"Tuan, apakah ini benar? Tapi ayah dari anak ini masih hidup, Tuan." bisik Gea.
"Kalau begitu, aku harus menunggumu lagi. Kamu lahirkan dulu putri kita. Setelah ini, kita pasrahkan kepada Tuhan, bagaimana?" usul Tuan Nathan.
Tuan Nathan masih saja tidak memaksa. Baginya, kebahagiaan Gea yang utama. Selama 7 bulan Tuan Nathan selalu ada untuk Gea. Tuan Nathan percaya jika keberuntungan akan memihaknya.
Tinggal menunggu hari kelahiran putri mereka. Membuat Gea semakin nervous segala hal. Sepulang dari makan, mereka menyempatkan membeli beberapa perlengkapan bayi juga untuk putri mereka.
-
Di rumah Ale.
Vella terus mencari kesempatan agar bisa selalu berdua dengan Ale. Otak"Kak Ale!" teriak Gea.Ale menoleh, ia sempat menganga tidak percaya jika Gea kembali. Masih memastikan bahwa itu Gea, sampai ia tak merasakan jika Gea tengah memeluknya."Kak, apakah kau tidak merindukan aku?" tanya Gea."Apakah, ini kamu … Gea?"Gea mengangguk."Gea kekasihku?" lanjut Ale.Gea kembali mengangguk. Tanpa ragu lagi, Ale memeluknya dengan erat. Namun, ada hal yang mengganjal dalam pikiran Gea. Ketika Ale memeluknya, ia merasa jika pelukan Ale rasanya berbeda dengan pelukannya yang dulu.Dahulu, ia selalu berdebat ketika Ale memeluknya. Tapi kini, perasaan itu berubah biasa saja, meski mereka sudah terpisah selama setahun lamanya.
Hingga tiba di mana Ale dan Gea mengadakan sebuah pernikahan yang hanya akan di hadiri oleh kerabat saja. Hal mengejutkan sebelumnya adalah, Gea mengetahui bahwa papa kandungnya telah meninggal di saat terbang ke Singapura untuk bekerja. Tentu saja kenyataan itu membuat Gea bersedih.Namun, demi Mutiara dan demi kelangsungan keharmonisan keduanya, Gea dan Ale harus mempercepat pernikahannya. Gea sudah mengirim pesan kepada Tuan Nathan untuk datang di acara pernikahannya. Namun, sampai saat itu Gea belum juga menerima balasan pesan dari Tuan Nathan.Kejanggalan lain yang dirasakan Gea juga banyak. Pasalnya, ia merasa tak pernah istimewa ketika bersama dengan Ale, mungkinkah rasa itu telah hilang? Atau memang Gea masih merasa kesal dengan kakaknya, Vella. Secara dirinya ingin merebut lelakinya dari pelukannya._
"Sudah?" tanya Gea. "Tidak ada yang lain lagi, kah?" imbuhnya dengan santai."Gitu aja apa maksud kamu, Ge? Aku ini memperingatkan dirimu, membongkar rahasia besar tentang donor jantung itu, dan kamu hanya--""Cukup!" bentak Gea memutus pembicaraan Vella."Jangan lagi ungkit soal Zaka di depanku. Dia sudah meninggal dan tenang di alam sana, Kak Vella!" tegas Gea.Gea juga menegaskan jika mulai saat itu, Ale sudah menjadi suaminya. Baik buruknya hanya Gea yang perlu menghakiminya. Meski memang menjadi banyak pertanyaan yang ada di kepala Gea kepada Ale. Tapi, Gea hanya ingin itu menjadi urusan pribadinya.Tentu saja kegigihan Gea membuat Vella semakin kesal. Tak ada yang bisa membuat Gea meninggalkan Ale untuk dirinya. Vella pun meninggalkan Gea sendiri di gudang.
Cahaya mentari pagi masuk melalui celah celah ventilasi udara, Gea terbangun karena suara ketukan pintu dari luar kamar. Segera Gea membuka pintu kamarnya dan melihat siapa yang mengetuk pintu kamarnya dengan keras.Ketika Gea membuka mata. rupanya Ale sudah tidak ada di kamarnya. Waktu juga menunjukkan pukul 9. Sudah hampir siang, namun tak ada seorang pun yang membangunkannya, termasuk Ale. Gea merasa sangat lelah hati, pikiran dan juga tubuhnya. Itu yang menyebabkan dirinya bisa tidur lama."Mama, kenapa mengetuk pintunya keras banget, sih? Aku kaget, Ma."Rupanya Mama Gege yang mengetuk pintu. Raut wajahnya sangat tegang dan membuat Gea ikutan panik."Mutiara,""Mutiara, Ge. Ayo cepat!" seru Mama Gege."Mutiara? Ada apa
Tiga hari sudah Mutiara di rawat di rumah sakit. Kini, kondisinya bisa dikatakan jauh lebih baik meski masih terus menangis dan terbaring saja. Melihat perkembangan putrinya membuat Gea dan Ale turut lega.Sejak pertengkaran waktu lalu, hubungan Gea dengan Vella juga merenggang, memaksa dan tak saling sapa jika bertemu. Memanglah mereka masih satu rumah, ketika ada Vella, Gea selalu menghindar dan tak ingin melihatnya.Bagaimana tidak muak? Jika Vella masih saja tidak tahu batasan, semakin mendekati secara terang-terangan di keluarga, muka umum, sampai semua tetangga tahu masalah rumah tangganya.Ketika berduaan, Gea akhirnya mengutarakan isi hatinya yang ingin tinggal di rumah sendiri bersama Ale, Mutiara, dirinya dan Mbak Rini saja."Kita harus pindah dari rumah itu setelah Mutiara keluar dari
Di saat Gea dan Ale sedang mengalami kerenggangan hubungan, Vella malah mulai merayakan hal tersebut di cafe bersama dengan Darius. Rupanya sampai sekarang, Vella dan Darius masih saja berhubungan baik.Masing-masing dari mereka ingin mendapatkan orang yang mereka sukai. Darius masih saja menginginkan Gea untuk dimilikinya. Begitu juga dengan Vella yang masih memperjuangkan cintanya kepada Ale.Awalnya mereka tidak sengaja bertemu. Setelah bertemu, mereka membicarakan rencana apa yang cocok untuk memisahkan Gea dan juga Ale."Vella?""Itukah kamu, Vella kakak kandung Gea Gladys?" sapa Darius."Maaf, kamu siapa ya?" tanya Vella."Aku Darius. Pria tampan yang dulu ingin di jodohkan dengan adikmu," jawab
Setelah Gea tidak memberontak lagi, Ale mencoba memeluk kembali dengan sangat erat. Kegundahan hati Ale perlahan telah pudar beberapa menit setelah meninggalkan makam Zaka saat itu."Pernikahan yang sukses bukanlah saat kamu bisa menjalani hidup dengan damai bersama istrimu, melainkan saat kamu tidak dapat menjalani hidup dengan damai tanpanya.""Wanita itu ibarat bunga, mereka harus diperlakukan dengan lembut, baik hati, dan dengan penuh kasih sayang. Dari ceritamu, kakek menyimpulkan, hatimu terlalu egois nak, janganlah seperti itu, saat ini dia sedang membutuhkanmu, pulang lah dan segera meminta maaf."Kata-kata dari penjaga makam yang menasihati Ale yang saat itu menemukan Ale dalam keadaan yang sedang terpuruk.Saat itu, Ale akan mengambil kotak peninggalan Zaka sebelum pulang dan memberitahukan kepada Gea yang sebenarnya. Namun
Hari itu Mutiara sudah boleh dibawa pulang. Dengan rasa bahagia, Gea dan Ale bisa berkumpul kembali di rumah layaknya keluarga harmonis lainnya. Di rumah juga Mbak Rini sudah merapikan dan mengemas semua barang-barang yang akan di bawa pergi oleh mereka pindahan.Sesampainya di rumah, semua keluarga contohnya ibunya Ale, Mama Gege dan Vella sudah menunggu kepulangan Mutiara. Semua terlihat bahagia menyambut bayi kecil tersebut. Kecuali Bella yang memasang wajah acuh tak acuh."Kebetulan kalian berkumpul, aku dan Gea akan segera pindah dari rumah ini. Kami akan tinggal di luar bertiga dan juga membawa Mbak Rini bersama kami," ucapan mendadak Ale membuat orang isi rumah terkejut."Loh, kenapa? Kenapa kalian pindah? Gea, apa karena masalah yang kemarin?" tanya Ibunya Ale. "Ge, apa menang tidak bisa di bicarakan dengan baik-baik lagi?" sambungnya.&n
"Aku iri denganmu, Mut," kata Bella mengemudi sedikit pelan."Iri kenapa?" tanya Mutiara."Kamu begitu menyayangi adikmu, begitu juga sebaliknya. Persaudaraan kalian juga begitu dekat. Aku, mana ada saudara, punya saudara satu aja di jauhkan dariku," ungkap Bella menatap Mutiara."Aku kan ada di sini sekarang. Jangan sedih lagi ya, masih ada kesempatan buat kita main, kok, hehehe …." Mutiara sangat berhati besar. Ia mampu menerima Bella sebagai saudaranya dengan mudah.Sesampainya di kampus, Mutiara sudah ditunggu oleh sahabatnya. Mereka seperti tak bisa dipisahkan. Jesica menyapanya dan melambaikan tangan juga kepada Bella."Pagi, sista ... tumben nggak bawa kendaraan sendiri, siapa dia?" sapa Jesica sekaligus bertanya.
Hal mengejutkan terjadi ketika mereka bertiga kembali ke rumah. Bendera kuning, tenda yang sudah berdiri dan tetangga rumah semua datang dengan baju hitam-hitam. Mutiara langsung melepas genggaman tangan Ale, begitu juga Ivan yang melepaskan rangkulannya."Papa!"Baik Mutiara maupun Ivan sudah tahu tentang keadaan Tuan Nathan akhir-akhir itu. Tuan Nathan sering merasakan sakit, merasa dingin dan juga wajahnya selalu terlihat pucat ketika mereka bersama. Mutiara dan Ivan langsung berlari masuk ke rumah.Benar saja, Tuan Nathan sudah terbaring kaku di selimuti kain jarik. Di sampingnya, Gea terlihat sedang menangis dan berusaha tenang atas kepergian Tuan Nathan. Penyakit Tuan Nathan kembali kambuh saat Ale mengajak anak-anak pergi jalan-jalan."Papa!""Papa
Malam bertabur bintang. Ale sedang mengajak Mutiara, sang putri berjalan-jalan mengitari kota hanya berdua saja. Dengan tenang, Gea dan Tuan Nathan mengizinkan anak dan Ayah itu menghabiskan waktu bersama."Jadi, pacar baruku … Malam ini kita mau makan apa?" canda Mutiara."Hello Tuan putri. Terserah Tuan putri mau makan apa malam ini. Semuanya, akan aku Ayah turuti apa maumu," jawab Ale."Ayah, bisakah kita terus menghabiskan waktu bersama?" tanya Mutiara."Tentu saja!""Lalu bagaimana dengan Bella? Bukankah dia juga anak Ayah selama ini?""Aku bertemu dengan Bella hanya setahun sekali. Lagi pula, dia sudah menemukan Ayahnya. Kenapa pula harus repot?"Sejak hari itu, pulang pergi ke kampus, Mutiara dan Ivan selalu bersama dengan Ale. Mereka juga menghabiskan waktu bertiga bak Ayah dengan sepasang anak
Dikarenakan mobil Ale sedang mogok, terpaksa Ale bersama dengan Gea dan Ivan pulang naik taksi. Ketika dalam perjalanan, sengaja Ivan duduk di depan, agar Gea dan Ale leluasa mengobrol.Tetap saja, Gea hanya diam saja, bahkan mengalihkan pandangannya dari Ale. Hal itu membuat Ivan sedih, karena terlihat sangat jelas jika Mamanya masih menyimpan rasa dendam terhadap Ayah dari kakaknya itu."Kita sudah sampai, biarkan barangnya aku yang bawa. Mama bisa mengajak Ayah Ale masuk lebih dulu." ujar Ivan turun lebih dulu.Awalnya, Ale sangat canggung jika harus mampir di rumah mantan istrinya. Terlebih, ia masih sangat mencintai mantan istrinya itu.Namun, demi bisa bertemu dengan Mutiara, ia harus menghilangkan rasa gengsi yang selalu tertanam dalam hatinya."Ini kesempatanku. Supaya aku bisa minta maaf kepada putriku, atas selama ini … aku tidak pernah menjenguknya." gumam
"Sakit? Tangan ini kan yang kau gunakan untuk menamparku?" tanya Mutiara dengan santai. Beberapa temannya mulai membantu lagi. Lelaki itu dilepas olehnya. Mutiara kembali menarik tangan teman dari lelaki itu sebagai jaminan supaya lelaki yang menamparnya mau meminta maaf kepadanya. "Apa kau tidak tau? Dia ini adalah Anggara, anak dari kepala yayasan kampus ini. Apakah kau ingin mencari ribut dengannya?" ucap salah satu temannya. "Aku nggak mau tau siapa dia. Jika dia anak kepala yayasan, lantas … aku harus gimana?" sahut Mutiara masih santai. Anggara membantu melepaskan temannya dari cengkraman Mutiara. Dengan sengaja Mutiara melepaskan dan membuat cowok mesum tadi tersungkur ke tanah. "Segini doang?" tanya Mutiara meremehkan mereka. "Otak kalian berdua kosong, gaya sok preman, berani sentuh sahabatku pula. Beruntung kalian nggak masuk rumah sakit hari ini. Ayo
"Selamat pagi Tante," sapa Jesica pagi itu."Eh, Jesi, ya? Pagi, sayang. Kuliah di sini juga?" tanya Gea dengan ramah."Iya, dong. Kan aku sama Muti udah klop banget, susah mau jauh, Tante!" seru Jesica memulai celoteh tak berfaedahnya.Jesica adalah sahabat satu-satunya Mutiara sejak duduk di bangku taman kanak-kanak. Di kampus, mereka juga akan menjadi teman seperjuangan lagi dalam menganyam pendidikan."Kamu datang sendirian?" lanjut Gea."Sama Mama tadi. Cuma, langsung ke butik," jawab Jesica. "Anaknya di tinggal saja, Tante. Akan aman bersamaku, percayalah!" imbuhnya dengan senyum konyolnya.Gea menatap putrinya. Ia tidak menyangka jika putrinya sudah tumbuh menjadi gadis yang cantik
Pertemuan antara anak dan ayah ini juga sangat mengharukan. Dalam sekejap, Bella berubah menjadi gadis yang baik. Perihal racun itu, Tuan Nathan dan juga Gea sudah memaafkannya, Gea memberikan kesempatan Bella supaya bisa berubah."Kenapa kalian tidak marah kepadaku?" tanya Bella dengan wajah bersalah.Gea tersenyum, kemudian membelai rambutnya dengan lembut. Ia berkata, "Sudahlah, kamu membenci kami juga karena kamu berpikir kami akan memisahkanmu dari Papa Ale-mu, bukan?""Tenang saja, kakakku, dan kedua orang tuaku tidak mungkin menghancurkan kebahagiaanmu, Kak Bella," imbuh Ivan memberikan makanan baru yang ia bawa bersama dengan pelayan.Bella benar-benar merasa malu dengan Gea. Ia membenci Gea tanpa alasan yang belum tentu terjadi. Malam itu, Bella tak perlu ke hotel untuk istirahat. Aldi de
Sebelum Mutiara masuk ke mobil, ia menghampiri Rico dan meminta maaf jika dirinya selalu mengacuhkannya. Kejadian malam itu, membuat Mutiara sadar, jika dirinya memang jatuh cinta kepada pria yang beberapa minggu terakhir dekat dengan dirinya itu."Selamat tinggal, Rico. Jika aku ada salah, aku mohon maafkan kesalahanku, baik di sengaja atau tidak," ucap Mutiara tanpa menatap menatap mata Rico."Jangan pernah mengucapkan kata selamat tinggal jika di hati kita masih berharap pertemuan. Maafkan aku karena waktu itu aku sudah mengecewakanmu, Mutia. Aku benar-benar menyesal. Maafkan aku." Rico memberikan sesuatu di tangan Mutiara.Kali ini, tatapan Mutiara penuh dengan arti untuk Rico. Ia hanya berharap, jika rasa sukanya hanya sekadar angin lalu saja. Tapi masa-masa SMA tidak akan datang untuk yang kedua kalinya, masa-masa indah y
"Sial! Apa yang sudah aku lakukan?" umpat Rico menyalahkan dirinya sendir. "Sekarang, apa yang akan Mutia pikirkan tentangku? Kenapa aku sangat gegabah?"Rico terus menyalahkan dirinya sendiri. Sementara itu, Mutiara tengah kesulitan mengatur debaran jantung yang tak seperti biasanya. Jantungnya berdebar hebat, apalagi ketika Rico menyentuh kulit dada miliknya."Kenapa jantungku berdegup cepat begini?" gumamnya. "Sebenarnya … rasa apa yang kurasakan saat ini. Lalu, kenapa ketika Rico menciumku, aku hanya bisa diam dan tidak menolak?" ujarnya menyentuh tanda merah yang diukir oleh Rico."Apakah ini yang dinamakan jatuh cinta? Apa aku jatuh cinta kepadanya? Tapi apa yang membuatku jatuh cinta dengannya?"Pertanyaan-pertanyaan kecil selalu muncul dalam pikirannya. Mutiara tak tahu apa yang harus ia lakukan saat ini, yang ia rasakan hanyalah debaran jantung yang cepat dan juga rasa kegelisah