“Albi, apa maksudnya ini? Bukankah katamu akan bercerai dengannya? Kau membohongiku? Kau tidak jadi bercerai dengannya?”Di dalam telepon, Shera mengamuk pada Albian. Ia sangat kesal akan perkataan Vivi yang tidak akan menyerahkan Albi padanya. Hatinya sangat gemas sampai tak sanggup untuk tidak segera menghubungi Albi.“Apa yang kau bicarakan, She? Tentu saja kami akan bercerai,” sahut Albi dari kejauhan.“Kau ingin berbohong lagi? Perempuan itu sendiri yang berkata kalian tidak akan bercerai!” cecar Shera semakin geram.“Tunggu... kapan dia berkata demikian?”“Baru saja. Dia berkata tidak akan pernah menyerahkanmu padaku, bagaimana kau masih bisa terus berkilah?” kata Shera semakin kesal. “Atau kau merencanakan sesuatu di belakangku?” sergah Shera. Jangan sampai Albian membohonginya untuk kedua kali.“She... sejak kemarin sore aku bahkan tidak bertemu dengannya, bagaimana mungkin dia berkata kami tidak jadi bercerai? Percakapan terakhir sudah aku putuskan kami akan bercerai!”Ada ya
Selama berganti pakaian dibantu Shera, Vivia menutup mulutnya rapat-rapat, seakan bibir itu diberi lem perekat yang sangat kuat. Tidak seperti biasanya yang selalu banyak komplain, menyalahkan apa pun yang Shera lakukan. Vivi terlihat sangat tenang, bagai tak pernah ada masalah antara dirinya dan Shera.‘Tumben sekali mulutnya bisa diam,” pikir Shera. Biasanya, jika pun Vivi tidak komplain soal pakaian, ia akan menyindir atau bahkan menghina secara terang-terangan.Ataukah mungkin perempuan itu resah memikirkan kekalahannya? Mungkin, Albian sudah menghubunginya dan menegaskan bahwa mereka bercerai. Tentu saja Vivi sangat malu untuk melontarkan kata-kata hinaan seperti yang sudah-sudah.‘Baguslah kalau begitu. Itu tandanya, dia cukup sadar diri!’ Shera tersenyum miring, membayangkan betapa hancurnya hati Vivi sekarang.“Ada yang lucu?”Setelah sekian menit hanya diam, mulut itu akhirnya terbuka. Shera menggerdik bahu acuh.“Kau menertawakanku?”“Bahkan aku tidak bersuara sejak tadi, k
“Wanita bukan makhluk lemah, wanita adalah tiang dari sebuah rumah tangga. Jika tiang itu rapuh, bisa dipastikan rumah tangga akan roboh dan hancur tak berkeping. Karena itu, mari kita tunjukkan bahwa kita adalah tiang yang kokoh, yang akan menopang rumah tangga sehingga menjadi tempat yang nyaman untuk anak-anak dan suami. Katakan pada suami, kita adalah tiangnya, tulang rusuknya, dan satu-satunya orang yang akan selalu menopang mereka saat akan jatuh.”Vivia seorang pembicara yang hebat, pantas saja para penggemar menyebut dirinya adalah Ibu Kartini kedua. Suaranya sangat tegas setiap kali menyuarakan hak-hak seorang istri, membangkitkan emosi di dalam diri para penonton yang hampir 90% adalah wanita.Salah seorang penonton mengangkat tangan yang berarti ingin mengajukan pertanyaan. Dan selanjutnya, panitia menyerahkan microphone padanya.“Silakan pertanyaannya, Ibu,” ucap Vivi mempersilakan orang itu berbicara.“Ibu Vivi, jika suami berselingkuh, apakah kita harus tetap menjadi tia
“Tidak! Aku tidak bisa menerima ini!” Shera meremas rambutnya kesal. Mendengar Vivi bersumpah tidak akan menceraikan Albi, membuatnya sangat marah. Rencana-rencana yang sudah tersusun rapi pun harus kembali berantakan oleh pikiran Vivia yang tiba-tiba saja berubah.Kenapa juga perempuan itu masih ingin mempertahankan pernikahannya? Apakah tidak cukup bukti, bahwa Albi tak lagi menginginkannya?“Bi, kau harus menceraikannya. Aku tidak peduli sekuat apa dia ingin bersama denganmu, tapi kau harus bercerai. Kita sudah sepakat demi anak kita, kecuali kau tidak ingin bertemu dengannya!” ancam Shera kemudian.”Albi dan Vivi harus bercerai! Shera tidak akan membiarkan wanita arogan itu menang dan menertawakan dirinya atas kekalahan ini. Shera tidak akan sekali lagi menjadi pecundang seperti tujuh tahun yang lalu.“Rekaman itu, kau masih menyimpannya, kan?”Albian mengangguk dan berkata, “Ya. Aku masih menyimpannya.” Tampak keraguan di wajah Albi, hal yang membuat Shera waswas, jangan sampai A
“Kau lihat?” Shera menunjuk pintu yang barusan Vivia tutup, dadanya naik turun menahan amarah yang tertahan. “Dia sengaja datang ke sini untuk menghinaku, Bi! Dia sengaja tak mau bercerai darimu, agar aku tidak pernah menjadi istrimu! Aku akan membunuhnya! Aku tidak terima dihina setiap saat olehnya!”Shera akan mengejar Vivia ke luar, tapi lagi-lagi Albi menghentikan.“She... tolonglah, jangan mempermalukan diri kita sendiri. Biarkan saja dia berkata demikian, selagi kita bersama, dia sendiri yang akan menahan sakit. Bukankah dia sendiri berkata tidak akan mengganggu hubungan kita? Aku yakin, ia akan gila sendiri membayangkan aku selalu di sisimu.”“Maksudmu aku harus senang dengan semua ini? Aku harus bahagia hanya menjadi selingkuhanmu? Perempuan itu sengaja, Bi, dia sengaja membuat aku tidak pernah menjadi satu-satunya perempuanmu!”Bukan seperti ini yang Shera inginkan. Ia tidak pernah berpikir akan terus menjadi selingkuhan, dan membiarkan Albi menyentuh tubuhnya lebih lama lagi
Di pintu keluar kembali ia bertemu dengan Vivia. Tatapan mata Vivi yang mengejek membuatnya semakin muak. Shera ingin segera pergi dari tempat itu untuk menghindari bertemu mata kembali.“Shera?”Tapi baru saja Shera melangkah, Reva sudah memanggilnya dari belakang. Mau tak mau, dengan berat hati Shera berbalik untuk memenuhi panggilan dari Reva.“Ya?”“Kau sudah akan pulang?”“Pekerjaanku sudah beres, aku sangat lelah dan ingin segera pulang untuk beristirahat,” sahut Shera, ia sangat muak melihat Vivia berdiri di sebelah Reva.“Ah, maaf. Aku hanya ingin memberikan ini.” Sebuah undangan di tangannya Reva sodorkan pada Shera. “Undangan untuk Ibu Vivi. Karena kau yang mengatur pakaian Ibu Vivi, jadi kau juga memerlukannya untuk memilih gaun yang cocok dengan tema.”Pekerjaan lagi. Shera sudah terlanjur menandatangani kontrak kerja dengan perempuan yang sangat dibencinya itu. Meski sangat geram dan muak melihat Vivia, ia tak bisa mengelak jika sudah membicarakan pekerjaan.“Terima kasi
“Kau masih marah padaku?” tanya Albian, ia tatap wajah kekasihnya yang cemberut tidak senang. Sejak Vivia berkata tidak akan pernah bercerai, Shera sangat menghindar dari Albi.“Shera... katakan lah walau sepatah kata, jangan mendiamkanku seperti ini.” Albi terus membujuk k“ekasih yang bahkan tidak mau membuka mulutnya.Albian menginginkan Shera sangat banyak, sebanyak ia menginginkan kariernya tetap cemerlang. Didiamkan seperti sekarang membuat sudah seperti orang gila, yang bahkan bekerja pun menjadi tidak fokus.“Apa yang harus aku lakukan agar kau tak lagi marah, She?”“Bercerai dari Vivia, lalu menikah denganku. Memangnya, menurutmu apa lagi yang aku inginkan?” sahut Shera menatap tajam.Jika saja bisa segampang itu, tidak akan Albi berlama-lama. Ia tentu sudah menceraikan Vivia segera mungkin, agar tak lagi melihat wajah wanita angkuh itu setiap hari di rumah. Tapi nyatanya, semua terlalu rumit dan Albi tidak bisa membuat pilihan.“Aku tidak bisa, kau jelas sudah tahu hal itu. A
Albian sampai termangu mendengar kalimat yang barusan keluar dari mulut kekasihnya. Tinggal di rumah yang ia tempati sekarang bersama Vivia? Apakah Shera tidak salah mengatakannya? Albi tidak yakin dengan pendengarannya, sampai-sampai ia memutar kalimat itu berkali-kali, berharap ia memang salah mendengar. Tapi hingga Albi mengulanginya berkali-kali, ia tetap sadar bahwa bukan telinganya yang salah mendengar.Lantas, apakah mungkin Shera yang barusan salah berucap?“Kau tidak mau? Kalau begitu, kau tidak benar-benar mencintaiku, Albi,” kata Shera.Sekarang sudah jelas, memang Shera meminta tinggal bersama Albian di rumah yang ia tempati bersama Vivi.“She, kau... apa yang kau bicarakan? Katakan kau hanya bercanda.” Albi mengalihkan wajahnya ke samping, menunggu Shera akan tertawa setelahnya.Detik terus berjalan hingga Albi menatap Shera lagi, harapan lelaki itu hanya sia-sia. Shera sama sekali tidak tertawa dan mengatakan itu sekadar candaan.“Aku berkata serius. Aku ingin tinggal de