Share

66. PENYUSUP IBUKOTA

last update Terakhir Diperbarui: 2022-07-28 15:30:40
Ternyata tidur pun sebenarnya bukan pilihan yang terlalu bagus bagi Bayu, setidaknya ketika ia menyadari bahwa ia harus berbagi tempat dengan empat pria dewasa yang memuakkan, belum lagi suara ngorok mereka yang bercampur dengan bau arak hingga Bayu berpikir ingin membakar gubuk ini. Akhirnya Bayu harus merelakan diri tidur terjepit dengan kondisi yang sama sekali tak ingin dikenangnya.

Pagi-pagi Bayu terbangun dengan tubuh yang terasa ngilu di beberapa bagian terutama punggung lehernya. Ia menguap pelan sebelum menyadari jika gubuk tersebut kini telah kosong melompong, hanya ia sendiri di sana, bersama sisa-sisa bau arak yang membuatnya ingin muntah.

Bayu bergegas keluar gubuk untuk mendapatkan udara yang lebih segar demi menghindari rasa mualnya mencium bau arak yang cukup menyengat itu. Benar-benar, hanya terdengar sayup suara kokok ayam hutan di tengah belantara. Langit masih cukup gelap dengan sedikit semburat cahaya keemasan dari ufuk timur. Bayu semakin yakin, jika para pria h
Ryandhika Rahman

Mohon tinggalkan komentar, kritik, serta saran dan vote sebagai dukungan untuk karya ini dan kemajuan dunia kepenulisan lokal. Terima kasih

| Sukai
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Syair Singgasana 1 : Prahara Di Balik Kabut   67. PERTEMUAN BERBAHAYA

    “Aku akan menemuimu nanti, aku berjanji,” Bayu menggenggam jemari Dira. Dira menatap Bayu cukup lama, sebelum kemudian menghela nafas, “Baiklah, kau bawa kudaku, aku akan minta diantar pulang oleh pengawal di depan sana.” Bayu tersenyum sambil mengangguk. “Tapi ingat janjimu, setelah ini kau harus segera menemuiku.” Bayu kembali mengangguk, “Jaga dirimu baik-baik.” Dira lantas meninggalkan Bayu dengan raut wajah penuh rindu campur khawatir. Bayu hanya diam sembari tersenyum, baginya saat ini lebih penting untuk melihat keadaan Cadudasa lalu menyelesaikan misinya agar ia bisa terbebas dari dunia aneh ini. Bayu kembali memasang tudungnya lalu memacu kudanya menuju ke arah istana Adighana. Namun Bayu tahu persis jika istana pasti akan dijaga ketat oleh para pengawal, dan kedatangannya tentu akan menarik perhatian yang cukup hebat di istana, karena itu ia memilih jalur belakang istana. Ia pernah diajak Riani melewati jalur itu beberapa tahun lalu, dan menurutnya jalur itu tak terlal

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-30
  • Syair Singgasana 1 : Prahara Di Balik Kabut   68. DI ANTARA PARA PENGEJAR

    “Gusti Cadudasa....” Untuk beberapa saat Cadudasa tercekat, matanya seolah tak lepas memandang Bayu yang kini berdiri di depannya. “Bayu...” suara Cadudasa nyaris tak keluar dari rongga mulutnya. “Gusti, saya datang kemari untuk......” “Sebentar...” Cadudasa memotong, ia lantas dengan cepat mengamati keadaan di luar sebelum menutup pintu ruangan itu. Cadudasa berbalik pada Bayu, memandangnya dengan penuh haru lalu memeluk pemuda itu seolah memeluk putranya sendiri. Setelah merasa cukup Cadudasa lalu melepaskan pelukannya dan menatap Bayu, “Aku senang kau masih hidup. Tapi mengapa kau ke sini? Kau tahu seluruh negeri sedang mencarimu, negeri sudah tak aman bagimu.” “Jadi Gusti percaya bahwa saya tak ada hubungannya dengan kekacauan itu?” Bayu tak bisa menyembunyikan nada lega dalam kalimatnya. “Tentu saja. Aku yakin, ini hanya sebuah jebakan untuk mencelakaimu. Aku sudah menyadari akan banyak pihak yang tak senang ketika kau kubawa kemari.” “Syukurlah,” desah Bayu. “Sekarang le

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-01
  • Syair Singgasana 1 : Prahara Di Balik Kabut   69. PENYERGAPAN

    Bayu lagi-lagi harus berterima kasih pada kudanya yang sepertinya paham dengan apa yang diinginkannya, kuda tersebut dengan gesit membawa Bayu menjauhi para pengejarnya hingga para pengejarnya itu tak terlihat lagi. Mungkin ditarik mundur untuk menentukan langkah berikutnya, mungkin pula kehilangan jejak. Bayu perlahan melecut kudanya mencari tempat yang agak tersembunyi untuk beristirahat, tak terlalu jauh dari tempat itu ia menemukan sebuah telaga yang cukup jernih. Bayu perlahan turun dari kudanya dengan muka meringis menahan sakit, sedangkan sang kuda begitu girang meminum air telaga itu sepuasnya setelah cukup lama berjuang menyelamatkan majikan barunya dari ringkusan tentara Adighana yang ganas. Bayu duduk di tepi telaga itu sembari membasuh wajahnya dan beberapa bagian tubuhnya terutama bagian-bagian yang terluka dengan air jernih telaga itu. Agak perih memang, namun setelahnya, Bayu merasa lebih nyaman. Berkali-kali ia menghela nafas untuk mengencangkan saraf otot yang begitu

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-03
  • Syair Singgasana 1 : Prahara Di Balik Kabut   70. PENYAMARAN SANG RATU

    Sudah dua hari Ayunda berada di Lalawangan Sembaru di negeri Pancala, namun belum juga ia menemukan hal-hal yang menurutnya adalah arti dari perintah Ampu Estungkara yang menyuruhnya mengawali perjalanan ke negeri ini. Ayunda tak juga bertemu dengan pahlawan, atau siapapun yang terindikasi merupakan murid dari pertapa sakti itu untuk menemaninya melakukan pencarian Pusaka Gajahsora. Sejujurnya ia ingin segera meninggalkan Lalawangan ini dan memutuskan untuk mencari Pusaka Gajahsora sendirian saja, ia mulai ragu dengan murid dari Ampu Estungkara itu. Lagipula, apa dasar kuat yang membuat murid Ampu itu rela mengorbankan hidupnya hanya untuk mencari Pusaka Gajahsora untuk orang lain. Namun, nurani Ayunda menolak. Huru-hara dan kepanikan yang sedang melanda negeri ini khususnya Lalawangan Sembaru membuat Ayunda sedikit menunda niatnya itu. Ya, Desa Jalupang di Lalawangan Sembaru sedang dilanda kecemasan karena sejak beberapa pekan terakhir, daerah mereka kerap diserang oleh para manusia

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-05
  • Syair Singgasana 1 : Prahara Di Balik Kabut   71. PARA PEMBAWA TEROR

    Malam itu semua rumah terkunci dengan rapat, Desa itu tampak begitu sunyi dan sepi, hanya ada suara burung hantu yang bersenandung sembari mengusir sepi. Benteng sederhana yang tadi pagi dibangun oleh para warga masih berdiri dengan gagah menanti pasukan yang akan dihadang. Angin malam perlahan berseliweran bersama kabut yang muncul pelan entah dari mana, suasana dingin mulai menyeruak menampakkan kakunya di antara pekatnya malam yang hanya diterangi oleh cahaya redup rembulan dan semburat kecil cahaya obor yang terdapat di beberapa sudut tertentu desa itu. Tak ada orang kah di sana? Terlalu dini untuk menyimpulkan itu. Sebab ternyata di banyak sisi ada beberapa gerakan mencurigakan yang tampak sangat waspada. Berjaga di dalam gelap, mengawasi di dalam pekat. Ya, ternyata Desa itu sama sekali tak tidur, tepatnya hanya berpura-pura tidur. Para penduduk, khususnya yang telah tergabung dalam pasukan tak resmi pembasmi manusia serigala, kompak berjaga dan mengawasi keadaan sekitar dari

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-07
  • Syair Singgasana 1 : Prahara Di Balik Kabut   72. HURU HARA DI UTARA

    Sosok itu lagi-lagi menggeram mengerikan, nampaknya ia sadar bahwa wanita di depannya tak sedang main-main. Ia lalu turun dari kudanya setelah menggeletakkan begitu saja tubuh gadis yang diculiknya tadi di atas tanah. Ia berjalan perlahan, tidak terlalu tegap, namun tak menjamin jika ia mudah dilumpuhkan. Ayunda sedikit bisa melihat jelas wajah manusia iblis itu dari remang-remang cahaya api yang membakar obor dan kilatan petir yang sesekali menyambar bumi. Kulit berwarna putih pucat cenderung biru, dengan hidung yang agak kecil dan lubang pernafasan yang berukuran sama kecil. Matanya merah melengkung ke atas di bagian ujungnya. Kalau boleh jujur, makhluk ini jelas tak dapat dikatakan begitu mirip dengan serigala, hanya saja ia memiliki taring dan bulu-bulu tak teratur di sisi wajah dan tangannya. Namun itu sama sekali bukan kabar yang bagus, karena bagi siapapun, bertemu muka langsung dengan makhluk seperti ini tentu adalah masalah besar.. Pertarungan sengit mulai terjadi, sosok men

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-07
  • Syair Singgasana 1 : Prahara Di Balik Kabut   73. PERTEMUAN TAK TERDUGA

    Namun Bayu tak menemukan siapapun untuk ditanya, ia akhirnya duduk di salah satu pondokkan sambil melihat aktivitas para pemuda yang sedang berlatih bela diri dengan dipimpin oleh pria dewasa yang nampaknya menjadi salah satu penjaga gerbang yang ditemuinya tadi malam itu. Saat sedang memyaksikan latihan itu, tiba-tiba ia melihat tiga orang pria berjalan ke arahnya. Dua di antaranya Bayu kenal sebagai bagian dari penjaga gerbang tadi malam, sedangkan satunya adalah pria paruh baya yang belum ia lihat. Bayu segera berdiri menyambut tiga pria itu sambil menunduk hormat memberi salam. “Selamat datang di desa kami, anak muda. Perkenalkan, saya kepala desa sini. Mohon maaf, jika kami terkesan acuh. Kau bisa lihat sendiri bagaimana kesibukan para penduduk hari ini.” Buka pria paruh baya yang merupakan kepala desa Jalupang itu. “Tak apa. Diterima dan diizinkan beristirahat di sini saja saya sudah merasa tersanjung..” Bayu merendah. “Silakan duduk..” Kepala Desa menyilakan Bayu untuk dudu

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-10
  • Syair Singgasana 1 : Prahara Di Balik Kabut   74. PENDEKAR?

    “Iya aku!” Bayu membalas tak kalah lantang, “Aku yang kau serang dengan ranting bodohmu tadi, hampir saja menusuk mataku!” Ayunda baru sadar jika seruannya tadi bisa saja membuka penyamarannya. Ia buru-buru meralat kalimatnya, “Maksudku, kau berusaha mengintip aku mandi, kan?” “Hah?” Bayu masih memalingkan wajahnya, “aku sendiri mana tahu kalau ada orang lain di tempat ini. Lagipula, kau tampak sedang memamerkannya bukan?” Ayunda sebenarnya ingin marah, namun ia baru sadar jika sedari tadi ia belum sempurna mengenakan pakaiannya, “jika berani menoleh ke sini, kuhajar kau!” Ayunda lalu dengan cepat menyelesaikan mengenakan pakaiannya sambil terheran-heran mengapa bocah yang dulu menjadi tawanan di negerinya ini justru ada di sini. Bukankah kata ibunya ia telah mati di medan perang lebih dari tiga tahun yang lalu. “Sudah selesai?” Bayu yang tak sabar mulai menggerakkan kepalanya iseng. “Jangan coba-coba...” ancam Ayunda. Bayu tertawa jahil, suara tertawanya yang pertama selama be

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-13

Bab terbaru

  • Syair Singgasana 1 : Prahara Di Balik Kabut   113. ESTUNGKARA

    Gua kawah berapi malam itu diserbu hujan. Agak aneh mengingat selama berbulan-bulan terakhir tak ada satupun tetes hujan yang sedia mampir di area gunung kecil dengan kawah api dan gurun pasir luas itu. Apalagi hujan yang datang kali ini cukup deras disertai deru angin yang cukup liar. Debu-debu dari gurun pasir berterbangan menuju entah. Area pepohonan tak jauh dari sana juga memamerkan liukan mengerikan tanda angin tak main-main mengutus serdadunya. Air telaga di area sana juga beriak riuh. Cuaca seolah ingin mengabarkan bahwa dirinya sedang tak baik-baik saja. Di dalam gua kawah berapi itu, obor-obor penopang cahaya yang menempel di dinding gua nampak terseok seok mempertahankan diri dari sapuan angin yang juga masuk ke sana. Meski suara hujan tak sampai menganggu heningnya suasana gua yang semakin ke dalam semakin luas itu, namun desir angin yang tak biasa itu sudah cukup membuat rambut putih si pertapa tua penjaga gua yang sedang khusyuk dengan semedinya bergoyang lembut. Kain

  • Syair Singgasana 1 : Prahara Di Balik Kabut   112. TRISULA DI BIBIR PANTAI

    Sandanu yang terluka parah mencoba berjalan meski dengan terseok-seok ke arah pantai. Wajahnya belepotan pasir, debu, darah, dan air mata yang setengah mengering. Bajunya compang camping, robek sana sini seperti baru saja diserang serigala. Ia berjalan dengan susah payah sembari menahan sakit dan perih yang menyerang hampir seluruh bagian tubuhnya. Ada nyeri dan pedih yang ia sendiri tak tahu di bagian mana tepatnya, saking banyaknya rasa itu menggerogoti tubuhnya. Namun ia tetap berusaha menggapai pantai, ia hanya ingin menemukan air, meski ia tak yakin umurnya akan lebih panjang hanya karena hal itu. Dengan segala upaya akhirnya ia mencapai tepi pantai, ombak-ombak kecil langsung menerpa tubuh kurusnya, menyapu jenggot dan rambut kotornya dengan lembut. Sandanu memejamkan mata lalu mencoba meminum air laut yang asin itu, ia tak peduli lagi dengan rasanya. Rasa sakit saja sudah ia tahan berminggu-minggu ini, apalagi hanya rasa asin. Setelah cukup puas meminum air laut itu, ia lal

  • Syair Singgasana 1 : Prahara Di Balik Kabut   111. MIMPI DARI TAHTA YANG DIRAMPAS

    Sore mulai beranjak pergi digantikan oleh petang yang menebarkan siluet jingga. Burung-burung di sekitar penginapan berkicau sembari terbang meninggalkan arena bermainnya dan kembali ke peraduannya. Langit jingga pun perlahan tergeser oleh cahaya biru menghitam yang kian lama kian mengambil alih tugas. Bersama rembulan dan para pasukan bintangnya, utusan alam itu membuat suasana di sekitar penginapan semakin senyap. Hanya terdengar sesekali suara ombak bergumul dari dermaga yang tak jauh dari tempat itu, namun tak mengganggu, bahkan menambah lelap bagi para penghuni penginapan yang kelelahan. Seperti halnya yang ditempati Ayunda dan Bayu, hanya diterangi lilin yang temaram. Bayu tertidur pulas di lantai dengan selimut seadanya. Sedangkan Ayunda berbaring di atas kasur utama sambil memandangi liukan cahaya lilin yang memancarkan lidah-lidah api. Ayunda mendekatkan telapak tangannya pada lidah api itu, mencoba menyamakan hangat yang akan dirasakannya di tangan dan hangat yang sedari be

  • Syair Singgasana 1 : Prahara Di Balik Kabut   110. DERMAGA PERJALANAN

    Kapal itu sudah hampir mencapai daratan ketika Bayu untuk kesekian kalinya mengeluh pusing di kepalanya. Ombak dan sapuan gelombang beberapa hari terakhir membuat benda apapun yang berada di permukaan laut. Malangnya kapal yang membawa Bayu dan Ayunda menyebrang dari pulau Candramawa ke Lalawangan Muara Dipa di negeri Tirtayana itu berukuran jauh lebih kecil dari kapal yang membawa mereka ke Pulau Candramawa beberapa hari lalu, dan hal itu membuat Bayu semakin pusing karena terjangan ombak yang tak begitu sempurna ditahan oleh kapal ini hingga menimbulkan goyangan yang membuat isi perutnya seolah meledak. Namun Bayu dan Ayunda tak dapat memilih, kapal ini adalah satu-satunya kapal yang mau menampung mereka keluar dari pulau kucing itu. Jarang sekali ada kapal yang mau berlabuh di pulau Candramawa kecuali ada sesuatu yang mendesak, itulah sebabnya Bayu dan Ayunda akhirnya memilih kapal itu. itupun setelah mereka membayar dengan harga yang cukup tinggi bagi nakhoda kapal itu. “Kau men

  • Syair Singgasana 1 : Prahara Di Balik Kabut   109. JALAN PARA PEJUANG

    Patih Tarkas dan Guwabarong segera keluar tenda untuk memastikan apa yang terjadi, dan alangkah kagetnya mereka ketika suasana perkemahan itu sudah kocar-kacir dengan pembakaran dan pembantaian. Mereka melihat ribuan pasukan berkuda dengan gila membantai pasukan mereka, dari pakaian dan panji-panjinya, pasukan itu adalah pasukan Argani. Patih Tarkas menoleh pada Guwabarong, tak menyangka jika rencana penyerangan mereka diketahui oleh pasukan Argani. “Guwabarong! Ayo cabut pedangmu, kita hadapi sambutan mendadak ini!” Setelah mengucapkan kalimat lantang itu, Patih Tarkas lantas mencabut pedangnya dan menghambur ke medan perang diiringi lengkingan marah sambil menebas lawan yang coba menghadang. Ia mengamuk dan terlihat sekali kehebatan orang tua itu dari caranya menghadapi lawan-lawannya yang jauh lebih muda. Satu persatu lawannya roboh berlumuran darah, kepala yang bocor, usus yang terburai, bagian tubuh yang terpotong, semuanya oleh amukan Tarkas dan pedang besarnya. Namun kondisi

  • Syair Singgasana 1 : Prahara Di Balik Kabut   108. HUTAN PADANG SEBAT

    Derap kaki kuda berpacu begitu rapi malam itu. Menembus pekatnya suasana malam yang senyap dengan dendang sinar rembulan yang menyerebak melampiaskan cahayanya menembus sela-sela pohon yang berjejer tak beraturan di hutan itu. Kian lama ribuan pasukan gagah itu semakin dekat, dan semakin nampak. Pasukan berkuda dengan seragam keprajuritan berwarna biru dengan panji yang berkibar berlambang gading gajah itu memasuki area Hutan Padang Sebat setelah berjam-jam menempuh perjalanan dengan medan cukup berat. Hutan Padang Sebat adalah hutan lebat nan luas yang berbatasan langsung dengan Dusun Padang Sebat, Dusun Padang Sebat sendiri adalah desa terdekat dengan Pintu Gerbang Lalawangan Waringkas. Dan seperti yang telah dijanjikan oleh Patih Tarkas, pimpinan mereka, mereka akan beristirahat di hutan itu sambil mengatur strategi dan melanjutkan perjalanan subuh besoknya. Mereka memperlambat kudanya sebelum kemudian berhenti setelah menerima komando dari Guwabarong yang bertugas mendampingi Pat

  • Syair Singgasana 1 : Prahara Di Balik Kabut   107. PUSAKA SENGKETA

    “HEY, SANDANU!” Tiba-tiba Bayu telah bangkit dengan tangan mengepal, wajah merah, dan mata yang begitu menakutkan. Ia tampak sangat marah. Badannya terasa begitu tegap dari biasanya, darah dari beberapa bagian tubuhnya yang terluka kini tak begitu banyak lagi menetes, termasuk luka robek di perutnya yang kini hanya menetes-netes kecil seolah tak dihiraukan pemuda yang tengah dikuasai amarah luar biasa. Sandanu menghentikan tindakannya pada Ayunda, lalu menatap Bayu dengan senyum sumringah, seolah menantang kemarahan anak muda itu. “JIKA KAU BERANI MENYENTUHNYA, MAKA AKU AKAN MENGGILA....” suara Bayu seolah begitu menggelegar menyimpan kemarahan yang tiada tara. Ayunda yang sebelumnya pernah menyaksikan hal ini, agak takut sambil beringsut memperbaiki pakaiannya yang agak robek karena perbuatan Sandanu. Ayunda merasakan jika kemarahan Bayu kali ini jauh lebih besar dari yang pernah dilihatnya di Lembah Bernawa. Sandanu perlahan bangkit sambil memasang kuda-kuda dengan menggenggam e

  • Syair Singgasana 1 : Prahara Di Balik Kabut   106. MEMANCING MURKA

    Duel yang jika dilihat dari sisi jumlah benar-benar tak seimbang itu ternyata sama sekali tak berpengaruh banyak terhadap fakta di arena pertarungan, Sandanu masih terlalu tangguh untuk Bayu dan Ayunda meskipun mereka telah bersama-sama menyerangnya. Jarang sekali ada pukulan atau tendangan yang bersarang di tubuhnya, jika ada itupun tak begitu mempengaruhi kecepatan dan ketahanan tubuhnya. Sementara itu Ayunda dan Bayu tampak sudah begitu kelelahan menghadapi Sandanu yang begitu kuat dan sepertinya bukan tandingan mereka. Namun mereka tetap berusaha bertahan dan melakukan serangan dengan sisa tenaga mereka, namun yang terjadi malah hal yang sama sekali tak diinginkan oleh mereka, Ayunda terlempar dan hampir saja terjatuh dari bukit itu jika tak berpegangan pada salah satu bongkahan yang agak mampu menahannya akibat tendangan bertubi-tubi dari Sandanu. Bayu menoleh ke arah Ayunda yang terlempar dengan roman khawatir, untungnya perempuan itu masih bisa menyelamatkan dirinya sendiri se

  • Syair Singgasana 1 : Prahara Di Balik Kabut   105. DINASTI YANG TERKUBUR

    “Paman Sandanu...” gumam Bayu hampir tak percaya menatap pria berjubah lusuh di depannya itu. Pria itu hanya tersenyum tanpa rasa bersalah sambil memainkan kalung Gajahsora yang tergenggam di tangan kanannya. Pria itu memang Sandanu, namun dengan wajah dan senyum yang lebih keji. Seolah jauh berbeda dengan pria yang begitu baik pada Bayu empat tahun yang lalu. “Paman, apa maksudnya ini?” cecar pemuda itu dengan nada yang sangat tak menyenangkan. Sementara Ayunda hanya terdiam, ia sendiri juga tak menyangka jika Sandanu adalah pelakunya. Namun Ayunda merasa jika apa yang ditanyakan Bayu sendiri sudah mewakili keingin tahuannya. “Aku tak ingin membuat kalian kecewa, Bayu..” jawab Sandanu datar dengan senyum sinisnya, “tapi sejauh ini aku telah menjalankan tugasku dengan baik dan semua akan lebih baik jika akhir dari pertemuan kita ini memihak padaku..” “Apa maksudmu?” Bayu semakin tak mengerti. “Paduka Ratu Ayunda mungkin bisa menjelaskan...” Sandanu menunjuk Ayunda. Bayu tentu s

DMCA.com Protection Status