“Baik Pak Fattan, jadi saya tetap membuatkan surat perjanjian kontrak untuk Nona Syakira atau enggak Pak?” tanya ulang Nola mematikan.“Buatkan saja, kita akan lihat selanjutnya dan ingat jangan kamu bocorkan pembicaraan ini kepada siapa pun termasuk Silvi atau Falisha, bisa geer nantinya,” jawab Fattan panjang lebar. “(H gitu, baiklah terserah Bapak saja, permisi,” pamit Nola yang langsung berdiri dari tempat duduknya. “Huh, enggak jelas banget itu Bos, bilang saja kalau mau Bu Falisha yang menjadi model. Dibuatnya kita pusing tujuh keliling,” kesal Nola dalam hati.Nola pun dengan cepat membuatkan kontrak kerja untuk Syakira. Setidaknya dia sudah tahu kalau Fattan mulai ada perhatian dengan Falisha. “Lagi ngapain, Nol?” tanya Mirna yang tiba-tiba datang ke meja Nola. “Dari mana saja kamu, ketinggalan berita tahu enggak?” protes Nola yang masih fokus menatap layar laptopnya.“Hari ini kan aku ada rapat di luar dengan Pak Dimas, capek banget, kliennya membuat aku emosi saja, dia
Sementara itu di ruangan kerja Falisha ...Wanita cantik itu kembali fokus dengan pekerjaannya meskipun kadang pikirannya bercabang. Apalagi jika mengingat apa yang terjadi semalam. “Sangat menyebalkan! Mas Sadam rupanya mempunyai rencana jahat. Jika aku tidak diselamatkan oleh Mas Fattan bisa-bisa aku akan menjadi perkedel oleh suamiku sendiri, tapi ...” Falisha mencoba mengingat kembali malam panas yang dia lakukan. Bahkan dia sendiri yang begitu agresif melakukannya. Wajahnya semakin merona dilala membayangkannya. “ Astagfirullahaladzim apa yang aku pikirkan ini? Tapi apakah Mas Fattan juga menikmati ya? Apakah kami bisa saling jatuh cinta? Huh, aku memang mencintaimu, Mas, tapi aku tidak tahu apakah kamu juga mencintaku. Jujur aku marah, cemburu saat tahu kamu melibatkan Syakira dalam proyek kerja sama ini, tapi aku enggak mau kamu tahu itu,” kesal Falisha menggerutu dalam hati. Tak lama kemudian terdengar suara ketukan dari luar mengagetkan Falisha. “Fel? Panggil Silvi s
Falisha semakin melangkah mundur disaat Fattan terus melangkah maju. Sampai akhirnya Falisha tersudut karena dibelakangnya ternyata sebuah tembok yang kokoh berdiri. Kini Fatfan bisa melihat wajah istrinya dari dekat. Falisha tak ragu untuk membalas tatapan itu. Hening sejenak.“Kamu tetap tidak berubah dari dulu disaat kamu masih menjadi istri siriku dan sekarang aku bebas untuk menatap wajahmu. Katakan apakah kamu masih ingat bagaimana sikap kamu tadi malam? Kamu begitu liar dan hampir saja aku yang kewalahan. Ngomong-ngomong obat itu terlalu banyak diberikan kepadamu. Dan lihat sekarang mantan kekasihmu itu masih di rumah sakit. Aku berharap dia selamanya di rumah sakit, atau seharusnya aku melenyapkannya saja agar tidak berbuat ulah,” kesal Fattan yang masih menatap tajam Falisha.“A—ku emggak sengaja bertemu dengannya Mas, aku juga enggak tahu kalau saat makan siang dengan Fahri bertemu dengan Mas Sadam di sana, aku ... Fattan menjauh dan membalikkan badannya.Seketika dia meng
Fattan menceritakan masalah yang dihadapinya. Apalagi pesaing bisnisnya adalah mantan kekasih Falisha. Meskipun tanpa tahu kalau Sadam adalah pemilik perusahaan yang telah menjadi pemenang tender kini Sadam masih berada di rumah sakit akibat babak belur di hajar oleh anak buah Fattan saat itu atas perintahnya. Yudi hanya mendengarkan sahabatnya itu bercerita sampai akhir. Terlihat jelas wajah pria tampan itu begitu cemburu dan marah saat Falisha kembali bertemu dengan Sadam. Bahkan anaknya pun langsung akrab dengan Sadam meskipun baru dua kali bertemu. “Apa kamu cemburu, Bos?” tanya Yudi setelah Fattan mengakhiri penjelasannya. “Apa? Aku cemburu? Buat apa cemburu, toh pernikahan kami hanya sementara. Lagian kami menikah hanya untuk formalitas agar Fahri bisa dekat dengan ibu kandungnya sendiri.” Fattan dengan ekspresi antara gugup dan bingung, tapi wajahnya tidak bisa dibohongi saat terlihat merona. Yudi tersenyum menanggapi Fattan dan lalu berkata,” Kamu cemburu, Bos, terli
Fattan mendekatkan wajahnya lagi, lalu mencium bibir pucat itu. Hanya sebentar bahkan Farah belum merasakan betul kecupan hangat suaminya. Seketika Fattan perlahan menjauhkan wajah dari Farah dan kembali mendudukkan wanita itu kembali ke kursi rodanya. “Ada apa, Mas?” tanya Farah bingung.“Enggak ada apa-, hanya saja aku baru ingat ada meeting aku harus cepat pergi.” Fattan segera merapikan pakaiannya dan ingin keluar dari kamar terburu-buru. “Mas, kamu enggak sarapan dulu?” ajak Farah mengingatkan.“Aku makan di kantor saja, aku pergi dulu, Assalamualaikum!” Fattan pun meninggalkan Farah sendirian di kamar bahkan tak menengok ke belakang sama sekali. “Wa—walaikumsalam, hati-hati Mas!” Farah menatap punggung Fattan dengan wajah kecewa. “Padahal aku sudah membuatkan sarapan kesukaan kamu, Mas, tapi kenapa kamu enggak mau makan? Atau aku bawakan saja sarapan pagi buat Mas Fattan, mungkin dia akan makan di sana,” ujarnya bersemangat. Farah keluar dari kamar, meskipun belum pulih be
Fattan mendekati Farah yang masih diam berdiri mematung. Sedangkan anak kecil itu sudah terlihat cemberut. Fattan berusaha ingin menjelaskannya, namun saat ingin bicara tiba-tiba saja terdengar suara teriakan wanita itu seperti merasa kesakitan. Baik Fattan dan Farah sama menoleh ke arah sumber suara saat melihat wajah wanita itu sudah basah dengan air berwarna hitam sampai mengenai gaun cantiknya. “Au! Panaaaas!” teriak wanita seksi itu begitu histeris.Mendengar suara teriakan wanita itu buru-buru Fattan kembali menghampirinya. “Kenapa kamu, Sayang?” Tanpa sadar Fattan memanggil wanita itu dengan sebutan Sayang membuat Farah mengepalkan tangannya. Hatinya begitu perih saat mendengar ucapan kata itu begitu merdu bak alunan musik yang mendayu-dayu di telinga Farah. “Mas, panas! Anak itu sangat nakal dia yang telah menyiramku dengan kopi yang baru aku buat untukmu,” rengeknya dengan manja. Lagi-lagi ucapan wanita seksi itu kembali membuka mata Farah lebar-lebar. “Apa? Mas Fatt
“Dia begitu sempurna, terlihat sangat cantik, teman Mas Fattan dari kecil dan ...” Farah tak bisa melanjutkan ucapannya meskipun di dalam hati. Mengingat apa yang mereka lakukan begitu intim layaknya seperti sepasang suami istri. Bahkan anak kecil itu pun melihat saat papinya sedang berpelukan mesra dengan wanita lain. Entah apa yang ada dipikiran anak seusianya. Tangan kecil itu menyentuh lembut pipi Farah, membuatnya terkejut dari lamunannya. “Mami, kenapa?” tanya Fahri menatap sendu wajah Farah. Farah membalasnya dengan senyuman, meskipun terpaksa. “Apa Mami marah sama Papi? Memang Papi sangat keterlaluan, apakah Tante pirang itu pacarnya Papi?” tanyanya lagi dengan polos. “Tante itu hanya rekan bisnis Papi, Sayang dan kamu enggak usah memikirkan hal ini, lagian ini masalah orang dewasa. Fahri kan masih kecil belum mengerti masalah orang dewasa,” jawab lembut Farah. “Terus pelukan Tante itu apa, Mi?” tanya Fahri polos. “Oh itu hanya akting atau sandiwara gitu. Tante pirang
Waktu sudah menunjukkan pukul tujuh malam. Namun, mata sendu itu belum bisa terpejam sempurna betul. Setelah kejadian di mall Fahri tak bisa melupakan apa yang terjadi di sana.Bahkan semula rencana untuk bermain di mall secara tiba-tiba dibatalkan oleh Fahri sendiri. Dia lebih memilih untuk pulang ke rumah cepat. Tak ada keceriaan seperti tadi setelah sampai di rumah. Farah ikutan sedih saat anak angkatnya kini tidak berselera untuk makan. Fahri hanya menatap sendu ke arah robot yang dibeli yang menjadi pilihan Fattan meskipun tidak jadi dibelinya. Farah menemaninya di dalam kamar. Sungguh tak tega melihatnya sendirian. “Apa yang kamu pikirkan, Sayang? Kamu tidak lapar? Jika Fahri enggak mau makan lebih baik tidur, biar besok bisa bangun pagi, kan sekolah, tapi Mami akan sedih jika Fahri tidur dalam keadaan perut kosong, nanti Fahri sakit dan Mami akan bertambah sedih melihatnya dan juga akan membuat Mami semakin lama sembuhnya. Fahri mau seperti itu?” bujuk lembut Farah yang su