“Oh bukan, maksudnya nggak ada apa-apa,” jawabnya ragu-ragu.“Dia tinggal di mana sekarang, dan apakah dia sudah mempunyai pacar atau kamu yang menjadi pacarnya, soalnya kalau aku perhatikan kalian sangat cocok?” tanya Hanin bersemangat.“Bukan, kami tidak pacaran, kami hanya sahabat, tidak lebih dari itu, kalau kamu mau kita bisa ke rumahnya tidak jauh kok rumahnya dari sini,” jelas Rayhan selalu tersenyum melihat wajah cantik Hanin.“Tidak ... tidak sekarang, lagian aku harus meminta izin Bapak, aku tidak mau hanya karena ingin bertemu sepupuku, Bapak akan menjadi sedih.”“Bagiku sudah cukup mengetahui kalau Ayu dan papahnya, baik-baik saja.”“Oh ya satu lagi pertanyaanku, apakah Om Suratman sudah menikah lagi atau masih sendiri?” “Tidak ... dia tidak menikah lagi, setahuku Ayu tidak ingin mempunyai mamah baru lagi, karena baginya mamahnya sudah mati tidak ada yang bisa menggantikan posisinya.”“Mungkin dia hanya bisa menjadi wanita simpanan papahnya, tanpa ikatan apa pun, karena
Banyak sudah lamaran untuk anak mereka bertiga, karena mereka memandang dari segi kekayaan dan hidup terjamin di dalam keluarga Wardana.Sudibyo sangat memilih jika menyangkut calon-calon menantunya, karena tidak ingin mempunyai menantu yang hanya ingin kekayaannya saja tetapi mempunyai nilai lebih di mata Sudibyo.“Bu, sudah siapkan, nggak ada yang salah kan?” tanya Suratmin gugup.“Sabar toh Pak, nggak ada yang perlu ditakuti toh, ini hanya pertemuan biasa saja, heran deh seperti mau bertemu besan saja,” celetuk Susi tersenyum.“Memang Ibu nggak sadar apa, Keluarga Sudibyo setahu Bapak beliau mempunyai dua anak laki-laki yang tampan, pasti tujuan mereka ingin menikahkan salah satu diantara mereka, tetapi Bapak nggak mau Hanin buru-buru menikah!”“Bapak nggak mau Hanin sangat terpaksa jika memang mereka ingin menjodohkan anak kita!” Suratmin tampak khawatir jika tujuan mereka hanya untuk mencarikan jodoh untuk anak lelakinya.“Sudahlah, Pak, nggak mungkin juga kan kalau kita menola
“Nggak Om, baru setahun belakangan ini, sikap Ayu sangat sulit ditemui, sepertinya dia sedikit menghindar dari Rayhand, Om!”“Padahal setahu saya Suratman itu adalah seorang pengusaha yang cukup bagus, buktinya dulu saya sempat memberikan perusahaan saya kepada dia, dan ternyata setelah dipegang olehnya bisa hidup dan berkembang dan saya juga memberikan perusahaan itu kepadanya sebagai balas jasa.Rayhan lalu mengeluarkan ponselnya dan menunjukkan foto-foto dirinya bersama Ayu.“Ini Om foto Ayu sewaktu kami masih sama-sama enam bulan yang lalu, dan sekarang ponselnya tidak bisa dihubungi.”“Rumah yang sering dia tempati dibiarkan kosong tak berpenghuni, jadi seperti angker gitu.”“Sempat saya ke tempat kuliahnya, kata teman-teman mereka Ayu sedang cuti kuliah.”Suratmin dan Susi melihat wajah Ayu ya g sudah tumbuh menjadi gadis yang cantik dan selalu berpakaian terbuka.Susi tak kuasa menahan air matanya, karena bagaimanapun juga dia sangat merindukan gadis kecil yang dulu yang ingin
“Oh itu sahabatnya dari kecil Khaidir, kami sudah anggap seperti anak sendiri, mereka juga satu kuliah dan dia juga bisa dibilang pengawalnya Hanin. ”Suratmin menjelaskan.“Oh!”“Banyak pesanan besok, Pak?”“Iya Pak, kebetulan Hanin itu kalau setiap hari Minggu ada acara amal bersama teman-teman kampusnya, biasalah anak-anak muda.” Suratmin menjelaskan.Tak lama kemudian ponsel Hanin berbunyi lagi, Suratmin kembali melihat siapa yang menelepon.“Sebentar Pak, siapa lagi ini yang telepon?”“Siapa Pak?”“Nggak tahu juga ini tetapi namanya ini Aldo?”“Siapa Aldo, Bu?”“Ibu juga nggak tahu, Pak,” jawab Susi yang ikut bingung.“Angkat saja, siapa tahu penting!”“Iya Bu, siapa dia?”Saat ingin mengucapkan salam tanpa sengaja Suratmin menekan tombol speaker sehingga suara penelepon itu terdengar oleh tamu mereka.[Halo Hanin, akhirnya kamu angkat juga, kenapa kamu tidak angkat teleponku, kamu marah sama aku?][ Ayolah Nin, aku sudah lama untuk menunggu jawabanmu, kenapa kamu nggak mau menjad
Sementara itu para tua masih sibuk berbicara sehingga akhirnya Pak Dibyo mengutarakan niatnya untuk bisa menjodohkan anak pertamanya kepada Hanin.“Wah ternyata pembicaraan kita nyambung ya Pak, sudah seperti akrab begitu dan sebenarnya kalau diizinkan, boleh nggak Pak jika untuk mendekatkan hubungan kita ini lebih seperti keluarga gitu?” Pak Dibyo dengan hati-hati bertanya takut jika dia salah menyampaikan maksud dan tujuan hingga berujung penolakan.“Maaf maksudnya, Pak?” tanya balik Suratmin yang sebenarnya tahu maksud dari Pak Dibyo itu untuk menjodohkan salah satu anaknya untuk Hanin.“Begini Pak, mungkin Bapak belum tahu, saya pernah berucap kepada saudara kembar Bapak Suratman, jika suatu jari nanti kami akan menjodohkan anak-anak kami kalau mereka sudah besar.”“Awalnya saya memang menjodohkan Rayhan dengan Ayu, anaknya Suratman, setelah itu saya tanya sama Suratman punya saudara nggak kamu , apakah dia punya anak perempuan juga?”“Dia bilang tidak punya, bahkan dia tidak men
“Sebentar, Abang telepon dia dulu, mudah-mudahan nomor ini aktif,,” ucapnya sambil mencari nomor Satu yang masih tersimpan di ponselnya.“Bagaimana Bang, bisa dihubungi Mbak Ayu nya?” tanya Lula penasaran.“Nyambung sih ...tetapi nggak diangkat,” jawabnya bingung.“Lagi Bang, sepertinya memang dia Bang ... tuh lihat gelagatnya,” ucapnya meyakinkan kedua abangnya.Nampak Ayu dari kejauhan yang ingin menerima panggilan itu tetapi tidak diangkat oleh dirinya, sehingga membuat mereka menjadi penasaran. “Apa yang dilakukan dia lakukan di sini dan apakah dia sudah balik dari Surabaya, siapa pria itu?” tanya Rayhan penasaran.“Abang harus cari tahu tentang orang itu, mudah-mudahan apa yang kita pikirkan tidak benar,” ucap Rayhan.“Apa maksudmu, jangan bilang kalau Ayu simpanan Om-om itu, iya kan?” tanya Rayyan.“Aku juga nggak tahu Bang, tetapi seingatku dia tidak mempunyai keluarga seperti orang itu dan Abang lihat sendiri kan Ayu menggandeng tangan Om itu seperti mereka pacaran saja,” jela
Rayhan menatap dari jauh wajah Hanin yang tidak memakai masker, terlihat jelas senyuman yang menawan pantas saja banyak pengunjung yang datang untuk membeli jualan Hanin.“Seandainya aku bisa merasakan bubur itu, aku akan merasa bahagia, kenapa juga aku baru tahu kalau ada tukang bubur secantik dia, kuliah kedokteran pula, kamu sungguh luar biasa Hanin, kamu sangat berbeda dengan gadis lainnya,” ucap Rayyan dalam hati.Lula yang melihat kedua abangnya itu tersenyum melihat Hanin, membuatnya bingung siapa akan dipilih Hanin untuk menjadi pendampingnya, sedangkan sebagai adik Lula sangat menghormati dan menyayangi kedua abangnya itu.“Bang Ray, pasti di dalam hati kamu ingin sekali makan bubur buatan Mbak Hanin kan?” tanya Lula seketika.“Iya sih, pingin banget, tetapi aku pasti bisa mendapatkannya.”“Oh iya, bagaimana mungkin Bang, antreannya panjang gitu?”“Ya namanya jodoh pasti bisa makan bubur buatan Hanin,” celetuknya tanpa sadar.Seketika Rayhan menatap Lula dengan tajam, yang s
Mereka pun menikmati sarapan yang dibuat oleh Hanin. Rayyan sangat menyukai bubur ayam yang diracik oleh tangan Hanin, dia tidak henti-hentinya memuji bubur ayam itu.Lain halnya dengan Rayhan yang menganggapnya datar tidak ada komentar, tetapi dia yang paling duluan habis memakannya.“Bagaimana Bang, enak kan buburnya?” tanya Lula kepada Rayhan.“Biasa saja, seperti bubur yang lain nggak ada yang istimewa,” celetuknya sembari menikmati suapan terakhirnya.“Masa sih, tetapi kok habis duluan ya?” leduknya lagi.“Lapar tahu!”“Duh si Hanin, aku sudah bersusah payah untuk bisa dibenci sama dia, tetapi dia menganggapnya santai gitu, bagaimana ini hatiku kan jadi tambah suka dong kalau begini caranya?”“Pokoknya dia nggak boleh masuk di dalam hatiku, aku harus tetap membuatnya benci denganku dengan begitu Hanin bisa memilih Bang Rayyan sebagai pendamping hidupnya,” gerutunya dalam hati.“Setelah ini kamu mau ke mana, jadi mau ke panti asuhan?” tanya Rayyan seketika sembari makan bubur.“In