“Jadi, Mama yang sudah membuat Juna kecelakaan?” tembak Airish langsung. “Apa Mama bekerja sama dengan Rama?”“Tidak penting bagi Mama menjawab pertanyaan kamu. Satu hal yang pasti, kalau kamu masih berani dekat-dekat dengan Juna, maka kamu akan menyesalinya di kemudian hari!” ancam Elena.Mata Airish berkaca-kaca. “Mama sangat licik!” celetuknya. “Apa Mama tahu kenapa aku enggak mau melanjutkam hubungan dengan Rama? Apa Mama tahu kalau Rama sudah memiliki kekasih baru? Apa Mama tahu bahwa Rama adalah pria yang sangat brengsek?”“Mama sangat kenal dengan Rama. Dia adalah laki-laki yang baik, mapan, mandiri dan sangat bertanggung jawab. Tidak mungkin dia punya kekasih, sedangkan dia terobsesi ingin menikah dengan kamu, Airish,” jawab Elena untuk semua kalimat tanya yang Airish ajukan.“Mama benar-benar dibutakan dengan harta! Padahal Mama mengenal Rama enggak lebih lama daripada aku,” ucap Airish.“Semua pilihan kembali lagi ke kamu. Intinya, Mama tidak sudi punya menantu seperti Juna y
Juna mengobrol dengan Elvian di ruang tamu. Pria yang belum lama menikah dengan kekasih hatinya itu mengeluarkan sebuah map dari saku jas yang dipakainya.“Itu apa?” tanya Juna penasaran.“Surat pemutusan kontrak.”Alis Juna bertautan. “Maksudnya?”“Si Singa Betina itu mau mengakhiri kerja sama denganmu,” jawab Elvian—lebih tepatnya sedang menjelaskan secara lebih detail. “Terkejut? Aku pun sama, Bung! Aku kira, Airish enggak akan pernah mengakhiri hubungan denganmu.”Penjelasan Elvian membuat Juna terbelalak kaget. Apa salahnya, sehingga Airish tiba-tiba memutus hubungan kontrak tanpa bicara dulu padanya? Padahal, selama ini Airish seringkali bersikap seakan-akan gadis itu tidak mau lepas dari kisah asmara mereka.“Sebenarnya apa yang terjadi? Belakangan ini, dia juga enggak pernah menghubungiku, bahkan telepon dan pesan dariku selalu diabaikan. Apa mungkin aku punya salah? Atau ada sikapku yang enggak sengaja bikin dia sakit hati?”Elvian menyipitkan mata. “Kalau kamu bertanya padaku
Kini sudah ada Airish, Juna, Kiran dan juga Demian. Mereka sempat mengobrol ringan di ruang tamu, menceritakan betapa lugu dan menggemaskannya Airish ketika kecil dulu. Sampai akhirnya, suasana berubah kondusif saat Juna menyatakan keseriusannya yang ingin meminang Airish.“Apa kamu sudah memikirkannya dengan matang, Nak?” tanya Demian. Sebagai seorang ayah, ia tentu tidak ingin putrinya menikah dengan orang yang salah.“Sangat matang, Om. Saya mencintai Airish dengan perasaan yang bukan main-main. Saya memang enggak menjanjikan kebahagiaan pada Airish, tapi ... dengan berada di sisi saya, Airish saya pastikan akan baik-baik saja. Meskipun sekarang saya belum menjadi apa-apa dan bukan siapa-siapa, tapi saya enggak akan berhenti untuk terus berjuang. Dan ... saya berharap sekali Airish mau menemani saya hingga titik kesuksesan itu datang, Om.” Juna mengatakan kalimat tersebut tanpa keraguan.Airish tersenyum diam-diam. Hatinya meleleh mendengar ucapan Juna yang sangat dalam. Begitu pula
Elena berniat mencari Airish dan menyuruhnya pulang. Namun, kebetulan sekali gadis itu sudah berdiri di depan pintu—bersama Juna di sisinya—saat Elena baru saja membuka pintu utama.Akhirnya, Elena menyuruh kedua manusia itu masuk. Duduk di ruang tamu, memulai obrolan dengan sedikit basa-basi. Setelah itu, Elena pun menyampaikan permintaan maafnya.Kepada Airish yang selalu ia batasi hingga tak memiliki kebebasan untuk memilih, juga kepada Juna yang waktu itu pernah ia celakai dengan sengaja.“Enggak apa-apa, Tante. Justru saya senang sekali karena sekarang Tante sudah bisa menerima saya,” ucap Juna, menanggapi dengan sabar. Sangat sabar. Mungkin jika hal ini terjadi pada orang lain, Elena tidak akan mendapatkan pintu maaf semudah itu.“Terima kasih sudah mau memaafkan Tante,” balas Elena sedikit terharu. Bola matanya kini mengarah pada Airish. “Apa kamu juga mau memaafkan Mama, Rish? Ternyata selama ini Mama sudah salah menilai Rama. Dia sangat licik dan manipulatif. Mama menyesal kar
Lima tahun kemudian ....Di atas kasur, Airish yang memakai pakaian tidur itu tampak sedang menonton video di YouTube. Di berandanya dia melihat salah satu video orang kerasukan jin. Itu cukup menarik perhatiannya.Sementara itu, Juna yang baru selesai mandi pun akhirnya keluar dari dalam kamar mandi setelah menghabiskan waktu sekitar dua puluh menit.Juna hanya mengenakan celana boxer, sedangkan dada bidangnya yang ditumbuhi bulu-bulu halus itu terekspose dengan jelas. Rambutnya yang basah karena habis keramas itu dia keringkan menggunakan handuk kecil yang tersampir di lehernya.Melihat istrinya begitu fokus menonton video, Juna tersenyum geli seketika. Airish semakin cantik saat memasang wajah serius seperti itu. Membuatnya semakin jatuh cinta, tanpa pernah merasa bosan walau hanya sekali.Airish mendongak saat menyadari bahwa Juna sedang memperhatikannya. Lalu, sebuah toples berisi keripik pedas dia angkat menggunakan satu tangan. "Mau?" tanyanya menawarkan.Juna menggeleng. Masih
Airish: [Sayang, aku mau nyari kado dulu ya sama Lea, buat jengukin Mbak Nana yang abis lahiran.]Pesan itu Airish kirimkan beberapa menit yang lalu, sebelum dirinya pergi meninggalkan rumah bersama Lea yang menjemputnya dengan mobil.Nana merupakan sepupu Airish yang baru saja melahirkan bayi laki-laki sekitar satu minggu yang lalu.Sekarang Airish sudah berada di sebuah toko perlengkapan bayi yang terletak di Jakarta Pusat."Menurutmu, bagusan warna biru atau pink?" tanya Airish seraya memperlihatkan gendongan hip seat di tangan kanan dan kirinya kepada Lea."Selama kamu punya duit, dua-duanya bagus." Lea menjawab dengan malas. Sebab, dia tahu betul, Airish itu tipe orang yang plin-plan dan keras kepala. Kalau dijawab A, Airish malah lebih suka B. Kalau dijawab B, Airish malah berbalik ragu. Maka keputusan yang paling aman bagi Lea adalah tidak memilih salah satunya. Daripada pusing, Shay!"Tau nggak, kenapa aku minta dianterin beli kado sama kamu? Supaya kamu bisa bantu aku milihin
Diam-diam Airish tersenyum. Ayahnya, walaupun sudah tidak bisa dikatakan muda lagi, tapi cinta untuk Kiran tak pernah ikut menua. Demian mencintai Kiran setulus hatinya. Dan Airish harap, Juna juga bisa mencintainya setulus itu. Sampai nanti. Sampai maut memisahkan."Rish, kamu merhatiin cowok-cowok yang kumpul di meja sebelah kita nggak, sih?" Lea bicara dengan nada berbisik. "Kayaknya dari tadi kita diliatin sama mereka, deh."Airish mengernyitkan alis, kemudian melirik ke arah meja yang Lea maksud. Di mana, tepat di sebelah kanan mereka, ada sekumpulan laki-laki yang—bukannya menghabiskan makanan—malah sibuk main UNO!"Jangan diliatin juga! Nanti mereka tau kalo kita lagi ghibahin mereka, Ceu!" Lea memukul lengan Airish."Kamu ... make up kamu ketebelan, kali? Makanya dia merhatiin ke sini mulu," ucap Airish menebak-nebak.Lea segera mengambil cermin di dalam tasnya. Aduh ... repot banget, deh! "Diperhatiin brondong kita, Ceu," ujarnya seraya memandang cermin.Airish berdecak. "Itu
Juna mengerutkan dahi saat membaca pesan yang dikirim oleh Airish, membuat sekelumit rasa khawatir muncul di dadanya tiba-tiba. Dia segera menelepon Airish di sela break syuting."Halo, Sayang?" Terdengar suara Airish menyapa di seberang sana. Membuat rasa kantuk Juna seketika hilang."Udah beli kadonya, Honey?""Udah. Ini juga aku sama Lea udah di jalan, kok. Kenapa?""Langsung pulang ke rumah atau ke tempat Mbak Nana?""Mau ke tempat Mbak Nana, sih. Mumpung Lea libur.""Ke rumah Mbak Nana sama aku aja nanti, Honey. Jangan sama Lea.""Kenapa? Kan, biar sekalian.""Apa kata Mbak Nana nanti kalau kamu nggak pergi sama aku? Di sana juga banyak saudara Papa, kan? Aku nggak mau sampe dikira suami yang nggak bertanggung jawab.""Sayang, kamu 'kan masih syuting. Nggak pa-pa, kok, mereka juga bakal ngertiin.""No, Honey. Please, hear me!""Hm ... ya udah kalau gitu. Aku nunggu kamu pulang syuting aja.""Nah, gitu dong!" Juna tersenyum simpul meskipun Airish tidak bisa melihatnya secara langs
Hari ini Airish mendatangi rumah Alan untuk meminta tanda tangan pria itu di surat cerai. Ia tidak hanya sendirian, melainkan diantar oleh Juna. Meskipun Airish mengatakan dia bisa pergi sendiri dan menyelesaikan masalahnya dengan Alan secara empat mata, tetapi Juna bersikukuh ingin ikut.“Memangnya kamu tahu apa yang akan Alan lakukan kalau enggak ada aku? Gimana kalau nanti dia berani meluk-meluk atau nyium kamu kayak waktu itu? Kalau ada aku, nanti aku bisa ngehajar muka dia sampe bonyok. Biar kapok!” ucap Juna ketika Airish bicara bahwa dirinya tidak perlu diantar.Dan di sinilah mereka sekarang. Berdiri di depan pintu rumah Alan sambil menekan tombol bel beberapa kali. Menunggu sang empunya rumah membukakan pintu untuk mereka.CKLEK!Pintu terbuka. Menampilkan sosok Alan yang memandang sinis kedatangan Airish bersama Juna. Alan terlihat tidak suka dengan kehadiran Juna di samping Airish—yang selama ini selalu ia panggil dengan nama Reina.“Aku mau minta tanda tangan kamu. Kita re
“Sebenarnya ada apa, sih, Jun? Tumben banget kamu ngajakin kita kumpul kayak gini?” tanya Demian dengan ekspresi penasaran.Juna tersenyum simpul membalas pertanyaan ayah mertuanya tersebut. Ia menyapukan bola mata ke sekeliling, melihat bagaimana orang-orang itu tampak tidak sabar mendengar jawaban dari mulutnya.Selain Demian dan Juna di ruang makan, di sini juga sudah ada Elena, Diana, Kiran dan tentunya Shandy. Juna sengaja mengumpulkan mereka untuk memberi kejutan bahwa Airish sudah kembali, dan artis pendatang baru bernama Reina itu aslinya memang benar-benar Airish.“Aku punya satu kejutan buat kita semua,” ucap Juna dengan ekspresi misterius.“Kejutan apa, sih, Bang? Alay banget, deh. Langsung aja ke intinya napa,” cibir Aisyah, adik perempuan Juna yang telah beranjak dewasa.Juna menyuruh orang-orang itu menutup mata dan jangan mengintip. Meskipun penasraan, tapi mereka berusaha sabar. Mengikuti permintaan Juna untuk menutup mata menggunakan kedua telapak tangan.“Tunggu samp
Sebagai orang yang sudah sama-sama dewasa, Juna dan Airish memutuskan untuk membahas masalah mereka baik-baik dan dengan kepala dingin. Tidak lupa mengajak Kinan juga, karena perempuan itu juga terseret dalam masalah ini.Mereka telah berkumpul di ruang tengah. Juna, Airish dan Kinan. Sementara Shandy masuk ke kamarnya—tidak diperbolehkan oleh Juna untuk ikut campur permasalahan orang dewasa.“Karena Airish sudah terlanjur tahu, maka aku akan menyelesaikan semuanya sekarang.” Juna angkat bicara. Memandang dua wanita di sofa yang berseberangan dengannya.“Sebenarnya aku sama Kinan memang sudah lamaran, Rish,” ungkap pria itu apa adanya. “Itu jauh sebelum aku menemukan kamu kembali.”Airish mengerling, menahan sesak di dada karena kenyataan itu terlalu pahit baginya.“Tapi aku juga bilang sama Kinan, kalau aku enggak bisa meninggalkan kamu. Aku enggak bisa memilih satu di antara kalian.” Lagi, mulut Juna terbuka untuk mengatakan, “Memang aku sangat serakah dan egois, aku tahu. Tapi inil
Alan baru saja sampai di gerbang sekolah. Melihat beberapa orang yang berkerumun di depan sana, membuatnya bingung dan mengernyitkan alis. Kebanyakan dari mereka saling membawa kamera, tetapi ada juga yang membawa recorder. Ada yang memegang mic juga.Lalu seorang satpam yang sejak tadi menghalangi orang-orang itu agar tidak masuk ke gerbang sekolah, kini menatap ke arah mobil Alan dengan pandangan meminta bantuan. Alan membuka pintu mobil, keluar dari dalamnya lalu menghampiri karamaian.“Itu Pak Alan!” seru salah seorang wartawan.Lantas saja orang-orang itu berlari mendekati Alan. Mereka bercepat-cepat menyodorkan mic di depan wajah Alan. Sorotan kamera langsung mengarah padanya, bahkan ada beberapa yang mengabadikan fotonya. Mereka semua melontarkan kalimat tanya secara bersamaan, bertubi-tubi. Sangat ribut dan berisik. Alan bahkan sampai bingung harus menjawab yang mana dulu.“Pak Alan, apakah benar Anda akan segera bercerai dengan Reina?”“Kapan kalian resmi bercerai?”“Apa yang
Tapi laki-laki itu malah kembali memeluk Airish. “Aku tahu. Bukankah nggak ada salahnya kalau aku meluk kamu sebelum kita benar-benar resmi cerai?” tanyanya, yang membuat Airish memilih untuk menutup mulut. Apa yang Alan katakan memang benar. Mereka masih sah suami istri.“Shandy Basupati itu murid kamu, kan?” Airish membahas topik lain. Ia hanya malas saja jika teus-terusan membahas tentang hubungannya dengan Alan.Alan mengangguk, dan Airish bisa merasakan, karena sekarang Alan sudah meletakkan dagu di bahunya.”Dia anakmu?” tanya Alan. Meskipun sudah tahu bahwa jawabannya memang benar, namun Alan hanya ingin memastikannya saja.Lalu Airish tersenyum samar. “Iya,” sahutnya tanpa menyangkal. “Malam ini kamu tidur di kamar sebelah, ya? Aku enggak mau tidur berdua sama kamu,” tambahnya. Rasanya sangat risih jika harus tidur di samping pria yang bukan Juna.Alan menghela napas. “Baiklah.” Lebih baik ia mengalah daripada harus melihat Airish pergi.***Senyuman di bibirnya tertoreh setel
“Lalu siapa wanita yang akan kamu pilih di antara mereka?”Juna masih belum lepas memandang gitar di pangkuannya. Sesekali memetik senar dengan asal. “Dua-duanya,” sahutnya, membalas ucapan Kiki.Jawaban Juna membuat Kiki berdecih sinis. Tangannya terulur mengambil poci di atas meja, lalu menuang air putih ke dalam gelss. “Gimana bisa kamu milih dua-duanya? Lebih baik pilih salah satu dari mereka. Jangan sampai kamu nyakitin dua-duanya.” Itu hanya saran saja dari Kiki. Tapi semuanya kembali ke diri Juna sendiri.Juna mendengkus, menurunkan gitar dari pangkuan dan meletakkannya di samping meja. “Aku nggak tahu harus milih yang mana.” Kali ini ia menatap Kiki. Bingung.“Sebenarnya siapa yang kamu sayang?” tanya pria yang bekerja di kedainya tersebut, setelah meneguk setengah gelas air putih.Untuk membalas pertanyaan itu, Juna sama sekali tidak ragu untuk mengatakan, “Aku sayang sama Kinan.” Ia merasa sangat yakin atas jawabannya.“Kalau begitu, silakan ceraikan Airish. Kasihan dia kala
Alan mulai merenggangkan pelukan. Hingga akhirnya, ia benar-benar membebaskan Airish dari pelukan yang menjeratnya dengan cukup erat. Ia melangkah mundur, terlihat menjauhi kamar tersebut.Sambil mengusap air mata menggunakan punggung tangan, Alan berkata kepada Airish. “Kalau begitu, silahkan pergi! Aku nggak akan melarang kamu untuk meninggalkanku. Jika memang ini akhir dari semua yang telah kita lewati bersama, maka biarkan aku mengakhiri hidupku juga. Kamu boleh meninggalkan aku, dan aku akan meninggalkan duniaku. Karena bagiku … dunia ini sudah berakhir saat kamu memutuskan untuk nggak lagi berada di sisiku.”“Alan, apa yang mau kamu lakukan?” Airish mulai panik. Perasaannya tidak tenang ketika mendengar ucapan terakhir Alan.Alan menghentikan langkah di dekat balkon kamar. Kepalanya menunduk. Membiarkan air mata terus mengalir, lalu ia mulai menaiki balkon. Mungkin yang ada di pikirannya saat ini adalah; semuanya akan selesai setelah ia mati.“Jangan pedulikan aku lagi. Sekarang
Airish bermain-main dengan Shandy setelah mengganti pakaian yang basah kuyup akibat terguyur hujan tadi—saat ia berjalan menuju rumah ini tanpa payung ataupun mantel.Mereka menciptakan beberapa obrolan menarik untuk dibahas. Mulai dari kegiatan Shandy sehari-hari, hal apa yang disukai dan dibenci Shandy, makanan favorit Shandy, dan tak terkecuali cerita Shandy selama bersekolah.Dari cara penyampaian Shandy, Airish bisa menyimpulkan kalau buah hatinya itu memang merupakan anak yang sangat pintar.Bola mata Airish merangkak ke arah tembok tatkala Shandy memintanya untuk melihat sebuah kertas yang menempel di tembok. Anak itu berkata bahwa ia telah membuatkan puisi untuk ayahnya—yang tak lain adalah Juna. Dan ia juga mengatakan bahwa Juna menangis setelah membaca puisi buatannya.Airish merasa tidak asing lagi saat membaca puisi yang berjudul ‘Untukmu Ayah’ tersebut. Lalu sepenggal ingatan melintas di otaknya, membawanya pergi menghampiri percakapan singkat antara dirinya dengan Alan.
Airish membuka lebar kedua matanya. Sudah tidak lagi membungkam telinga. Napasnya tersengal. Ia merasa kalau pipinya dibasahi oleh cairan yang keluar dari pelupuk mata. Sambil menahan isakan, Airish memeluk lututnya dengan sekelumit perasaan yang bercampur aduk.“Juna .…” Lirihan itu terlontar dari bibir Airish. Memaksanya untuk merasakan kesesakan yang lebih dalam.Kenangan yang pernah hilang dan terlupakan kini sudah terkumpul kembali di dalam memori. Membuatnya mengingat sekumpulan masa lalu termanis selama mengenal Juna.Betapa bodohnya dia karena sudah melupakan keping-keping kenangan itu bertahun-tahun lamanya. Membuatnya terpenjara dalam sebuah kedustaan dari laki-laki yang mengaku sebagai orang terdekat di hidupnya.“Alan … kamu benar-benar jahat!” Airish memperlihatkan ekspresi benci saat membayangkan wajah Alan—sosok pria yang selama ini telah membohonginya dan menutupi kebenaran darinya.***Ketiga orang ini terlihat sedang bahagia dengan gelak tawa yang keluar dari mulutny