“Selamat pagi, Tuan Arya. Apa yang bisa saya bantu hari ini?” tanya Arum.
Hari itu, baru saja sampai kantornya Arum sudah mendapat panggilan dari Tuan Arya. Tuan Arya di seberang sana tersenyum saat mendengar suara Arum.
“Ada beberapa hal yang ingin ditanyakan Tuan Simon. Apa kamu ada waktu hari ini?”
Arum terdiam sejenak sambil menatap Lisa yang baru saja masuk ke ruangannya.
“Eng … tunggu sebentar. Saya lihat jadwal saya dulu, nanti saya beri kabar lagi, Tuan.”
“Iya, baiklah. Saya akan menunggu. Tolong, kabari saya secepatnya, ya!!”
Arum mengangguk, tapi tentu saja gerakannya itu tidak terlihat oleh Tuan Arya. Tuan Arya sudah mengakhiri panggilannya tanpa menunggu jawaban dari Arum.
“Lisa, apa saja jadwalku hari ini?” Kini Arum sudah mengalihkan pertanyaan ke Lisa.
Lisa menghentikan langkahnya, berdiri di depan meja Arum sambil memeriksa tablet yang ia bawa.
“SIALAN!! BERENGSEK!!!” maki DanuIa meremas foto itu dan melemparnya ke lantai. Budi hanya diam mengamati dan tidak berani mengambil foto yang sudah lecek itu.“Cari tahu siapa pengirimnya!! Akan aku cincang habis jika ketemu!!!” sergah Danu penuh amarah.Budi hanya diam sambil berulang menganggukkan kepala. Tanpa berkata apa-apa lagi, Danu berjalan keluar ruangan. Sementara Budi langsung merunduk, mengambil foto yang baru saja diremas Danu. Ia sangat penasaran mengapa bosnya semarah itu usai melihat foto tersebut.Pelan, Budi membuka foto tersebut dan langsung tercengang. Ia melihat Arum sedang digendong oleh asisten Tuan Arya. Arum tampak terlelap dalam gendongan asisten Tuan Arya. Sementara Tuan Arya berjalan di sisinya melirik Arum dengan tatapan penuh arti.Budi makin penasaran dan melihat ke dalam amplop. Di sana masih ada beberapa foto interaksi Arum dan Tuan Arya. Mereka tampak saling mengobrol di sebu
“Iya, Tuan. Saya masih bisa melanjutkan ceritanya,” jawab Arum dengan mantap.Tuan Simon tersenyum sama halnya reaksi yang ditunjukkan Tuan Arya. Mereka kembali terdiam, menunggu Arum meneruskan ceritanya.“Saya berlari masuk kamar dan sembunyi di lemari. Tidak disangka pria itu juga masuk kemar bersama Anjani. Anjani langsung ditarik dan dihempaskan dengan kasar ke atas kasur. Saya bisa melihat dari rongga kayu di pintu lemari. Namun, saya tidak punya keberanian untuk keluar dan menolongnya.”Arum menunduk dan berurai air mata. Tuan Simon dan Tuan Arya hanya diam sambil berpandangan dalam satu pemikiran yang sama.“Kalau kamu tidak bisa meneruskannya, kamu bisa berhenti, Arum.” Tuan Arya yang bersuara.Perlahan Arum mengangkat kepala dan menggeleng.“Tidak. Saya sudah lama menjadi pengecut dan ini saatnya saya ungkapkan semua. Saya ingin tahu siapa sebenarnya pembunuh Anjani.”Tuan Arya
“Tato naga di bahunya?” ulang Tuan Simon.Arum mengangkat kepala dan mengangguk dengan mantap.“Iya, saya baru saja mengingatnya, Tuan. Saya belum pernah mengatakan hal ini kepada siapa pun. Saya takut mengingat kejadian malam itu. Lalu … tadi ingatan itu tiba-tiba datang.”Tuan Arya tersenyum, menatap Arum dengan sendu seakan berusaha menenangkan wanita cantik itu. Tuan Simon kini terdiam, keningnya berkerut dengan mata sipitnya yang semakin menghilang. Terlihat sekali jika pria ini sedang berpikir keras.“Kamu ingat tato naganya di sebelah mana? Bahu kiri atau kanan lalu bentuknya bagaimana, kecil atau besar sampai ke lengan?”Arum terdiam kemudian menggelengkan kepala dengan cepat.“Saya … saya tidak tahu, Tuan. Ingatan tentang tato naga itu tiba-tiba muncul.”Tuan Simon menarik napas panjang dan terlihat sekali kalau ada kekecewaan di matanya. Tuan Arya memperhatikan re
“Apa maksud Anda tidak tahu tentang pengiriman itu?” tanya Danu.Ia sudah kembali ke kantor dan kali ini sedang menginterogasi Pak Andreas. Pria bertubuh tambun itu hanya menganggukkan kepala menjawab pertanyaan Danu.“Bukankah Bapak yang bertanggung jawab dengan hal itu selama ini,” imbuh Danu.“Iya, benar, Tuan. Hanya saja pengiriman ini terjadi tanpa sepengetahuan saya. Beberapa hari lalu, saya cuti karena ada keperluan keluarga. Bisa jadi saat saya tidak ada, pengiriman itu terjadi.”Danu mendengkus sambil mengacak rambutnya.“Memangnya tidak ada yang bertanggung jawab selain Anda. Anda punya anak buah kan, Pak?”“Iya, benar, Tuan. Hanya saja saat saya bertanya ke mereka. Mereka bilang kalau yang melakukan pengecekan adalah orang baru yang saya kirim.”Danu mengernyitkan alis menatap dengan bingung ke arah Pak Andreas. Pria bertubuh tambun itu menarik napas panjang sambil
“Ba-baik, Tuan,” jawab Budi.Ia tidak tahu mengapa Danu tiba-tiba semarah ini. Apa memang dia sedang dibakar cemburu atau karena adanya beberapa masalah hari ini membuat Danu kesal.Pukul tujuh malam saat Danu tiba di rumah. Gara-gara percakapannya dengan Pak Andreas tadi membuat Danu pulang lebih malam. Ia berjalan masuk langsung ke dalam kamar dan melihat Arum sedang terbaring miring di atas kasur.Seketika amarah Danu yang membara sejak di kantor tadi tiba-tiba pupus saat melihat istrinya tidur setenang itu. Danu menarik napas panjang sambil berjalan mendekat tanpa suara. Sebuah senyuman terukir di raut tampannya melunturkan segala amarahnya.Perlahan Danu duduk di tepi kasur, kemudian tangannya terulur dan menyentuh lembut rambut Arum yang menutupi wajahnya. Tak disangka ulah Danu itu membuat Arum membuka mata. Ia langsung tersenyum menatap Danu.“Mas … baru datang?” tanya Arum dengan suara seraknya khas bangun ti
“Tato naganya berbentuk seperti itu,” ulang Arum.Sontak Tuan Arya, Tuan Simon dan Danu melihat ke gambar naga yang dimaksud. Gambar naga itu hanya kepala saja yang dengan mulut menganga, mata merah dan surai yang berkibaran tertiup angin dalam posisi miring. Ada lingkaran emas yang mengelilingi dengan dua inisial angka dan huruf di bagian bawah.Tuan Arya dan Tuan Simon saling berpandangan kemudian diam dalam satu pemikiran. Danu ikut diam dan kini menatap tajam ke arah dua pria di depannya ini.“Anda mengenalnya, Tuan?” tanya Danu.Tuan Arya menghela napas panjang. Hal sama juga dilakukan Tuan Simon. Mereka belum menjawab hanya diam dan membuat Danu makin penasaran.“Sebaiknya kita pindah tempat saja. Saya takut ada banyak telinga yang mendengar percakapan kita nantinya,” putus Tuan Simon.Tanpa pikir panjang, Danu dan Arum mengiyakan saja permintaan Tuan Simon. Kali ini mereka memilih singgah di rumah T
“Tentu, Tuan Danu. Tanyakan saja!!” jawab Tuan Arya.Ia meletakkan cangkir kopinya dan kini memberi perhatian penuh ke Danu. Danu terdiam sesaat kemudian menarik napas panjang sambil menatap tajam ke arah Tuan Arya.“Apa tidak ada maksud tertentu di balik pertolongan Anda kepada istri saya, Tuan?”Seketika Tuan Arya terkejut mendengar pertanyaan Danu. Mata tuanya kini menatap tajam dengan bibir yang mengatup rapat. Danu belum bersuara hanya memperhatikan pria paruh baya itu, kemudian karena tidak kunjung mendapat jawaban. Danu kembali membuka mulut.“Ada seseorang yang menunjukkan kalau perlakuan Anda kepada istri saya melebihi batas, Tuan.”Kembali Tuan Arya tercengang dan menatap Danu dengan reaksi yang sama seperti tadi.“Saya tahu, mungkin ini sedikit kurang sopan. Namun, ada baiknya saya tanyakan langsung ke Anda daripada saya mendengar desas desus tak sedap di luar sana tentang hubungan Anda da
“Anda tidak perlu tahu siapa dia. Yang pasti saat semua sudah pasti saya akan memberi tahu,” jawab Tuan Simon.Arum sedikit ragu. Namun, dia juga sudah lama ingin tahu tentang asal usulnya. Selama ini, Arum berpikir dia hanya anak yang tidak diinginkan keluarganya. Anak yang dibuang, tapi setelah mendengar penjelasan Tuan Simon tadi, Arum seakan punya pemikiran baru.“Saya akan tentukan tempat dan waktunya. Anda tinggal datang saja.” Tuan Simon menambahkan.Arum mengangguk sambil tersenyum. “Baik, Tuan. Kalau memang itu yang terbaik, saya serahkan saja pada Anda.”Tuan Simon tersenyum sambil berulang menganggukkan kepala.“Lalu bagaimana dengan pria bertato itu, Tuan? Apa Anda sudah ada titik terangnya?”Tuan Simon menarik napas panjang sambil menyandarkan punggungnya ke kursi.“Saya mengenal beberapa dari mereka, tapi tentu saja saya harus mencari tahu siapa yang menyuruh sehingga
“Kamu baik-baik saja, Sayang?” tanya Danu. Arum tersenyum sambil menganggukkan kepala. Sudah hampir tujuh bulan berselang sejak kejadian itu. Semua pelaku kejahatan satu persatu mendapat balasan atas ulahnya. Hubungan Arum dan Tuan Arya kini pun semakin dekat. Bahkan sering kali Arum dan Danu menginap di rumah Tuan Arya seperti hari ini. “Iya, Mas. Aku baik-baik saja, hanya sekarang aku semakin engap,” jawab Arum. Ia berkata sambil mengelus perutnya yang membesar. Danu mengulum senyum sambil menatap penuh cinta ke Arum. Saat ini usia kandungan Arum sudah memasuki sembilan bulan dan tinggal menunggu hari persalinan. Danu mendekat duduk di tepi kasur dan membantu Arum untuk bangkit. Alih-alih bangun dari tempat tidur, Arum malah memeluk Danu dengan erat sembari mendekatkan wajahnya tak berjarak. “Kok malah meluk, lagi pengen?” Danu bersuara sambil mengerlingkan mata. Arum tersenyum, menjentik hidung Danu dengan gemas. “Enggak, cuman seneng aja liat kamu. Ganteng banget.” Danu son
“Berhubungan denganku? Berhubungan dalam hal apa?” tanya Tuan Arya. Tuan Simon mengulum senyum dan reaksinya membuat Tuan Arya semakin penasaran. “Asal kamu tahu, salah satu anak panti itu mempunyai hubungan darah denganmu.” Mata Tuan Arya membola, tidak hanya Tuan Arya saja yang terkejut kali ini. Danu, Arum dan Tuan Prada juga ikut kaget. “Maksud Anda … berhubungan darah itu apa? Anak atau kerabat, begitu?” Danu menimpali. Tuan Simon mengangguk. “Iya, tepat sekali. Anakmu tidak mati, Arya. Dia hidup dan tinggal di panti itu.” Tuan Arya terperanjat dan menatap Tuan Simon tampak kedip. Tuan Prada yang mendengar ikut terkejut. “Mana mungkin? Roweina meninggal di tempat dalam kecelakaan itu. Tidak mungkin dia melahirkan,” elak Tuan Arya. Tuan Simon menarik napas panjang dan menggelengkan kepala. “Tidak. Saat kecelakaan, dia tidak langsung meninggal di tempat. Roweina sempat melahirkan dan ada seseorang yang menolongnya lalu meletakkan bayi tersebut ke panti. Sayangnya saat oran
“Pelaku kejahatan? Kejahatan apa?” tanya Tuan Simon.Dia sangat penasaran dengan ucapan Danu. Danu tersenyum kemudian menjelaskan apa saja yang dilakukan Nyonya Lani terhadap keluarganya.“Astaga!! Jika Anda punya bukti lengkap, bisa kita seret ke meja hijau, Tuan.”Danu tersenyum sambil mengangguk. “Punya. Saya punya buktinya. Itu sebabnya saya penasaran dan ingin tahu siapa dalang di balik ulah Mama Lani selama ini.”Tuan Simon tersenyum sambil menganggukkan kepala. Kemudian pria paruh baya itu mengalihkan perhatiannya kepada beberapa anggota polisi yang membawa Pak Sudibyo. Pria berkepala plontos itu tampak marah dan menyeringai ke arah Tuan Simon.“Kamu tidak akan bisa menangkapku, Simon!! Sebentar lagi juga aku akan lepas!” seru Pak Sudibyo.Tuan Simon tersenyum sambil menggelengkan kepala.“Mungkin dulu kamu bisa berkata seperti itu, tapi tidak sekarang. Bawa dia, Pak!!&rdquo
“Tuan, saya sudah mendapat info tentang siapa yang melindungi Nyonya Lani selama ini,” ujar Beni pagi itu.Danu yang belum berangkat kerja terkejut saat mendengar ucapan anak buahnya. Ia hanya diam sambil menatap Beni dengan penuh tanya. Memang selama ini Beni sering berada di rumah Danu. Danu yang meminta Beni menjaga Arum selama ia tidak ada di rumah.“Siapa orangnya?” Tiba-tiba Tuan Prada menyeruak dari dalam rumah.Usai keluar dari rumah sakit, Danu memang meminta ayahnya tinggal bersama di rumahnya. Selain itu, Tuan Prada juga ingin menjaga Arum. Ia tidak mau terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan menimpa Arum lagi.“Pa, kenapa Papa ke sini?”Selama ini Danu memang menyembunyikan penyelidikannya terhadap Nyonya Lani. Ia ingin memastikan semuanya dulu baru menjelaskan ke Tuan Prada. Namun, sepertinya Tuan Prada sudah tahu ulah Nyonya Lani.“Aku sudah tahu apa yang dilakukan Lani, Danu. Bibi yang
“Masih hidup? Anak Roweina masih hidup?” tanya Tuan Simon.Pria bermata sipit itu terkejut saat mendengar penjelasan Tuan Burhan. Tuan Burhan tersenyum sambil menganggukkan kepala.“Bagaimana bisa? Kecelakaan itu ---”“Kecelakaan itu direkayasa, Simon. Mereka sudah menyabotase mobil Roweina hingga mengalami kecelakaan. Namun, sayangnya Roweina masih hidup saat itu bahkan gara-gara mengalami kecelakaan dia melahirkan di tempat.”Tuan Simon terbelalak kaget mendengarnya. Dia tidak pernah dengar tentang hal ini sebelumnya. Apa jangan-jangan ada yang menyembunyikan bukti tentang Roweina yang baru saja melahirkan saat itu.“Seseorang membantunya dan mengambil bayinya lalu dititipkan di panti itu. Sayangnya orang-orang yang menyabotase mobil Roweina tahu.”“Tunggu dulu!! Bukannya mobil Roweina terbakar dan dia ikut hangus di dalamnya. Bagaimana mungkin ---”Tuan Burhan berdecak sam
“Kamu sudah bangun?” tanya Danu.Pria tampan itu tampak sudah berpakaian rapi dan menghampiri Arum yang sedang terbaring di atas kasur. Semalam mereka datang sangat larut bahkan Arum sudah tertidur di dalam mobil sehingga Danu harus menggendongnya masuk ke dalam rumah.Arum menguap sambil menutup mulutnya kemudian memperhatikan Danu dengan seksama.“Kamu mau ke mana, Mas?”Danu tersenyum. Duduk di tepi kasur sambil menatap Arum dengan sendu.“Aku mau menyelesaikan yang tadi malam. Aku harus membuat laporan ke polisi tentang penculikanmu.”Arum terdiam, menunduk sambil menggelengkan kepala. Danu melihat bahu Arum naik turun mengolah udara.“Aku tidak menduga, Mas. Jika Dokter Sandy menyimpan dendam padaku. Aku tidak tahu selama ini.”Danu tersenyum sambil mengelus lengan Arum dengan lembut.“Kamu pasti tidak akan percaya jika kuberitahu siapa pelaku pembunuhan Anjani,
“PAPA!!! Apa yang Papa katakan?” sergah Dokter Sandy.Tuan Simon dan beberapa orang yang ada di dalam ruangan itu ikut tercengang usai mendengar ucapan Tuan Burhan. Mereka semua terdiam dan menatap Tuan Burhan. Sementara Tuan Burhan kini tampak melihat ke arah Dokter Sandy.“Iya, benar. Bukankah kamu juga tahu jika Papa yang membunuh Anjani. Papa yang merudapaksa dia kemudian tanpa sengaja membunuhnya.”Lagi-lagi semua yang hadir di sana terkesima mendengar pengakuan Tuan Burhan. Sedangkan Dokter Sandy membisu, mengatupkan rapat bibirnya dengan mata berkaca menatap Tuan Burhan.Pria berkacamata itu tidak dapat berkata apa-apa hanya menggelengkan kepala saja. Tuan Simon yang berada dalam ruangan itu perlahan mendekat dan berdiri di samping Tuan Burhan.“Benar yang kamu katakan, Burhan?” tanya Tuan Simon.Tuan Burhan mendongak, mata kelabunya menatap sendu Tuan Simon. Lalu dengan perlahan kepalanya menganggu
“Sial!! Berengsek!!” umpat Dokter Sandy.Ia langsung menyimpan alat suntiknya sambil berjalan tergesa menuju pintu. Arum hanya diam memperhatikannya. Namun, tinggal beberapa langkah menuju pintu Dokter Sandy menghentikan langkahnya dan menoleh ke Arum.Sebuah senyum seringai yang menyeramkan tampil di wajah pria itu. Arum sampai bergidik ketakutan melihatnya.“Aku akan pergi sebentar. Kamu bisa menikmati waktumu, Arum. Namun, setelahnya aku akan mengeksekusimu.”Sebuah tawa menyeramkan sontak bergema mengakhiri kalimat Dokter Sandy. Arum hanya membisu, memeluk lengannya sambil menatap ketakutan pria aneh itu. Pintu sudah kembali tertutup mengiringi kepergian Dokter Sandy.Arum menghela napas panjang sambil mengurut dadanya. Ia tidak tahu berada di mana saat ini, yang pasti Arum berharap Danu segera menemukannya.Selang beberapa saat mobil Dokter Sandy sudah berhenti di depan sebuah rumah tua. Ia melihat banyak mobil terparkir di depan rumahnya. Tidak hanya itu, Dokter Sandy juga melih
“Tuan, saya tidak bisa menemukan Nyonya,” ujar Beni di dalam panggilannya.Danu hanya terdiam dengan telinga yang tegak mendengarkan.“CCTV di kafe tersebut rusak sejak dua hari yang lalu dan saat kejadian tadi tidak terlihat apa yang sedang terjadi,” imbuh Beni.Masih tidak ada jawaban dari Danu hanya giginya yang saling beradu menimbulkan bunyi gemelatuk.“Tuan … .” Suara Beni terdengar menginterupsi lamunan Danu.Terdengar helaan napas panjang dari bibir Danu. Ia tidak tahu harus mencari di mana istrinya. Ponsel Arum bahkan tidak terlacak sama sekali. Bisa jadi Dokter Sandy sudah melepas nomornya dan membuang entah di mana.“Iya, Ben. Aku mendengarnya.” Akhirnya Danu bersuara setelah terdiam beberapa saat.“Saya masih mencoba tanya ke beberapa pelayan. Salah satu dari mereka ada yang melihat mobil box pengiriman datang dan berhenti di bagian belakang kafe dekat toilet. Bi