Fattan tersadar dia langsung menyadari kalau Yudi sedang mengerjainya. Pria tampan itu langsung meniup mata Falisha yang sudah memerah. Namun, beberapa saat kemudian entah apa yang terjadi mata Falisha mencuri pandang dari Fattan yang sibuk meniupkan matanya. Hembusan angin yang menerpanya seperti berlalu begitu saja.Jantungnya berdebar dengan kencang. Matanya tetap melihat wajah Fattan yang tampan.“Dia begitu sangat khawatir denganku, apakah aku sedang bermimpi? Seperti ini mengingatkan aku saat pertama kali aku mengenalnya dan ...ah tidak ... dia bukan Mas Fattan yang dulu meskipun kaku tapi senyumannya begitu manis sedangkan yang aku lihat sekarang adalah Fattan yang dingin dan kejam. Senyuman manis itu hilang. Kenapa dia berubah?” Hati Falisha bicara tapi sangat sulit untuk diucapkan. “Apa masih kelilipan, atau kita ke rumah sakit saja, Oke?” tanya Fattan masih khawatir dengan kondisi mata Falisha yang memerah.“Oh nggak usah Mas, aku ... ucapannya terhenti saat dia menyada
“Kenapa kamu takut denganku? Bukankah ini bukan yang pertama kali kita melakukannya? Bahkan sebelum kamu pergi enam tahun yang lalu?” tanya Fattan semakin mempererat pelukannya sehingga Falisha susah bergerak. “Mas, ini kantor kenapa kamu berani menyentuhku, dan bagaimana kalau ada sampai ada yang tahu kalau kita sudah ...“Menikah? Apa yang kamu takutkan? Lagian aku bisa menyentuh kamu kapan saja dan di mana saja karena kamu adalah istriku, milikku dan meskipun pernikahan ini hanya sebatas perjanjian kamu harus tunduk dan patuh kepadaku! Sekarang katakan kenapa kamu menghindar dariku? Kenapa?” bentaknya dengan napas memburu. Falisha bisa merasakan hembusan napas Fattan, meskipun hal itu juga dirindukannya tapi dia tidak ingin terpancing duluan karena masih banyak yang harus dilakukan terutama mendekatkan dengan Fahri anak mereka. “Tapi tidak dengan seperti ini, lepaskan atau aku akan melakukan tindakan yang tidak pernah kamu bayangkan, Mas!” ancam Falisha dengan tatapan nyalang.
Falisha sudah sampai di sebuah restoran tempat di mana dia dan Fahri akan makan siang. Meskipun sedikit telat tapi Fahri begitu sabar menunggu kedatangan Falisha ke rumah. Hampir saja Fahri merasa kecewa dan kesal kepada Falisha karena tak kunjung datang menepati janji. Wanita cantik itu sadar akan hal itu dan segera menjelaskan kenapa dia terlambat karena jalanan yang macet dan baru menyelesaikan pekerjaannya. Raut wajah anak kecil itu kembali ceria saat Falisha datang menjemputnya. “Apa kita akan makan siang di tempat ini?” tanya Fahri menatap keluar ke arah tempat itu setelah mereka sampai di sana. Mereka masih di dalam mobil mengamati dari luar tempat restoran itu. “Iya apakah Fahri tidak suka atau tempatnya kurang bagus?” tanya balik Falisha penasaran. “Hemmm bagus tapi ... ucapannya menggantung dan terlihat sedih membuat Falisha semakin penasaran. “Fahri nggak suka ya? Baiklah nggak apa-apa kita cari tempat yang lain, bagaimana? Atau ada tempat yang ingin Fahri kunjungi?” t
“Ada apa Tante?” tanya Fahri penasaran. Dia pun mengikuti arah tatapan mata Falisha dan langsung mengerti. “Ayuk Tante!” ajaknya kemudian dengan menarik tangan Falisha yang tak sabaran. Falisha pun mengikutinya dan benar saja Fahri membawanya untuk menemui orang itu. Mau tak mau Falisha tidak protes. Entah kenapa saat hampir sampai mendekati meja makan orang itu terasa Falisha seperti mengenal dari postur tubuhnya. “Ini hanya pemikiran aku saja tapi kenapa aku merasa tidak asing dengan dia, apakah aku mengenalnya?” batin Falisha penasaran sambil mengikuti tangannya yang masih ditarik oleh Fahri. “Maaf Om, apakah Fahri boleh duduk dan makan di meja ini bersama Om? Lagian kaki Fahri udah capek berdiri?” tanya Fahri langsung dengan berani. Orang itu menghentikan aktivitas makannya dan menoleh ke belakang karena posisi anak dan Falisha tepat berada di belakang orang itu. Pria itu menoleh ke belakang dan seketika pria itu terkejut. Begitu juga dengan Falisha yang sadar akan hal it
“Oh nggak ada, Tante” jawab Fahri cepat dan kembali melanjutkan makannya. “Bagaimana kamu suka?” tanya Sadam basa-basi. “Iya Om, Fahri sangat suka dengan mie pangsit, dulu kalau masih ada mami Fahri sering diajak ke sini, ya meskipun mami nggak suka dengan mie pangsit,” lanjutnya lagi. “Oh ya kenapa? Berarti yang suka makanan ini papi Fahri?” tanya Sadam penasaran. “Nggak, Papi juga nggak suka, makanya papi jarang menemani kita ke sini paling Fahri sama mami saja, papi kan sibuk kerja,” celetuknya lagi.Sadam menatap tajam ke arah Falisha. Tentu saja membuat wanita cantik itu kembali salah tingkah. “Sudah jangan diajak ngobrol terus anaknya, kita tidak boleh mengajarkan anak makan sambil bicara bisa kebiasaan nanti,” protes Falisha. “Oke.” Sadam menggerakkan tangannya seperti mengunci mulutnya sendiri dan kembali mereka menikmati hidangan itu dengan nikmat. Sadam pun tak tanggung-tanggung memesan kembali satu porsi untuknya sendiri untuk ikut menemani makan mereka.Lagi-lagi Sad
Waktu sudah menunjukkan pukul dua siang. Falisha mengantarkan Fahri pulang terlebih dahulu setelah itu dia pun kembali ke kantor.Ada banyak pertanyaan di benaknya. Untuk apa pria itu kembali muncul dan kenapa ada dia sana? Tempat mereka untuk pertama kali bertemu dan menyatakan cinta dan bertunangan sebelum semuanya dihancurkan oleh Sadam sendiri dengan berselingkuh di depan matanya.“Ah kenapa dia kembali sih, bukannya dia sudah jatuh miskin tapi dari penampilannya Mas Sadam nggak terlihat orang susah malahan seperti orang kaya?” tanya Falisha dalam hati penasaran. Dua puluh menit berlalu akhirnya Falisha telah sampai di kantor. Falisha langsung menuju ruangannya. Melihat kedatangan wanita cantik itu Fattan menyuruh Nola untuk memanggil Falisha ke ruangannya. Mau tak mau Falisha harus memutar langkahnya dan menemui Fattan di ruangan itu. Ketukan pintu terdengar dari luar. Falisha pun masuk ke ruangan Fattan. Terlihat pria tampan itu sedang memeriksa banyak tumpukan berkas dengan
Pekerjaan yang banyak membuat pikiran Fattan teralihkan sesaat. Begitu juga dengan Falisha yang melanjutkan pekerjaannya. Tinggal beberapa bulan lagi perjanjian kerja sama itu akan berakhir. Falisha pun sudah membuat rencana untuk berhenti bekerja setelah kerja sama dengan perusahaan Fattan selesai. Dia ingin fokus untuk membesarkan dan merawat Fahri meskipun nanti Fattan akan bercerai dengannya. “Kamu kenapa lagi sih, bete banget kelihatannya, ada masalah dengan Pak Fattan?” tanya Silvi saat dia menyerahkan laporan untuk diperiksa oleh Falisha. “Ya begitulah, mentang-mentang dia yang mempunyai kuasa seenaknya saja memarahi orang lain,” ketus Falisha sedikit kesal. “Oh ya, tapi kalian kan satu rumah nggak pernah begitu ...” tanya Silvi penasaran dengan tangan mengekspresikan saling berciuman. Tentu saja membuat wajah Falisha memerah dengan mata melotot ke arah Silvi. “Apaan sih? Parno terus pikirannya! Kita memang satu rumah tapi kamar kita berbeda ya,” celetuknya kesal dan men
Posisi wanita itu dengan Fattan begitu intim. Ingin rasanya menarik wanita itu agar turun dari pangkuan pria itu yang tak lain adalah suaminya sendiri, tapi entah kenapa langkahnya terasa berat untuk sampai di sana. “Maaf kalau saya mengganggu, apakah kalian tidak bisa mencari tempat lain selain di kantor?” kesal Falisha menatap mereka secara bergantian.Fattan terdiam sesaat, tapi seketika tangan pria tampan itu makin mengeratkan pelukannya di pinggang wanita itu. “Kenapa ada masalah?” tanya Fattan tampak biasa saja dan tersenyum. “Maaf, aku nggak sengaja tadi hanya terbawa perasaan saja dan ...Fattan lepaskan, nggak enak tahu, ada karyawan kamu,” desaknya berusaha melepaskan tangan Fattan dari pinggangnya.Namun, lagi-lagi Fattan tak peduli dengan keluh wanita itu. “Bukankah kamu sudah diberitahu oleh Nola untuk tidak mengganggu kami?” tanya Fattan menatap tajam ke arah Falisha. “Ya, saya sudah tahu dari Nola kalau Anda sedang bersama tamu dan ini yang Anda bilang? Bagaimana