Beranda / Fantasi / Sultan's scandal / Chapter 8 : kau tidak akan bisa lari dariku, Nona.

Share

Chapter 8 : kau tidak akan bisa lari dariku, Nona.

Penulis: Chocolatte
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

   "Bagaimana keadaan istana?"tanya Dastan pada pria yang berjalan bersamanya. Ia adalah Gurmet. Tangan kanan Dastan.

   Mereka berdua tengah berjalan di sepanjang koridor Kastil persinggahan sembari membicarakan beberapa hal terkait dengan kerajaan Farabi. Kerajaan yang dipimpin oleh Dastan.

   Kastil persinggahan sendiri adalah tempat peristirahatan Dastan. Tempat di mana ia menghabiskan waku luangnya atau ketika ia hendak pergi berburu, ia akan menginap di kastil persinggahan. Tempat tersebut merupakan hadiah dari Sultan Fahreezan III untuk  Dastan saat pertama kali dirinya menjabat sebagai sultan Kerajaan Farabi. 

   Kastil persinggahan kerap menjadi tempat berkumpulnya seluruh rahasia Dastan. Kastil tersebut bahkan memiliki banyak hal tersembunyi dibandingkan Istana Galall. Karena itulah, Dastan selalu memperketat penjagaan di sekitar kastil.

   Tempat itu juga sengaja dibuat di pinggir hutan agar terkesan sedikit rahasia. Karena bagaimanapun juga, kastil persinggahan adalah tempat yang sangat penting untuk Dastan. Hanya orang-orang tertentu saja yang bisa mengunjunginya. Jika orang asing datang tanpa seizin Dastan ke kastil persinggahan, maka sudah bisa dipastikan ia keluar tidak dalam bentuk yang utuh 

   "Semuanya baik-baik saja, Sultan. Keadaan di Istana terpantau kondusif. Para politikus juga tidak tampak melakukan hal yang mencurigakan karena ada Ahmed pasha yang selalu memantau mereka. Sejauh ini, saya rasa tidak ada hal yang perlu anda khawatirkan, Sultan."jelas Gurmet.

   Dastan menganggukkan kepalanya paham. "Bagaimana dengan penjagaan di Istana? Keamanan di sana harus diperketat selagi aku berada di kastil persinggahan."

   "Semuanya sesuai perintah anda, sultan. Namun, alangkah baiknya jika anda kembali ke Istana sesegera mungkin untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan."ucap Gurmet.

   "Tenang saja, aku akan kembali ke Istana segera setelah urusanku usai. Ya, mungkin sekitar 3-4 hari lagi. Kau tidak perlu khawatir, semuanya akan baik-baik saja."ujar Dastan seraya menepuk pelan pundak Gurmet. Pria itu tersenyum hangat.

   Dastan menolehkan kepalanya ke samping dan langkah pria itupun terhenti saat ia menyadari bahwa mereka berdua berada di depan kamar Cansu saat ini. Pintu kamar wanita itu sedikit terbuka sehingga menampakkan isi dalamnya.

   Dari tempatnya berdiri, Dastan dapat melihat sosok Cansu yang tengah duduk termenung di dekat jendela. Wanita itu tampak memikirkan banyak hal sehingga membuat wajahnya tampak sendu.

   Dastan memperhatikan penampilan wanita itu. Cansu sudah tidak lagi mengenakan pakaian aneh yang begitu kotor. Rambutnya juga tak lagi berantakan. Ia tampak cantik dengan abaya sutra bewarna navy yang ia kenakan. Rambut hitamnya dibiarkan tergerai namun, masih terkesan rapi. Sekejap, Dastan dibuat mematung di tempatnya karena mengagumi perubahan penampilan wanita itu.

   "Sultan?"panggil Gurmet sopan saat melihat Dastan yang tiba-tiba membisu. Pria itu menatap keheranan pada tuannya yang diam menatap ke dalam sebuah kamar. Namun, sedetik kemudian Gurmet mengerti dengan apa yang terjadi pada Dastan saat ia melihat seorang wanita cantik tengah termenung di tepi jendela.

   Gurmet mengukir senyum penuh arti. Ia paham bahwa Sultannya itu tengah terkesima dengan paras cantik wanita yang ada di dalam sana. Ia pun sebenarnya juga begitu, namun Gurmet mencoba untuk tidak terlalu menunjukkannya. 

   "Sultan, hamba izin permisi."ucap Gurmet yang membuat Dastan tersadar dari lamunannya. Pria itu kemudian mengalihkan pandangannya ke arah Gurmet seraya mengangguk setuju. Setelah mendapat izin, Gurmet segera beranjak dari sana. Meninggalkan Dastan yang kembali menatap Cansu.

 ***

   Sudah hampir satu jam Cansu berdiam diri di tepi jendela. Kedua matanya menatap ke arah halaman belakang kastil di luar jendela. Pikiran wanita itu melayang kemana-mana. Lagi dan lagi semua peristiwa yang telah terjadi membebani pikirannya.

   Cansu masih saja mempertanyakan apa yang sebenarnya terjadi pada dirinya. Ucapan Emine terus saja terngiang di telinganya. Membuat keadaan semakin buruk. Kini ia punya hal baru yang menambah beban pikirannya.

   Apa benar dirinya mengalami perjalanan lintas waktu dan berakhir di masalalu? Sungguh, semuanya benar-benar membuat Cansu sakit kepala. Semakin ia mencoba mencari tahu, semakin pula ia merasa semuanya kian menjadi tidak jelas. Membuat wanita itu benar-benar muak dengan apa yang tengah ia hadapi.

   Cansu benar-benar merasa menyesal karena keputusannya untuk tetap tinggal di Istana. Harusnya, setelah ia selesai mengajar murid-muridnya, ia langsung kembali pulang. Dengan begitu, ia tidak akan bertemu dengan pria aneh seperti Gandhi. Dan ia tidak akan berada di situasi aneh seperti saat ini. Tidak akan ada Dastan dan seluruh prajuritnya. Tidak akan ada pula kamar mewah dan kastil dengan penampilan yang begitu indah.

   Cansu menghela napasnya lelah. Tidak ada gunanya lagi ia menyesal. Toh, semuanya tidak akan berubah dengan ia menyesalinya. Lebih ia mencoba menerima kenyataan yang tengah ia hadapi. Dan mencari solusi untuk semua masalahnya. Semakin cepat ia tahu titik dari semua masalah yang terjadi pada dirinya, semakin cepat pula ia keluar dari dunia aneh ini.

   Wanita itu menolehkan kepalanya. Ia memandang ke arah pintu dan terkejut ketika melihat sosok Dastan berdiri di sana. Pria itu diam saja sembari menatap lurus dirinya.

   Cansu bertanya-tanya sejak kapan Dastan berdiri di sana. Dan bagaimana pula ia bisa tidak menyadari kehadiran pria itu. Terlalu asik termenung membuat Cansu lupa pada keadaan sekitarnya.

   Wanita itu bangkit dari duduknya lalu berjalan mendekati pintu. Langkahnya sedikit sulit karena abaya panjang yang ia kenakan. Namun, perlahan tapi pasti Cansu akhirnya sampai di depan Dastan.

   "Kau memerlukan sesuatu?"tanya Cansu pada Dastan yang terus saja menatapnya. Jujur saja, apa yang dilakukan oleh Dastan membuat wanita itu sedikit gugup.

   "Aku ingin meminta maaf."jawab Dastan setelah cukup lama membisu.

   "Maaf? Untuk?"

   "Kemarin aku sempat membentakmu."jawab Dastan singkat.

   Cansu terperangah. Wanita itu perlahan tersenyum. "Tidak apa-apa, aku sudah memaafkanmu. Lagian pula, aku tidak terlalu memikirkannya. Aku mengerti jika kau sedang kesal. Mungkin aku akan melakukan hal yang sama jika aku berada di posisimu saat itu."

   "Bukan berarti aku sudah sepenuhnya percaya padamu. Aku hanya bersikap seperti yang seharusnya. Soal kepercayaan, itu adalah masalah yang berbeda."ujar Dastan yang membuat senyuman Cansu hilang seketika.

   "Baiklah, aku mengerti."ucap Cansu.

   Dastan menganggukkan kepalanya. Pria itu kemudian beranjak dari sana. Namun, baru beberapa langkah ia berhenti dan kembali menatap Cansu.

   "Kau bisa berjalan-jalan keluar jika kau merasa bosan berada di dalam kamar terus menerus. Karena kau bukanlah seorang tahanan, maksudku belum menjadi seorang tahanan."ucap Dastan yang membuat Cansu sedikit terkejut.

   "Kau tidak takut aku akan melarikan diri?"tanya Cansu.

   Dastan menyeringai. Ia kembali mendekat ke arah Cansu. Seringaiannya membuat wanita cantik itu seketika terdiam. 

   "Kau tidak akan bisa melarikan diri dariku, Nona. Tidak akan bisa."

   

   

   

   

Bab terkait

  • Sultan's scandal   Chapter 9 : Mimpi

    Malam hari yang gelap. Ketika suasana sekitar telah tampak begitu sunyi. Ketika semua orang telah sibuk terlarut dalam mimpi, tampak seekor kuda melaju dengan kencang melintasi permukiman. Di atas kuda coklat tersebut terdapat seorang prajurit yang merupakan mata-mata kepercayaan Sultan Dastan. Ia tampak tenang melintasi kesunyian malam. Perlahan, langkah kaki kuda milai melambat hingga akhirnya benar-benar berhenti di sebuah toko yang tampak tutup. Pria itu turun dari kuda yang ia tunggangu, lalu melangkah pelan memasuki toko tersebut. Pria itu tampak tenang membobol pintu toko yang telah terkunci rapat lalu memasukinya. Berbekal pencahaayan dari sinar bulan, pria itu nekat menyisir seluruh isi dalam toko. Mencoba mencari petunjuk apapun itu. Keadaan toko masih tampak begitu rapi. Seperti biasanya terlihat. Hanya beberapa debu menutupi bagian-bagian toko. Terlihat sekali, toko ini sudah cukup lama ditinggal pe

  • Sultan's scandal   Chapter 10 : bulan purnama

    Di malam yang sunyi, tampak seorang pria tengah bergelut dengan pedangnya. Ia tampak bergerak dengan indah seolah menari menggunakan pedang tajamnya di bawah cahaya bulan. Tidak ada yang menemaninya kecuali keheningan malam. Dia adalah Dastan Kazeem. Seorang sultan muda yang namanya tersohor di penjuru negeri. Entah apa yang merasuki pikiran pria tampan itu, sehingga di tengah malam seperti ini, alih-alih beristirahat ia malah berlatih dengan pedang kesayangannya. Gerakannya tampak begitu tenang, namun berbahaya. Begitu indah hingga membuat siapapun yang menatapnya menjadi terlena hingga tidak sadar jika pedang tersebut mungkin saja sudah menghunus ke dalam dadanya. Begitulah ciri khas seorang Dastan Kazeem. Walaupun tampak tenang di luar, namun sebenarnya pikiran Dastan sedang tidak baik-baik saja. Segala hal memenuhi pikiran pria itu. Hal tersebutlah yang menjadi penyebab kenapa ia lebih memilih melatih ilmu ped

  • Sultan's scandal   Chapter 11 : teh melati

    Cansu memperhatikan Emine yang tengah menuangkan teh ke dalam cangkirnya. Wanita paruh baya itu kemudian memberikan secangkir teh itu padanya. "Silahkan, Nona. Secangkir teh melati akan membuat anda merasa tenang."ucap Emine seraya menyodorkan cangkir itu pada Cansu. Cansu diam saja. Ia menatap secangkir teh yang berada di hadapannya itu tanpa memberikan respon apapun. Hal itu, sontak membuat Emine kebingungan. "Apakah nona tidak menyukai teh melati? Maafkan saya, jika begitu saya akan membawakan nona minuman yang lain."ucap Emine sedikit panik. Melihat respon Emine yang demikian, sontak membuat Cansu menggelengkan kepalanya cepat. Ia menghentikan Emine yang ingin pergi mengambil minuman yang baru. "Tidak, bukan seperti itu. Aku--- hanya tengah memikirkan sesuatu."cegah Cansu. Wanita itu mengambil secangkir teh ditangan Emine lalu meminumnya sedikit. &

  • Sultan's scandal   Chapter 12 : kecanggungan dan secangkir teh

    Dastan tengah berjalan menuju halaman belakang kastil bersama Gurmet. Sultan muda itu berniat untuk melihat kuda kesayangannya hari ini, sekaligus menungganginya. "Bagaimana Zaganos? Dia sudah diberi makan pagi ini?"tanya Dastan pada Gurmet. Gurmet menganggukkan kepalanya. "Sudah, Sultan. Ia sudah diberi makan seperti biasanya pagi ini,"jawabnya. Zaganos sendiri adalah nama kuda hitam kesayangan Dastan. Kuda itu adalah kuda yang selalu ia bawa ketika berperang maupun berburu. Zaganos memiliki tempat khusus di hati Dastan karena ia adalah hadiah terakhir dari Mahmud Pasha, guru Dastan sejak masih kecil yang telah wafat beberapa tahun yang lalu. Dastan menganggukkan kepalanya setelah mendengar jawaban dari Gurmet. Ia kemudian melanjutkan kembali langkahnya sembari membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan kerajaan. Namun, langkah pria tampan itu terhenti saat melihat

  • Sultan's scandal   Chapter 13 : kuda hitam

    "Karena aku berasal dari masa depan. Aku kemudian mengalami perjalanan lintas waktu dan berakhir di waktu yang sama denganmu." Dastan menaikkan sebelah alisnya. Ia menatap ke arah Cansu penuh tanya. Hal yang baru saja dikatakan oleh wanita itu benar-benar di luar dugaan Dastan. "Aku sedang tidak ingin bercanda, Nona Cansu," ujar Dastan yang masih mengira Cansu mengatakan sebuah lelucon pada dirinya. Cansu mengerutkan dahinya. "Aku juga tidak sedang bercanda, Yang Mulia," ucapnya. "Jadi, maksudmu kau serius mengatakannya? Mengatakan semua itu?" Cansu menganggukkan kepalanya. "Hmm, semua yang kukatakan telah kupikirkan matang-matang sebelum memberitahumu." Dastan tercengang. Ia sama sekali tidak menyangka bahwa wanita di depannya itu akan berkata demikian. Semua hal yang dikatakan oleh Cansu benar-benar tidak dapat diterima oleh akal sehat pr

  • Sultan's scandal   Chapter 14 : Terlihat berbeda

    "Sudah selesai?"tanya Cansu saat melihat Dastan yang berjalan mendekat ke arahnya. Pria itu tampak mengangguk sebagai jawaban atas pertanyaan Cansu. Dastan mengerutkan dahinya menatap ke arah Cansu yang tengah duduk di atas hamparan rumput tanpa menggunakan alas apapun. Wanita itu tampak menikmati posisinya di atas hamparan rumput yang tentu saja dapat mengotori gaunnya yang bewarna biru muda. "Apa yang sedang kau lakukan?"tanya Dastan. Cansu menengadahkan kepalanya agar bisa menatap langsung wajah Dastan yang saat ini sedang berdiri di hadapannya. Wanita itu mengerutkan dahinya bingung. Ia tidak paham dengan apa yang ditanyakan oleh sultan muda itu. "Aku tidak melakukan apapun," jawab Cansu seadanya. "Kau duduk begitu saja di sini tanpa menggunakan apapun sebagai alasmu. Kau tidak takut sesuatu akan mengotori gaun yang tengah kau kenakan?"tanya Dastan panjang lebar.

  • Sultan's scandal   Chapter 15 : Surat

    Cansu melangkahkan kakinya lebar-lebar di sepanjang koridor Kastil. Wanita cantik itu tengah dalam perjalanan menuju ke kamar pribadinya yang terletak di bagian sayap kanan kastil. Orang-orang yang tidak sengaja berpapasan dengannya menatap Cansu aneh. Wajah wanita itu merah bak kepiting rebus. Ditambah lagi dengan jalannya yang cepat seperti tengah dikejar oleh sesuatu. Namun, untungnya Cansu tetap membalas sapaan orang-orang yang bertemu dengannya meski hanya dengan anggukan kepala. Langkah wanita itu melambat saat ia mencapai pintu kamarnya. Dengan segera wanita itu membuka pintu tersebut lalu menutupnya dengan keras. Ia lalu menyandarkan punggungnya pada pintu seraya menarik napas dengan panjang. Cansu mendudukkan dirinya yang masih bersandar pada pintu. Wanita itu memegang dadanya. Ia berusaha merasakan detak jantungnya yang berdetak tidak karuan. Sangat kencang seakan ingin melompat dari tempatnya.

  • Sultan's scandal   Chapter 16 : Surat dari Gandhi

    Dastan tengah berdiam diri di atas sebuah kursi bertahtakan emas kesayangannya yang berada di dalam kamar pria itu. Matanya menatap tajam pada udara kosong di hadapan pria itu. Sultan muda itu mengisi kepalanya dengan beragam pikiran yang membuatnya merasa pusing. Banyak sekali pertanyaan yang menggema di dalam sana namun, tidak ada satupun yang ia ketahui apa jawabannya. Hal itu semakin membuat dirinya frustasi sekaligus penasaran dengan semua misteri yang tengah ia hadapi. "Karena aku berasal dari masa depan. Aku kemudian mengalami perjalanan lintas waktu dan berakhir di waktu yang sama denganmu." Dastan teringat dengan pernyataan mengejutkan yang keluar dari mulut Cansu saat dirinya bertemu dengannya di taman pagi tadi. Ia berusaha untuk menyangkal dan menganggap semua yang dikatakan wanita itu hanyalah candaan semata. Namun, saat Dastan menatap ke dalam mata Cansu, mencoba un

Bab terbaru

  • Sultan's scandal   Chapter 17 : jepit rambut kupu-kupu

    Emine tersenyum lebar seraya memandang ke arah pantulan bayangan Cansu yang berada di cermin di depan mereka. Wanita paruh baya itu merasa bangga sekaligus puas atas kerja kerasnya yang membuahkan hasil maksimal. Kini, ia dapat melihat sosok Cansu yang begitu cantik tengah duduk di depannya. Pertama kali, saat ia mendengar bahwa Cansu akan diajak makan malam bersama sultan Dastan, entah mengapa dirinya langsung bersemangat ingin mendandani wanita itu. Mungkin, karena menurutnya apa yang dilakukan Dastan pada Cansu tidaklah biasa. Tidak pernah ia lihat Sultan melakukan hal yang sama kepada wanita yang belum ia kenali sepenuhnya. Bahkan makan malam bersama dengan sang permaisuri kerajaan sangat jarang sekali pria itu lakukan. Emine merasakan ada sesuatu yang berbeda dalam diri Cansu yang mampu menarik perhatian dari seorang Dastan. Sultan berhati dingin dan juga kejam. Pria itu biasanya akan menghukum seseorang yang ia angga

  • Sultan's scandal   Chapter 16 : Surat dari Gandhi

    Dastan tengah berdiam diri di atas sebuah kursi bertahtakan emas kesayangannya yang berada di dalam kamar pria itu. Matanya menatap tajam pada udara kosong di hadapan pria itu. Sultan muda itu mengisi kepalanya dengan beragam pikiran yang membuatnya merasa pusing. Banyak sekali pertanyaan yang menggema di dalam sana namun, tidak ada satupun yang ia ketahui apa jawabannya. Hal itu semakin membuat dirinya frustasi sekaligus penasaran dengan semua misteri yang tengah ia hadapi. "Karena aku berasal dari masa depan. Aku kemudian mengalami perjalanan lintas waktu dan berakhir di waktu yang sama denganmu." Dastan teringat dengan pernyataan mengejutkan yang keluar dari mulut Cansu saat dirinya bertemu dengannya di taman pagi tadi. Ia berusaha untuk menyangkal dan menganggap semua yang dikatakan wanita itu hanyalah candaan semata. Namun, saat Dastan menatap ke dalam mata Cansu, mencoba un

  • Sultan's scandal   Chapter 15 : Surat

    Cansu melangkahkan kakinya lebar-lebar di sepanjang koridor Kastil. Wanita cantik itu tengah dalam perjalanan menuju ke kamar pribadinya yang terletak di bagian sayap kanan kastil. Orang-orang yang tidak sengaja berpapasan dengannya menatap Cansu aneh. Wajah wanita itu merah bak kepiting rebus. Ditambah lagi dengan jalannya yang cepat seperti tengah dikejar oleh sesuatu. Namun, untungnya Cansu tetap membalas sapaan orang-orang yang bertemu dengannya meski hanya dengan anggukan kepala. Langkah wanita itu melambat saat ia mencapai pintu kamarnya. Dengan segera wanita itu membuka pintu tersebut lalu menutupnya dengan keras. Ia lalu menyandarkan punggungnya pada pintu seraya menarik napas dengan panjang. Cansu mendudukkan dirinya yang masih bersandar pada pintu. Wanita itu memegang dadanya. Ia berusaha merasakan detak jantungnya yang berdetak tidak karuan. Sangat kencang seakan ingin melompat dari tempatnya.

  • Sultan's scandal   Chapter 14 : Terlihat berbeda

    "Sudah selesai?"tanya Cansu saat melihat Dastan yang berjalan mendekat ke arahnya. Pria itu tampak mengangguk sebagai jawaban atas pertanyaan Cansu. Dastan mengerutkan dahinya menatap ke arah Cansu yang tengah duduk di atas hamparan rumput tanpa menggunakan alas apapun. Wanita itu tampak menikmati posisinya di atas hamparan rumput yang tentu saja dapat mengotori gaunnya yang bewarna biru muda. "Apa yang sedang kau lakukan?"tanya Dastan. Cansu menengadahkan kepalanya agar bisa menatap langsung wajah Dastan yang saat ini sedang berdiri di hadapannya. Wanita itu mengerutkan dahinya bingung. Ia tidak paham dengan apa yang ditanyakan oleh sultan muda itu. "Aku tidak melakukan apapun," jawab Cansu seadanya. "Kau duduk begitu saja di sini tanpa menggunakan apapun sebagai alasmu. Kau tidak takut sesuatu akan mengotori gaun yang tengah kau kenakan?"tanya Dastan panjang lebar.

  • Sultan's scandal   Chapter 13 : kuda hitam

    "Karena aku berasal dari masa depan. Aku kemudian mengalami perjalanan lintas waktu dan berakhir di waktu yang sama denganmu." Dastan menaikkan sebelah alisnya. Ia menatap ke arah Cansu penuh tanya. Hal yang baru saja dikatakan oleh wanita itu benar-benar di luar dugaan Dastan. "Aku sedang tidak ingin bercanda, Nona Cansu," ujar Dastan yang masih mengira Cansu mengatakan sebuah lelucon pada dirinya. Cansu mengerutkan dahinya. "Aku juga tidak sedang bercanda, Yang Mulia," ucapnya. "Jadi, maksudmu kau serius mengatakannya? Mengatakan semua itu?" Cansu menganggukkan kepalanya. "Hmm, semua yang kukatakan telah kupikirkan matang-matang sebelum memberitahumu." Dastan tercengang. Ia sama sekali tidak menyangka bahwa wanita di depannya itu akan berkata demikian. Semua hal yang dikatakan oleh Cansu benar-benar tidak dapat diterima oleh akal sehat pr

  • Sultan's scandal   Chapter 12 : kecanggungan dan secangkir teh

    Dastan tengah berjalan menuju halaman belakang kastil bersama Gurmet. Sultan muda itu berniat untuk melihat kuda kesayangannya hari ini, sekaligus menungganginya. "Bagaimana Zaganos? Dia sudah diberi makan pagi ini?"tanya Dastan pada Gurmet. Gurmet menganggukkan kepalanya. "Sudah, Sultan. Ia sudah diberi makan seperti biasanya pagi ini,"jawabnya. Zaganos sendiri adalah nama kuda hitam kesayangan Dastan. Kuda itu adalah kuda yang selalu ia bawa ketika berperang maupun berburu. Zaganos memiliki tempat khusus di hati Dastan karena ia adalah hadiah terakhir dari Mahmud Pasha, guru Dastan sejak masih kecil yang telah wafat beberapa tahun yang lalu. Dastan menganggukkan kepalanya setelah mendengar jawaban dari Gurmet. Ia kemudian melanjutkan kembali langkahnya sembari membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan kerajaan. Namun, langkah pria tampan itu terhenti saat melihat

  • Sultan's scandal   Chapter 11 : teh melati

    Cansu memperhatikan Emine yang tengah menuangkan teh ke dalam cangkirnya. Wanita paruh baya itu kemudian memberikan secangkir teh itu padanya. "Silahkan, Nona. Secangkir teh melati akan membuat anda merasa tenang."ucap Emine seraya menyodorkan cangkir itu pada Cansu. Cansu diam saja. Ia menatap secangkir teh yang berada di hadapannya itu tanpa memberikan respon apapun. Hal itu, sontak membuat Emine kebingungan. "Apakah nona tidak menyukai teh melati? Maafkan saya, jika begitu saya akan membawakan nona minuman yang lain."ucap Emine sedikit panik. Melihat respon Emine yang demikian, sontak membuat Cansu menggelengkan kepalanya cepat. Ia menghentikan Emine yang ingin pergi mengambil minuman yang baru. "Tidak, bukan seperti itu. Aku--- hanya tengah memikirkan sesuatu."cegah Cansu. Wanita itu mengambil secangkir teh ditangan Emine lalu meminumnya sedikit. &

  • Sultan's scandal   Chapter 10 : bulan purnama

    Di malam yang sunyi, tampak seorang pria tengah bergelut dengan pedangnya. Ia tampak bergerak dengan indah seolah menari menggunakan pedang tajamnya di bawah cahaya bulan. Tidak ada yang menemaninya kecuali keheningan malam. Dia adalah Dastan Kazeem. Seorang sultan muda yang namanya tersohor di penjuru negeri. Entah apa yang merasuki pikiran pria tampan itu, sehingga di tengah malam seperti ini, alih-alih beristirahat ia malah berlatih dengan pedang kesayangannya. Gerakannya tampak begitu tenang, namun berbahaya. Begitu indah hingga membuat siapapun yang menatapnya menjadi terlena hingga tidak sadar jika pedang tersebut mungkin saja sudah menghunus ke dalam dadanya. Begitulah ciri khas seorang Dastan Kazeem. Walaupun tampak tenang di luar, namun sebenarnya pikiran Dastan sedang tidak baik-baik saja. Segala hal memenuhi pikiran pria itu. Hal tersebutlah yang menjadi penyebab kenapa ia lebih memilih melatih ilmu ped

  • Sultan's scandal   Chapter 9 : Mimpi

    Malam hari yang gelap. Ketika suasana sekitar telah tampak begitu sunyi. Ketika semua orang telah sibuk terlarut dalam mimpi, tampak seekor kuda melaju dengan kencang melintasi permukiman. Di atas kuda coklat tersebut terdapat seorang prajurit yang merupakan mata-mata kepercayaan Sultan Dastan. Ia tampak tenang melintasi kesunyian malam. Perlahan, langkah kaki kuda milai melambat hingga akhirnya benar-benar berhenti di sebuah toko yang tampak tutup. Pria itu turun dari kuda yang ia tunggangu, lalu melangkah pelan memasuki toko tersebut. Pria itu tampak tenang membobol pintu toko yang telah terkunci rapat lalu memasukinya. Berbekal pencahaayan dari sinar bulan, pria itu nekat menyisir seluruh isi dalam toko. Mencoba mencari petunjuk apapun itu. Keadaan toko masih tampak begitu rapi. Seperti biasanya terlihat. Hanya beberapa debu menutupi bagian-bagian toko. Terlihat sekali, toko ini sudah cukup lama ditinggal pe

DMCA.com Protection Status