Viona mendapatkan pesan teks dari ibunya yang mengatakan bahwa ia mengalami kecelakaan. Laras berkata ia sedang bertengkar dengan David sehingga tak bisa memberitahu suaminya. Viona disuruh datang ke sebuah tempat di mana kecelakaan itu terjadi. Awalnya Viona merasa ragu untuk menemui ibunya, tetapi setelah mendapatkan sebuah potret luka sang Ibu, membuat Viona bergegas memesan taksi usai pulang dari kampusnya,Sesampai di titik lokasi yang Laras kirimkan, ternyata benar ibunya tengah terluka dan terduduk di tepi jalan. Mobil yang Laras kemudikan sebelumnya pun menghantam sebuah mohon. Viona buru-buru keluar dari taksi untuk menghampiri ibunya.“Ibu! Ya ampun mengapa bisa seperti ini? Ibu mengapa bisa menabrak pohon?” Viona khawatir melihat pelipis dan kaki ibunya berlumuran darah.“Ibu sedang banyak pikiran dan berakhir menabrak pohon, Viona,” sahut Laras pelan seolah-olah ia tak memiliki tenaga banyak untuk berbicara.“Ya sudah. Ayo ke rumah sakit! Aku akan menelepon ambulans, Bu,” u
Bintara sedang memulai pekerjaannya di kantor. sesekali ia memeriksa ponsel untuk menemukan balasan pesan dari kekasihnya, tetapi pesannya tak kunjung dijawab dari kemarin. Bintara berpikir bahwa Viona sedang kehabisan paket data atau dia kelelahan dengan aktivitas kuliahnya.Tiba-tiba ponselnya mendapatkan sebuah panggilan. Bukan dari Viona tetapi dari Marvin. Bintara seketika gugup, apa terjadi sesuatu pada kekasihnya?“Halo, Pak Marvin. Ada apa, ya?”“Halo, Bintara. Aku hanya ingin bertanya, apa Viona bersamamu? Sejak berangkat kuliah kemarin ia tak kunjung pulang kuliah. Aku ada pekerjaan jadi pulang larut malam. Aku tak tahu jikalau dia tak pulang juga.“Apa? Viona tak pulang dari kemarin? Astaga kemana dia, masalahnya dia tak ada bersamaku, Pak Marvin. Sedari kemarin pesan dariku tak dijawab sama sekali olehnya. Aku pikir dia kehabisan paket data atau sedang kelelahan.”“Baiklah, Bintara. Aku akan coba tanya pada teman-temannya. Barangkali dia sedang menginap di rumah temannya. K
“Apa kau bilang, Viona diculik oleh Laras?” Marvin sangat terkejut mengetahui bahwa mantan istrinya sendiri yang menculik Viona.Pulang dari tempat Laras, Bintara langsung ke kantor Marvin untuk menyampaikan berita penculikan putrinya. Tentu saja Marvin marah dan tak terima itu. Ibu dari anaknya sendiri yang menculik Viona.“Benar, Pak Marvin. Laras sungguh sangat keterlaluan. Dia melakukan ini untuk menyelamatkan dirinya dari pembalasan kami. Ibuku sudah berhasil aku dapatkan dan kemungkinan dia merasa terancam kalau-kalau kami melaporkannya ke polisi. Kemudian, dia menggunakan Viona untuk sandera agar posisinya tetap aman,” tutur Bintara menyampaikan pendapatnya.“Dia memang sangat keterlaluan. Hukuman berat harus ia terima untuk perbuatannya ini. Lalu Bintara, apa kau mempunyai rencana untuk membawa Viona kembali?” Marvin sepertinya menaruh harapan besar pada Bintara untuk menyelesaikan masalah tersebut.“Untuk sementara yang bisa aku lakukan adalah menyelidiki anak buah Laras. Tap
Bintara mendapati mantan kekasih Laras langsung ke perusahaannya. Sesuai apa yang diberitahukan oleh Marvin, Bintara mengatakan ingin bertemu dengan manager FOXz secara langsung. Maka pertemuan itu pun dilakukan. Bintara memasuki lift untuk sampai ke tempat manager perusahaan tersebut.Sesampai di depan ruangan manager, Bintara pun menekan bel lalu masuk setelah dipersilakan. Untuk pertama kalinya ia bertemu dengan selingkuhan Laras yang akan menjadi senjatanya untuk menumpas Laras. Pria yang berumur lebih muda dari ayahnya itu menyambut Bintara dengan antusias. Mengingat Bintara adalah pembisnis muda yang sangat sukses.“Silakan, Pak Bintara! Duduk dulu, nanti OB akan membawakan sajian terbaik kantor ini,” ucap pria bernama Hendrik itu.“Terima kasih, Pak Hendrik. Senang sekali bisa bertemu dengan Anda,” ucap Bintara bersalaman sebelum duduk di sofa.“Aku pun merasa sangat beruntung bisa bertemu dengan Anda langsung,” sahut Hendrik tersenyum lebar,Bintara mendadak menatap serius Hen
Bintara heran melihat ibunya yang sedang mengenakan pakaian kantor. Sudah sangat lama sekali ibunya tak memakai pakaian itu. Bintara yang tadi hanya berdiri di depan pintu kamar, lantas masuk ke dalamnya sesudah mengetuk pintu dua kali. Rusmini tersenyum melihat putranya dari pantulan cermin. Ibunya tampak santai memoleskan bedak ke wajah tirusnya.“Bu, apa yang akan ibu lakukan dengan pakaian seperti ini? Ibu tak ingin melakukan apa yang aku pikirkan sekarang, bukan?”“Sepertinya Ibu akan melakukannya,” sahut Rusmini.“Ibu—”Rusmini langsung berbalik dan memegangi kedua lengan Bintara sambil tersenyum tipis. “Ibu tak bisa meninggalkan tanggung jawab begitu saja, Bintara. Selama ini Laras menggunakan Ibu untuk bekerja. Para klien hanya tahu ibu lah yang bekerja sama dengan mereka. Ibu tak ingin image Ibu menjadi buruk karena kerja sama kami yang hancur. Oleh sebab itu Ibu akan pergi ke kantor hari ini, Sayang,” tutur Rusmini menjelaskan.“Tapi, Bu. Laras ada di sana dan bisa saja mela
Rusmini keluar dari gedung perusahaan, tak sengaja ia bertemu dengan Sonny, yakni anak dari suaminya dan Laras. Rusmini yang melihat arah tatapan anak itu tertuju padanya membuat Rusmini mengulas sebuah senyuman. Tak disangka Sonny menarik pelan tangan Rusmini untuk mengikutinya hingga sampai di taman perusahaan. Mereka duduk dibangku taman tepat di bawah sebuah pohon rindang.“Apa yang membuatmu membawaku ke sini, Nak?”Sonny dengan ragu menoleh pada Rusmini. Kedua tangan anak itu tampak saling meremas gugup. Rusmini yang sadar akan hal itu pun menggenggam tangan remaja laki-laki itu dengan lembut.“Bicaralah. Tak akan ada yang menyakitimu,” titah Rusmini.“Apa ibumu telah jahat dengan keluarga Tante?”Rusmini terkejut mendengar pertanyaan anak itu. Rusmini tertawa kecil sambil mengalihkan tatapannya ke arah lain. Sangat sulit rasanya untuk menjawab pertanyaan itu. Namun, Rusmini lekas sadar bahwa yang mengajaknya bicara adalah anak kecil. Ia tak ingin membawa pandangan buruk Sonny k
Bintara menghampiri ibunya yang sedang menyulam di belakang mansion. Ada dua orang pengawal yang berjaga di sekitarnya. Rusmini tersenyum melihat kedatangannya, ia melepaskan sulaman itu. Bintara duduk di kursi yang kosong dengan tatapan santai dan senyum manis.“Kau tersenyum manis? Ada hal baik yang terjadi hari ini, Sayang?”“Tentu ada hal baik, Bu. Aku akhirnya menemukan kelemahan Laras. Ibu tau, ternyata Sonny bukan anak kandung ayah,” ungkap Bintara. Rusmini yang mendengar hal itu sangat terkejut.“Apa? Apa kau yakin, Nak?’’“Aku yakin sekali. Ayahnya Viona yang memberitahuku dan pria yang menjadi selingkuhan Laras ketika bersama Pak Marvin adalah Hendrik. Sebelum menikah dengan ayah, Laras sudah berhubungan badan dengan Hendrik. Laras terpaksa menikah dengan ayah karena orang tuanya mempunyai dendam pada keluarga ayah dan menyuruh Laras untuk mengambil alih kekayaan ayah dengan menikahinya. Sonny sudah terbukti anak Hendrik, mereka sudah melakukan tes DNA. Bu, aku sudah terhubu
“Aku meminta Ayah mengajak Laras dan Sonny makan malam bersama di restaurant ini. Pada saat kalian melangsungkan makan bersama, aku akan mengutus Hendrik. Hendrik akan terlibat dalam acara makan kalian dan ayah harus berpura-pura tak tahu. Hendrik pun akan mengungkap kebenaran langsung di hadapan kalian. Bukankah Ayah pernah bilang jikalau ingin menceraikan Laras? Ayah bisa gunakan cara itu untuk berpisah dengannya,” tutur Bintara menjelaskan rencananya.“Apakah Laras tak akan bertindak? Dia mungkin saja mengelak jikalau itu tidaklah benar,” sahut David.“Soal itu Ayah tak perlu khawatir, sebab aku sudah menyuruh Hendrik menyiapkan bukti-buktinya. Aku melakukan hal ini bukan untuk mempermudah Ayah putus hubungan dengan Laras. Aku melakukan ini untuk mendapatan Viona yang diculik olehnya. Dengan keadaan Laras yang hancur setelah kebohongannya terbongkar, dia akan menjadi lengah. Saat-saat itulah aku akan mnegutus anak buahku untuk menyelidiki Laras. Bisa jadi ia akan menggunakan Viona s
Bintara dan Viona melanjutkan makan malam mereka yang tertunda, membiarkan Rusmini dan David entah langsung pulang atau mengunjungi tempat lain. Setelah sekian lama Viona sudah tak melihat wajah bahagia yang polos kekasihnya. Terakhir ia lihat ketika zaman sekolah SMA dulu.“Kau ingat hari pertama kali kita menjadi sepasang kekasih? Aku yang menyatakan cinta lebih dulu,” sindir Viona tersenyum geli.Tentu saja Bintara merasa terlukai harga dirinya. Ia menatap malas Viona yang sedang menertawakannya. “Itu karena aku sadar diri. Dulu aku tak setampan ini dan memiliki banyak kekurangan. Aku tuli dan penyakitan. Aku juga bukan anak yang diharapkan oleh ayahku. Jadi kepercayaan diriku lenyap karena itu. Aku sungguh tak menduga bagaimana bisa kau menyukaiku yang dulu? Jika aku yang dulu adalah aku yang sekarang, sangat wajar kau menyukai pria tampan, hebat, dan mapan ini,” tutur Bintara yang awalnya merendahkan diri berakhir membanggakan diri. Viona berdecih mendengarnya.“Itu karena kau or
Bintara berdesis saking gemasnya dengan kelakuan Viona yang ternyata hadir ke kampus. Siang ini Bintara menjemput kekasihnya itu sekalian meminta penjelasan mengapa kekasihnya itu tak mendengarkan saran darinya.“Halo, Sayang aku!” Viona langsung memeluk Bintara yang tak membalas pelukannya.“Mengapa kau tak menurutiku?” Pertanyaan dingin dari Bintara membuat Viona melepaskan pelukan itu dengan tampang cemberut.“Hari ini ada test penting. Aku harus hadir ke kampus, Bin. Lagipula aku sudah tak apa. Kau jangan terlalu khawatir seperti ini. Yang harus kau khawatirkan adalah keadaan perutku, aku sangat lapar,” ucap Viona sedikit merengek.“Merengek memang andalanmu,” sahut Bintara berjalan lebih dulu ke arah mobilnya. Ia tetap membukakan pintu untuk Viona walau tak menunggu gadis itu masuk langsung berjalan ke arah pintu mobil bagian kemudi.Bintara menjelankan mobil meninggalkan kampus Viona. Tujuan mereka adalah sebuah restaurant ala Korea yang tak jauh dari kampus Viona. Bintara memes
Rusmini telah pulang ke rumahnya, begitu pun dengan David. Sore ini Viona sudah diperbolehkan pulang, hanya saja ia menunggu infus habis. Bintara dengan setiap menungguinya.“Vi, apa menurutmu baiknya Ibu kembali pada ayah? Mendengar ayah akan pergi ke Paris dan memutuskan untuk menyendiri, rasanya aku juga merasakan kesepian yang ayahku rasakan. Ketulusan ayah juga tampak ketika ia memutuskan untuk tidak menikah lagi setelah bercerai dengan ibumu,” lontar Bintara sembari mengupas buah apel.“Kalau menurutku … lebih baik persatukan mereka lagi, Bin. Walau aku tak begitu dekat dengan ibumu, tapi entah mengapa aku bisa melihat bahwa ibumu masih menyimpan perasaaan pada ayahmu. Hanya saja ibumu mempertimbangkan banyak hal hingga tak ingin menuruti kemauan hatinya. Salah satunya juga trauma yang ibumu miliki, Bin. Ibumu pasti takut jikalau ayahmu kembali seperti yang dulu dan menyakiti kalian lagi. Maka jalan satu-satunya yang bisa kau ambil adalah menyakinkan ibumu bahwa pemikiran buruk
Laras tertangkap saat mencoba melarikan diri ke luar kota bersama dengan anak buahnya. Berita tentang penangkapan itupun masuk berita pada pagi hari ini. Viona dan Bintara menatap layar televisi di rumah sakit. Tampak Laras dengan tampilan berantakan diborgol polisi. Tatapan wanita itu sangat kosong dan tubuhnya sangat lesu. Viona sudah mengetahui hal itu sejak ia bersama dengan ibunya di mobil.“Ibu pasti sangat tertekan hingga mentalnya terguncang. Ibu sangat mengerikan ketika membentakku di mobil waktu itu. Sorot matanya tak wajar, antara takut dan juga marah yang membumbung tinggi.” ungkap Viona.Bintara mengusap pundak kekasihnya dengan lembut dan memeluknya dari samping. “Mungkin kau sedih melihat ibuku seperti itu, Sayang. Tapi itulah yang terbaik untuk ibumu. Tak ada yang bisa mengendalikan ibumu selama ini. Dia terus saja membuat rencana-rencana jahat yang merugikan keluargaku, aku, dan juga dirimu. Aku tak ingin menyaksikan dan merasakan kesakitan keluargaku lagi karena dia,
Viona tak tahu kemana ia akan dibawa, tetapi ibunya terlihat sangat tenang. Walau bersama sang Ibu, tetapi Viona merasakan kekhawatiran yang luar biasa. Apakah ini normal? Mengapa ia justru merasa tak akan ketika bersama dengan ibunya sendiri? Viona menoleh ke belakang, tampak sebuah mobil mengikuti mereka. Bukan mobil Bintara, tetapi mobil anak buahnya.“Bu, sepertinya kita diikuti,” ucap Viona.“Tenang, Viona. Anak buah ibu adalah mantan pembalap dulunya. Dia lihai untuk menghindari kejaran itu. Kau tenang saja, mereka tak akan menemukan kita setelah ini,” sahut Laras tersenyum penuh arti.“Memangnya kita akan ke mana, Bu?”“Tentu saja ke tempat yang tenang dan tak ada siapapun yang dapat menemukan kita,” sahut Laras.“Mengapa tak ke kantor polisi saja? Mereka tak akan macam-macam kalau kita ke kantor polisi, Bu,” ucap Viona memberi saran.“Diam kau, Viona! Jangan sekali-sekali kau sebut nama tempat itu! Ibu tak ingin mendengar tempat terkutuk itu!” Hardik Laras dengan tatapan tajam
Usai membayar ganti rugi, Laras pun dibebaskan oleh polisi. Ia keluar dari kantor polisi dengan keadaan yang berantakan. Tatapannya kosong, eyeliner-nya luntur, dan rambutnya berantakan. Laras tak peduli dengan tatapan orang-orang padanya. Sesaat dirinya seperti tak memikirkan apa-apa, lalu tiba-tiba ia teringat kembali dengan kejadian yang baru saja menimpanya. Bagaimana bahagianya ia berselfi dengan David, kedatangan Hendrik yang tiba-tiba merusak suasana, dan hadirnya Bintara yang menjadi akhir dari hubungan dengan suaminya.“Semua ini gara-gara Bintara! Dia pasti telah menyusun rencana ini untuk menghancurkan hidupku! Cih, baiklah. Lihat bagaimana aku bisa menghancurkan hidupmu Bintara! Lihat! Aku bahkan tak peduli meski harus mengorbankan putri Marvin itu!”Laras memesan taksi. Ia menunggu di pinggir jalan dengan berbagai rencana yang saling berlalu lalang di kepalanya. Berbagai kemungkinan buruk pun terbayang-bayang. Apa yang akan dilakukan David setelah ini? Menceraikannya atau
“Apa benar semua itu, Laras?” David bertanya dengan nada dingin.Laras langsung bersujud di hadapan David sambil menangis tersedu untuk meminta ampun.“Mas, maafin aku. Aku nggak bermaksud membohongimu. Aku awalnya tak tahu jikalau Sonny adalah anak dari Hendrik. Aku pikir memang anak kita karena kita juga melakukan hubungan suami istri, bukan?”“Tapi kau tak bicara apapun setelah mengetahui Sonny bukan anakku! Kau menipuku hingga hari ini, Laras! Bahkan kau menikahiku karena orang tuamu memiliki dendam terhadap keluargaku? Pantas saja kau selalu memaksaku untuk mengalihkan kepemilikan perusahaan atas namamu dan juga Sonny. Begitu aku bangkrut, kau akan pergi dan bahagia dengan pria itu!” bentak David dengan tatapan berapi-api.Laras semakin menangis sambil menangkup kedua tangannya di hadapan wajah. Ia memohon pada David dengan sejadi-jadinya bahwa ia sangat menyesali perbuatannya. “Aku mohon maafkan aku, Mas. Kali ini saja maafkan aku. Aku memang awalnya menuruti permintaan orang tu
Laras berdandan dengan sangat cantik malam ini. Ia menggenakan gaun hitam selutut yang ketat dan lipstick yang tebal merah merona. Belum lagi highheel yang ia pakai membuatnya merasa bak modal di depan cermin ketika mematut dirinya sendiri. Laras sangat bangga dengan penampilannya malam ini. Hari ini adalah hari ulang tahunnya, Laras merasa jikalau David pasti sudah menyiapkan kejuatan ulangtahun untuknya, membayangkan saja sudah membuat Laras kegirangan bukan main.David sudah menunggu di dalam mobil. Ia menoleh ke arah pintu, Laras dan Sonny belum kunjung keluar juga. David memutuskan untuk menelepon Bintara untuk memastikan rencana mereka hari ini seperti apa.“Halo, Yah?’’“Halo, Bintara. Jadi gimana, Ayah dan Laras beserta Sonny akan segera berangkat ke restaurant itu. Kapan kalian akan datang? Takutnya setelah selesai makan, kalian baru datang. Timingnya nanti tidak tepat, Nak. Apa perlu Ayah kasih kode nanti lewat pesan?”“Tidak perlu, Yah. Kami sudah stand by di parkiran resta
Rusmini datang bersamaan dengan Laras yang datang ke kantor. Laras mencoba tak peduli dengan wanita yang ia anggap musuh berat tersebut. Begitu pula dengan Rusmini yang memilih acuh tak acuh dengan raut wajah yang sangat tenang. Begitu mereka memasuki kantor, setiap karyawan yang mereka lewati lebih memilih menyapa Rusmini. Jika dibandingkan 7:3 yang menyapa mereka. Tentunya banyak yang menyapa Rusmini. Hal itu membuat hati Laras terasa terbakar. Mereka memasuki lift yang sama. Laras sengaja melakukanya karena ada sesuatu yang ingin ia ucapkan pada Rusmini.“Kemarin suamiku mengajak aku dan putraku makan bersama di hari ulang tahunku. Lega rasanya mendengar dia masih memperhatikanku. Aku pikir dia kepincut dengan janda rendahan di sekitarnya,” ucap Laras dengan nada menyindir.Rusmini tersenyum tenang mendengarnya. “Syukurlah dia tak kepincut janda di luar sana. Jadi ketika dia ingin kembali padaku, aku tak ragu untuk menerimanya.”Laras menatap nyalang Rusmini di sampingnya. “Kau tak