#SKDYPart 93 RantanganBiarpun mas Umair menganggap jika Tiyas bukanlah Rima, itu bertanding terbalik denganku yang tetap berkeyakinan jika Tiyas adalah Rima. Hanya saja yang membuatku bingung mengapa ia tak mengenaliku dan mas Umair? Padahal aku merasa wajah dan penampilanku tidak berubah meski sudah bertahun-tahun lewat. Aku bertekad akan membuktikan pada mas Umair jika Tiyas memanglah Rima. Ini semua ku lakukan hanya untuk memastikan rumah tanggaku tetap aman. Mengingat dulu Rima pernah berpura-pura berubah dengan tujuan yang tidak baik. Dan aku tak ingin hal itu terjadi lagi. ***Saat akan menjemput Shaka aku sengaja datang lebih awal. Berharap akan bertemu dengan Tiyas yang ku yakini adalah Rima. Dari sinilah akan ku selidiki siapa wanita tersebut sebenarnya. Entah mengapa aku begitu antusias saat murid-murid di sekolah TK ini sudah berhamburan ketika melewati pintu kelas. Pandanganku terus-menerus menatap setiap anak yang keluar dari kelas. Bukan mencari Shaka, melainkan ka
Dengan senyum mengembang aku pun menerima rantangan tersebut. Semangatku untuk menyusul mas Umair kembali berkobar sebab dengan rantangan ini yang bisa kujadikan sebagai alasan aku menyusulnya. ***Sesampainya aku di rumah pak Budi dan baru melewati pagar rumahnya, aku pun dibuat tertegun karena pemandangan di mini taman depan rumah ini. Bukan karena keindahannya melainkan adanya mas Umair yang tengah mengobrol dengan Tiyas tanpa ada orang lain yang membersamainya. Bukankah hal yang demikian dilarang dalam agama karena mereka bukan mahram? Sekalipun jarak mereka berjauhan tetap saja apa yang mereka lakukan tidak akan bisa dibenarkan. Aku sampai tak habis pikir mengapa suamiku bisa bertindak seperti itu padahal selama ini aku selalu menganggap kalau ilmu agama mas Uamir lebih baik dariku. Dan yang membuatku semakin kecewa adalah mas Umair sama sekali tak menyadari kehadiranku. Atau jangan-jangan telinga suamiku itu sudah mulai tuli! Dengan penuh keterpaksaan aku pun mencoba menahan
#SKDYPart 94 Tiyas Adalah ... "Aku tau kalau dia Rima!" mas Umair membalap sepeda motorku lalu membiarkanku terngiang-ngiang dengan ucapannya barusan. Apa aku tak salah dengar? Aku pun mencoba menambah laju sepeda motorku sembari terus menatap punggung mas Umair yang sudah agak jauh di depan. Sebetulnya suamiku itu melajukan sepeda motornya tak begitu kencang namun entah mengapa aku malah merasa melambat hingga tak bisa menyusulnya. Padahal batinku sudah rewel ingin memastikan ucapannya tadi. Ah, mas Umair! Hingga sampai rumah pun aku tetap tak bisa menyusul sepeda motor mas Umair. Alias kalah. Amat terasa aneh karena aku sudah sekuat tenaga berusaha menyalip laju kendaraan suamiku itu. Atau jangan-jangan memang aku nya saja yang tak bisa melaju sekencang mas Umair. ***"Maksud ucapanmu tadi apa, Mas?" tanyaku pada malam harinya disaat aku dan mas Umair bersiap untuk tidur. Bukannya langsung menjawab pertanyaanku mas Umair malah menarik selimut dan menyandarkan tubuhnya pada san
#SKDYPart 95 Mencurigai Seseorang Sebab selama ini aku dan mas Umair tahu kalau Rima itu begitu terobsesi pada mas Umair. Terbukti dari berbagai caranya dimasa lalu yang selalu berusaha untuk mendekati mas Umair bahkan disaat ia masih berstatus suami orang. Ditambah saat mas Umair mendatangi rumah pak Budi tadi sore, suamiku itu mengatakan jika Rima lah yang mengusulkan pada pak Budi untuk menyewa sawah-sawah kami. Mendengar hal demikian pun aku yakin jika ini adalah salah satu caranya untuk kembali mendekati mas Umair. Astagfirullah, kenapa harus ada calon pelakor yang kembali muncul dalam kehidupan rumah tanggaku? ***Mas Umair juga menambahkan jika sebetulnya pertemuannya tadi sore dengan pak Budi karena istrinya lah yang berkeinginan. Dan dari situlah mas Umair yakin jika Tiyas adalah Rima.Sebab, sebelumnya saat pertama kali mas Umair melihat istri pak Budi tersebut, ia juga mencurigai jika Tiyas adalah Rima. Namun karena tak mempunyai bukti apapun, mas Umair memilih diam dan
#SKDYPart 96 Di Sekolah ShakaTerlepas dari masalah yang sedang kami hadapi, mas Umair justru memikirkan hal lain. Dimana ia mencurigai seseorang yang ia sangka telah berbuat curang kepada padi-padi kami. Karena baginya masalah seperti ini terjadi sebab tangan manusia. Hanya saja, kecurigaan mas Umair ini belum bisa ia sebutkan siapa orangnya karena ia tak ingin menuduh tanpa bukti. "Aku yakin kalau dia pelakunya!" ucap mas Umair dengan tatapan tajam yang entah ia tujukan pada siapa. ***"Siapa yang Mas maksud tadi?" tanyaku sesaat setelah aku dan mas Umair memasuki kamar kami. Mas Umair masih terdiam sembari tetap menatap arah depan. Kembali menghela napasnya kemudian dilanjutkan duduk di tepi ranjang. Reflek aku pun mengikuti langkahnya. "Mas mencurigai pak Budi?" terkaku. Mas Umair menoleh kearahku yang duduk di sebelahnya. "Bukan, Dik," katanya bersamaan dengan menggelangkan kepalanya. Dahiku berkerut. Mendengar tebakanku salah membuatku kembali menerka siapa gerangan yang
#SKDYPart 97 Di Taman SekolahLega mendengar kalau mas Umair tak melanggar aturan agama. Tetapi yang masih menjanggal untuk apa dia meminta bantuan pada orang lain ? Dan ada apa di taman sekolah? Dengan tangan kananku yang di gandeng mas Umair, kami pun melangkah menuju taman yang tepatnya berada di samping gedung sekolah. Terus berjalan hingga pada akhirnya aku melihat sosok wanita yang tengah duduk sendirian di salah satu bangku taman dengan posisi membelakangi kami. Lagi-lagi perasaan penasaranku kembali muncul dengan wanita tersebut. Apakah ia yang akan ditemui suamiku sesuai dengan perkataan pria tadi? Entah benar atau tidak sebab mas Umair sendiri justru mengunci rapat mulutnya alias tidak memberitahukanku siapa orang yang akan ia temui itu. Atau malahan jangan-jangan suamiku ini belum tahu siapa orang yang akan ia temui? Rasanya tak mungkin kalau ini. Langkahku dan mas Umair pun berhenti tepat di samping bangku wanita tersebut. Meski sudah berjarak amat dekat tetapi aku ma
#SKDYPart 98 Identitas yang sebenarnya Meski begitu aku masih penasaran dengan sosok wanita tadi? Apakah betul ia adalah Rima? "Tadi itu siapa, Mas?" tanyaku sesaat setelah aku dan mas Umair sudah berada di atas sepeda motor kami yang siap melaju. "Rima ya? Atau Tiyas? Atau siapa sih, Mas?" aku menoleh ke sisi wajah mas Umair yang hanya sedikit terlihat karena terhalang helm yang dikenakannya. "Nanti ya," balas mas Umair lalu menghidupkan mesin sepeda motornya. "Gak dikasih tau juga gak pa-pa!" ketusku seraya memundurkan posisi dudukku hingga di ujung jok sepeda motor sehingga membuat adanya jarak diantara kami. Meski demikian mas Umiar tetap melajukan sepeda motornya tanpa menggubris apa yang aku lakukan. Bahkan sekedar bertanya saja tidak. Melihat kenyataan aku diabaikan begini jelas membuatku semakin dongkol pada mas Umair. Rasa diabaikan oleh mas Umair itu pun berlangsung hingga kami sampai di rumah. Bahkan setelah memarkirkan sepeda motornya ia berlalu ke dalam rumah begi
#SKDYPart 99 Perkataan Pak BudiMas Umair juga menambahkan kalau penyewaan sawah-sawahnya oleh pak Budi tersebut tak lain tak bukan adalah ide dari Rima. Dan mas Umair menyakini jika hal ini adalah salah satu usahanya untuk kembali mendekati dirinya seperti apa yang pernah kami perkiraan beberapa hari yang lalu. Ah, benar-benar bikin kesal wanita gil* satu itu. Bisa-bisanya melakukan segala cara yang hanya untuk memenuhi ambisinya. ***Waktu panen pun tiba dan seperti yang sudah mas Umair juga abi prediksikan beberapa hari yang lalu akhirnya kejadian. Kami mengalami gagal panen karena banyaknya padi-padi yang rusak. Meski kecewa karena hasil panen tak memuaskan, namun begitu kami juga bersyukur karena masih ada dua sawah lainnya yang mana padi-padinya masih berbuah sesuai harapan. Meski terbilang tak mendapatkan laba dari panen kali ini, setidaknya modal kami bisa kembali walaupun tidak seratus persen. Dan ini lebih baik daripada gagal panen sepenuhnya seperti yang kemarin. "Saba
#SKDYpart 120 TamatPetang sudah menjelang, matahari hampir turun ke peraduan dan Mas Umair baru saja sampai ke rumah dengan Mas Bima yang seraya pulang bersama Mbak Sinta. Setelah selesai sholat maghrib, mendadak pintu rumah kami diketuk dan seseorang yang datang, mengejutkan aku serta Mas Umair seketika.Romi … Benar, lelaki yang sempat menyatakan perasaannya lewat suamiku itu kembali muncul. Ku pikir setelah kepergiannya dari bumi perkemahan waktu itu ia sudah menghilang bersama istrinya. Sebab, semenjak itu pula lah mas Umair mengaku tidak pernah lagi berkomunikasi. Padahal hubungan kami terbilang baik-baik saja. “Assalamuallaikum … Umair?” Romi mengulas sebuah senyuman di hadapan suamiku.“Waalaikum salam. Oh kamu, Romi? Ayo masuk – masuk! Silahkan masuk,” kata suamiku yang justru terlihat lebih tenang dan santai.“Tidak usah, aku duduk di teras saja.” Romi menolak dan langsung berbalik mencari kursi di teras rumah kami yang langsung menghadap ke pekarangan yang lumayan luas.
#SKDYPart 119 Siapa yang datang? Keluar dari kamar, kami berdua sudah saling bergandengan tangan. Atau lebih tepatnya, Mbak Sinta yang terus menggandeng tanganku tanpa berniat melepaskannya begitu saja. Meski masih ada jejak air mata di kedua pipi Mbak Sinta. Bisa ku lihat dengan jelas sebuah senyum merekah di bibir kecilnya. Senyuman yang hampir tak pernah ku lihat bahkan semenjak kami bersama dulu. Mas Bima terlihat ikut senang dengan perdamaian antara kami berdua. Begitu pun dengan Mas Umair yang ikut tersenyum dan memperlihatkan ekspresi bangga dengan kebesaran hati yang kuberikan pada Mbak Sinta. Sementara Abi hanya mengucapkan kata ‘Alhamdulillah’ secara lirih dan pergi begitu saja keluar rumah diikuti oleh Umi. Entah kenapa mereka melakukannya setelah sempat menyampaikan keinginan mereka agar kami saling memaafkan. Tapi aku enggan memikirkannya untuk saat ini.“Karena semua sudah membaik, bagaimana kalau kalian juga ikut hadir dalam acara aqiqah putri kami hari ini?” Mas Uma
#SKDYPart 119 Memaafkan? Mungkin karena melihat Mbak Sinta yang tak kunjung mendapatkan maaf dari kami, membuat Mas Bima yang sejak tadi hanya diam dan menundukkan kepala. Kemudian ikut berlutut di hadapan Abi dan Umi. Kini pria berusia hampir 40 tahun tersebut menunjukkan ekspresi kesedihan yang begitu dalam dan membuat Abi yang awalnya membuang muka, kini mulai menatap wajah Mas Bima.“Abi … Bima sadar, sebagai suami … Bima sudah gagal mendidik istri Bima selama ini, hingga membuat Sinta mampu melakukan hal yang tidak seharusnya.” Mas Bima terlihat menangis sejurus kemudian, mengejutkan kami semua termasuk aku.“Sepertinya, mereka benar – benar sudah menyesal, Dek.” Mas Umair membisiki telingaku.Aku kembali mengernyitkan kening dan melihat ke arah suamiku ini. Kebiasaan mas Umair yang bisa semudah ini untuk memaafkan mbak Sinta dan mas Bima. Setelah semua yang mereka lakukan pada kami?Seolah mengerti dengan jalan pikiranku, Mas Umair kembali berbisik.“Coba kamu tarik nafas dala
#SKDYPart 118 Kemunculan Mbak SintaRahma membuntutiku dari belakang dan beberapa kali mengintip. Sementara aku merasakan jantungku berdegup cukup kuat dan kencang. Perasaan penasaran dan takut kalau kejadian buruk yang lalu terulang kembali, kini mulai merasuk ke dalam benak dan pikiranku. Aku takut, kalau Mbak Sinta datang untuk kembali membuat ulah seperti dulu.Menghancurkan kebahagiaan yang sedang ku rasakan bersama keluargaku baru – baru ini. Kalau sampai itu terjadi, rasanya aku pasti akan sangat gila dan siap mengamuk di depan perempuan itu. Sumpah serapah juga sudah siap ku lontarkan dari mulutku ini, jika dia menyerukan kata – kata pahitnya lagi. Tak akan ada rasa peduli lagi dengan sikap apa yang akan diperingatkan oleh mas Umair terhadapku. Tak akan ku biarkan acara untuk kebahagiaan putriku dihancurkan oleh kakak tiriku itu. Memang setelah menghilangnya mbak Sinta dulu aku sudah memaafkan semua kesalahannya. Namun, entah bagaimana perasaan takut dan was-was jika mbak Si
#SKDYPart 117 Beberapa Bulan BerlaluHari pun menjelang siang. Aku dan mas Umair bergegas membereskan semua perlengkapan camping kami. Ya, suamiku itu memutuskan untuk segera pulang. Sebab, bukan hanya Shaka yang menjadi alasan kami tetapi juga paper bag pemberian Romi tadi dimana mas Umair sendiri juga mengungkapkan rasa penasarannya. "Ha ha ha! Penasaran juga 'kan kamu!" batinku sambil melihat mas Umair. Sesampainya di rumah, entah mengapa tiba-tiba aku juga ikut tak sabar untuk melihat isi paperbag pemberian Romi tadi. Begitu juga dengan mas Umair. Suamiku itu bahkan hanya meletakkan barang-barang kami begitu saja di dekat meja. "Alhamdulillah .... " Serentak aku dan mas Umair berucap ketika mengetahui apa yang ada di dalam paperbag tersebut. Benar, di dalam paperbag tersebut berisikan sebuah hexa frame yang berukuran mini yang mana terdapat lampu yang bisa meneranginya jika ditekan pada tombol di salah satu sudutnya. Terlihat sederhana memang tetapi aku tahu maksud dari hexa
#SKDYPart 116 Kehadiran Romi"Mas jangan kayak ginilah. Hanya gara-gara Romi biar terlihat baik-baik aja di hari pernikahannya malah membuat Mas gak bertindak apa-apa. Dia itu kayak Rima lho, Mas. Tolong, jangan diam aja kalau sudah menyangkut rumah tangga kita," tuturku panjang lebar. Berusaha meyakinkan mas Umair agar tidak berserah diri dengan keadaan. "Kamu yang tenang, Dik. Mas ada alasan lain kenapa Mas ambil keputusan ini," kata mas Umair yang membuatku menautkan kedua alisku. Alasan lain? Alasan apalagi ini? "Maksud, Mas?" tanyaku kebingungan. Bukannya menjawab pertanyaanku mas Umair malah melihat kearah jam tangan yang melingkar dj lengan kirinya. "Sudah malam rupanya. Ayo tidur!" kata mas Umair setelah mengetahui waktu yang menunjukkan hampir tengah malam. "Tapi Mas—" dengan cepat mas Umair meletakkan kedua tangannya di sisi bahuku sambil berkata," tidur dulu ya, biar tendanya gak sia-sia." Mas Umair tersenyum lalu masuk ke dalam tenda. Mendengar mas Umair berkata dem
#SKDYPart 115 AncamanNamun, karena mas Umair menyebut nama Shaka, hal itu membuatku semakin penasaran dengan apa yang akan ia katakan sehingga tak ingin anaknya itu tahu.Pikiranku pun tanpa dipaksa mendadak ikut menebak-nebak tentang apa yang akan disampaikan oleh suamiku itu. Jika tentang pekerjaannya rasanya tak mungkin. Jika tentang rasa cintanya terhadapku, bukankah barusan ia mengungkapkannya? Ah, benar-benar aku tak bisa mengira-ngira apa yang sebenarnya terjadi pada diri mas Umair. "Mas mau ngomong apa?" tanyaku. "Kamu kenal Romi?" mas Umair menoleh kearahku sebentar. "Romi?" gumamku lalu mengingat-ingat kembali siapa yang dimaksud mas Umair. Beberapa detik kemudian aku pun tersadar dan teringat dengan sosok Romi yang dimaksudkan oleh suamiku itu. Ya, Romi adalah temanku di masa sekolah. Waktu itu memang kami terbilang dekat, namun bukan berarti kami ada hubungan spesial. Kami hanya teman biasa. Kami pun sudah lama tak berkomunikasi. Lebih tepatnya semenjak Romi memutusk
#SKDYPart 114 Sikap Berbeda dari Mas Umair"Emangnya Mas mau ngomongin apa?" perlahan dengan suara pelan aku menoleh kearah suamiku itu. Mas Umair membalas tolehanku. Ia tersenyum kecil sembari berkata," nanti kamu juga tau."Belum sempat aku membalas perkataannya mas Umair sudah melangkahkan kakinya menuju mobil. Mempersiapkan segala sesuatu untuk kegiatan camping hari ini. Sedangkan aku masih terdiam di tempat dan mencoba mencerna apa saja yang dikatakan mas Umair sebelumnya. ***Sembari menikmati suasana malam yang teramat dingin aku dan mas Umair menyantap makanan yang kami beli di warung makan yang memang berada di sini. "Mas mau ngomong apa?" tanyaku sembari menyiapkan peralatan makan yang sudah kami bawa dari rumah. "Makan dulu, ya," kata mas Umair menoleh kearahku lalu kembali memandangi bintang-bintang di atas sana. "Selalu begitu," gerutuku. Meski agak kesal karena masih dibuat penasaran, tetapi mau bagaimana lagi? Sebab memang begitulah tabiat suamiku itu. Awalnya a
#SKDYPart 113 Ke Suatu TempatNamun, sedetik setelah menutup pintu kamar tidur langkahku langsung terhenti. Aku terdiam tepat di depan pintu dan menyadari sesuatu hal yang membuatku beristighfar sembari mengusap wajahku dengan kedua telapak tanganku. "Astaghfirullah," ucapku kesal pada diriku sendiri. Dengan langkah malas sembari menahan malu akhirnya aku berbalik badan kembali ke kamar. Sebab, ternyata tanpa ku sadari kalau sebetulnya waktu sudahlah gelap. Bahkan saat sudah membuka pintu kamar netraku langsung tertuju pada jam dinding yang berada di ruang kamar tidur. Memastikan apakah kegelapan yang ku lihat benar adanya. Dan ternyata memang begitu keadaannya. "Tau 'kan jam berapa?" tanya mas Umair yang melihatku kembali masuk ke dalam kamar. "Iya, Mas, maaf," kataku sembari menghampiri suamiku. Sekarang aku sadar mengapa mas Umair menyuruhku melepas gamis yang ia berikan tadi. Karena memang waktu yang sudah menunjukkan hampir pukul sembilan malam tentu diwaktu seperti ini ka