"Kau sungguh ingin berangkat sayang?"
Lauren berbicara pada Clara sambil mengisi piring dengan nasi goreng lalu menyerahkannya pada suaminya.
"Mami.. Ini impianku. Amerika adalah negara yang ingin aku tuju.."
"Tapi kau bisa jalan-jalan di sana. Tak harus belajar kan?"
Clara menatap maminya dan Mark bergantian. Mark asik menyantap nasi goreng buatan maminya.
Dasar pria tak peka, rutuk Clara.
"Ra.. Di Indonesia saja yang sayang. Mami akan carikan kampus terbaik untukmu di sini.." Lauren masih berusaha membujuk sang anak.
Clara menghela nafas panjang. Ia meletakkan sandwich yang tadi dibuatkan maminya tersebut ke atas piring.
"Mam.. Dari dulu Clara udah cerita soal ini sama mami, dan mami setuju. Tapi kenapa sekarang mami seperti ini.."
Lauren tertunduk. Ia mendudukkan dirinya di kursi yang ada di sebelah Mark.
Akhirnya waktunya pun tiba. Hari ini Clara akan berangkat ke Amerika untuk memeruskan sekolahnya.Terlihat dengan jelas wajah kesedihan dari Lauren. Ia seolah tak rela melepaskan anak semata wayangnya untuk merantau ke negeri Paman Sam. Walaupun Clara di sana untuk belajar, namun ia masih belum bisa melepaskan sang anak.Namun dibalik sedihnya, ada sedikit kelegaan dalam hati Lauren. Pasalnya Mark juga ikut menemani Clara sang anak tiri. Ia senang Clara mau ditemani oleh daddy sambungnya tersebut.Jika nanti ia tak sibuk lagi, ia janji akan menyusul ke Amerika sana."Mami jangan sedih lagi.. Clara janji Clara akan hubungi mami sesering mungkin. Lagian di sana nanti juga ada Daddy. Clara janji nggak akan nakal.." ucap Clara mencoba menghibur maminya lagi.Lauren menatap Mark. Ia menatap Mark penuh harapan. Berharap Mark akan memperlakukan Clara seperti anak sendiri walaupun pada kenyataannya Mark belum pernah mempunyai anak."Aku berharap pad
"Silahkan masuk!" Mark membukakan pintu apartemen mewahnya untuk Clara.Mereka baru sampai di Amerika sekitar satu dua jam-an yang lalu. Mulai dari pengambilan barang sampai pulang ke Apartemen Mark, membutuhkan waktu yang tak sebentar.Alhasil Clara baru bisa menginjakkan kakinya di tempat megah tersebut saat matahari sudah lelah menyinari dan meminta bulan untuk menggantikan."Terima kasih.." balaa Clara santai.Ia masuk ke dalam. Jujur sebenarnya ia takjub dengan interior yang Mark pilih untuk di apartemennya.Seperti terlihat megah dan elegan.Dengan didominasi warna abu-abu tua dan juga putih. Serta sedikit warna hitam ditambah lampu-lampu kristal yang menerangi dengan indahnya."Tutup mulutmu. Kau terlihat seperti orang miskin. Setahuku di rumahmu di Indonesia, ini juga ada.." ucap Mark lalu berjalan mendahului Clara.Clara berdecak kesal.Ia berjalan mengikuti Mark."Kamarku di mana?" tany
Clara mengeluarkan sumpah serapahnya yang paling tajam saat ia kembali ke kamarnya.Semua mantra sialan itu ia peruntukkan untuk Mark, daddy tirinya yang sialnya sangat tampan.Mark sungguh gila. Pria sialan yang begitu mempesona namun berstatus sebagai daddy tirinya."Gila! Gila! Gila!""Mau berapa lama lagi gue di sini?""Ya Tuhan Clara, lo baru nyampe semalam dan lo nanya berapa lama lagi lo di sini..!!!""Lo nggak boleh gini Clara.""Lo harus cari pacar secepatnya..""Kalau perlu yang lebih tampan dari pria itu.."Clara menatap pintu kamarnya penuh emosi. Ia yakin Mark sedang tertawa mengejeknya di luar sana.Dan tepat seperti perkiraan Clara, Mark memang tengah menertawakan anak tirinya itu.Ia merasa geli melihat tingkah Clara yang seperti menolak namun sebenarnya mau.Ia pikir setelah ini akan jadi menyenangkan untuk Dirinya. Ia akan lebih sering menggoda Clara.Paling tidak...B
Mark memberhentikan mobilnya di depan sebuah gerbang kampus.Ia baru saja sampai di tempat Clara hendak kuliah. Setelah pemikiran yang begitu panjang, Clara akhirnya memutuskan untuk memasuki perkuliahan jurusan memasak.Ia ingin menjadi seorang koki handal dan membangun sebuah restoran. Apalagi Mark yang menawarkan beasiswa padanya. Tentu saja dengan senang hati ia menerimanya.Dan sekarang, Clara sudah berhasil masuk ke sebuah sekolah khusus memasak. Satu tekatnya, ia tak akan sia-siakan kesempatan tersebut.Satu langkah lagi mimpinya akan menjadi kenyataan.Dan untuk cari aman, ia harus menuruti apa yang daddy nya ini katakan. Setidaknya pria ini tak akan melapor pada maminya dan memaksanya untuk kembali ke Indonesia.Ia cinta negara kelahirannya. Ia suka negara Indonesia, namun ada hal yang harus ia kejar di sini. Bukannya di negaranya sendiri tak ada sekolah khusus me
"Da...daddy..?" Clara menghampiri Mark dengan sedikit gugup."Kau kenapa? Apa yang terjadi? Kenapa ini berserakan?"Clara menatap Harry cemas."Clara tak sengaja menabrak temanku yang sedang membawa itu.." Harry memberikan keterangan sambil menunjuk pecahan di lantai serta beberapa bahan yang ikut berserakan.Mark menatap Clara dengan tatapan yang sulit orang pahami namun Clara mengerti arti tatapan itu.Mati lo Clara. Ucap Clara dalam hati."Da..daddy, aku tak sengaja. Aku..""Nicole, aku minta maaf atas kekacauan ini.." Mark menatap Nicole yang juga menatapnya.Nicole lalu menatap Clara yang ketakutan."Tak apa Mark. Biar aku atasi.." jawab Nicole.Mark mengangguk. Ia lalu menatap Clara, "kita pulang. Dua hari lagi kau baru bisa masuk di sini.." ucap Mark.Clara hanya menunduk lalu menga
Malam Ini Suasana di apartemen Mark belum stabil seperti biasanya. Karena sejak pulang dari kampus tadi, baik Clara maupun Mark sama-sama memilih untuk masuk ke dalam kamar masing-masing.Kalian tahu? betapa kesalnya Clara karena sifat Mark yang terlalu diktator padanya.Mungkin sebenarnya maksud Daddy pada dirinya itu baik, yaitu untuk menjaganya. tapi jangan terlalu berlebihan karena Ia tak pernah menyukai orang yang melarang dirinya untuk berteman dengan siapapun.Ditambah lagi maminya sendiri juga mendukung dirinya untuk mencari teman sebanyak-banyaknya di sini.setidaknya jika nanti ia tersesat di sini, teman-temannya bisa membantunya.Ya walaupun sebenarnya Mark juga bisa melakukan itu. Dan tentu saja jika ia menelepon dalam keadaan tersesat sudah pasti Ayah tirinya itu akan mencarinya.secara Ia tahu Mark banyak memiliki anak buah yang bisa ia perintah.Namun Entah kenapa, kejadian tadi Berhasil membuatn
Pagi yang cerah di ibukota Jakarta.*****"Lauren!!" suara teriakan seseorang berhasil mengagetkan Lauren yang saat itu sedang bermenung.Wanita itu langsung melirik ke arah si pemilik suara.Tika lah pemiliknya. Wanita super lajang bersuara cempreng namun cantik. Tika bukannya tak ada yang mau, wanita itu hanya malas menjalin hubungan terikat, alhasil ia lebih memilih berkencan satu malam jika ia sedang ingin memuaskan diri.Murahan memang. Tapi Tika tak pernah kesal jika Lauren mengatainya murahan. Karena ia sendiri juga seperti itu.Lihat saja contohnya...Belum sah Mark menjadi suaminya, ia sudah bercinta panas dengan Mark.Karena itu, kata 'murahan' tak terlalu tabu lagi untuk mereka.Tika sampai di hadapan Lauren. Ia menatap wajah Lauren yang nampak sedikit tak terawat."Lo kenapa?" tanya Tika khawatir.Lauren menghela nafas panjang, "Gue kangen mereka.." gumam Lauren.Tika ta
Musim dingin belum mencapai puncaknya, namun hawa dingin menusuk tulang sudah sangat terasa oleh Clara.Ia merapatkan jaket tebalnya semakin erat. Walaupun ia sudah mengenakan hot pack di tubuhnya, semua tetap terasa dingin.Mungkin karena ia belum terlalu banyak bergerak. Pasalnya ia baru saja keluar rumah.Hot pack akan terasa panas apa bila pemakainya sudah banyak bergerak. Karena itu hot pack miliknya belum terasa panas karena memang ia baru saja mengenakannya dan ia belum terlalu lama bergerak.Clara menatap ke belakang. Mark belum juga keluar dari pintu utama Apartemen. padahal ini hari pertamanya masuk kuliah.Ia meraih ponselnya lalu mencoba menghubungi Mark.Tak terlalu lama nada dering menemani, suara Mark langsung terdengar."Aku terlambat!" ucap Clara cepat dan kembali mematikan ponselnya."Kau bisa menelpon dengan baik?" suara tebal Mark mengintrupsi di belakang Clara.Clara terkejut
"Saya sudah menebak hal ini sebelum kau menikahi Clara, Tuan Mark." Indra menyandarkan tubuhnya di sofa ruang tamu rumahnya.Di hadapannya, kini sudah ada Mark yang sudah datang sejak setengah jam yang lalu. Sebenarnya ini sudah ke lima kalinya Mark mencari Clara, namun tak bisa pria itu temui."Dan kau masih belum menyerah untuk meminta putriku kembali? Aku yakin kau pria bermartabat dan berprinsip. Karena prinsip mu itulah kau lebih mempertahankan mantan kekasihmu itu ketimbang putriku yang jelas-jelas adalah istrimu. Kau masih mencintai mantan kekasihmu itu.""Jangan asal bicara. Kau tak tahu isi hatiku." ucap Mark membela diri.Indra tertawa cukup renyah, "Kalau kau serius dengan putriku, kau tak akan membuangnya. Dan sekarang, setelah kau buang--""Aku tak membuangnya. Dia pergi dariku.""Dan kau pikir, dia pergi karena ulahnya?" Indra menatap Mark sinis, "Itu karena ulahmu, tuan Mark. Kau membuat keraguanku semakin jelas. Bahkan saat kau meminta Clara padaku untuk kau nikahi, di
PLAK! Lagi-lagi, sebuah tamparan kembali mendarat di wajah Clara dan kali ini si pemilik tangan adalah Jessie. Clara tersenyum tepatnya senyum iblisnya. Ia menatap Jessie, "Hanya segitu kekuatanmu? Itu masih kecil bagiku Jessie. Tamparan Suamiku padaku jauh lebih sakit dari ini." Clara melirik Mark yang juga sedang menatapnya, "Betulkan? Suamiku?"Mark yang ditanya seperti itu hanya bisa terdiam. Ia merasa bersalah.Clara kembali meluruskan tubuhnya dan menatap Jessie."Ada yang perlu kau jelaskan, Jessie?" tanya Clara dengan santainya.Jessie bergetar karena marah. "Kau si brengsek kecil.""Hahaha. Kenapa aku lagi. Sudah kukatakan kaulah yang si brengsek itu. Kau pembunuh Jessie.""Apa buktinya jika aku seperti yang kau katakan?" tantang Jessie.Clara tersenyum miring. Ia kembali mengenakan pakaiannya dan langsung membuka pintu. Di depan pintu sudah ada Daisy yang menguping sedari tadi.Tanpa permisi, Clara menarik Daisy masuk ke dalam."Dia. Dia bukti hidup.""Daisy?" sahut Mark."
Mark dan Jun masih saling tatap. Bahkan leraian dari Clara tak bisa menghentikan aksi keduanya.Sedangkan Harry, pria itu justru merasa Jun sangat jantan. Sepertinya Jun memikirkan tentang ucapannya kemarin. Clara meminta bantuan Harry namun Harry hanya diam seolah tak peduli."Kau berniat merebut Clara dariku?" tanya Mark tenang. Jun langsung tertawa kecil. Tawa yang seperti sedang meremehkan Mark. "Apa aku terlihat sedang memainkan guyonan? Kenapa kau tertawa?" tanya Mark yang mulai terpancing emosi.Kini tawa Jun mulai terdengar. Ia memukul-mukul pelan meja dengan kuku tangannya."Tuan Mark, kenapa kau gugup? Kenapa kau terlihat cemas? Kau sungguh menyangka aku akan mengambil istrimu?" Mark terdiam, "Dari wajahmu ,kau yang terlihat gugup. Kau cemas jika Clara akan berpaling darimu dan mengejarku. Cih! Kau sangat lucu."Wajah Mark mendadak memerah. Entah karena malu atau karena Marah.Mark meraih pergelangan tangan Clara dan menarik Clara untuk berdiri, "Kita pergi!" perintah Mar
"Sepertinya ada sesuatu dengan Clara. Apa dia sedang bermasalah dengan suaminya?" tanya Harry pada Jun sembari memutar-mutar ponselnya dengan tangan kanan. Jun tak menjawab. pria itu hanya mengangkat bahunya pertanda ia tak tahu. ia tak bisa ikut campur dalam urusan rumah tangga Clara. Karena itu bukanlah urusannya."Kau yakin tak ingin mencari tahunya Jun? aku yakin kau juga penasaran." goda Harry pada Jun.Jun meletakkan minuman dingin yang tadi ia pegang ke atas meja. "walaupun aku penasaran, aku tak mungkin ikut campur dalam urusan rumah tangga mereka. Aku tak ingin Mark mengamuk padaku lantaran aku mendekati istrinya." jawab Jun yang sebenarnya masuk dalam logika. Namun selogika apapun isi kepala Jun, isi kepala Harry Justru lebih menantang. Ia tak suka dengan Jun yang langsung menerima begitu saja. seharusnya Jun mencari tahu terlebih dahulu Apa yang sebenarnya terjadi pada Clara. "Kau sungguh tak ingin mencari tahu Jun?" lagi-lagi Jun menggeleng.Harry seketika berdecak kesa
Suara kretek dari tulang-tulang yang diluruskan terdengar. Sumber suaranya berasal dari Mark yang baru saja bangun dari tidur lelahnya di sofa ruang TV rumahnya.Semalaman tidur di sofa, membuat tubuhnya terasa sakit semua. Bagaimana tidak, sofa itu terlalu kecil untuk tubuh tingginya. Apalagi Ia yang tak menggunakan selimut sehelaipun membuat rasa dingin saat malam hari menusuk ke tulangnya, yang membuat pagi ini tulangnya terasa ngilu. Mark kembali meregangkan tubuhnya secara perlahan. Mark merasakan tubuhnya kembali segar. Dia berdiri dari duduknya lalu berjalan menuju Kamar tidurnya bersama Clara.Baru kali ini ia tak tidur sekamar dengan Clara dan rasanya cukup aneh di saat biasanya Ia tidur memeluk istri kecilnya tersebut, sekarang ia tak memeluk apa-apa, justru meringkuk kedinginan di ruang tv rumahnya sendiri. Tatapan Mark tak lepas dari pintu yang tertutup itu sampai langkahnya Terhenti Di depan kamar.Secara perlahan, ia meraih gagang pintu dan menariknya turun, lalu mendo
Suasana makan malam di kediaman Mark sungguh tak menyenangkan. Semua terasa tegang. Apalagi Clara yang tak bicara sepatah katapun membuat Mark menahan emosi."Ada yang ingin kau tanyakan padaku?" tanya Mark dengan nada dinginnya.Clara meletakkan sendok yang tadi ia pegang dan melipat dengan manis tangannya di atas meja.Ia berdehem sejenak lalu menatap Mark sembari tersenyum penuh makna."Harusnya aku yang bertanya padamu Mark. Apa ada hal yang ingin kau ceritakan padaku? Aku siap menunggu ceritamu." Mark menggertakkan giginya. Ia tak suka Claranya yang ia kenal manis berubah menjadi wanita seperti ini."Ada apa denganmu? Kau masih mempermasalahkan soal Jessie yang menelpon ku? Atau kau mempermasalahkan Jessie yang datang ke kantorku? Kau mengira aku selingkuh?" Clara tertawa dalam hatinya. Ia merasa saat ini Mark seperti sedang membuka aibnya sendiri. Clara menyenderkan tubuhnya di sandaran kursi. Ia menatap Mark tenang, "Aku tak menuduhmu seperti itu. Kenapa kau sampai berpikir
"Ap-apa maksudmu?" Clara tertegun tak percaya.Setetes air mata mengalir dari mata Daisy. Sungguh, saat ini Clara seolah sedang melihat Daisy yang berbeda. Tidak seperti Daisy beberapa menit yang lalu."Da--Daisy?" panggilnya gugup.Daisy menghapus air matanya lalu fokus kembali menatap Clara."Jessie, wanita yang saat ini bersama Mark, wanita itu sudah membunuh kakakku. Dia pembunuh, aku membencinya Clara, dia sangat jahat."Clara semakin dibuat bingung. Daisy semakin terisak. Tak tahu harus berkata apa, akhirnya Clara hanya memberikan sebuah pelukan pada Daisy. Sebuah pelukan hangat yang ia harap bisa menenangkan gadis tersebut."Sssttt. Tenanglah. Aku tak tahu apa masalahmu, tapi jika kau mau, kau bisa ceritakan padaku." ucap Clara.Daisy melepaskan pelukan Clara padanya. Ia kembali menghapus air matanya."Maaf, aku tiba-tiba cengeng begini." Clara mengangguk lalu tersenyum, "It's Okay." balasnya."Sekitar lima tahun yang lalu, aku mempunyai seorang kakak perempuan yang hidup baha
Clara masih terdiam di tempatnya tadi berdiri saat ia bertemu dengan Jessie. Pernyataan Jessie membuat Clara cemas bukan main. Ia takut Jessie membongkar semuanya pada orang lain dan Mark menjadi dapat masalah.Namun, ada satu hal yang membuat Clara bingung, yaitu tentang ceritanya di masa lalu. dari mana Jessie bisa mengetahui hal itu? tak mungkin kalau Mark yang membongkar semuanya pada Jessie.Tapi yang ia tahu, hanya Mark yang mengetahui cerita tersebut. Lalu dari mana dan dari siapa Jessie mengetahuinya?.Asik berkelana dengan pikirannya sendiri, Clara pun dikagetkan oleh sebuah tepukan pelan di bahunya yang ternyata dilakukan oleh Mark sang suami."Sayang?" Sapa Mark pada Clara.Clara yang baru saja tersadar dari lamunannya, seketika menatap suaminya itu dengan tatapan kosong."Mark?" panggilnya pelan.Mark mengangguk, "iya ini aku Clara. Kau baik-baik saja? Apa yang kau lakukan di sini?" tanyanya sambil menyentuh wajah sang istri.Clara mengangguk pelan, "aku baik-baik saja. A
"Aku menghubungimu semalam." Jessie membuka pembicaraan saat ia sedang duduk santai di sofa ruang kerja Mark.Mendengar itu, Mark yang tadi fokus dengan pekerjaannya seketika menghentikan kegiatan itu."Kau apa?" tanya Mark."Semalam aku menghubungi ponselmu dan yang mengangkat adalah istrimu." ucap Jessie santai saat mengulang kalimatnya tadi.Mark menatap Jessie marah. Ia berdiri dari duduknya dan langsung menghampiri Jessie. "Sudah kukatakan padamu jangan menghubungiku lebih dulu!" bentak Mark membuat Jessie terkejut."Kau membentakku karena ini?""Kau keras kepala Jessie! Aku sudah peringatkan!""Mark! Kau tak tahu betapa aku rindu?"Mark berdecih, "Rindu? Kau bilang rindu? Kau merusak semuanya. Sekarang, sekarang Clara sudah tahu hubungan kita, dia pasti akan curiga." Mark mengusap wajahnya kasar. Ia tak tahu apa yang setelah ini akan terjadi. Pantas saja Clara pagi tadi bersikap aneh dengannya. Jessie berdiri dari duduknya dan berjalan mendekati Mark sembari tersenyum licik. I