. . “Kamu sungguh akan pergi?” Aila menoleh pada Ricky yang menatapnya sambil berdiri, dengan tatapan bingung. Karena Ricky sendiri baru datang, tiba-tiba saja Aila membereskan barang-barangnya. Aila tidak menoleh pada Ricky, dia tetap melanjutkan kegiatannya sambil menjawab, “iya, katanya aku sudah membaik, aku tidak ingin terus seperti ini, aku harus bekerja juga, kan? aku sudah mengatakan pada ayah dan ibuku, setelah sembuh aku akan kembali bekerja, dengan begitu, mereka membiarkanku tetap di sini, sebenarnya mereka ingin aku kembali ke rumah. Oh iya, aku juga harus mencari kos atau tempat tinggal sementara – Ricky!” Ricky dengan cepat merebut tas Aila, lalu dia letakkan di lantai, setelah itu dia meraih kedua bahu Aila, menatap wanita yang sekarang sudah kurus itu dengan tatapan tajam. “sadarlah, Aila! Kau tidak bisa cepat-cepat kembali, lagipula memangnya kau pikir mudah untuk mendapatkan tempat tinggal baru? Kau sungguh-sungguh ingin pergi meninggalkan Alex?” “Lalu aku har
Aila memandangi belanjaan yang Ricky bawakan untuknya. Rencana hari itu adalah untuk memastikan menu untuk cafe yang akan dibuka Aila nantinya. Ricky memiliki beberapa anak buah yang bisa dimintai untuk mencarikan lokasi cafe di tempat yang strategis. Tentu saja itu itu sangat mudah bagi Ricky, dia adalah orang yang memiliki kekuasaan, koneksi dan kemampuan untuk melakukan hal remeh seperti itu.Aila saja kagum sekali dengan hal itu.Kesampingkan masalah tempat atau tokonya, masalah saat ini adalah membuat makanannya.Aila sendiri bingung, haruskah membuat cafe yang berfokus pada dessert atau makanan lainnya. Yang pasti, ada banyak bahan yang dibeli Ricky, sampai Aila bingung harus mulai dari mana.Ricky sendiri duduk tenang di kursi Sultannya, menunggu dengan manis makanan yang akan Aila buat untuknya.Oh iya, Ricky membawa sebuah kursi seperti kursi raja, dengan dudukan super empuk, ornamen luar biasa indah dilapisi emas. Aila menyebutnya kursi sultan, karena terlihat sangat mewah.
Saat di SMA, Aila itu cukup terkenal karena sering diseret untuk berbagai event. Aila selalu menjadi rebutan karena kemampuan memasaknya dan sifatnya yang ramah. Memang Aila itu cukup pendiam, tapi dia selalu baik dengan siapapun. Saking baiknya sampai sering dimanfaatkan juga, tapi Aila masih saja baik.Andre adalah kakak kelas Aila, yang sering bersama Aila dalam beberapa event, Andre juga sangat supel dan mudah bergaul. "Kak Andre membuka stand disini?" Tanya Aila, tentu dia senang bertemu kawan lama."Iya, aku setelah kuliah bekerja disini, setelah keluar dari pekerjaan, aku membuka stand disini, meski hanya untuk sementara, ada banyak yang membantu karena mereka ingin memiliki pengalaman, mungkin kamu kenal beberapa" ucap Andre, kemudian menunjukkan beberapa teman satu sekolah yang mungkin Aila kenal.Tapi nyatanya tidak semua Aila kenal, meski begitu Aila menyapa mereka semua."Oh, ini Aila gendut itu ya? Udah kurusan nih, tapi tetep kusem gak ada niatan glow up gitu?" Seorang
Beberapa persiapan untuk membuka cafe dessert sudah selesai. Aila mendapat toko yang bagus dan strategis, dekat dengan sekolah, universitas, perkantoran, dan perumahan warga.Desain cafe dibuat dengan warna pastel yang lembut, dihiasi beberapa bunga segar dan ornamen cantik. Aila menyumbang ide terbanyak untuk desain cafenya, tim desain juga sangat menyukai ide Aila.Menjadi sibuk sangat menyenangkan, Aila bisa melupakan tentang Alex dan kesedihannya, dia hanya tidak ingin terpaku dengan kisah cintanya dengan lelaki tampan itu.Namun, dunia mungkin sedang mengejeknya. Dia malah dipertemukan kembali dengan Alex.Saat itu Aila sedang berbelanja di supermarket untuk membeli bahan-bahan segar. Dia ingin memasak sesuatu yang enak, jadi dia juga membeli daging dan telur. Karena Aila suka ngemil, dan dia sedang program diet, jadi dia beli buah juga.Aila bukan diet untuk menurunkan berat badan, dia diet dan olahraga agar tubuhnya lebih bugar. Biasanya ada Ricky yang menemaninya olahraga. Kal
Aila tercekat melihat adik lelakinya berdiri di depannya. Sudah lama sekali sejak Aila bertemu adiknya yang bandel itu, adik kesayangannya yang tidak pernah menuruti ucapannya.Plak!Bukannya peluk-pelukan atau kangen-kangenan, Aila langsung memukul lengan adiknya lalu berjinjit untuk menjewer telinga adiknya tersebut."Aduh kak! Ampun!"Aila terus menjewer adiknya, Gavin, sambil berjalan memasuki apartemen."Kau ini ya! Sudah satu tahun Vin, satu tahun! Kamu pergi selama itu katanya bekerja di Bali, sampai aku bercerai dan habis kecelakaan pun kamu gak Dateng lho! Keterlaluan banget gak sih? Atau paling enggak sering-sering ngabarin lah!" Omel Aila.Gavin, bocah berumur 20 tahunan yang sama sekali tidak terlihat dewasa, dengan wajah tampan dan tinggi sekitar 185 cm itu memilih duduk di lantai, sambil menundukkan kepalanya.Ricky sendiri sudah masuk, sekarang saling bertatapan tidak suka dengan Alex, tapi keduanya memilih diam karena Aila sedang mengomeli adiknya."Maaf kak... Aku cum
"Kakak tuh serius sama pak dokter?"Saat itu Gavin sedang membantu Aila membuat pie labu. Berkat Gavin kerja kesana kemari, bocah itu jadi memiliki koneksi dengan bapak petani yang suka menanam labu. Jadi Gavin mendapatkan tiga labu besar-besar dengan kualitas bagus, itulah kenapa Aila punya ide untuk membuatnya jadi pie labu."Kenapa kamu nanyain itu sih?""Ya kak Aila baru cerai kan? Udah dapet gandengan lagi aja.""Baru cerai? Udah lebih dari tiga bulan tahu Vin, atau udah empat ya? Aku sendiri gak ada bayangan bakal ada hubungan sama Alex, dia itu dokternya mertuaku, aku sering dibantu olehnya, dia baik banget, kita jadi akrab dan dia juga bantuin pas aku cerai, aku dianter ke Surabaya juga."Gavin diam dan mendengarkan dengan seksama, dia masih tidak percaya kakaknya akan cerai secepat itu, lalu dapat gandengan baru yang jauh lebih baik juga cepat sekali.Setelahnya sambil membuat pie, Aila terus bercerita tentang dia dan Alex. Dia juga bercerita tentang bagaimana dia bisa kecela
Tidak terasa, cafe dessert milik Aila sudah buka. Andre setuju untuk bekerja dengan Aila, dia juga mengajak Lily, adik sepupu Andre yang juga pernah bekerja di cafe sebelumnya. Selain mereka, Gavin yang membawa temannya, Travis dan Bella untuk menjadi pelayan di cafe. Tentu saja Aila menerima teman-teman Gavin karena keduanya tampan dan cantik, selain itu mereka juga semangat bekerja."Hari ini mohon kerjasamanya ya semuanya!" Ucap Aila.Mereka bersemangat karena itu adalah hari pembukaan. Aila tidak menyangka hari itu akan ada banyak pelanggan yang datang dari yang dia perkirakan.Aila yang bahagia mengutus adiknya serta teman-temannya itu untuk bertanya pada pengunjung yang datang, bagaimana mereka bisa menemukan cafe itu, Aila juga meminta mereka memberi kritik serta saran untuk cafe.Gavin dan Travis akan menanyai para gadis-gadis yang datang, lalu Bella dan Lily akan menanyai para lelaki.Hingga setelah waktu telah menunjukkan pukul sembilan malam, cafe harus tutup. Aila mengumpu
Gavin terus memelototi mantan suami kakaknya tersebut, sampai Randy berkeringat dingin. Aila kembali dari dapur, meletakkan kopi hangat di depan Randy, dan juga camilan berupa kue kering. Gavin berdecak kesal, ngapain juga kakaknya masih mau menerima lelaki itu, padahal sudah banyak menyakiti Aila. "Ada apa kamu kemari? Darimana tahu alamatku?" Tanya Aila. "Dari ibumu, aku ingin menemui mu dan minta maaf, jadi ibumu memberiku alamatmu." Diam-diam Aila dan Gavin merutuki ibu mereka yang seenaknya sendiri, tapi ya sudahlah ya, sudah terlanjur juga. "Oh begitu, bagaimana kabarmu?" Tanya Aila lagi, dia tidak tahu harus bicara apa dengan mantan suaminya, dia bersyukur ada Gavin bersamanya saat ini. "Aku sudah lebih baik, Aila, aku juga sudah putus dengan Sari, dia pergi dan mencari lelaki lain yang lebih kaya karena aku tidak mau membagi tanah ayahku dengan dia. Karena itu, kamu mau kembali padaku kan? Aku janji tidak akan seperti dulu lagi, aku juga akan segera membuka bisnis dengan
Aila jarang sekali pergi berkemah, dulu pernah pergi dengan Gavin, hanya berdua saja, itupun hanya di belakang rumah nenek mereka.Sebenarnya dulu Aila iri melihat adiknya yang bisa bebas kemana saja, memiliki banyak teman. Jauh berbeda dengan Aila.Banyak juga gadis yang menyukai Gavin, itu juga membuat Aila iri. Dia hanya ingin tahu rasanya disukai oleh seseorang, sekali saja.Dan saat keinginan dia dikabulkan, malah ada dua orang yang mengaku jika menyukainya."Kak, kenapa diam aja disini?" Tanya Travis.Aila yang hanya duduk di depan kompor portabel sambil membuat s'more, menoleh pada Travis.Lelaki tampan yang memiliki mata tajam dan bibir mungil itu sedang berjongkok sambil menatap Aila.Bahkan saat Travis jongkok saja, Aila masih lebih mungil darinya. Aila bengong karena dia sedang berpikir 'mengapa anak-anak yang lebih muda darinya bertubuh besar-besar?'"Kak?" "Oh, aku lagi buat s'more, ini lho... Marshmallow yang dibakar, terus diapit diantara biskuit coklat, kamu coba deh
Aila membuka matanya perlahan. Matanya terasa berat, dan saat dia mencari cermin, dia melihat kedua matanya sudah membengkak, wajahnya pun sedikit membengkak.Menurut cara yang Aila tahu, dia hanya harus mengompresnya dengan air hangat atau kompres dingin. Aila memilih kompres dingin, baru kemudian menempelkan irisan mentimun pada matanya, sambil kembali rebahan di ranjang.Tanpa Aila sadari, dia kembali terlelap.Dalam tidurnya, teringat kembali kehidupan pernikahan yang menyakitkan bersama Rendy.Saat itu Aila masih gemuk, dia harus merasakan tatapan jijik dari suaminya. Setiap hari suaminya berkata padanya, "cewek gendut kayak kamu tuh, siapa sih yang mau nikahin kali bukan aku? Aku tuh kasihan sama kamu, harusnya kamu bersyukur punya suami kaya aku yang mau Nerima kamu apa adanya, iya kan? Coba sekarang sebutin, pernah pacaran nggak? Enggak kan? Hahaha, itu karena kamu udah kayak babi, kayak buldozer tahu nggak. Ya nggak aneh lah kalo aku nggak mau nyentuh kamu lagi, makanya diet
Alexa menepuk bahu kakaknya, Alex, lalu berbisik di telinganya, "kak, aku itu bukannya ingin mengejar Ricky, tapi aku ingin mengawasinya, karena aku tahu dia suatu saat akan berbuat yang lebih dari hari ini pada kak Aila."Alex hanya bergeming, dia tidak bisa mengatakan apapun untuk mengiyakan atau membantah adiknya, karena dia sendiri juga tidak tahu apakah adiknya berbohong atau tidak.Kemudian Alexa berdiri, mengambil sesuatu dari laci warna putih yang ada di meja, lalu memberikannya pada Alex."Lihat ini, aku menemukan foto-foto ini di kamar Ricky, dan itu hanya sebagian. Ricky memotret kak Aila diam-diam dan memandanginya tiap malam, aku melakukan ini semua untuk mu Alex... Aku tidak menyukai Ricky!"Alex memeriksa semua foto yang Alexa berikan padanya. Memang sebagian foto dipotret secara diam-diam, tapi sebagian lainnya pernah Alex lihat di ponsel Aila sendiri, entah itu diposting atau tidak."Tapi aku tahu kamu menyukai Ricky, Alexa... Kamu tidak perlu mengelak hal itu, karena
"Kak, kamu kenapa?"Gavin yang baru saja sampai di apartemen harus dikejutkan dengan Aila yang menangis di kamarnya tanpa suara, hanya terdengar suara ingus yang dibersihkan dengan tisu.Aila menoleh pada adiknya sebentar, lalu menggeleng pelan. Gavin menghela nafas berat. Aila memang sudah biasa memendam sendiri semua masalahnya, apa yang dia pikirkan, apa yang orang lain katakan padanya. Itu karena dari kecil, tidak ada yang mau mendengarkan ceritanya, bahkan saat ingin bercerita pada ibunya, yang ada Aila malah dibentak.Meski begitu, Aila selalu menjadi pendengar yang baik bagi adik-adiknya, Gavin juga sering bercerita pada Aila.Jadi, Gavin tidak mau membiarkan kakaknya seperti itu terus."Kak, ayo cerita... Jangan dipendam sendiri, nanti malah stress dan jadi jerawat, kulit jadi kusam, bukankah kakak bilang gitu kemarin?"Gavin duduk ditepi ranjang, tersenyum lembut pada kakak perempuannya.Aila beringsut mendekati Gavin, lalu memeluk adiknya erat, kemudian menangis lagi disana.
Ricky menghapus sedikit darah yang keluar dari sudut bibirnya, lalu dia menyeringai pada Alex."Ada apa bro? Aila ada disini, dia baik-baik saja, tidak perlu terburu-buru." Ucap Ricky santai.Dia sudah meminta Aila untuk sembunyi, karena awalnya Ricky mengira yang datang Alexa, karena jika Alexa yang datang, dia bisa mencelakai Aila."Tidak perlu pura-pura baik, aku sudah tahu tabiat burukmu, kau berpura-pura menjadi temanku tapi menusukku dari belakang!" Alex menunjukkan rekaman video yang Alexa kirimkan pada Ricky, membuat Ricky menaikkan satu alisnya."Ah, jadi dia menaruh kamera disana, aku akan membuangnya nanti. Katakan pada adikmu untuk tidak terobsesi denganku, aku hanya menyukai Aila—"Alex kembali berniat memukul Ricky, tapi Ricky dengan cepat menghindar dan menarik lengan Alex, menahannya dibalik punggung."Hei lepaskan aku!"Alex yang saat itu sedang kelelahan karena pekerjaannya, bisa kalah dengan Ricky dan dia merasa sangat kesal."Tidak, tunggu, kau harus menenangkan di
Saat itu Alex memiliki banyak pekerjaan, dia membantu dokter senior untuk menangani beberapa pasien. Dokter senior itu sangat menyukainya, jadi dia selalu meminta Alex untuk datang. Alex juga senang, dia jadi bisa banyak belajar dari dokter tersebut.Tapi akhir-akhir ini Alex diberi tugas lain, untuk membantu seorang dokter forensik yang sudah sangat terkenal, untuk menangani suatu kasus yang diduga rencana pembunuhan. Korbannya adalah selebriti, makanya tidak semudah itu.Maka dari itu, Alex jadi sangat sibuk. Padahal dia ingin sekali menemui Aila. Perasaannya tidak enak saat itu, ketika tiba-tiba ada Lexa, adiknya, menelfonnya.(Kak Alex!) Ucap Lexa dengan ceria setelah Alex akhirnya menerima panggilan tersebut."Iya, Lexa ada apa? Bagaimana dengan kerja pertamamu di cafenya Aila? Apa kamu sudah pulang?"Lexa bergumam kecil, (hmm, aku baru saja pulang dan aku ingin mengatakan sesuatu padamu, kamu mau mendengarkan ku kan, kak? Kita memang tidak seakrab itu, tapi aku tetap menyayangim
Saat itu, Aila merasa bingung, tidak berdaya. Apalagi Ricky mendekap tubuhnya dengan sangat erat.Aila tidak tahu apa yang terjadi, jadi dia ingin tahu. Dia berusaha memberontak dari rengkuhan Ricky, tapi dia sangat lemah.Sebenarnya, ciuman Ricky sangat lembut dan penuh perasaan, sampai Aila merasa dia sudah gila karena lama-kelamaan dia menikmatinya.Ciuman yang sangat terburu-buru itu, akhirnya selesai juga dengan tiba-tiba.Aila tidak sadar, tahu-tahu dia sudah duduk manis di sofa — tidak, diatas pangkuan Ricky.Sungguh, Ricky sangat tampan.Dengan wajah setampan itu, Aila merasa sayang sekali jika Ricky menyukainya.Karena..."Ricky, kamu tahu jika aku tidak bisa menerimamu, kan? Kenapa kamu memaksaku?""Kenapa kamu tidak berontak?""Bukankah kamu yang mendekapku dengan sangat kuat? Ku rasa kamu mencengkram pinggangku terlalu kuat tadi."Ricky terlihat khawatir, dia menurunkan Aila agar duduk sendiri, "serius? Maafkan aku Aila, aku tidak bermaksud. Seharusnya kamu hentikan aku tad
Aila merasa khawatir saat Ricky mengatakan ketidaksukaan dia secara terang-terangan pada Alexa, akan membuat Alexa kembali menyebalkan seperti dulu. Tapi ternyata Alexa hanya menanggapi ucapan Ricky seakan-akan Ricky tidak pernah mengucapkannya. Yah, tidak ada masalah dengan cafe. Alexa dapat berbaur dengan mudah, apalagi ada temannya, yaitu Travis. Gavin juga mulai bisa menerima Alexa, walaupun kadang kesal dengan Alexa, karena gadis itu tidak tahu banyak tentang dunia luar. Alexa bahkan tidak tahu caranya menyapu, jadi Gavin dan Travis seperti mengajari anak TK. Mereka bahkan berpikir anak TK bahkan lebih baik daripada Alexa. "Aku akan pergi sendiri naik taxi, aku baik-baik saja." Ucap Aila pada Gavin, saat dia akan pulang sendirian. Tidak ada Ricky yang biasanya mau mengantar Aila, karena Ricky tidak betah jika ada Alexa di sekitar sana. "Dia sudah besar, biarkan dia pulang sendiri," ucap Alexa, dia menyeret Gavin kembali ke cafe karena ada banyak kerjaan menumpuk. Aila berjal
"Tunggu dulu! Adiknya kak Alex? Gak mungkin lah kalo dia mau kerja di cafe, kan orang kaya raya!"Aila tersenyum tipis, "aku juga gak tahu, dia kemarin dateng kesini, mohon-mohon biar bisa kerja di cafe. Katanya dia mau cari pengalaman aja, gitu kok. Aku nggak tega sama di, jadi... Nanti tolong dibantu, ya? Pasti dia memiliki banyak kesulitan, karena dia udah kayak putri dari lahir."Gavin mengacak-acak rambutnya yang memang sudah acak-acakan, "kak... Aku tau kamu nggak tegaan, tapi ya mikir dong! Kita butuh orang baru yang bisa langsung kerja, bukan malah ngajarin bayi!"Aila tertawa canggung, lalu dia menepuk bahu Gavin, "kamu pasti bisa, Vin! Sehari atau dua hari, kalau dia nggak betah, pasti minta keluar sendiri kok."Gavin kembali menatap kakaknya, ada ide terlintas di kepalanya, "iya juga, ya?""Nah, sekarang kamu mandi dan siap-siap ya, aku masakin sarapan dan bekal makan siang."Gavin sudah tidak terlihat kesal, dia pun pergi untuk mandi dan bersiap. Jadi, Aila pikir, adiknya