jari-jari tangannya. "Kau kenapa?" tanya Marvel. "Ini lo, Mas. Tanganku kena jarum, tadi aku mau menjahit kemejamu yang sobek. Lagian Nadia ke mana saja, kemeja sobek aja gak dijahit," ucap Bela. "Kamu juga, kenapa harus repot-repot mengurus kemeja yang sobek sih! Ini sudah larut malam, kenapa tidak tidur saja?" tanya Marvel. "Aku memang selalu saja salah di matamu, Mas. Apa memang sudah tak ada rasa cinta di hatimu untukku?" tanya Bela. "Kau jangan berulah lagi, Bela. Aku lagi gak mood untuk bertengkar lagi denganmu. Berikan aku waktu untuk semua ini? Bukan kamu saja yang bingung dengan keadaan sekarang. Namun, semua juga bingung!" seru Marvel. Pria itu pergi meninggalkan istri pertama, sedangkan istri ke-dua memberikan perhatian pada Bela. "Aku coba obati ya, Mbak!" kata Nadia. "Tidak
Setelah semalam Nadia berhasil untuk pergi dari kamar Sherina dan tidur di ruang tamu. Pagi ini dia sudah menyiapkan berbagai macam sarapan untuk keluarga itu. Selayaknya asisten rumah tangga yang hanya tinggal di rumah bersama majikannya. Ingin sekali wanita itu menggugat cerai terlebih dulu. Namun, ia tak memiliki biaya. Pasti biaya yang dibutuhkan juga tidak sedikit. Uang kuliah saja sudah membuatnya kebingungan, apalagi biaya untuk menggugat cerai sang Suami. "Mungkin aku akan belajar untuk tidak terlalu memikirkan kehidupan rumah tangga yang rumit ini. Kujalani saja sesuai takdir yang sudah ada." Selalu saja pikiran itu yang membuat Nadia mampu bertahan. "Apa perlu kubantu?" tanya Marvel saat ke dapur. Pria itu sudah bangun sebelum Nadia terbangun, tapi masih mengerjakan pekerjaan kantor yang harus diselesaikan sekarang juga. "Mas duduk saja, biarkan aku yang menyelesaikan semua." Marvel tidak mematuhi apa yang dikatakan Nadia, justru pria itu membantu sang Istri menyiapkan s
"Ayah ke mana, Sherina?" tanya Bela saat melihat tinggal sang Anak duduk seorang diri. "Ayah sudah pergi, Ibu. Ayah menitipkan ini," jawab Sherina sembari memberikan kertas putih yang sudah ada tulisan di dalamnya. [Teruntuk Bela, aku sudah mendengar semua yang kau katakan pada Nadia. Kamu sebagai istri pertama tidak berhak memutuskan sesuatu yang aku sendiri belum setuju untuk menghendaki. Berilah aku waktu untuk memikirkan semua, dan untuk Nadia. Tolong berikan aku kesempatan untuk berpikir sejenak. Jangan gegabah untuk menuruti semua permintaan Bela. Kau itu istriku, sudah jelas kau harus mendengarkan apa yang kukatakan bukan perkataan Bela.]Itu lah isi dari surat yang Marvel tinggalkan untuk ke-dua istrinya. Membuat Bela semakin marah pada perempuan yang saat ini tengah berdiri di sampingnya. "Ini semua gara-gara kamu! Andai saja kau tak pernah hadir dalam kehidupan rumah tanggaku!" cetus Bela. "Apa yang ditulis mas Marvel, mbak?" tanya Nadia yang mengira pasti isi surat itu
"Ke mana mas Marvel, kenapa jam segini belum pulang ya?" Bela berbicara sendiri sembari memperhatikan jam tangannya. Sudah lebih setengah jam wanita itu berdiri menunggu kehadiran sang Suami yang belum pulang dari kantor. Jam juga sudah menunjukkan pukul 00.00, tak biasanya juga pria itu belum pulang padahal sudah larut malam. "Mbak Bela, alangkah baiknya istirahat dulu. Soalnya sudah malam, biar aku saja yang menunggu mas Marvel." Nadia mencoba membujuk Bela. "Kamu tidak usah pedulikan aku, ini semua karenamu!"cetus Bela. Pesan yang dikirim istri pertama itu akhirnya dibalas Marvel, ternyata sang Suami memang takkan pulang. Ingin menenangkan hati dan pikiran dalam beberapa hari ke depan, bahkan pria itu tidak memberitahu di mana keberadaannya sekarang. Bela merasa putus asa, ia pun ke kamar dan merebahkan tubuhnya. Sedangkan Nadia yang memang tidak tahu apapun juga ikut istirahat malam ini. Kepala keluarga yang seharusnya ada di rumah itu sudah tak lagi ada. Kini hanya sisa mer
"Jadi ini kelakuan kamu saat mas Marvel tidak ada di rumah? Kamu main belakang?" cerca Bela saat turun dari mobil dan menghampiri Nadia dengan menggengam tangan Sherina. "Maksudmu apa, Mbak. Kenapa menuduhku?" "Kau ngaku saja! Lantas, siapa pria yang barusan mengendarai mobil bagus itu?" tanya Bela penuh selidik. "Pemilik mobil itu dokter Ilham," jawab Nadia pelan. Wanita itu memang sengaja tidak menjawab dengan nada emosi juga, sebab tak ingin memancing keributan yang lebih besar. Bela melihat ke arah Sherina, lalu tersadar kalau ia tak boleh terlihat kasar dan jahat. "Ayo, Sherina! Lebih baik kita masuk saja, dari pada harus meladeni ibu tirimu yang gak tahu diri ini!" ajak Bela. Sherina yang tak mengerti apa pun mengangguk pelan, mengikuti semua yang dikatakan Bela. 'Kapan mbak Bela akan berhenti menghasut Sherina?' titah hati Nadia yang saat ini sedikit terluka karena melihat perubahan sikap Sherina. Wanita itu menyusul Bela dan Sherina masuk ke rumah, mulai mengerjakan pe
Nadia tergopoh berlari ke arah suara Sherina berteriak, memastikan bahwa tak ada hal yang serius terjadi pada anak perempuan angkatnya. "Ada apa ini?" tanya Nadia saat melihat Sherina sudah berada didekapan Bela. "Enggak usah banyak tanya, Nad. Cepat panggilkan ambulans sekarang juga!" perintah Bela. "Baik, Mbak." Wanita itu pun pergi dalam keadaan bingung, mencari sebuah telepon yang tak pernah meninggalkan tempatnya. Ia pun menekan nomor, lalu berbicara dengan seseorang di seberang sana. Lalu, wanita itu kembali untuk memberikan pertolongan pertama pada Sherina. "Kamu ngapain sih! Jangan sok tahu gitu deh! Kamu gak menelepon ambulans?" cecar Bela pada Nadia yang saat ini tengah tak menghiraukan apa yang dikatakan istri Marvel yang pertama. Bela pun mendorong Nadia untuk segera pergi dan jangan membuang-buang waktu lagi membawa Sherina ke rumah sakit. "Mbak percaya saja dulu padaku, biar ku tangani sebentar saja," pinta Nadia. "Gak perlu, lebih baik ku gendong saja naik mobil
"Apa yang ibu inginkan dariku?" tanya Nadia dengan nada tinggi. Panggilan ibu kembali terlontar untuk menyelamatkan diri. Mungkin saja hati wanita yang dengan sengaja merebut ayahnya dari ibu kandung akan berubah jadi baik."Ibu menginginkan uang, Nad! Apa masih kurang jelas?" Inez balik bertanya."Ibu selama ini cuma tahu tentang uang, uang dan uang. Apakah ibu tidak tahu kalau Sherina masih ada di rumah sakit? Ayolah, Bu. Jangan terlalu gila harta. Bisa 'kan?" cetus Nadia."Segalanya butuh uang, Nad! Kamu juga tahu itu. Kalau memang kamu gak mau memberikan Ibu uang, terpaksa cincin yang kamu pakai sekarang akan kuambil secara paksa!" ancam Inez. "Jangan lakukan itu, Bu! Nadia mohon!" "Keputusan Ibu sudah bulat," ucap Inez. Lalu dengan segera merampas cincin yang masih melingkar di jari manis Nadia. Nadia tetap berusaha untuk mempertahankan apa yang menjadi hak dan miliknya, dia tidak peduli jika pada akhirnya tangan akan tergores oleh benda tajam yang dibawa Inez.Supir taksi yan
Zacky merasa senang karena Nadia akhirnya mendapatkan surat cerai juga, itu tandanya wanita itu bisa didekati dan mungkin dinikahi.Setelah mengucapkan terima kasih pada tukang pos, Nadia masuk ke rumah dengan keadaan lemas. Sedangkan Zacky pamit pulang karena tidak bisa menyembunyikan kebahagiaan yang tengah dirasakan. "Ternyata aku resmi juga bercerai, kenapa aku jadi sedih begini? Apakah aku merasa kehilangan?" pikir Nadia merebahkan tubuh di atas tempat tidur. Selanjutnya, dia berusaha untuk membuat dirinya sibuk agar bisa melupakan masa lalu serta bisa fokus dengan cita-cita yang diinginkan. Lain hal dengan Marvel yang masih sibuk mencari keberadaan Nadia. "Mas ngapain masih mencari keberadaan Nadia, Mas? Sudah jelas dia pergi tanpa pamit, sekarang ada surat gugatan cerai darinya." Bella memberikan sebuah surat pada sang Suami. "Aku tidak percaya Nadia akan menggugat cerai, Bella. Semua ini pasti hanya akal-akalan kamu saja 'kan?" hardik Marvel dengan sorot mata tajam."Sudah
Nadia pergi sejauh mungkin, meskipun tidak tahu harus ke mana. Tanpa membawa uang sepeser pun. Di perjalanan, dia bertemu dengan Zacky dan memberikan pertolongan."Kamu gak usah sungkan, Nadia. Aku membantumu dengan ikhlas, tidak mengharap apa pun," kata Zacky memaksa.Awalnya Nadia enggan menerima lima lembaran uang kertas berwarna merah yang diberikan Zacky. Namun, saat dia teringat kalau sedang butuh. Wanita itu pun menerimanya."Aku akan menerimanya, tapi semua ini aku anggap sebagai hutang. Sudah pasti, nanti aku bayar ketika aku memiliki pekerjaan dan gaji," kata Nadia menerima uang tersebut."Iya, terserah kamu saja. Yang terpenting, gunakan yang ini sebaik mungkin. Aku yakin, kamu pasti membutuhkannya." Mustahil jika Zacky melakukan semua tanpa pamrih, pria itu memang memiliki perasaan pada Nadia. Namun, tidak berani mengungkapkan karena mengetahui Nadia adalah istri dari temannya. Tidak ingin terlalu berlarut dalam perasaan yang dimiliki, Zacky memilih untuk pergi. "Alhamdul
Kepergian Bella tidak dicegah Marvel, membiarkan sang istri yang hamil pergi dari rumah. "Kenapa gak dikejar, Mas?" tanya Nadia meskipun ragu dan sedikit takut."Biarkan saja, nanti juga dia pasti kembali. Lebih baik, semua makanan ini diberikan kepada tetangga agar tidak mubazir begitu saja." Marvel memerintah. Nadia langsung membawa makanan yang sudah terbungkus untuk diberikan kepada para tetangganya. Siapa sangka, ketika dia membagikan makanan itu. Sebuah nyinyiran yang diterima oleh wanita berjilbab itu. Lagi-lagi dihina karena belum hamil, dikatakan mandul. Ada juga yang mengatakan kalau Nadia cuma wanita tidak tahu diri dan perebut suami orang. Betapa sakit hati Nadia, hingga dia pulang dengan deraian air mata."Kamu kenapa nangis? Siapa yang sudah menyakitimu?" tanya Marvel tidak terima melihat sang Istri menangis."Mas, apakah kamu tidak ingin melepaskanku saja? Aku rasa, mbak Bella lebih membutuhkan Mas dari pada aku," ucap Nadia memberanikan diri. Dia sudah tidak sanggup
Pria mana yang tidak marah melihat istrinya digoda serta dirayu oleh teman sendiri, bahkan di depan mata. Jadi, emosi Marvel benar-benar meluap. Dia dengan cepat mengusir semua rekan kerja yang sudah mempermalukan Nadia."Aku undang kalian ke sini untuk merasakan apa yang aku rasakan, untuk tasyakuran bayi dalam kandungan istriku. Namun, apa yang kalian lakukan? Kalian tidak memiliki hati! Kenapa harus merayu istriku?" cecar Marvel penuh amarah."Salah sendiri punya istri dua. Bahkan aku mengira, wanita ini bukan wanita yang baik. Hanya menutup kegenitannya di balik kerudung saja. Makanya, aku suka mengganggunya." Farrel angkat bicara."Yang dikatakan Farrel benar. Kalau dia wanita yang baik, tidak mungkin mau jadi istri kedua," imbuh Tegar. Hinaan kembali diterima oleh Nadia, tapi wanita itu cuma bisa tertunduk malu tanpa perlawanan. Yang membelanya saat ini hanyalah Marvel. Sebuah tinju langsung mendarat pada pipi kedua rekan kerjanya yang paling menggebu-gebu menghina Nadia."Kel
Nadia sudah siap dengan pakaian yang sudah dibelikan Marvel sebelumnya. Pun Bella yang terlihat lebih cantik dari biasanya karena ada riasan tipis di wajah. Sherina tidak kalah manis, gadis kecil itu ternyata sudah mengenakan pakaian rapi. Namun, Marvel belum juga membersihkan diri dan masih bau keringat. "Kalian semua duduk dulu ya, aku mau siap-siap dulu!" pamit Marvel kepada semua rekan kerjanya."Wih, memang suami idaman. Untuk acara empat bulanan sang Istri saja mau repot-repot membantu di dapur," ledek salah satu rekan kerja bernama Ricko."Sebagai suami, memang sepantasnya begitu 'kan?" Marvel menyeringai. Kemudian, berlalu pergi untuk masuk ke kamar. Ketika langkah kakinya hendak masuk ke tempat beristirahat, Bella datang menghampiri. "Apa aku temui mereka sekarang juga, Mas?" tanya Bella dengan mengulum senyumnya."Gak usah, kamu nanti keluar sama aku saja. Sekarang, biarkan Nadia yang mengurus semuanya." Marvel tidak ingin Bella capek, jadi meminta istri pertama untuk sant
Di rumah lagi gak ada orang, hanya ada Bella seorang diri. Wajar saja kalau hati suasana hati menjadi tidak tenang. Dia semakin risau mengingat sang suami lebih memilih untuk bersama dengan madu dibandingkan dengannya."Sudah tahu aku sedang hamil, tapi mereka malah asik pergi bersama. Seolah-olah aku tidak pernah ada di rumah ini." Bella bermonolog dengan air muka yang kesal. Dia memilih untuk berselancar di sosial media, melihat konten yang ada. "Lihat saja nanti, kalau mereka tetap bersikap begini. Akan aku viralin saja si Nadia sebagai wanita yang suka merebut suami orang!" Ucapan Bella memang sering ngelantur sejak Nadia dan Marvel semakin dekat seperti perangko. Dia sudah memastikan, kalau sang suami pasti sudah mengutarakan isi hatinya.Tepat ketika menunggu hingga satu jam, suara canda tawa terdengar bersamaan dengan bunyi pintu rumah terbuka. Wanita yang saat ini sedang mengenakan daster berusaha untuk tidak peduli, masih fokus dengan gagdet yang ada dalam genggaman tanganny
Nadia mengurus Bella dengan baik, memberikan sebuah perhatian dan juga cinta kepada wanita yang sudah menjadi madunya serta bayi yang ada dalam kandungan Bella."Mbak, kalau butuh apa-apa, jangan lupa panggil aku. Aku mau menemani Sherina bermain dulu," pamit Nadia karena Bella yang terlihat santai duduk sembari menonton televisi."Kamu jangan pergi dulu! Ada hal yang ingin aku tanyakan padamu." Bella mencegah kepergian Nadia."Mau bicara apa, Mbak?" tanya Nadia sembari membenarkan posisi jilbabnya."Kenapa kamu mau berbuat baik padaku, sedangkan aku sudah berbuat jahat padamu." Bella menuntut sebuah alasan kebaikan Nadia."Karena aku sayang sama keluarga ini, Mbak. Juga Mbak." Nadia menjawab singkat."Itu artinya, kamu juga mencintai suamiku?" cetus Bella."Suami Mbak 'kan, suamiku juga." Nadia menjelaskan."Oh! Jadi, kamu sudah mencintai mas Marvel juga sekarang?" Bella bertanya penuh selidik."Enggak gitu maksudku, Mbak." Nadia berusaha menjelaskan, tapi tetap saja Bella tidak mau
Nadia pulang dengan mengucapkan ojek yang sedang mangkal di sekitar rumah sakit, dia pun pulang dengan selamat dan masuk ke rumah Marvel.Dengan langkah ragu, dia terus berjalan dan membuka pintu. "Dari mana saja kamu? Bukannya di rumah, malah keluyuran," ucap Marvel yang memang sengaja menunggu kepulangan Nadia."Maaf, Mas. Aku tadi menghadiri acara reuni," sahut Nadia dengan wajah tertunduk malu serta ketakutan yang luar biasa."Reuni? Kamu yakin itu reuni? Kamu sudah pintar mencari-cari alasan sekarang ya! Padahal, aku sudah melihat dengan mata kepalaku sendiri, kamu lagi berboncengan dengan Zacky. Ternyata memang benar, kamu dan dia main belakang!" cetus Marvel."Aku boncengan sama dia cuma kebetulan saja, Mas." Nadia berusaha untuk menjelaskan."Kebetulan katamu? Aku tidak percaya, jangan-jangan ... kamu gak mengangkat teleponku juga karena lagi sibuk bersamanya, ya 'kan?" tuduh Marvel."Aku dan dia benar-benar tidak ada hubungan, Mas. Aku berani bersumpah, Mas." Nadia berusaha u
Nadia terlihat bahagia karena bertemu teman lama, teman semasa SMA. Saking senangnya, bahkan wanita itu tidak menghiraukan handphone yang terus berbunyi. Dia memilih untuk tidak mengangkat karena kemungkinan hanya akan menimbulkan permasalahan lagi."Kamu kegiatannya apa sekarang?" tanya Cinta yang merupakan salah satu teman Nadia."Aku sibuk kuliah saja." Nadia menjawab singkat. Tidak banyak yang dibicarakan oleh wanita yang merupakan istri kedua Marvel. Semua ditutupi secara rapat karena tidak ingin ada yang tahu tentang kehidupan yang dijalani. Kedekatan mereka masih terlihat jelas meskipun banyak yang datang membawa keluarga, tapi tidak membuat Nadia merasa iri atau apa pun itu. Bahkan, meskipun sama sesama temannya diledek. "Kenapa di umur segini kamu masih betah sendiri? Padahal kita semua sudah punya anak, bahkan ada yang punya tiga." Galang berbicara dengan nada suara yang keras."Iya, aku masih sibuk dengan kuliah," ucap Nadia yang sebenarnya mencari-cari alasan. Mereka me