"Hm terus bagaimana Bang?" tanya Riana. Saat ini Riana dan Langit tengah ada ditaman dengan laptop dipangkuan Riana, gadis itu merangkai cerita Langit dalam bentuk tulisan.
"Abang nggak sengaja tabrakan sama Lea, habis itu kenalan. Lea itu ceweknya judes dan dingin banget, Ri. Dan itu juga yang membuat Abang jatuh cinta sama Lea.." Langit mulai bernostalgia mengingat pertemuannya dengan sosok Milea. "Dia cantik, baik tapi sulit buat didapatinya. Oh iya, Lea juga pintar, Ri. Seperti kamu, dia sering mendapatkan beasiswa dan sering ikut olimpiade, tapi dia nggak sombong mendapatkan semua itu...""Dan itu yang membuat Abang jatuh hati sama Lea, Abang semakin cinta sama Milea dan tanpa Abang sadari, Milea adalah cahaya untuk Abang keluar dari keterpurukan...""Hmm, apa Abang masih sayang sama kak Milea, padahal kan Kak Milea meninggalkan Abang tanpa kabar seperti itu," kata Riana. Langit menggeleng."Abang nggak bisa lupain Lea, Abang sayang Lea, Ri." Langit memandan"LANGIT!" suara bariton dari Johan mengema diseluruh ruangan tersebut, disampingnya ada Santi yang menatap Langit juga dengan tatapan menahan amarah."Dia ibumu, jangan seperti itu padanya!" kata Johan lagi, Langit berdecih ia menatap Karlina yang masih menangis dengan tatapan merendahkan atau meremehkan."Dia nggak pernah ngajarin apapun e Langit dari kecil, Pa! Hidupnya hanya dipenuhi dengan harta dan keegoisannya yang selalu merugikan orang lain," Langit menatap Karlina nyalang. "Lo bukan Mama gue, gue udah Yatim dari lahir!"Setelah mengatakan itu, cowok itu pergi meninggalkan kesunyian dengan Karlina yang melamun tenggelam dalam kenyataan pahit yang ia rasakan.Sementara Johan hanya bisa menatap isterinya dengan tatapan iba, ia tak tahu harus berbuat apa.***Sementara itu dikamar Langit, cowok itu membanting pintu dengan keras lalu tepat setelahnya ia memukul tembok hingga sedikit retak, Langit menjerit frustasi.
"Tante juga kangen Lea, Langit ..." lirih Santi.Hampir semua penghuni rumah itu sudah mengenal siapa Milea, temasuk Karlina namun saat ia belum hilang ingatan tentunya. Dulu Langit sering membawa Milea berkunjung ke rumahnya tapi kalau Karlina pergi jadi sangat jarang bagi Milea bertemu dengan Karlina, tapi sekalinya ketemu eh malah ada tragedi mengerikan itu."Andai dulu Langit nggak memperkenalkan Lea ke Mama, pasti saat ini aku masih sama Lea ya walaupun diam-diam pacarannya," Langit menarik nafas panjang, ia merebahkan dirinya dikasur.Santi menatap Langit prihatin, jujur ia merasakan apa yang Langit rasakan saat ini, menginggat betapa besar rasa cinta Langit ke gadis bernama Milea. "Bukan salah kamu, Langit. Ini sudah ditentukan Tuhan walaupun kamu sembunyikan pasti nantinya akan ketahuan juga kan?"Langit menatap Santi dengan tatapan sendu. Bagaimana pun yang dikatakan Santi ada benarnya juga. "Hmm, aku bingung sekaligus rindu."Perihal rind
Sepanjang hari, Yara terus menemani Karlina yang tengah tertidur, sebenarnya Yara pun juga merasa ngantuk, namun ia harus tetap terjaga agar ia bisa menjaga Karlina."Tante Mama kelihatan capek banget," tangan Yara membelai lembut rambut Karlina. Senyum kecilnya menghiasi bibir mungilnya.Yara ikut merebahkan dirinya diatas kasur, tepat disamping Karlina. "Tante Mama baik banget, makasih sudah mau mengadopsi Yara. Yara janji, Yara nggak akan buat Tante Mama nangis lagi," kata gadis itu sedikit berbisik.***Merasa perutnya lapar, Yara memutuskan untuk turun ke bawah menginggat bahwa ia memiliki penyakit maag maka ia tak mau merepotkan Karlina.Saat perjalanan menuju dapur, matanya tak sengaja menangkap sosok Langit yang tengah meminum kopinya di meja makan. Yara tak takut lagi dengan Langit, apalagi saat teringat bagaimana kasarnya Langit kepada Karlina.Yara mendekati Langit tanpa getar, ia menatap tajam Langit. La
"Karlina!" Merasa namanya dipanggil Karlina menoleh, ia menatap sosok sahabat kecilnya, Davendra atau kerap dipanggil Dav. Dav tersenyum senang melihat kehadiran Karlina disini, ia mendekati wanita itu. "Aneh ya, kita selalu nggak sengaja ketemu ditempat umum," Dav terkekeh. Karlina tersenyum tipis. "Mungkin kebetulan," balas wanita itu. Tangannya bergerak memilah kuas untuk Yara nanti. "Beli alat lukis untuk Riana?" tanya Dav. Karlina menggeleng. "Bukan tapi untuk anak adopsiku, kamu sudah mendengar kabar itu bukan?" tanya Karlina, Dav mengangguk. Memang berita tentang Karlina mengadopsi anak yang ditemukan di mall viral bulan lalu. Seorang pengusaha sukses mengadopsi anak jalanan? "Iya kabar itu trending di sosmed beberapa minggu lalu, apa kamu yakin dengan pilihanmu itu Karlin? Bahkan kamu saja tidak mengetahui asal usul anak itu," kata Dav. "Aku yakin dengan hati aku, Dav. Hati aku udah milih Yara sebagai anak angkat mungki
"Santi, boleh aku tanyakan sesuatu padamu?" tanya Karlina begitu mendadak karna saat di Restoran tadi ia memikirkan hal yang belum ia ketahui.Santi yang tengah menonton tv me-mute televisinya sejenak agar ucapan Karlina tidak terpotong atau terganggu. "Iya, ada apa mbak?" tanya Santi."Kamu ini sudah punya suami atau belum?" tanya Karlina membuat Santi menegang sejenak.Santi menggeleng. "Mbak kenapa tanya gitu yah?" tanya Santi sembari terkekeh garing.Karlina mengidikan bahunya. "Nggak tau, San. Tiba-tiba aja kepikiran gitu."Santi menganggukan kepalanya. "Iya aku udah punya suami mbak," jawabnya dengan senyuman kaku.Karlina memanggut. "Dia sekarang dimana, San?" Entah mengapa, menurut Karlina, mendapat pertanyaan seperti itu mimik wajah Santi seolah menjadi pucat pasi, seperti ada yang wanita itu sembunyikan.Santi berdehem untuk menghilangkan rasa gugup dalam dirinya. "Em, itu mbak dia ada di ... Prancis hehe, biasa urusan peker
Langit terdiam, ia menatap Mama dan juga adik tirinya dengan tatapan penuh amarah, namun mulutnya hanya bisa terkunci. Ia menarik nafas dalam, perlahan meninggalkan ruangan itu.Kalian tahu? Langit cemburu melihat kedekatan Kayara dengan Karlina, iya kasih sayang yang belum ia pernah dapatkan dengan mudahnya Ara ambil bahkan gadis yang entah dari mana itu tak perlu bersusah payah seperti Langit dulu.Tidak adil baginya.Ia merebahkan dirinya di kasur, sebentar lagi Riana akan pulang dan Langit mulai berimajinasi, menginggat kenangannya bersama Milea untuk diceritakan ke Riana nantinya."Milea Amanditha."***Jam pembelajaran terakhir di kelas Riana baru saja selesai, kini ia tengah bersiap pulang bersama kedua temannya, Niza dan Amel."Ri, apa lo nanti nggak bisa beneran ikut kita ke tempat biasa?" tanya Niza agak kecewa mendengar keputusan Riana yang tidak ikut dulu ke warung Bu Wiwid untuk memakan pecel disana.
Semua orang berkumpul dimeja makan tak terkecuali Langit. Kue buatan Yara dan Karlina pun menjadi daya tarik tersendiri disana.Riana baru saja pulang ikut duduk memandangi roti tersebut. Semua orang terkejut, baru kali ini semua orang melihat Kue buatan Karlina."Ini serius buatan Mama?" tanya Riana tak percaya.Karlina terkekeh ia mengelus puncak kepala Yara yang duduk disampingnya. "Sama buatan Yara juga," kata Karlina diangguki Riana."Maaf yah tadi aku nggak bisa bantu kalian," Riana menunduk dalam seolah sangat menyesali perbuatan.Karlina berdehem. "Gapapa Aqis, lagi pula kue nya juga sudah jadi, ayo cicipi."Killa menunduk ia mengambil pisau dan membelah kue tadi menjadi beberapa bagian, lalu ia berikan ke piring yang ada disana. Namun saat sampai ke piring Langit ia berkata."Em, Bi Killa. Tolong nanti makanannya antarkan ke atas saja yah," kata Langit."Lantas kue nya Tuan?"Langit mengeleng, ia melirik Karlina
"Mama takut apa dan sama siapa?" tanya Riana mengusap punggung ibunya lembut, jujur saja ia takut jika suatu hal akan terjadi pada Karlina, ia tak mau itu terjadi. Karlina menggeleng lemah ia menenggelamkan kepalanya di bahu sang putri. "Mama takut sama Mama yang dulu, Mama nggak mau jadi dia lagi. Mama ingin menjadi sosok Mama yang baik untuk Riana, Yara dan Langit.." Riana tersenyum tipis mendengar itu, hatinya menghangat ternyata memang benar bahwa Mama nya yang ini sangat menyayanginya. Begitu juga Riana yang akan selalu menyayangi Langit. "Mama tenang aja, nggak usah takut. Riana ada disamping Mama, jadi Mama aman." Karlina mengangguk kecil pikirannya sudah cukup tenang mendengar kalimat yang diucapkan Riana tadi. "Terima kasih, Sayang." *** "Abang, Riana boleh minta tolong nggak?" tanya Riana was-was. Tadi ia dimintai Karlina untuk menjemput Yara yang hari ini hari pertama sekolahnya, dan kebetulan Riana tengah libur jadi