SUARA SUAMIKU DI KAMAR PEMBANTUPART 39"Katakan, Sayang. Ada apa? Sepertinya kamu sedang kesal sekali?" "Gimana aku nggak kesel, tuh lihat mantan istrimu kirim pesan ke kamu. Dia mancing kamu pakai nama bayi itu! Siapa yang nggak kesel?!" Seketika perasaan Johan menjadi tak enak. Bergegas ia menarik tangannya dari wajah Mona. Selanjutnya, lelaki itu bergerak mendekat ke arah ranjang. Menaikinya agar bisa mengambil ponsel yang tergeletak di ujung sana. Perasaan Johan semakin tak karuan saat baru saja aplikasi terbuka, langsung terlibatlah sebuah pesan yang dikirim dari nomornya bercentang dua berwarna biru. [Dasar gila!]Begitulah bunyi pesan tersebut. Gegas, Johan membukanya. Dan, alangkah terkejutnya Johan saat membaca rentetan pesan yang dikirim oleh Mona melalui ponselnya. "Astaga, Mona!"Johan menghembuskan napas berat. Ia bergegas turun dari ranjang. Kali ini, emosi menghampiri diri lelaki itu. "Apa-apaan kamu kirim pesan macam ini ke Mika, ha?!" desis Johan. Ia merasa be
SUARA SUAMIKU DI KAMAR PEMBANTUPART 40Dua minggu telah berlalu, kehidupan Mika terasa begitu tenang tanpa gangguan dari lelaki bernama Johan. Ya, semenjak Mona mengirimkan pesan yang berisi hinaan, mereka tak lagi mengganggu ketenangannya. Dan, Mika tentu saja menikmatinya.Terik sinar matahari terasa menyengat di kulit beberapa orang lelaki berkulit coklat yang tengah membangun sebuah toko kecil di halaman depan rumah Mika. "Pak, diminum dulu es-nya," ucap Mika sembari meletakkan es jeruk yang telah ia buat."Iya, Bu," jawab mereka bertiga secara serempak. Mika hanya mengangguk, dan wanita itu memutar tubuh untuk kembali masuk ke dalam rumah. Mengingat seorang bayi mungil yang ia tinggalkan di kamar seorang diri. Saat Mika baru saja melewati pintu rumah, tiba-tiba saja suara deru mesin mobil terdengar berhenti di depan rumah Mika. Gegas wanita itu pun memutar tubuh, hingga bisa dilihatnya mobil siapa yang berhenti di depan rumahnya. "Mas Johan?" lirih Mika. Ya, wanita itu hap
SUARA SUAMIKU DI KAMAR PEMBANTUPART 41"Nggak! Enak aja. Orang itu memang fakta dan real kok. Mana ada settingan-settingan segala. Dasar!" Akhirnya mengalirlah cerita dari bibir Johan soal rencana pernikahan sang adik yang terancam batal, dan cerita perihal sangsi yang akan ia dapatkan di tempatnya bekerja. Namun, hati Mika sudah mengeras. Jika dulu ia akan melakukan apapun yang diminta oleh sang suami, namun sekarang tidak. Mika benar-benar tak sudi untuk melakukan apa yang mantan suami minta. "Itu urusan kamu, Mas. Pernikahan adikmu bukan menjadi urusanku, dan andai kamu dipecat dari pekerjaan sekali pun aku tak perduli."Mendengar ucapan Mika membuat gurat kekecewaan terpancar dengan jelas di kedua sorot manik hitam milik Johan. Seketika otak lelaki itu berputar. Mencari tawaran agar wanita yang ada di hadapannya itu mengabulkan apa yang ia minta. "Mika, andai kamu mau menuruti permintaanku. Aku pun aku melakukan hal yang sama pada kamu." "Apa?" "Proses perceraian akan ber
SUARA SUAMIKU DI KAMAR PEMBANTUPART 42"Memang benar kata orang, jika dia mendapatkan sesuatu dengan cara mencuri. Pasti ia akan ketakutan dam khawatir berlebihan kalau miliknya akan dicuri oleh wanita lain." Mika tersenyum sinis. "Mika, kita belum selesai bicara loh." "Maaf, sudah lebih dari 10 menit. Datanglah kembali setelah kamu memberikan keputusan mengenai syarat dariku. Ok!" "Tapi, Mika. Tak bisakah kita bicarakan dan negoisasi?" "Maaf, nggak bisa. Aku mau pergi dulu. Bye!" "Semoga saja dia mau, lumayan 500 juta untuk tabungan masa depan Nando. Hihi," batin wanita itu. Setelah selesai berucap, Mika melangkah pergi dengan mendorong kereta bayi, meninggalkan Johan yang berdiri mematung menatap kepergiannya. Hingga pada akhirnya, punggung Mika tak terlihat lagi setelah melewati pagar pembatas rumahnya. Johan mendengkus. Ia mengacak rambut dengan kasar. Sungguh, dada lelaki itu tengah bergemuruh. "Argh!" Johan akhirnya melangkah menuju ke arah mobilnya yang terparkir. Ia
SUARA SUAMIKU DI KAMAR PEMBANTUPART 43Wanita paruh baya bercelana kulot dengan baju tunik dengan warna senada melangkah keluar rumah. Ia mendekati seorang tukang ojek yang sejak lima belas menit lalu menunggunya di depan rumah. "Lama banget sih, Bu? Waktu itu sangat berharga loh, Bu," sungut tukang ojek itu saat Bu Susan sudah dekat dengannya. Tangan tukang ojek itu mengulurkan sebuah helm. "Halah, nunggu bentar saja kok gitu amat! Kalau nggak aku pakai, belum tentu juga udah dapat orderan!" Bu Susan tak kalah bersungut-sungut. Tukang ojek itu tak menjawab, hanya suara dengkusan yang keluar darinya. Ia pun bergegas menyerahkan helem kepada penumpangnya. Dan, dengan kasar Bu Susan mengambilnya lalu memakaikan benda itu di kepalanya. Tak menunggu lama untuk kendaraan roda dua itu mulai melaju dan membelah jalan raya. Untuk sampai ke rumah Sang mantan menantu, Bu Susan membutuhkan waktu kurang lebih 30 menit dengan mengendarai sepeda motor. Puluhan menit kemudian kendaraan yang di
SUARA SUAMIKU DI KAMAR PEMBANTUPART 44Suara Bu Susan terdengar begitu lantang. Mika hanya meresponnya dengan senyuman. Satu kata pun tak keluar. Berikutnya, Bu Susan melangkah keluar. Brug!Ditendangnya satu pot yang berisi bunga yang ada di teras rumah Mika hingga terjatuh dan tanahnya berceceran. Mika melangkah keluar, menatap kepergian mantan ibu mertuanya sembari menggelengkan kepala. "Bisa-bisanya bersandiwara. Ck!"Selanjutnya, Mika membernarkan letak pot bunganya. Lalu ia pun melangkah masuk. Setelah pintu rumah ia tutup dan kunci, dengan setengah berlari ia menuju kamar. Sebab suara sang anak yang tiba-tiba terdengar menangis. "Pulang!" seru Bu Susan begitu ia menghampiri kembali tukang ojek yang ia minta untuk menunggu. "Ke rumah yang tadi, Bu?" "Yaiyalah! Gimana sih?! Kau pikir aku akan pindah di kuburan?!" "Astaghfirullah, Bu. Hati-hati bicaranya. Nan
SUARA SUAMIKU DI KAMAR PEMBANTUPART 45"Ada yang ingin aku bicarakan, tapi nanti saja, kita makan dulu. Aku sangatlah lapar." Sisilia mengangguk. Setelahnya, keduanya pun saling berbincang. Hingga tak berselang lama, datanglah seorang pelayan membawakan makanan yang telah Johan pesan. "Silakan dinikmati ...." Pelayan tersebut memindahkan satu per satu makanan berikut juga minumannya dari nampan ke meja yang ada di depan Johan."Makasih ya, Mas." "Sama-sama." Pelayan pun pergi meninggalkan keduanya. Kini, sepasang kekasih gelap itu pun mulai menikmati hidangannya masing-masing. Hingga akhirnya Johan mendekatkan satu suapan makanannya ke bibir Sisilia.Mendapati perlakuan seperti itu, pandangan Sisilia pun beralih pada wajah Johan. Dan lelaki itu memberikan isyarat berupa anggukan. Gegas, wanita itu membuka bibirnya lalu satu suapan makanan dari Johan mendarat ke dalam mulutnya.
SUARA SUAMIKU DI KAMAR PEMBANTUPART 46"Kamu dari mana, Mas, kok baru pulang langsung pergi lagi? Mana nggak nungguin aku dulu. Oh ya, tadi aku telepon nomor yang terakhir kamu hubungi, tapi dia nggak angkat. Apa kamu bertemu dengan Agil?" Ya, di ponsel Johan, nama Sisilia ditulis dengan nama Agil. Nama yang dimiliki oleh seorang lelaki. "Tadi ketemu sama Agil, ada yang penting. Buru-buru, jadi nggak bisa nungguin kamu," ucap Johan. "Yaudah gapapa, tapi lain kali kalau keluar bawa ponsel. Biar nggak kebingungan.""Iya, Sayang."****Jarum jam di dinding menunjukkan pukul 3 sore. Sepasang ibu dan anak itu kini berada di teras rumah. Nando yang didudukkan pada kursi bayi, sedangkan Mika berjongkok di hadapan putra semata wayangnya. "Makan yang banyak, Sayang. Biar sehat dan tumbuh kuat," ucap Mika sembari menyuapi sang buah hati. Sebuah mobil brio berwarna putih berhenti di bahu tepat di de
SUARA SUAMIKU DI KAMAR PEMBANTUPART 65Tegukan demi tegukan minuman memabukkan itu terus masuk ke dalam perut Johan. Hingga akhirnya lelaki itu merasa benar-benar pusing. Dan di saat jam sudah menunjukkan pukul 2 dini hari, pemilik warung meminta mereka untuk segera membubarkan diri. Dengan dibonceng oleh rekannya yang menjemputnya tadi, Johan kembali pulang. Brak!Brak!Johan menggebrak pintu beberapa kali, namun pintu tak kunjung terbuka. "Brak!"Satu gebrakan yang begitu keras membuat Mona yang tengah tertidur tersentak kaget. Bahkan membuat dada wanita yang kini tengah mengandung terasa berdebar-debar. Pandangan Mona beralih ke arah jarum jam yang menggantung di dinding. Dimana tengah menunjukkan pukul dua dini hari. Mona mendengkus kesal. Kemudian, ia bergegas beringsut dari ranjang lalu melangkah ke arah depan. Di sepanjang perjalanan, Mona terus menggerutu. Hingga akhirnya langkah wanita itu terhenti tepat di depan pintu. Segera ia mengambil kunci yang sebenernya sudah ia
SUARA SUAMIKU DI KAMAR PEMBANTU PART 65Tak bisa dipungkiri, ada yang terasa berdenyut di dalam batin Mika saat Johan tak hanya mengabaikan dirinya, melainkan juga tak menganggap lagi keberadaan Nando. "Bisa-bisanya Mas Johan melupakan Nando begitu saja. Padahal Nando adalah darah dagingnya," batin Mika. Pandangan wanita itu terus lurus ke arah depan. Sesekali ia melirik ke arah Nando yang tengah tertidur di pangkuan Bude Sumi. Hingga puluhan menit kemudian, mobil yang dilajukan oleh Mika memasuki halaman rumahnya. DretDretTiba-tiba ponsel Mika yang tersimpan di dashboard mobil bergetar bersamaan dengan kendaraan yang telah berhenti. "Bude turun dulu ya, Mbak." "Iya, Bude." Setelah menjawab ucapan Bude Sumi, Mika segera mengambil ponsel. Dan terlihat sebuah nomor asing terpampang sebagai pemanggilnya. Tak berpikir lama, Mika segera mengangkat panggilan itu. "Halo, selamat sore," sapa Mika begitu panggilan diangkat olehnya. "Selamat sore juga, benar dengan nomor Mbak Mika?"
SUARA SUAMIKU DI KAMAR PEMBANTUPART 52"Aduhduh aduduh, yang dulunya kerjaan cuma ongkang-ongkang kaki, wajah glowing, terawat, sekarang jadi kucel, dekil dan penuh minyak!" "Kamu–" desis Mika begitu melihat Mona dan Johan melangkah mendekat ke arahnya. "Kenapa? Kaget ya?" Mona menampilkan senyum sinisnya. Dengan melipat kedua tangannya di depan dada, Mona mendekat ke arah Mika yang berdiri di depan pintu. "Lihatlah lah, Mas, istrimu yang dulu kamu puja-puja. Lihatlah sekarang, tubuhnya yang kurus kering, wajahnya kusam, jerawat dimana-mana, ditambah dengan mata panda pula. Ck! Menjijikkan," ucap Mona dengan begitu lancarnya. Senyum sinis tak hilang dari bibir berlipstik itu. "Dari sini kan kita bisa lihat siapa yang menderita, siapa yang bahagia setelah perpisahan. Makanya, jangan sombong sekali jadi perempuan. Sok-sokan pengen cere, tapi kehidupannya jadi blangsak!" Ucapan Johan menambah luka di hati Mika. Wanita itu tak kunjung merespon, ia hanya berdiri terpaku menatap waja
SUARA SUAMIKU DI KAMAR PEMBANTUPART 50Hari terus berganti dengan hari, tanpa terasa Mika telah melewati sidang pertama. Yaitu mediasi. Dengan ditemani oleh sang sahabat, Mika mendatangi kantor pengadilan agama. Tak bisa dipungkiri, dadanya terus terasa berdebar-debar saat ia ia menginjakkan kaki di tempat ini. Hanya hitungan menit Mika berada di dalam ruangan persidangan, hingga sepasang sahabat itu pun keluar dari ruangan persidangan. "Semoga saja sidang berikutnya Johan nggak datang," ucap Elisa saat keduanya melangkah menyusuri koridor dan menuju ke arah dimana mobil terparkir. "Semoga saja, Sa. Aku pun berharap demikian. Biar cepat selesai dan tidak berlarut-larut." "Tapi aku penasaran deh sama nasib mereka. Kira-kira mereka bahagia apa malah sebaliknya ya, Mik?" tanya Elisa. "Ya kita doakan saja yang terbaik untuk mereka." Mika berucap dengan nada tulus. Meski ia disakiti, dikhianati dan dikecewakan sedemikian rupa, tak membuat hati wanita itu merasa dendam. Ia menganggap
SUARA SUAMIKU DI KAMAR PEMBANTUPART 62DretDretPonsel yang sejak pagi Johan pegang, bergetar. Ada panggilan masuk, dan nama sang adik terpampang sebagai pemanggilnya. "Siapa, Mas?" "Putri," ucap Johan yang sepertinya masih bimbang untuk mengangkat panggilan tersebut ataukah tidak. "Oh, yaudah angkat saja." "Kalau bahas soal perhiasan ibu gimana?" tanya Johan sembari menoleh ke arah sang istri. "Tinggal bilang aja nggak tau, Mas. Beres."Sejenak Johan terdiam, namun pada akhirnya ia mengangkat panggilan itu juga. Dan setelah panggilan terhubung, Bagas menempelkan benda pipih ke telinga kanannya. "Halo, Put, ada apa?" "Mas, ada surat panggilan sidang perceraian, 1 Minggu lagi," ucap Putri dari seberang sana, dengan sebuah amplop coklat yang baru saja ia terima. "Yaudah, biar di situ saja. Nggak penting juga." "Siapa, Put?" Sayup-sayup suara Bu Susan terdengar di telinga Johan. "Mas Johan, Bu.""Mana, biar ibu bicara sama dia." Nada suara Bu Susan begitu ketus. "Hal–"Cepat
SUARA SUAMIKU DI KAMAR PEMBANTUPART 61"Saya ikut investasi, Mbak. Modal setidaknya harus 50 juta biar dapat hasilnya kerasa. Kalau di bawah itu, dapatnya kecil. Nggak perlu kerja keras, duit dah datang sendiri. Kebetulan saya ikut investasi teman saya, Mbak. Kalau Mbak Marni sekiranya ada uang 50 juta, ayolah gabung gapapa." Mendengar ucapan itu, sontak saja membuat Marni bergidik. Dan kini giliran kedua alis Johan yang saling bertaut begitu melihat respon tetangga samping rumahnya. "Aduh, Mas, zaman sekarang hati-hati deh kalau ikut investasi investasi macam gitu. Bukan gimana-gimana, zaman sekarang banyak sekali penipuan. Apalagi itu duit gede loh. Sayang banget kan kalau digondol orang." Marni mencoba menasihati. Namun, membuat Johan merasa jengah. "Itu kalau investasi bodong, Mbak. Kalau yang saya ikuti ini lain lagi. Sudah terpercaya. Dia temen baik saya, mana mungkin mau nipu. Ha ha ha, Mbak Marni ini ada-ada saja." Johan terkekeh, seolah-olah apa yang dia dengar dari mulut
SUARA SUAMIKU DI KAMAR PEMBANTUPART 60Jarum jam di dinding menunjukkan pukul delapan pagi. Hangatnya sinar matahari menyentuh kulit wajah Mona yang tubuhnya masih berbaring di atas ranjang dan di bawah selimut. Wanita itu menggeliat pelan, lalu kedua netranya mengerjap beberapa kali. Mona pun bergerak pelan. Mengubah posisinya dari semula tertidur miring, lalu menjadi berbaring setelah memindahkan tangan sang suami yang melingkar di pinggangnya. "Mas, bangun. Sudah jam 8," ucap Mona pelan saat ia melihat ke arah jarum jam yang menggantung di dinding. Mona pun segera menyibak selimut, lalu mendudukkan tubuhnya. Ditepuk pelanlah pipi kanan Johan beberapa kali hingga akhirnya lelaki itu mulai membuka matanya. "Ada apa, Sayang?" tanya Johan dengan suara serak khas seorang yang baru saja bangun tidur. "Sudah jam 8 itu. Kita mau makan apa? Laper," ucap Mona sembari mengusap perutnya yang mulai terlihat membuncit. "Beli saja lah di luar." "Nggak ada motor, Mas. Mau jalan kaki?" uca
SUARA SUAMIKU DI KAMAR PEMBANTU PART 47"Jadi usaha yang lu lakuin bukan yang mengharuskan langsung ikut terjun, begitu?" tanya Johan setelah Bagas menceritakan perihal usaha yang selama ini geluti untuk mencapai kesuksesannya. "Enggak, Bro. Ibaratnya kita tinggal Investasi saja. Misal nih, lu investasi 50 juta, setiap bulan lu bisa dapat 10% dari modal yang lu kasih."Johan terdiam, menghitung dalam angannya berapa nominal yang akan ia terima jika ia menginvestasikan 50 juta uangnya pada Bagas. "5 juta per bulan?" "Iya. Lumayan kan. Tinggal duduk ngopi di rumah. Biarkan uang yang bekerja untuk kita, bukan malah kita yang bekerja untuk uang." Lagi, Johan kembali terdiam. Mencerna kalimat yang diucapkan oleh Bagas padanya."Lu kerja pagi sampai sore, gaji 10 juta. Dikibulin sama perusahaan itu!" Bagas tertawa mencemooh. "Gini saja deh, Bro. Coba saja Investakan 50 juta dulu, kalau lu merasa cocok, nanti tambah lagi nilainya. Katakanlah investasi 100 juta, bayangkan saja setiap bul
SUARA SUAMIKU DI KAMAR PEMBANTUPART 46Satu minggu berlalu, dan satu minggu sudah Mona dan Johan menempati tempat tinggal barunya. Dan kini, sepasang suami istri itu tengah bersiap-siap untuk datang ke tempat Johan bekerja dulu, untuk mengambil uang gaji terakhir dan pesangon berikut juga dengan bonusnya. "Ayo berangkat, Mas." "Iya, Sayang."Sepasang suami istri itu pun melangkah menuju ke arah depan. Dimana sebuah taksi online telah menunggu keduanya. "Sesuai aplikasi, Pak?" tanya Sang sopir begitu dua penumpangnya telah duduk di bagian belakang. "Iya," jawab Johan dengan singkat. Kemudian, mobil pun mulai bergerak lalu melesat membelah jalan raya."Nanti aku mau beli satu set perhiasan ya, Mas." Dengan wajah berbinar, Mona menoleh ke arah sang suami. "Iya, beli saja apa yang kamu mau." Semakin nampaklah kebahagiaan yang terpancar pada wajah Mona. Hingga puluhan menit kemudian, kendaraan roda empat itu mulai memelan lalu berhenti tepat di depan gerbang dimana dulu Johan beker