BUG! PRANG!!!
Gelas berisi kopi terjatuh di lantai, hingga mengotori pakaian yang Ran kenakan.
"Maaf," ujar seorang wanita yang menabrak Ran barusan.
Ran memungut totebag-nya yang jatuh di lantai, sembari menyapu noda kopi di pakaiannya.
"Aduh, aku mengotori pakaianmu, bagaimana ini?"
"Tidak masalah, ini bukan pakaian mahal kok," balas Ran sembari menegakkan tubuhnya.
Ketika menatap wanita itu, Ran terpukau melihat wajah cantiknya. Begitu elegan dan anggun. Kulitnya seputih porselen, dan memiliki mata yang begitu jernih. Belum pernah ia melihat seseorang yang sangat cantik di dunia nyata. Selama ini hanya melihat dari layar televisi atau ponsel.
"Jangan gitu, ikutlah denganku, mari berganti pakaian," ujar wanita itu, menyadarkan lamunan Ran.
Ran menggeleng, menolak ajakan wanita itu, merasa tidak masalah dengan noda di bajunya. Namun, wanita itu tidak mendengar penolakan Ran, dan menarik lengan Ran untuk berjalan
Mulut Kinan ternganga ketika mendapati Ran yang sudah berganti pakaian, muncul dari balik lift. Mini dress di atas lutut dengan motif bunga, yang menampilkan bahu cantik Ran, membuat gadis itu tampak mempesona. "Darimana saja kamu? Apa yang terjadi?" ujar Kinan. "Kinan, apa kabar?" sapa Elina. Kinan lantas menoleh menatap Elina. "Eh Kak Elina?" balasnya kemudian menghambur ke pelukan wanita itu. Ran menatap Kinan dan Elina bergantian, penuh dengan pertanyaan. "Kak Elina tambah cantik, astaga... ada acara juga disini?" seru Kinan dengan bahagia. Elina tersenyum. "Aku menginap disini, Kinan. Kamu sendiri?" Kinan menautkan tangannya, di lengan Ran. "Aku dan sahabatku sedang survei untuk acara ulang tahunku. Kak Elina datang ya, bawa suami yang katanya ganteng itu. Sayang sekali aku tidak bisa hadir di pernikahan Kak Elina," cerocos Kinan. Ran terkejut mengetahui fakta, bidadari cantik yang ia temui ternyata sudah menikah. Melihat postur tubu
Sunny berjalan mondar - mandir di depan pintu ruangan oerasi, sembari mengingit jarinya. Waktu sudah menunjukan pukul 08.00 malam, namun dokter belum juga keluar untuk memberitahukan hasil operasi ayahnya. Ibu Sunny dan sang adik duduk di bangku panjang dengan lesu. Hati yang hancur, diam - diam memanjatkan doa, berharap ada keajaiban yang datang pada mereka. "Sunny, lebih baik kamu pulang dulu, besok Arini sekolah," ujar Ibunya. Sunny berjalan menghampiri Ibunya dan berjongkok di depan wanita itu. "Aku tidak akan pulang, sebelum operasi selesai, Ibu." Sang Ibu mengusap kepala Sunny penuh kasih. "Ibu tidak akan tanya lagi darimana kamu mendapatkan uang itu, asalkan kamu pulang ke rumah. Besok kamu juga sekolah kan," katanya dengan lembut. Kabar yang Sunny bawa ke rumahnya siang tadi setelah mendapatkan sejumlah uang, membuat ibunya murka. Sampai terjadi perdebatan panjang, karena ibunya menganggap Sunny melakukan pekerjaan tidak senonoh. Mengi
Dulu mereka dipisahkan karena hukum manusia, sekarang dipisahkan oleh hukum Tuhan. **flashback** “Kau akan tau rasanya, nikmatilah... sayang sekali jika tubuhmu tidak kunikmati lebih dulu sebelum diberikan pada para saudagar itu,” kata Sudirman. PYAAARR!!!! Darah muncrat dari kepala Sudirman, mengenai pakaian yang Ran pakai. Sudirman tumbang dengan darah yang mengalir deras di lantai. Tatapan Ran menjadi kosong, ketika tidak ia rasakan lagi denyut nadi di leher ayahnya. Ia lemparkan guci yang tadi ia gunakan untuk memukul ayahnya itu ke sembarang arah, dan berlari keluar kamar. Ibunya yang tadinya terduduk di lantai dengan putus asa, bangkit dengan tubuh bergetar ketakutan, melihat penampilan putrinya. Baju koyak dengan bercak darah di sekujur tubuh, dan bau amis yang menyengat. "Ran, apa yang terjadi?" t
"Adit!!" Teriak Ran dari arah kejauhan sembari melambaikan tangan. Adit menoleh dan membalas lambaian tangan itu, lalu berjalan menghampiri Ran. "Udah nganter surat izinnya Sunny?" kata Adit dengan bersemangat. "Udah, aku kasih ke wali kelasnya tadi. Oh ya jadinya kelas kita pake ruangan apa untuk KBM?" "Angga masih rapat sama ketua kelas yang lain di ruang guru," jelas Adit. Beberapa detik setelah Adit menjelaskan kondisi jam pelajaran mereka yang tersendat karena masih ada perbaikan bangunan paska kebakaran, Angga datang. Lantas anggota kelas lain yang tadinya berpencar, mulai berkumpul mengerumuni Angga. Dari arah gerbang, terlihat Kinan berlari dengan napas terputus - putus menghampiri teman - teman kelasnya itu. Ia hampir terlambat dua menit, namun tidak ada pendisiplinan orang yang terlambat hari ini, dikarenakan guru - guru sangat sibuk. Kinan menepuk bahu Ran dan Adit. "Hoi, aku ketinggalan berita gak?" tanyanya s
"Dateng ya di acara ulang tahunku," ujar Kinan sembari memberikan sebuah amplop pada Angga.Angga menerima amplop itu dan membuka isinya.To: AnggaYou Are Invited!Please join and come to my 18thbirthday party that will be held on:Sunday, February 21th20215 – 7 pmBallroom Hotel Tentrem, YogyakartaLove,KinanAngga menutup amplop itu kembali dan memasukannya ke dalam saku celana. "Seminggu lagi ya habis UAS, oke deh, thanks Ki," katanya sembari tersenyum kemudian berlalu meninggalkan Kinan.Mata Kinan berbinar dengan senyuman berseri - seri, ketika mendapatkan senyuman manis itu. Ia menyenggol Ran yang berdiri dengan tenang di sampingnya, untuk menyalurkan kebahagiaannya."Kalo suka confess aja, ntar nyesel loh, keburu diambil orang," tukas Ran.Kinan mendengus. "Yakali aku confess, gaad
Di dalam perpustakaan, petugas piket telah berkumpul. Ran adalah orang terakhir yang memasuki ruangan setelah Aksa, selaku guru pengawas piket hari itu. Kemudian Aksa membagi petugas menjadi tiga kelompok, beserta tugasnya agar lebih efektif. Siswa perempuan, mendapatkan bagian menata buku yang ada dalam kardus. Untuk siswa laki - laki, mendapatkan bagian yang lebih berat, seperti menata rak buku, dan mengangkat barang berat lainnya. Sebelum rak ditata, semua anggota membersihkan debu dari sisa - sisa semen yang berada di lantai dan jendela. Semuanya terlihat kooperatif, meskipun ada yang bermalas - malasan. Setelah debu dibersihkan, rak buku yang baru dibeli, dimasukan ke dalam perpustakaan. Dibariskan rapi, sesuai arahan Aksa. Buku - buku yang telah dikelompokkan berdasarkan jenisnya, mulai diletakkan berurutan di rak. Mereka bekerja dengan baik sesuai tugasnya, dan penataan perpustakaan hampir selesai. "Ran, setelah ini mau makan bersamaku?"
Ran berlari menembus hujan, membiarkan tubuhnya basah, dan tak peduli tatapan orang - orang yang menatapnya. Sekalipun ia ingin sekali bertemu dengan Venus, bukan seperti ini caranya. Ternyata bukan dia yang tidak mencari dan berusaha menemukan pria itu. Tetapi pria itulah yang selama ini menyembunyikan diri dan tidak mau ditemukan. Ran merasa selama ini ia hanya membuang-buang waktu, berharap pada orang yang sama sekali tidak mengharapkannya. Ternyata Tuhan berbaik hati menunjukan jawaban untuk membuatnya sadar, sekalipun dirinya menjadi hancur berkeping-keping untuk menyambut jawaban itu. Adit yang berteduh di kanopi parkiran, mencoba memanggil Ran untuk mengajak gadis itu berteduh. Namun tidak ada jawaban, hingga membuatnya harus menerjang hujan, menghampiri gadis itu. "Ran, mau kemana?" ujar Adit sembari menarik lengan Ran dan membuat gadis itu berbalik menghadap padanya. Betapa terkejutnya Adit ketika mendapati mata Ran merah, dengan bulir air ma
Adit mengarahkan motornya masuk ke dalam parkir basemen, sebuah apartemen. Ia menghentikan motornya tak jauh dari tangga yang mengarah ke apartemen tersebut. Kemudian ia turun dari motor sembari melepaskan helm yang dipakainya, dan ia letakkan di atas motor."Ini dimana Dit?" tanya Ran sembari turun dari motor dibantu oleh Adit."Hujan di luar masih deras Ran, ini tempat terdekat dari sekolah kita. Rumahku," kata Adit ragu - ragu, "Kamu gapapa kan?"Ran mengangguk, lalu menata rambutnya yang acak - acakan karena helm.Ran dan Adit pun berjalan menaiki tangga tersebut, menuju ke lantai dua, dimana unit apartemen Adit berada.Sesampainya disana, Adit memasukkan kode sandi apartemen-nya, dan membuka pintu tersebut, mempersilahkan Ran masuk.Ran melepaskan jas hujan yang ia pakai, lalu ia berikan pada Adit sebelum memasuki apartemen tersebut. Kemudian Ran melangkah masuk hati - hati, sembari mengamati tata ruangan berukuran 25 meter persegi itu."Aku tinggal
Terdengar ledakan dahsyat dari dalam hutan, membuat langkah Ran, Sunny dan Grace terhenti. "Ben meledakan gubuk agar tidak meninggalkan bukti," gumam Grace. Ran menatap tajam Grace, lalu berkata penuh dengan penekanan, "Kejam sekali kalian." Grace tidak berani mengangkat pandangannya pada Ran, karena merasa bersalah. Ia juga merasa malu setelah menjadi bagian dari kejahatan itu, yang akhirnya menjadikannya korban. Dari balik semak Adit dan Angga berlari kearah mereka dengan tergesa-gesa. "Guys kenapa kalian berhenti! Ayo lari!" teriak Adit dari kejauhan. Lalu, Ran, Sunny dan Grace melanjutkan langkahnya. Terdengar suara tembakan beberapa kali dari arah kejauhan, membuat mereka panik, sampai berlari tak tahu arah. Hanya mengandalkan insting untuk memilih jalan mana yang mudah dilewati, karena mereka terjebak dengan ilalang yang membutakan arah. "Tinggalkan saja aku disini! Kalian kabur saja," ujar Grace semakin merasa bersalah, karena menjadi beban. "Tutup mulutmu brengsek!" Be
"Sialan!!! Ulah siapa ini?" Gerutu Ben sembari membanting pecut yang ia pegang, penuh emosi karena lampu seketika padam di tengah kegiatan yang ia lakukan. Kemudian terdengar sirine alarm kebakaran yang membuat panik orang-orang dalam ruangan itu. Ben lantas bangkit dari tempat tidur dan meraih jubah mandi yang tergantung di dekat pintu dan memakainya. Ia keluar dari ruangan dengan langkah penuh amarah sembari meneriakkan nama anak buahnya. Empat orang pria yang merupakan teman-teman Ben, menyusul pria itu keluar ruangan. Meninggalkan Sunny dan Grace. Sunny memanfaatkan keadaan itu dengan bergegas melepas ikatan tangan dan kakinya. Dengan tubuh telanjang di tengah kegelapan, ia memungut pakaiannya yang berceran di lantai. Sedangkan Grace yang masih terkuai lemas di tempat tidur, hanya bisa menangis menahan perih di kulitnya, akibat pecut yang diayunkan oleh Ben sejak tadi. "Grace ayo kabur dari sini," tukas Sunny. "Aku tidak bisa menggerakkan kaki," ujar Grace. Sunny mengeluarka
WARNING!!! Isi Bab ini terdapat kekerasan seksual yang tidak cocok untuk anak dibawah umur. Mohon bijak memilih bacaan yang cocok dengan umur anda. ** "Kalian mengenal orang-orang itu?" tanya Ran. Adit dan Angga menggeleng bersamaan. "Melihat dari postur tubuh dan wajah kedua orang itu, sepertinya sudah berumur," kata Angga. "TOLONG!" Teriak seseorang yang membuat dua pria bertubuh kekar tadi masuk ke dalam gubuk. Sedangkan Ran, Angga dan Adit bergetar ketakutan mendengar suara pekikan yang begitu putus asa itu. "Apa sebenarnya yang mereka lakukan dalam gubuk itu?" tanya Adit. Tidak ada jawaban dari Ran dan Angga. Angga lantas menutup laptopnya, dan berjalan mendekat ke Adit. Kemudian ia membuka tas yang digendong oleh temannya itu, dan memasukan laptopnya. "Mumpung dua orang itu tidak ada, ini kesempatan kita mencari tahu," ujar Angga seraya menutup resleting tas kembali. "Benar ayo kita masuk," balas Ran. "Tunggu... apa kalian gak takut? Melihat dua orang tadi, sepertinya
Angga telah menyelesaikan surat izin mereka bertiga dan dikirim melalui email pada Aksa yang masih menjadi wali kelas.Sebuah kertas yang terdapat coretan dibentangkan di atas kasur. Ran, Adit dan Angga menatap kertas-kertas itu dengan seksama, agar tidak ada kesalahan dalam menjalankan misi mereka nanti. Sebuah misi yang menjadi pengalaman baru dalam hidup mereka, karena berurusan dengan anak-anak petinggi sekolah."Mereka adalah geng yang bisa melakukan kekerasan, kalian harus hati-hati nanti. Terutama kamu Ran, cewek harus tetap bersama kami," ujar Adit.Ran mengangguk."Baik, mari ganti pakaian yang nyaman, setelah itu kita menuju ke lokasi," kata Angga.Adit berjalan menuju kopernya, dan meraih sebuah jaket beserta masker, lalu memberikannya pada Ran. "Pakailah..""Terimakasih, aku kembali ke kamarku dulu untuk membersihkan diri."**Ran menghentikan langkahnya sembari menatap gedung hotel yang menjulang tinggi di belakangnya. Matanya berhenti di kaca jendela lantai 3, tempat dim
"Kamu memimpikan apa, sampai berteriak begitu?" tanya Adit. "Aku bisa minta kertas dan pulpen?" Adit mengernyitkan dahinya bingung. Namun ia tidak bertanya lebih dan meraih sebuah buku catatan kecil fasilitas dari hotel beserta pulpennya. Ia berikan dua barang itu pada Ran. Ran kemudian menulis ulang hal-hal yang Sunny tidak suka, dan mengurutkannya seperti di mimpi. "Apa ini?" tanya Adit bingung. "Coba kamu baca dari huruf awalnya, urut ke bawah." "Aku minta tolong..." gumam Adit. "Mungkin kamu bakal mikir aku gila. Semalam Sunny menyebutkan hal-hal ini. Awalnya aku pun merasa aneh, karena yang dia sebutkan random. Dia memintaku membuatkan puisi dari awalan kata hal-hal yang dia sebutkan ini." "Kamu memimpikannya," ujar Adit menebak. Ran menatap Adit kagum. "Bagaimana kau tahu?" "Bukankah tadi waktu kamu bangun, yang kamu teriakan nama Sunny? Sudah tentu yang kamu impikan gadis itu," jawab Adit, "Aku tidak menganggapmu gila, karena hal-hal seperti ini pernah terjadi padaku.
"Sikapmu tidak perlu terlalu jelas begitu, kalo orang lain sadar, akan timbul skandal. Menarik juga kisah cinta masa kecil yang bodoh masih kau pertahankan. Dia gadis itu bukan?" gumam Elina. Aksa tersenyum kecut. Kemudian ia mengeluarkan sebuah amplop berukuran kecil berwarna cokelat dari saku jas nya. "Kau juga, jangan terlalu jelas," balas Aksa sembari melemparkan amplop itu di meja. Elina menatap amplop itu cukup lama, kemudian menoleh pada suaminya. "Apa ini?" "Padahal setelah proyek berhasil, kita bisa bercerai seperti perjanjian. Kalo proyek rusak, itu akan jadi salahmu." Elina bergegas meraih amplop itu dan melihat isinya. Betapa terkejutnya ia melihat foto-foto yang ada di dalam amplop itu. Foto dirinya yang tertangkap basah sedang berkencan dengan seorang pria. Bahkan, fotonya yang sedang berciuman dan telanjang ada disana. Bibir Elina bergetar ketakutan. Ia langsung mengembalikan foto-foto itu ke dalam amplop, dan menatap Aksa tajam. "Tujuanku mendekati Raka hanya un
Ran menghentikan langkahnya sembari mendongakkan kepala ke lantai dua. Ia tidak bisa mengabaikan sesuatu yang masih terasa ganjil dalam benaknya. Dadanya terasa sesak, dengan alasan yang dia tidak ketahui. Adit ikut menghentikan langkah dan menatap gadis itu. "Apa kamu merasa ada sesuatu yang mengganjal juga?" Ran mengangguk, dengan pandangan yang masih menuju lantai dua. "Kamu juga Dit?" "Yah apapun itu, biarlah jadi urusan mereka." "Kamu benar." "Yaudah ayo makan di pestanya Sunny, sebelum acara itu berakhir," kata Adit. Ran menatap pria itu. "Dit, makan di resto hotel aja ya, aku gak terlalu nyaman sama keramaian." Adit tersenyum sembari menganggukkan kepalanya. Kemudian mereka berjalan menuju restoran yang berada di sebelah lobi hotel. Pemandangan restoran itu langsung mengarah ke view kota Jogja, yang akan indah bila disaksikan malam hari. Jalanan yang begitu ramai dengan gemerlap lampu kota dan lampu kendaraan. Mereka mem
"Sialan lu, kita hampir ketahuan!" ujar Ben kesal. PLAK!!! Sebuah tamparan mendarat di pipi Sunny. Sunny yang lemas, tak bisa melakukan apa-apa. "Udah ngechat Ran belum?" tanya Ben. "Barusan gua chat," jawab Grace sembari menunjukan ponsel Sunny yang berada dalam genggamannya. Ben menghembuskan napas kasar, sembari melonggarkan dasi yang terasa mencekik lehernya. Kemudian ia berkacak pinggang menatap ke arah luar jendela. Seketika terdengar suara langkah kaki seseorang dari jauh, yang membuat mereka bersiaga. Sunny yang sudah dimasukkan ke dalam tempat sampah besar, diletakkan di pojok ruangan. Kemudian Ben menarik Grace dalam pelukannya, dan mendorong gadis itu ke dinding. "Kalian kalo mau bermesuman jangan disini," ujar Adit. Jantung Ben dan Grace seolah disambar petir, mendapati kehadiran pria itu bersama Ran. "Kalian juga kenapa berduaan?" ujar Ben. Ran mendengus kesal. "Sialan kau Ben, menakutiku hanya untuk melindungi hubungan rahasi
Ran mendorong Aksa dengan sekuat tenaga, hingga pria itu terjatuh di lantai. Kemudian ia keluar dari kamar itu, tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Hatinya bingung dengan kenyataan yang tadi ia lihat, bahwa pria itu telah menikah dengan seorang wanita. Pernyataan cinta tadi, membuat hatinya kian kesal karena merasa dipermainkan. Terjawab sudah semua teka-teki yang selama ini ia simpan sendiri di hati, kenapa pria itu menghilang tak berkabar. Ran tidak memilih lift untuk turun ke lantai utama. Ia menggunakan tangga darurat, menghindari Aksa yang mengejarnya. Napas Ran mulai tersenggal-senggal, ketiika ia sampai di lantai tiga. Kakinya pun terasa ngilu, akibat menuruni tangga menggunakan heels. Ia cukup menyesali keputusannya yang menggunakan tangga darurat. Menyiksa diri sendiri, hanya untuk seorang pria yang sama sekali tidak menghargainya. Ran melepas heelsnya, dan menuruni tangga tanpa alas kaki. Seketika saat ia mencapai lantai dua, terlihat sekelebatan se