Ainsley masuk ke dalam rumah dan melihat kedua orang tuanya yang tengah berada di sofa. Ainsley pun menghampiri kedua orang tuanya.
"Aku pulang—eh, ada apa ini?" Ainsley melihat ada kejanggalan disana. Ainsley mengernyit. Ainsley sempat mendengar ayahnya meneriaki ibunya.
"Oh, Ainsley, kau sudah pulang," kata Brianna.
"Mom, ada apa? Kalian sedang bertengkar?" tanya Ainsley.
"Tidak, Sayang. Mana mungkin kami bertengkar," kata Brianna.
"Tidak, Mom, aku bukan anak kecil lagi. Aku tahu, aku bisa melihat tadi daddy sedang meneriakimu, Mom."
"Ainsley, Mom hanya sedang meminta penjelasan pada daddy tentang perempuan yang mommy lihat di kantor daddy siang tadi, itu saja," jelas Brianna lagi.
"Ada perempuan lain di kantor daddy?" Ainsley mengulang penjelasan ibunya dan menjadikannya sebagi pertanyaan.
Brianna mengangguk saja sedangkan Freddy tak tahu harus berkespresi seperti apa.
Ini hanya kesalah pahaman, seharusnya Brianna tidak perlu
"Apa kau menyukai manisannya?""Ya.""Lalu apa kau menyukai orang yang memberikanmu manisan itu?"Ainsley kembali terdiam. Bukankah Dixon tahu pasti apa jawabannya? Mengapa dia masih saja bertanya?"Aku memang tahu jawabannya, Ainsley," celetuk Dixon. Ainsley terkejut mendengar pengakuan Dixon. Apa Dixon tahu apa yang sedang Ainsley pikirkan?"Tapi siapa tahu sekarang jawabannya sudah berbeda, telah berubah," lanjut Dixon."Tidak ada dan tidak akan ada yang berubah," kata Ainsley."Aku hanya ingin mengucapakan terima kasih saja. Dan aku sudah mengucapkannya padamu. Aku matikan teleponnya," lanjut Ainsley."Tunggu dulu, Ainsley.""Ada apa lagi?""Selamat malam, Ainsley," kata Dixon.Diam-diam Ainsley melebarkan senyum. Hati kecilnya ingin sekali membalas ucapan selamat malam dari Dixon, tetapi logikanya menyururhnya untuk tidak mengatakan apapun."Sekarang kau boleh tutup teleponnya," kata Dixon lagi."Hm."
"Felix sangat kehilangan Brianna. Felix sempat terpuruk selama beberapa tahun. Dan titik terendahnya adalah ketika Brianna kembali tetapi Brianna mengatakan untuk berpisah dengan Felix. Setelah itu Brianna pergi lagi.""Lalu bagaimana setelah itu? Dimana daddy menemukan mommy dan bagaimana kalian bisa menikah?" tanya Ainsley lagi. Dia jadi sangat ingin tahu kisah cinta orang tuanya."Saat itu kakekmu yang memberitahu daddy dimana keberadaan mommy. Saat itu juga daddy ingin menyusul mommy di rumah keluarganya.""Tapi bukankah daddy bertunangan dengan bibi Helena? Apa kalian membatalkan pertunangan kalian juga?" tanya Ainsley cerdas.Freddy terdengar menghela napas berat. Kemudian menggeleng."Ini adalah keegoisanku. Aku yang memutuskan hubunganku dengan Helena dan membatalkan pertunangan kami, demi mencari Brianna. Aku sangat yakin saat itu Helena keberatan tetapi dia setuju dan mendukungku. Akhirnya aku benar-benar pergi mencari Brianna. Tetapi saat itu
"Dia sedang memesan kue untuk diberikan pada Ainsley. Apa itu Ainsley yang sama? Maksudku apa itu kau?" Edison menatap pada Ainsley, menunggu Ainsey menjawab.Ainsley terdiam cukup lama. Pikirannya melayang-layang di udara. Pikirannya seketika dipebuhi oleh satu orang, yaitu Dixon.Ya, mendengar ciri-ciri yang sibetkan oleh Edison, Ainsley langsung terpikirkan satu nama. Dan tidak mungkin ada Ainsley lain. Pasti Ainsley Luvena Ashton.'Dia memesan kue, untukku, dalam rangka apa?' Dalam hati Ainsley bertanya-tanya."Kak Ainsley, mengapa kau diam saja?" desak Edison."Aku tidak tahu, Ed, kenapa kau tidak tanya saja padanya langsung tadi?" tanya Ainsley."Sudah kutanya. Tapi dia bilang dia tidak harus memberitahuku karena ini bukan urusanku," jelas Edison."Kalau memang kau Ainsley yang dia maksud, lebih baik kau jauhi saja dia, Kak," kata Edison lagi."Kenapa memangnya?" tanya Ainsley mengerutkan kening."Iya, karena tampangnya sep
"Semoga kau mendengar pesan yang aku titipkan pada orang tuamu, jangan buka kotaknya sebelum membaca tulisan ini," gumam Ainlsey membaca kartu ucapan tersebut."Jangan buka kotaknya sebelum melewati pukul dua blasas malam kalau tidak nanti bisa-bisa kotak ini meledak," lanjutnya."Ish, apa-apaan dia, sok misterius!" cibir Ainsley pelan. Lalu Ainsley mengok jam di dindingnya yang telah menunjukkan pukul 00:11."Sudah pukul dua belas malam? Sekarang kau bolah buka kotaknya." Aisley melanjutkan membaca tulisan itu dan selesai sampai disana.Ainsley mengedikkan bahu pelan, namun ia menurut saja dengan apa yang ada di dalam tulisan itu.Ainsley membuka kotak tersebut dan ia menemukan ada kotak kecil di dalam kotak tersebut. Tak lupa sebauh kartu ucapan disematkan disana juga."Aku berikan benda berharga milikku ini untukmu. Tapi jangan pernah kau buka jika kau masih tidak mau menerimaku. Simpan saja sampai kau mau membuka hati untukku." Ainsley mengeru
"Maaf, aku tidak mendengarnya. Coba kau katakan sekali lagi.""Kau mendengarnya, Dixon. Aku tidak akan mengulanginya lagi," kata Ainsley ketus."Hahaha ... ya, aku mendengarnya. Hanya saja aku tidak percaya aku akan—maksudku aku tidak percaya kau akan mengundangku di hari spesialmu itu," tutur Dixon."Hanya untuk balas budi saja," kata Ainsley datar."Benar begitukah?" Dixon menautkan alis."Memangnya apa lagi? Jangan terlalu memandang tinggi dirimu, Dixon!""Ya ya, aku memang tidak tinggi," balas Dixon sambil mengedikkan bahu."Lagi pula bukan hanya kau saja yang di undang. Emily, Luke, mereka juga akan diundang," kata Ainsley mempertegas bahwa itu bhkan undangan spesial."Hmm, sepertinya aku memang telah memandang tinggi diriku sendiri," celetuk Dixon."Ehem, besok kita akan uji coba produk kita, bukan?" tanya Ainsley."Ya, kau boleh membawa kenalanmu jika kau mau," balas Dixon."Tidak. Sebaiknya harus benar-benar o
Freddy membuka pintu dan langsung melihat keberadaan Dixon yang cukup mengagetkannya."Apa boleh Ainsley pergi bersamaku, Paman?" tanya Dixon to the point."Dixon, kau mengagetkan paman.""Ah, maafkan aku, Paman. Aku tidak bermaksud mengagetkanmu. Tadi aku mau mengetuk pintu dan ternyata pintunya sudah terbuka," jelas Dixon.Freddy mengangguk-angguk paham. Kemudian Freddy beralih menatap pitrinya."Ainsley, apa kau mau berangkat bersama Dixon?" tanya Freddy."Dad, aku—""Kalau kau keberatan maka jangan paksakan," kata Dixon menyela.Ainsley menghela napas pelan. "Aku akan berangkat bersamamu," kata Ainsley cepat. Brianna tak kuasa untuk menyembunyikan senyumannya. Ia tersenyum bungah."Freddy, ayo kita berangkat sekarang," kata Brianna tak sabar."Iya. Dixon, kau hati-hati memyetir.""Baik, Paman." Dixon mengangguk."Ayo kita juga berangkat," ajak Dixon. Ainsley hanya menganggukkan kepalanya kecil.Dixon m
"Ainsley, apa kau mau jalan-jalan juga?" tanya Dixon.Ainsley menggeleng. "Tidak. Aku tidak berminat," kata Ainsley lalu mengambil duduk di kursi panjang yang tak jauh dari tempatnya berdiri. Dixon menyusul dan duduk di sebelah Ainsley."Mau cokelat?" tanya Dixon menawari coklat yang diayunkan di depan Ainsley."Tidak, terima kasih.""Kau sengaja menolak semua yang aku tawarkan, hm?" tanya Dixon.Ainsley mengangkat bahu acuh.Dixon membuka bungkusan cokelat itu lalu dengan sengaja ia menyuapkan cokelat itu pada Ainsley."Emm ... emm ... Dixon, apa yang kau—""Buka saja mulutmu, atau cokelat ini akan mengotori permukaan bibirmu," kata Dixon memaksa.Dengan kesal dan terpaksa, Ainsley membuka mulutnya dan cokelat itu masuk ke dalam mulutnya."Kata orang makan cokelat bisa membuat kita tenang. Apa kau lebih tenang sekarang?" tanya Dixon."Aku akan jauh lebih tenang jika kau pergi dari sini," kata Ainsley ketus. Namun Dix
"Sebaiknya anda turun, Tuan," kata salah seorang yang turun dari mobil yang menghadang."Freddy, kau tahu siapa dia?" tanya Brianna menyelidik."Aku tidak tahu. Kau disini saja, biar aku yang turun," kata Freddy terdengar seperti perintah.Brianna menghela napas berat. "Hindari hal-hal yang berbahaya, Freddy. Bicarakan saja baik-baik apapun yang terjadi," pinta Brianna."Aku mengerti."Freddy pun turun dari mobil.Brianna terlihat sedikit cemas. Sudah lama sekali mereka tidak mengalami masalah yang mengharuskan mereka untuk berkelahi, terutama setelah kelahiran Ainsley. Itu berarti sudah sekitar dua puluh tahun. Tetapi sekarang terjadi lagi.Brianna pikir zaman sekarang dunia bisnis sudah bersih, tidak ada penyerangan seperti ini, namun kapanpun zamannya perselisihan tidak bisa dihindari.Brianna terus memperhatikan suaminya dari dalam mobil. Tak hanya itu saja, Brianna pun memperhatiakn orang-orang yang mengjadang mereka. Brianna menj
Seorang gadis termenung sendiri di depan cermin. Wajah ayunya dihiasi air mata yang membasahi pipinya. Paras yang berseri itu nampak tersirat kesedihan, atau entah itu perasaan haru.Dia tengah mengingat masa-masa yang telah berlalu. Dia sama sekali tidak menyangka hari ini akan tiba, hari yang akan menjadi hari berbahagianya. Ia tidak percaya bahwa orang yang ia pikir sangat ia benci ternyata hari ini akan menikahinya. Hari ini ia akan melepas masa lajangnya dan setelah hari ini statusnya akan berubah.Gadis itu mengangkat tangannya dan menggerakkan jemarinya untuk menghapus air matanya yang jatuh semakin liar.Puk!Sepasang tangan menepuk bahu gadis itu pelan sambil menatapgambaran diri yang terpantul dari cermin."Aku tidak percaya aku sudah dewasa, Mom, aku masih ingat saat aku menangis meminta dibelikan permen kapas tapi daddy melarang," ujar gadis itu yang tak lain adalah Ainsley.Seorang yang dipanggil mommy itu tersenyum hangat. "Putri mom
Dua minggu telah berlalu dengan begitu cepatnya. Tanpa disadari waktu terus berputar. Tanpa disadari hari demi hari telah terlewati.Hari ini, hari yang ditunggu-tunggu. RSE BRIGHTENING akhirnya akan launching produk barunya pada hari ini.Di ballroom sudah dipadati para tamu undangan yang begitu banyak. Kali ini dua perusahaan Emperor dan Rising Star menggelar acara dengan sangat meriah. Lebih meriah berkali-kali lipat dibandingkan saat launcing produk mereka saat pertama kalinya.Pelaksaan acara hari ini berbeda dengan waktu itu. Selain acaranya yang lebih meriah, kali ini juga tersedia banyak hadiah berisi paket RSE BRIGHTENING yang lengkap untuk para tamu yang beruntung dan tentunya para tamu yang ikut berpartisipasi memeriahkan acara."Kita semua bisa lihat penampilan facial wash yang resmi keluar hari ini, sangat cantik bukan?" seorang narator tengah memandu acara saat ini, yang akan menjelaskan tentang produk-produk yang baru saja mereka luncurkan.
Jalanan yang mulai lengang membuat Ainsley berani untuk menaikkan kecepetan berkendaranya. Namun tiba-tiba ia terpaksa harus menghentikan laju mobilnya karena sebuah mobil di berhenti di tengah jalan, menghalangi jalan yang akan Ainsley lewati.Ainsley membunyikan klakson berkali-kali namun beberapa orang disana tak bergeming sedikitpun."Sial! Apa mereka semua tuli? Apa yang mereka lakukan disana? Jika mobil mereka mogok kenapa tidak memanggil montir saja? Haih ... qku tidak boleh tertahan disini," gerutu Ainsley pelan.Ainsley memutuskan untuk turun dari mobilnya dan segera menghampiri mereka."Maaf, apa yang terjadi pada mobil kalian? Kenapa berhenti sembarangan dan menghalangi jalan?" tanya Ainsley berusaha untuk sopan.Empat orang laki-laki itu berbalik badan dan menatap nyalang ke arah Ainsley bersamaan."Maaf, jika mobil kalian mogok dan butuh montir maka aku bisa panggilkan montir untuk kalian, tapi bisakah kalian menepikan mobilnya dulu,
"Secara keseluruhan kau sudah menguasai semuanya, Ainsley. Apalagi dalam menembak kau sangat jago. Sebentar lagi aku akan memberikan ujian padamu dan jika kau mamou bertahan maka kau bisa dinyatakan lulus," ujar Alex."Sebenarnya lulus atau tidak itu hanya formalitas saja, yang terpenting kau sudah menguasai tekniknya. Kau hanya harus berani memetapkannya di medan pertaruntan saja," sambung Brandon."Aku sangat senang bisa berlatih disini, bisa dilatih oleh kalian. Tetima kasih atas segala hal yang sudah kalian ajarkan padaku. Aku akan siap menjalani ujiannya, kapanpun itu. Aku juga akan berusaha untuk tidak mengecewakan kalian. Kalian sufah bekerja keras jadi aku juga harus bekerja keras," ujar Ainsley serius."Kau siap untuk ujian?" tanya Alex mengulang pertanyaan."Aku siap!" balas Ainsley mantap."Meskipun itu mendadak?" tanya Alex lagi."Ya, itu tidak masalah.""Bagus. Aku suka semangatmu, Ainsley," puji Brandon."Oh ya, hari ini
Iklan untuk promosi sudah disebarluaskan di internet. Banyak sekali warganet yang berkomentar positif. Mereka sangat penasaran pada produk baru RSE BRIGHTENING setelah keluarnya shower scrub dan body lotion yang sangat fantastis itu."Aku senang mereka memberikan respon positif. Ini membuat kita bisa semakin semangat dan maju, benar?" kata Ainsley sebagai pembuka percakapan. Tadinya Ainsley ingin berkumpul dengan rekan-rekannya sebentar saja, tapi karena mendapati komentar-komentar warganet yang menunjukkan ketidak sabarannya terhadap produk baru mereka, Ainsley jadi lupa pada rasa lelahnya."Benar, aku jadi semakin tidak sabar ingin segera meluncurkan produk kita secepatnya," sambung Emily bersemangat."Sepertinya kita perlu mengadakan perayaan untuk pencapaian kita," imbuh Luke."Tidak, janga dulu. Kita belum mencapai apa-apa. Kita bahkan belum meluncurkan produknya kan?" lanjut Dixon."Hanya makan-makan saja, Dixon. Lagipula mumpung Ainsley ada disin
"Selamat pagi," sapa Ainsley datang ke meja makan."Pagi, Sayang, bagaimana kabarmu hari ini?" balas Freddy bertanya."Aku baik, Dad.""Kau sepertinya semakin kurus, Ainsley, ayo makanlah yang banyak," sambung Brianna."Oh ya? Aku sama sekali tidak kurus, Mom, itu pasti hanya perasaanmu saja," jawab Ainsley."Pokoknya kau harus makan yang banyak. Ini, mommy ambilkan. Kau kan butuh banyak nutrisi untuk latihan, jadi kau juga harus makan yang banyak, jangan pikirkan tentang diet," kata Brianna menasehati."Iya, Mommy sayang. Memangnya siapa pula yang diet? Dan kapan aku pernah diet?""Tapi kau selalu makan sedikit. Sekarang kau tidak boleh makan sedikit, apalagi hanya makan buah saja.""Kau sedang menasehati dirimu sendiri, Brianna?" sela Freddy menggoda."Apa?""Hahaha ... ya begitulah saat kau muda. Kau bisa lihat dirimu dalam diri putri kita," celetuk Freddy."Tapi, Ainsley, mommy benar, kau memang harus makan yang b
"Ada apa? Memangnya aku tidak boleh merindukan kekasihku sendiri?" kata Dixon menggoda.Ainsley tersipu malu. "Apa? Tentu saja boleh, akupun merindukanmu," balas Ainsley."Sial! Kenapa kalian bermesraan di depan kami?" Brandon menggerutu kecut."Kau masih belum memiliki kekasih? Aku pikir kau mengejar Rose teman satu tim camp-mu," celetuk Dixon."Jangan bahas itu lagi. Kau seperti tidak tahu bagaimana dan siapa Rose saja. Akan aku hadiahi villa mewah untuk siapapun yang berhasil memiliki Rose," kata Brandon sedikit sinis. Pasalnya Rose orangnya sangat cuek dan sangat sulit di dekati. Selama lima tahun berada di satu tim yang sama, belum pernah sskalipun Brandon mendapati perhatian dari Rose sedikitpun. Tidak Brandon, tidak siapapun. Karena memang begitulah Rose.Dixon tertawa. "Bagaimana kalau aku yang berhasil mendapatkan Rose? Aku tidak ingin hanya mendapatkan villa, aku ingin dihadiahi pulau yang kau miliki itu," celetuk Dixon."Kau mau itu? Am
"Aku ingin mengusulkan sesuatu untuk produk kita, boleh?" tanyq Emily."Hm, apa?" tanya Dixon tanpa mengalihkan perhatiannya dari laptopnya."Bagaimana kalau kita sekaligus mengeluarkan shampoo?" kata Emily.Dixon seketika menghentikan aktivitasnya lalu mengalihkan perhatiannya pada Emily. Begitu pula dengan Luke yang juga mengalihkan perhatiannya dari pekerjaan yang tengah ia garap."Shampoo?""Iya. Produk yang sudah keluar lebih dulu kan sudah ada body scrub, untuk melengkapi kebutuhan toiletris kita juga harus meluncurkan shampoo, bukan? Untuk kebutuhan wajah kita meluncurkan facial wash, jadi aku rasa tidak ada salahnya kita luncurkan shampoo juga," tutur Emily."Bagaimana menurutmu, Dixon? Akan kita luncurkan bersamaan dengan ini atau mungkin kau punya rencana lain?" tanya Luke meminta pendapat Dixon, yang sejatinya adalah orang yang mengepalai proyek tersebut."Hmm, kalau aku sih setuju-setuju saja. Menurutku bagus juga jika kita menge
Ainsley audah selesai mandi sejak belasan menit yang lalu. Kini ia duduk di sofa ruang tamu untuk menunggu kedatangan Dixon sambil memainkan ponselnya. Oh, tidak memainkan begitu saja, maksudnya adalah memamfaatkan waktu.Ainsley menelpon seseorang yang akan ia ajak kerjasama dalam beberapa waktu ini."Hallo, Jeremy, maafkan aku mengganggumu malam-malam begini. Aku tahu seharusnya aku tidak membicarakan soal pekerjaan di luar jam kerja," ujar Ainalsley sudah menyampaikan permintaan maafnya sebelumnya."It's okay, Ainsley. Aku mengerti kesibukanmu. Tidak perlu sungkan," balas orang bernama Jeremy itu, yang adalah orang dari jasa periklanan. Mereka sudah cukup akrab setelah beberapa kali pertemuan dan juga sering mengobrol via telepon, tentu saja untuk membicarakan pekerjaan."Jadi, apa yang kau perlukan, Nona Ainsley?" tanya Jeremy. Jeremy tidak benar-benar memanggil Ainsley dengan sebutan nona."Hmmm ... begini, Jeremy. Aku ingin kau buatkan iklan yang