Suara Di Bilik Iparku (46)
**
"Om, bapak mau ketemu. Nanti sore jam setengah lima di cafe Tulip, ya," ucapku pada Om David ketika kami bertemu di lift.
Om David seketika sumringah, kedua matanya berkaca-kaca. Sepertinya dia sangat menantikan saat ini tiba. Yang kutahu, untuk melalui proses ini tidak lah mudah untuk keduanya.
Ternyata, selama ini Om David sudah berulang kali mencari keberadaan bapak sampai ke kota lama kita tinggal. Tapi tak dia temui, karena memang delapan tahun yang lalu kami pindah tempat karena alasan yang tak kuketahui.
Sedangkan bapak, aku yakin selama sepuluh tahun ini berusaha memendam dan mendamaikan hatinya dengan kecurangan yang telah sahabatnya lakukan. Aku tahu, ini bukan perkara mudah untuk memaafkan Om David dan bersikap seperti dulu lagi.
"Terimakasih, Nis. Om janji, setelah ini akan berubah dan akan menyerahkan hak kalian. Kamu tahu? Sepuluh tahun hidup dalam rasa bersalah itu sungguh tidak menggairahkan. Dan
Suara Di Bilik Iparku (47)**Bara melirik ke arahku dengan senyuman aneh. Padahal jelas dia tahu bahwa saat ini aku dan Mas Akbar belum resmi bercerai, tapi kenapa bisa dia membawa semua anggota keluarganya ke rumahku? Dan juga, kenapa mereka semua seakan tunduk dengan Bara. Seharusnya mereka mencegah perbuatan buruk Bara, kan?"Bagaimana, Pak? Apa lamaranku di terima?" ucap Bara memecah keheningan.Aku dan ibu saling berpandangan, seakan sama-sama berharap bahwa bapak akan mengatakan tidak untuk lamaran kali ini. Aku tahu, ibu pun pasti juga enggan jika sampai aku terjerumus pada lembah yang sama.Terlebih aku tahu, bahwa sikap Bara tak jauh berbeda dari Mas Akbar. Bahkan cenderung lebih buruk dari kakaknya. Beberapa pekan kami rutin berhubungan, semakin aku tahu bahwa Bara adalah orang yang sangat tempramental. Dia tidak segan berbuat buruk pada orang yang telah menyakitinya."Em ... Maaf, bukan saya tidak ingin meneruskan tali silaturahm
Suara Di Bilik Iparku (48)**Siang ini aku pergi kesebuah rumah sakit untuk memeriksakan kandunganku, tentunya Oki lah yang menemaniku karena kedua orang tuaku tengah sibuk dengan bisnisnya yang baru saja mereka kelola bersama Om David. Perutku semakin membuncit, gerakan-gerakan kecil juga sudah mulai terasa.Hatiku sangat bahagia, karena itu artinya bayiku berkembang dengan sangat baik di dalam sana. Setidaknya, meski telah bercerai aku harus tetap bahagia demi anak yang tengah kukandung, seperti yang Oki katakan."Em ... Kayaknya nanti aku nggak bisa anter pulang, deh."Oki membuyarkan lamunanku ketika kira-kira lima menit lagi kami akan sampai di rumah sakit. "Iya nggak apa-apa, memangnya ada apa?""Aku ... Aku mau jemput kedua orang tuaku," jawabnya singkat.Dahiku mengernyit, tak biasanya orang tuanya yang datang ke kota. Biasanya sebulan sekali Oki lah yang berkunjung ke rumah orang tuanya di desa. Wajar saja, Oki adalah seoran
Suara Di Bilik Iparku (49)**Tubuhku masih membeku meski sopir taksi telah melajukan mobilnya. Oki baru saja berkata, bahwa dia mencintaiku, dan kedua orang tuanya akan datang ke kota demi ingin bertemu denganku.Lucu bukan? Seakan hidup ini mempermainkanku dengan sangat manisnya.Aku tidak berharap lebih mengenai apa yang dikatakan oleh Oki, hanya saja semua itu terdengar sangat serius. Tidak seperti Bara yang juga sempat mengutarakan perasaannya padaku, meski pada akhirnya aku tahu bahwa semua itu hanya sebuah kebohongan semata.Bara tak lebih ingin menjadikanku sebagai alat untuk balas dendam pada Mas Akbar dan Hanum. Bahkan saat dia sudah berhasil membuat mereka kecelakaan dan pada akhirnya Hanum lumpuh saja belum cukup baginya.Aku tak tahu, kenapa bisa orang di luar sana bisa memendam dendam sedalam ini pada orang yang telah menyakitinya. Bahkan aku sendiri pun tak akan tega jika berbalik menyakiti sedalam itu.Bagiku, ka
Suara Di Bilik Iparku (50)**Pagi ini, aku sudah bersiap dengan segala peralatan dan beberapa tas besar di samping mobil yang telah Oki siapkan. Begitu juga dengan kedua orang tuaku, mereka ikut serta denganku yang hendak pergi dan pindah dari rumah yang telah kuhuni sedari kecil.Ya, Oki memintaku untuk pindah dari rumah ini supaya Mas Akbar atau siapapun tak dapat lagi menggangguku. Terlebih setelah kemarin pagi Mas Akbar datang ke rumah dan mengganggu mentalku untuk kesekian kalinya.Kedua orang tuaku pun setuju, mereka sangat tidak nyaman dengan sikap Mas Akbar hingga akhirnya setuju untuk meninggalkan rumah ini dengan segala kenangan yang tersimpan di dalamnya. Bukan tanpa alasan lain pula aku menyetujui perintah Oki, aku merasa jika terus menerus tinggal di tempat ini maka tak akan baik untukku dan janin yang tengah kukandung.Berbagai pengaruh negatif selalu muncul hingga membuat janinku tak berkembang sesuai usianya. Hal itu pula, membuatk
Aku dan Kekasih Suamiku**"Hai. Kenalkan aku Lusi, kekasih Mas Chandra."Kedua mataku membola, tapi segera kukuasai kesadaranku, "oh, kekasihnya? Kenalkan aku Hanan. Istri sah, sekaligus pemegang semua aset-aset Mas Chandra!"**Rintik hujan masih terdengar di luar sana, aku tengah termenung dengan secangkir teh hangat di tanganku. Hatiku gelisah, sudah waktunya Mas Chandra pulang, tapi sampai hampir Maghrib dia tak kunjung sampai rumah.Berulang kali pula kuhubungi nomor teleponnya, tapi lagi-lagi hanya suara perempuan yang menjawab panggilanku bahwa nomor suamiku tengah berada dalam luar jangakuan. Kemana pria itu? Bahkan aku telah menyiapkan berbagai makanan kesukaannya untuk acara makan malam acara ulang tahun pernikahan kami yang ke tiga.Apa mungkin, dia lembur dan tidak sempat mengabariku? Namun aneh rasanya. Pagi tadi aku sudah berulang kali mengingatkan bahwa jangan sampai pulang terlambat sore ini.Duaaarr!Su
Aku dan Kekasih Suamiku (2)**Wanita bernama Lusi itu mulai berjalan mendekat ke arahku, "meskipun kamu adalah istri sah dan pemegang aset Mas Chandra, bisa kupastikan bahwa sebentar lagi aku yang akan menguasainya, Nyonya."Jantungku berdegup kencang, tapi sekuat tenaga masih kukuasai pikiranku agar tak terlihat rendah di hadapannya. Aku hafal betul, berhadapan dengan wanita sepertinya harus menggunakan otak, bukan perasaan."Tidak masalah, lakukan apa yang mau kamu lakukan. Selama darahku masih mengalir, aku akan mempertahankan apa yang sudah menjadi milikku. Sekarang, silahkan pergi ... Tentang benar atau tidaknya bahwa kamu adalah kekasih Mas Chandra, sungguh, aku tak perduli!" tandasku lagi dengan wajah menantang.Hatiku retak, tapi sedikitpun perangaiku tak boleh terlihat retak. "Sayang sekali, paras cantik, mobil mewah, harta banyak tapi gemar mengganggu lelaki orang, bahkan tak segan merusak mental istri sah. Memalukan!"Wanita bern
Aku dan Kekasih Suamiku (3)**"Demi Allah aku nggak kenal sama wanita itu, Sayang."Alah, alasan klasik! Mana ada suami selingkuh mau ngaku?"Ya. Aku percaya," tandasku dengan lantas meninggalkannya keluar kamar.Istri mana yang tak sakit hati jika ada seorang wanita lain masuk ke dalam rumah dan mengaku sebagai kekasih suaminya? Aku kira hanya istri yang tidak memiliki perasaan pada suaminya lah yang akan bersikap demikian."Hanan. Ayolah, percaya sama aku. Aku nggak kenal sama wanita itu. Lagian buat apa selingkuh jika aku saja sudah memiliki istri cantik, pandai, bisa segala hal. Kurang apa lagi?""Ya mana aku tahu kamu cari apa. Namanya manusia nggak ada yang pernah puas!"Kupotong kue anniversaryku, lalu memasukkan satu potongan kecil ke dalam mulutku. Bahkan lilin berbentuk angka tiga itu pun belum kucabut dari tempatnya. Hatiku geram, rasanya semua yang sudah kusiapkan sejak siang tadi sia-sia saja."Hanan sayang
Aku dan Kekasih Suamiku (4)**Aku masih terdiam dalam keterkejutanku mengenai masalah ini. Jika memang Mas Chandra bersikeras tidak mengenal Lusi, lalu siapa Lusi ini. Apa dia hanya orang yang sengaja ingin merusak rumah tanggaku dengan Mas Chandra? Jika memang iya, laknat sekali wanita seperti ini!"Maass ... Masa kamu nggak kenal sama aku, sih?" rengek Lusi dengan berusaha mendekati Mas Chandra.Suamiku itu beringsut mundur, seakan berusaha menjauhi Lusi. "Kamu siapa? Jangan sok kenal sama aku!" kata Mas Chandra setengah membentak.Jika dilihat dari penampilannya, Lusi ini bukan orang sembarangan. Namun, kenapa dia mau merendahkan dirinya sendiri dengan melakukan hal ini?"Hanan, kamu percaya 'kan sama aku?"Mas Chandra masih berusaha meyakinkanku, tapi aku sendiri masih gamang dengan peristiwa yang ada di depan mataku ini. Ini aneh, ada hal yang tidak aku mengerti."Semalam aku memang ada urusan kantor. Ponselku lowbet, aku
Aku dan Kekasih SuamikuPart 28Satu tahun kemudian ...."Sarapannya sudah siap, Mas," ucapku pada Mas Chandra ketika aku baru saja menyiapkan dua lembar roti tawar dengan selai kacang di atasnya, juga susu hangat di samping piringnya."Iya, sebentar," jawabnya dari kamar.Aku tersenyum tipis, lalu melanjutkan menyiapkan sayuran yang hendak kumasak untuk makan siang. Namun, sebelum itu aku mengelus lembut perutku yang mulai menyembul.Ya, tepat bulan ini usia kandunganku sudah memasuki bulan ke tujuh, rencananya sepulang dari kantor Mas Chandra akan mengantarkanku pergi ke dokter untuk kontrol bulanan.Tak berselang lama, Mas Chandra menghampiriku dengan melingkarkan tangannya di perut buncitku. Dia menciumi pipiku brutal hingga aku meletakkan pisau yang kugunakan untuk mengupas bawang."Ini masih pagi, Mas," ledekku, membuatnya terkekeh kecil lalu melepaskanku."Kamu cantik banget hari ini," ujarnya.Aku mendengus, lalu mundur darinya. "Jadi aku cantiknya hari ini saja?"Dia tak han
Aku dan Kekasih Suamiku (27)“Kamu sudah tahu kalau Lusi kecelakaan?” tanya ibu ketika aku baru saja pulang bekerja.Aku memicingkan mata, “dari mana Ibu tahu?”Wanita yang telah melahirkanku itu tersenyum, lalu berjalan mendekat ke arahku. “Apa kamu pikir gara-gara Ibu tidak perna bertanya padamu mengenai masalahmu lantas Ibu tidak tahu?”Sampai ibu berkata demikian pun aku masih belum paham mengenai apa yang beliau maksud. Memang selama ini aku sangat jarang sekali menceritakan masalah pribadiku pada ibu maupun bapak karena aku takut jika apa yang kuceritakan akan menganggu pikirannya.“Bu ….”“Sayang … selama ini Ibu dan Bapak hanya diam, tapi diamnya kami bukan karena tidak perduli melainkan kami memilih mengawasimu seperti sebelumnya,” kata ibu lagi memotong pembicaraanku.“Selama ini Ibu pun kesana kemari mencari informasi tentangmu dan semua yang berhubungan denganmu. Semua itu kulakukan karena semata-mata kami tidak ingin ada yang menyakiti hatimu, Nak.”Kedua mataku berkaca-k
Aku dan Kekasih Suamiku (26).Untuk beberapa saat kedua orang yang baru saja kubongkar rahasianya itu terdiam, terlebih dihadapan Lusi. Mana mungkin mereka akan mengakui kebobrokan masalalunya di hadapan anaknya?"Pa, Ma. Kenapa diam? Katakan apa yang sebenarnya terjadi."Aku tersenyum kecut, melihat orang yang hendak menghancurkan rumah tanggaku nyatanya justru akan hancur dengan sendirinya. Mungkin ini yang dinamakan 'karma'."Pak Akbar, Bu Hanum. Kenapa? Lebih baik jujur, bukan?""Lancang kamu!" bentak perempuan yang duduk di atas kursi roda itu.Bukan aku ingin menjadi wanita yang jahat, hanya saja mereka sudah lebih dulu menjahatiku. Mungkin dulu ibuku diam, dan menerima semuanya. Namun, aku tak terima. Mereka harus mendapatkan sanki atas apa yang sudah dilakukannya.Kulihat Pak Akbar menarik rambutnya kasar, lalu menatapku dan Lusi secara bergantian. Bisa kulihat jelas bahwa dia tengah tertekan dengan keadaan saat ini.
Aku dan Kekasih Suamiku (25).“Dari mana kamu yakin bahwa orang tuaku lah yang telah membuat hidup mamamu menjadi seperti ini? Dan juga, bagaimana kamu bisa yakin bahwa orang tuaku pula telah merebut semua milik mamamu?” tanyaku ketika telah duduk berhadapan dengan Lusi di meja nomor 8.Dia tampak santai, raut tenang tergambar jelas di wajahnya. Semua ini terlihat berbanding terbalik dengan apa yang biasa dia tunjukkan padaku. Jika biasanya dia selalu saja terlihat menjengkelkan tapi kali ini dia terlihat jauh lebih tenang.“Kamu tau hanya dari ucapan mamamu, kan?”“Mana mungkin aku bisa mempercayai orang lain, sedang aku yakin Mama tidak akan pernah berbohong kepadaku,” tandasnya begitu percaya dengan mamanya.Memang, kuakui bahwa di dunia ini tidak ada orang yang patut kita percayai selain perempuan yang telah melahirkan kita. Namun, bukankah seharusnya kitak boleh menelan kebenaran itu secara mentah-me
Aku dan Kekasih Suamiku (24).Aku masih tertegun setelah mendengar penuturan Mas Chandra mengenai alasannya mengenai foto itu. Rasanya kini untuk percaya dengannya terlihat sangat lah sulit, karena aku pernah dikecewakan olehnya."Hanan, kamu percaya, kan?" ucapnya lagi ketika aku masih terdiam.Jika dilihat dari gerak-gerik dan mimik wajahnya, dia terlihat seperti benar-benar tidak berbohong. Namun, bukankah tidak seharusnya aku percaya begitu saja dengannya?"Terserah, sekarang kamu kamu percaya atau tidak denganmu. Namun, yang pasti aku telah mengatakan semua kejujuran ini padamu."Hatiku bimbang, sejujurnya aku sangat ingin percaya padanya. Aku juga tidak ingin rumah tanggaku hancur hanya karena wanita seperti Lusi."Baik, aku percaya. Tapi jangan memaksaku untuk bersikap baik seperti dulu lagi," tuturku setelah beberapa saat memikirkan mengenai hal ini.Mas Chandra tersenyum, sepertinya dia memang menunggu jawaban ini dar
Aku dan Kekasih Suamiku (23).Pak Akbar masih menatapku heran, ketika dengan sengaja aku mengatakan tentang hubungan saudara antara diriku dan juga Lusi. Hatiku sudah terlanjur panas, terlebih setelah aku mengetahui semua kebenaran yang terjadi antara mama, papa dan juga Pak Akbar."Apa maksud kamu?"Aku memutar bola mata malas, lalu berdiri dan berjalan sedikit menjauh darinya. Bagaimana bisa, aku berbaik hati pada orang yang telah berbuat buruk pada mamaku. Bahkan dia juga tidak berniat mengakuiku sebagai anaknya."Tentunya Anda ingat bukan dengan Anisa dan Oki Wijaya? Sudah lah, aku lelah dengan sandiwara ini, Pak. Lebih baik, jika Anda dan istri Anda masih memiliki dendam pada kedua orang tuaku, jangan bawa-bawa aku dan Mas Chandra. Setidaknya aku hanya ingin rumah tanggaku ini baik-baik saja. Terlepas bahwa ternyata Anda adalah ayah kandungku, itu sudah bukan menjadi prioritasku lagi karena bagiku ayahku cuma satu, yaitu Papa Oki Wijaya."
Aku dan Kekasih Suamiku (22)."Jadi, kamu menuduh kami telah mencelakakan mamanya Lusi?" sahut papa ketika aku berbicara demikian."Oh ... Bukan begitu, bukan ....""Lalu? Dengan nada bicaramu seperti itu tandanya kamu menuduh kami melakukan hal itu, Nan. Papa kecewa, bisa-bisanya kamu bersikap seperti itu," tandas papa dengan raut wajah kecewa.Aku menunduk dalam, seharusnya aku memang tidak berkata seperti itu karena mungkin hal itu akan menyakiti hati kedua orang tuaku. Namun, aku hanya ingin mencari kebenaran atas apa yang telah menimpaku ini. Apa aku salah?Mama hanya diam, entah apa yang sedang dipikirkan olehnya. Membenarkan pertanyaanku, atau justru sama kecewanya dengan papa?Kedua bahu papa naik turun, menandakan bahwa dia terlihat sedang menahan amarah."Ma, Pa. Bukan begitu maksudku, hanya saja aku benar-benar sedang ingin mencari kebenaran. Hidupku sudah terlalu penat dengan semua masalah ini. Bukankah lebih
Aku dan Kekasih Suamiku (21)**Siang ini aku berencana untuk menyegarkan pikiranku dengan berjalan-jalan di Mall besar kota. Setelah tragedi Mas Chandra kemarin, dia belum berani pulang ke rumah. Entah, dia pergi kemana setelah aku mengusirnya.Tidak ada sesuatu yang penting, aku hanya ingin menyegarkan pikiranku sejenak dengan berjalan-jalan dan menikmati hari. Usai kunjunganku ke rumah kakek, aku juga belum bertemu dengan Pak Akbar yang ternyata adalah ... Ayahku.Ah, memuakkan sekali. Ternyata, selama ini aku telah mengenal pria yang dulu telah mengkhianati mama sedalam itu. Bahkan mungkin bisa saja mama depresi karena ulah pria itu.Dan sekarang, anak perempuannya pun juga ingin merusak rumah tanggaku. Bukan kah hal itu adalah suatu kebetulan yang sangat mengejutkan. Atau ... Sebenarnya ini bukan kebetulan? Melainkan direncanakan. Entahlah.Kedua mataku tertuju pada sebuah toko baju yang sering kukunjungi. Jika biasanya aku akan datang
Aku dan Kekasih Suamiku (20)."Sudah berapa lama kamu kenal orang ini?" tanya kakek tanpa menjawab pertanyaanku.Aku menghela nafas panjang, sepertinya orang yang aku tanyakan ini memang benar ayahku."Kek, tolong. Apa benar, orang ini ayahku?" ucapku sekali lagi.Kakek menatap Bibi Wulan seperti meminta persetujuan, lalu berbalik menatapku setelah Bibi Wulan menganggukkan kepalanya. Jantungku berdetak dua kali lipat dari sebelumnya, menunggu saat kakek akan menjawab pertanyaanku."Iya. Itu memang ayahmu," jawab kakek membuat duniaku seketika berhenti berputar.Aku terpaku, semua ini benar-benar membuatku sangat terkejut. Bagaimana bisa semua ini terjadi? Benar hanya kebetulan, atau memang sudah di rencanakan?"Selama ini kami benar-benar kehilangan kontak dengannya karena kami memang tidak ingin mengenalnya lagi. Sikap dan perbuatannya dulu sangat membuat kami terutama Kakekmu ini sakit hati, hingga akhirnya aku memutuskan un