Warning!!! 21++
Mengandung adegan dewasa, harap bijak memilih bacaan!!Sesampainya di kamar, Randy tak langsung tidur, ia memilih masuk ke kamar mandi untuk mencuci mukanya. Sedangkan Dara duduk di sisi tempat tidur menunggu suaminya yang sedang di kamar mandi.
Randy keluar dari kamar mandi dengan wajah yang terlihat lebih segar, Dara duduk membelakangi pintu kamar mandi, saat ia tengah sibuk dengan pikirannya sendiri, tetiba ada tangan kekar yang memeluknya dari belakang."Apakah, kau menungguku?" Bisik Randy, tepat di telinga Dara. "Mas...." desis Dara, bulu kuduknya seakan meremang, saat merasakan hembusan napas Randy di telinganya.Randy menenggelamkan wajahnya di ceruk leher Dara dan memejamkan matanya. Sedangkan Dara, tubuhnya terasa panas dingin, jantungnya bedegup kencang."Mas, mas Randy..." desis Dara lagi."Emm, kenapa?" "Ayok! Tidur lagi!" Ajak Dara."Tidak, mau! Aku mau kamu, Dara!" Sahut Randy,Seusai shalat subuh, Dara kembali melanjutkan tidurnya. Sedangkan Randy turun ke dapur membuat kopi untuknya, tadi malam matanya hanya terpejam beberapa jam saja, jadi untuk menghilangkan rasa kantuknya, ia memutuskan untuk membuat kopi, Randy menyeduh segelas kopi, aroma harum kopi yang khas seketika tercium memenuhi rongga hidungnya. Randy duduk di kursi meja makan, dengan perlahan ia menyeruput kopi yang masih mengepulkan asap tersebut.saat sedang menikmati kopi buatannya, ia teringat Dara, yang tadi masih mengeluh sakit, dan ia pun berniat untuk membuatkan sarapan untuk istrinya itu.Randy membuatkan Dara nasi goreng beserta telur mata sapi dan segelas susu hangat.Randy membawa sepiring nasi goreng dan segelas susu hangat yang sudah di taruh di atas nampan ke dalam kamar. Di dalam kamar Dara masih meringkuk tidur sambil memeluk guling.Randy meletakan nampan yang ia bawa di atas meja bundar di samping ranjang, ia naik ke atas kasur, lalu memandangi wajah po
Dara dan Randy kini sedang menikmati makan siang mereka. Tadinya Dara ingin memasak makan siang untuk mereka berdua, tapi Randy melarangnya dan memilih untuk memesan makanan di luar saja. Mereka makan dalam diam, Dara masih kesal karena tadi Randy melarangnya untuk memasak. Padahalkan Dara hanya ingin belajar memasak, kalau pesan terus kapan dianya bisa masak, begitulah pikir Dara."Masih marah, hmm?" Tanya Randy, lalu meneguk segelas air putih."Gak." Sahut Dara, lalu ia bangkit dan merapikan piring kotor bekas mereka makan dan membawanya ke tempat pencucian piring."Hmm," gumam Randy, ia memperhatikan setiap gerakan Dara.Dara mencuci piring-piring kotor bekas mereka makan, sesuatu hal yang belum pernah ia lakukan selama ini. Randy menatap punggung Dara yang saat ini sedang membelakanginya. Dara menyabuni satu persatu piring-piring tersebut dengan hati-hati, takut jatuh karena licin.Randy mendekati Dara, "Sini aku bantu!" Tawar Randy, da
Dara meringis menerima tatapan tajam dari dua sahabatnya yang seakan meminta penjelasan darinya."Sebenarnya, gue udah nikah!" Kata Dara dengan suara pelan."Apa! Dasar loe ya, tega benar ama kita berdua, loe anggap apa kita berdua selama ini?" Ucap Sinta, sambil melototkan matanya ke arah Dara. Dara jadi serba salah jadinya."Ya udah, yuk, Nin. Kita pulang aja! Kita udah gak dianggap sahabat lagi sama dia." Ucap Sinta dengan menunjuk Dara, lalu ia menarik tangan Nina untuk keluar."Eh, dengarin gue dulu, dong!" Tahan, Dara."Dengarin apa lagi, sih. Jelas-jelas loe udah gak jujur sama kita, nikah diam-diam," Sinta sudah ingin melangkah keluar."Gue belum sempat kasih tau kalian, gue juga punya alasan kenapa belum kasih tahu kalian.""Sebaiknya kita dengarin penjelasan Dara, dulu, Sin!" Ucap Nina pada Sinta, dan akhirnya Sinta kembali duduk."Cepat jelaskan!" Seru Sinta."Sebenarnya aku dan suamiku menikah karena......" Dara pu
"Sayang!" Panggil Randy pada Dara yang sedang merias wajahnya di depan cermin. Saat ini Randy sedang berdiri di belakang Dara, lebih tepatnya ia memperhatikan setiap gerakan yang Dara lakukan."Hmm,""Kamu gak apakan, kalo berangkat kerjanya sendiri dulu?" Tanya Randy.Dara membalikan tubuhnya dan mnghadap ke arah Randy, "Gak apa, mas. Biasanya juga sendirikan! Emangnya mas Randy mau ke mana?""Tadi saya baru saja dapat kabar dari sekertaris saya, kalo hari ini saya harus ke kantor cabang yang ada di Surabaya, karena ada sedikit masalah di sana," jelas Randy."Kok mendadak banget sih, mas? Berapa lama mas di sana?" Randy tersenyum lalu merengkuh tubuh Dara ke dalam pelukannya."Emm, mungkin tiga hari, atau bisa jadi seminggu. Kenapa? Kamu takut kangen sama saya.""Ihh, ge'er, deh. Siapa juga yang kangen." Dara mencebikkan bibirnya."Tapi Saya yang bakalan kangen sama kamu," ujar Randy, dan sontak saja membuat wajah Dara merona.
Saat waktu jam pulang kantor, Sinta mengajak Dara untuk mampir ke Kafe sebentar, tapi Dara menolaknya dan beralasan ingin segera pulang ke rumah. Dara ingin segera cepat sampai rumah, karena tadi Randy berjanji akan menelponnya, jika Dara sudah sampai rumah.Sesampainya di rumah, Dara memasuki kamarnya dan bergegas untuk segera mandi. Selesai mandi Dara memakai baju terusan sebatas paha tanpa lengan dan berdada rendah, Dara juga merias wajahnya dengan make up natural.Dara mengambil ponselnya, dan mengirimkan pesan pada Randy bahwa saat ini dia sudah berada di rumah. Tak berapa lama setelah pesan yang Dara ketik sudah terkirim dan terbaca oleh Randy, ponselnya pun berdering menandakan ada panggilan masuk, Dara segera menerima dan mengeser tombol hijau pada ponselnya."Hallo, Assalamu'alaikum." Ucap Dara saat panggilan telpon sudah tersambung. Uh suara Dara kok? Terdengar sangat seksi ya, di telingga Randy. Bikin Randy jadi pengen cepat-cepat pulang aja rasanya
Sesampainya di rumah kedua orang tuanya, Dara turun dari taksi yang di tumpanginya dan melangkah berjalan menuju pintu rumah. Dara mengetok pintu dan mengucapkan salam."Assalamu'alaikum," kata Dara sambil mengetok pintu."Walaikumsalam," terdengar sahutan dari dalam, dan tak berapa lama pintu pun terbuka."Oalah, Non Dara. Mari masuk Non!" Kata Bik Sari, Asisten rumah tangga di kediaman orang tuanya."Iya, Bik. Terima kasih!" Ucap Dara, lalu ia pun berjalan masuk ke dalam rumah."Bunda sama Ayah, mana, bik?" "Ada Non, di belakang lagi kasih makan ikan di kolam," sahut bik Sari."Oh, ya udah. Dara ke belakang dulu kalo begitu." "Eh, ini Bik. Tolong bawa ke dapur ya," Dara memberikan dua kantong plastik yang berisi buah-buahan. Tadi di tengah jalan Dara mampir ke toko buah dulu sebentar, ia membeli beberapa macam buah yang sering di konsumsi orang tuanya."Iya, Non." Bik Sari mengambil kantong plastik tersebut dan segera membawanya ke da
Usai menyelesaikan sarapannya, Dara berniat kembali ke kamarnya."Yah, Bun, Dari balik ke kamar, ya!" Pamit Dara pada ayah dan bundanya."Ya, kok masuk kamar lagi?" Tanya Bunda"Dara ngantuk, Bun," sahut Dara"Kamu ini gimana, sih? Biasanya gak pernah begadang kok sekarang udah ngantuk aja.""Bunda kayak gak tahu aja, paling dia abis begadang telponan sama suaminya," timpal ayah.Boro-boro telponan, nomornya aja gak aktif, batin Dara."Udah ah, Dara ke kamar, ya!" Dara sudah akan berdiri dari duduknya, tetapi Bunda sudah bicara lagi."Kamu jangan di kamar terus dong, ikut bunda aja yuk ke arisan!" Dara memutar bola matanya, malas banget mesti ngumpul sama ibu-ibu teman arisan mamanya, pasti nanti ujung-ujungnya di sana dia bakal jadi bahan ghibah ibu-ibu arisan, mending dia tidur di rumah."Gak ah, Dara ngantuk, bye!" Dara langsung berjalan memasuki kamarnya dan tak menghiraukan panggilan bundanya. Mata Dara benar-benar mengan
Warning21+Harap bijak memilih bacaan!Mas Randy...," pekik Dara, lalu sedetik kemudian Dara menjerit histeris menangis."Huaa....""Hei, hei kenapa menangis? Ada yang sakit? Atau apa?" Tanya Randy kebingungan karena tiba-tiba istrinya menangis tanpa sebab."Huaa, mas Randy jahat...!" Teriak Dara, dan Randy semakin bertambah bingung apa salahnya, dan apa tadi, jahat?"Lho, saya salah apa?""Pokoknya mas Jahat...!" Ucap Dara, sambil mengusap air matanya, dan berjalan ke arah ranjang, dan Randy mengikuti langkah Dara."Sini, duduk dulu!" Randy menarik tangan Dara, dan menyuruh Dara agar duduk di sampingnya Dara menurut, tetapi wajahnya masih cemberut."Saya salah apa? Coba cerita!" Kata Randy, dengan nada lembut."Mas Randy jahat, kenapa nomornya mas Randy gak aktif, dan mas gak kasih kabar aku sama sekali, aku tuh khawatir sama mas," ucap Dara."Maaf! Sudah membuatmu khawatir ," Ucap Randy sambil t
Saat mobil melaju menuju rumah, suasana di dalamnya masih tenang. Baby Revan sudah tertidur nyenyak di pelukan Dara, mungkin kelelahan setelah imunisasi. Dara mengusap kepala bayi mereka dengan lembut, tatapannya penuh kasih sayang. Namun, di hatinya masih ada sedikit rasa cemas, meskipun imunisasi sudah selesai.Randy, yang sedang fokus mengemudi, sesekali melirik Dara dan Revan melalui kaca spion. “Kamu kelihatan masih tegang, Sayang. Apa yang kamu pikirkan?” tanya Randy, memecah keheningan.Dara menoleh, tersenyum lemah. "Aku masih memikirkan Revan. Takut dia demam nanti, atau rewel sepanjang malam," jawabnya jujur.Randy mengangguk, mengerti kekhawatiran istrinya. "Tenang saja. Kalau pun Revan demam, kita sudah siap obatnya. Lagi pula, aku di sini. Kita hadapi sama-sama, ya?" ucap Randy menenangkan.Dara menarik napas dalam, berusaha menenangkan pikirannya. “Iya, aku tahu. Cuma… aku selalu merasa khawatir kalau soal Revan. Dia anak pertama kita, Mas. Aku belum terbiasa,” ujarnya d
Pagi harinya, suasana rumah Randy dan Dara dipenuhi keceriaan. Sinar matahari menerobos tirai jendela, memberikan nuansa hangat di kamar mereka. Dara sedang menyiapkan keperluan Baby Revan untuk imunisasi hari ini. Di sisi lain, Randy tampak sedang berusaha menenangkan Revan yang rewel karena lapar."Mas, sudah siap? Revan sudah selesai mandi?" tanya Dara dari dalam kamar sambil memasukkan beberapa perlengkapan bayi ke dalam tas.Randy menoleh, menggoyang-goyangkan Revan yang berada di gendongannya. "Sudah, Sayang. Tapi dia sepertinya lapar lagi. Perlu disusui dulu, nih," jawab Randy dengan senyum sabar, lalu berjalan mendekati Dara yang sudah selesai merapikan barang-barang.Dara mengambil Revan dari pelukan Randy dengan lembut. "Iya, aku susui dulu sebentar ya. Setelah itu kita langsung berangkat," katanya, kemudian duduk di kursi dan mulai menyusui Revan.Randy berdiri di dekatnya, mengusap punggung Dara dengan lembut. "Ambil waktu saja, Sayang. Kita tidak perlu terburu-buru," ucap
Kehidupan di rumah Randy dan Dara kini berubah. Kelahiran bayi mereka, yang diberi nama Revan Aditya Pratama, membawa kegembiraan dan kesibukan yang belum pernah mereka rasakan sebelumnya. Kehadiran Revan benar-benar menjadi pusat dunia mereka, terutama bagi Dara yang kini menjalani peran baru sebagai seorang ibu.Pagi hari di rumah itu selalu dipenuhi dengan suara tangisan bayi. Dara terbangun lebih awal dari biasanya, menggendong Revan sambil menyusui. Matanya terlihat lelah, namun terpancar sinar kebahagiaan setiap kali melihat wajah mungil putranya.Randy juga tak kalah sibuk. Kini, sebelum berangkat kerja, ia rutin membantu Dara mempersiapkan segala kebutuhan bayi. Ia memastikan popok, baju, dan peralatan mandi Revan sudah siap. Meskipun pekerjaan di kantor semakin menumpuk, ia selalu menyempatkan diri untuk terlibat langsung dalam merawat anaknya.# Randy sedang menggendong Revan yang rewel karena sulit tidur. Ia berjalan mondar-mandir di ruang tamu sambil menggoyangkan badanny
Dua minggu berlalu sejak pertengkaran itu. Dara kini terlihat lebih ceria. Perutnya semakin membesar, dan ia merasakan bayi di dalam kandungannya semakin aktif. Setiap pagi, Randy tak pernah absen menemani istrinya berjalan-jalan keliling kompleks, meski kadang-kadang Dara terlihat lelah dan ingin tidur lebih lama. Namun, mereka tetap melakukannya demi kesehatan dan kelancaran proses kelahiran nanti.Pagi itu, Dara duduk di meja makan sambil menikmati sarapan bersama Bunda Ayu. Randy baru saja masuk ke dapur sambil mengenakan kemeja biru, siap berangkat ke kantor."Mas, nanti pulangnya cepat, ya," ucap Dara sambil menyuapkan roti ke mulutnya."Lho, emangnya kenapa?" tanya Randy sambil meraih segelas kopi."Aku mau ke dokter kandungan, kan ini udah bulan kesembilan. Kita harus periksa, mau tanya juga tentang proses lahirannya nanti," jawab Dara.Randy tersenyum. "Oh, iya, aku hampir lupa. Tenang aja, sayang, aku bakal pulang cepat, nanti kita langsung berangkat."Bunda Ayu yang duduk d
Dara berlari ke luar dari gedung kantor Randy. Saat ia akan menghentikan sebuah taksi yang lewat. Dari arah belakang Randy menarik tangannya."Lepas ….!" Teriak Dara, wajahnya terlihat merah."Tolong, jangan pergi, kamu sedang emosi! Beri aku waktu untuk menjelaskan semuanya!" Pinta Randy."Apa yang ingin kamu jelaskan? Aku sudah lihat dengan mata kepala aku sendiri perempuan murahan itu duduk di pangkuanku kamu, dan kamu sepertinya sangat menikmati," ucap Dara, ia mencoba menghempaskan tangan Randy yang masih menggenggam tangannya."Lepas ….!" pekik Dara saat Randy membawanya ke arah parkiran mobil, ia membuka pintunya dan menyuruh Dara untuk masuk."Gak, lepas, aku mau pulang sendiri!" Dara masih berusaha untuk melepaskan tangan suaminya dari lengannya.Randy yang sudah terlihat lelah dengan penolakan istrinya pun, memaksa Dara untuk segera masuk ke mobil. Apalagi terlihat beberapa karyawan melihat adegan drama rumah tangga tersebut. Ada yang berbisik-bisik dan juga ada yang menatap
Saat ini Randy tengah menatap istrinya yang sedang lahap memasukan satu persatu potongan buah mangga muda ke dalam mulutnya. Ia sendiri pun bergidik ngeri membayangkan rasa asam dari mangga tersebut."Enak?" tanya Randy."Hu'um, Mas mau?" tawar Dara, lalu Randy pun menggelengkan kepalanya dengan cepat."Gak, buat kamu aja!" sahut Randy sambil meringis."Yakin, gak mau? Ini enak lho, Mas!" "Gak, Sayang. Besok kamu pengen makan apalagi?" tanya Randy, seraya memeluk Dara dari belakang, lalu tangannya membelai lembut perut Dara yang kini sudah sedikit terlihat membuncit."Hmm, ya belum tau, Mas. Emangnya kenapa?" "Ya gapapa, biar Mas siap-siap aja nyariin apa yang kamu pengen," ucap Randy sambil terkekeh kecil."Oh, ya lihat aja besok!" "Kalo, emm, itu mau gak?" Bisik Randy di telinga Dara dengan nada menggoda. Tangan yang tadi membelai perut Dara pun kini sudah mulai naik merambat ke bagian dada istriny
Kini usia kandungan Dara sudah menginjak usia empat bulan. Randy membelai dan mengelus perut istrinya tersebut. Dokter kandungan pun mengatakan jika janin yang ada di dalam perut Dara kini sudah semakin kuat dan sehat.Saat usia kandungan Dara belum genap empat bulan, Randy belum berani menyentuh istrinya, karena kandungan Dara lemah, dan ia sendiri pun takut terjadi apa-apa dengan janin yang ada di kandungan Dara.Hingga kini usia kandungan istrinya sudah menginjak usia empat bulan, barulah Randy berani untuk menggauli istrinya tersebut."Mas kangen banget, udah lama kita gak begini," ucap Randy seraya mengecup bibir Dara dengan lembut."Hu'um," lirih Dara.Mereka baru saja selesai bercinta dan melepas rindu, setelah sekian lama menahan hasrat, akhirnya hari ini Randy kembali mendapatkan jatahnya."Mau mandi, apa mau lanjut lagi nih?" goda Randy, yang membuat wajah Dara menjadi bersemu merah."Mandiin," ucap Dara manja."Okay, tapi sekali lagi ya," Randy
Randy keluar dari kamar mandi dengan hanya menggunakan handuk yang dililitkan di pinggangnya, ia mengambil pakaian ganti yang tadi sudah disiapkan oleh Dara. Selesai menggunakan baju ia pun menghampiri istrinya yang tengah duduk di sofa sambil membaca novel. Randy duduk di samping Dara, "Sayang, tadi katanya mau kasih tau mas sesuatu," ucap Randy.Dara pun mengalihkan pandangannya pada Randy, kemudian menutup novel dan meletakkannya di atas meja. " Sini….!" kata Dara, ia menyuruh suaminya itu untuk duduk lebih dekat lagi."Hmm, kamu mau kasih tau apaan sih, Mas jadi penasaran," kini Randy sudah duduk mepet dengan tubuh Dara.Dara mengeluarkan sesuatu dari saku baju dan memberikannya pada Randy."Ini, … kamu hamil, Sayang?" pekik Randy, setelah ia melihat alat test kehamilan serta foto hasil USG yang di berikan oleh Dara tadi.Dara mengangguk seraya tersenyum ke arah Randy."Alhamdulillah, ya Allah. Terimakasi
Randy memarkirkan mobilnya di depan rumah, ia baru saja pulang dari kantor, lalu ia pun keluar dan berjalan masuk ke dalam rumah. Kini Randy dan Dara sudah kembali ke rumah mereka sendiri.Randy menaiki anak tangga sambil berlari, ia sudah tidak sabar ingin bertemu istri cantiknya. Sesampainya di lantai dua, dengan pelan ia membuka pintu kamar, kosong! Tetapi kemudian ia mendengar suara seseorang yang sedang muntah dari dalam kamar mandi. Randy pun bergegas menuju kamar mandi dan membuka pintunya, di sana terlihat Dara yang tengah berjongkok di depan wastafel dengan wajah yang nampak terlihat pucat."Sayang, kamu kenapa?" tanya Randy khawatir, ia pun mendekati istrinya tersebut dan langsung merangkul bahunya."Perut aku mual banget rasanya, Mas!" ucap Dara pelan, sambil melap mulutnya dengan punggung tangan. Tubuhnya terasa sangat lemas saat ini."Sekarang masih mual? Kita periksa ke dokter aja, yuk!" ajak Randy, ia sangat khawatir pada