Share

Sah

Author: UmiYazid
last update Last Updated: 2024-02-25 19:27:45

 

Tiba-tiba gawai yang sedari tadi disaku celana Hamzah bergetar, hati Hamzah yang sedang berbunga-bunga, tiba-tiba harus luntur ketika ia membaca pesan dari seseorang.

“Bang, nanti malam jalan yuk, udah lama kita gak jumpa.”

Hamzah membaca sekilas pesan dari Miska, gadis yang sudah dua tahun ini dekat dengannya.

Sikap ramah hamzah membuat gadis berkulit hitam manis itu berharap lebih, walau Hamzah tidak terang-terangan menyatakan cinta padanya. Tetapi Miska sudah terlanjur menyukai Hamzah.

Pria tegap dan berhidung bangir itu mengabaikan pesan dari Miska, menyambar handuk lalu masuk ke kamar mandi.

***

 

Hari minggu pun tiba, waktu yang begitu mendebarkan bagi gadis bernama Amira.

Setelah mempersilahkan masuk para tamu yang datang, Bu Salma memberi tahu Amira yang sedang menyiapkan camilan dan minuman di dapur.

Yang hadir Ustaz Harun sekeluarga, tentunya Hamzah juga ikut, dan dua orang adik dari almarhumah uminya Hamzah.

Mereka berkumpul di ruang tamu sederhana rumah Pak Hasan, dengan duduk lesehan di tikar anyaman pandan.

Setelah sedikit berbasa- basi, Ustaz Harun menyampaikan tujuannya dan disambut oleh Pak Hasan, ayahnya Amira.

Bu Salma mempersilakan tamunya untuk menikmati camilan dan teh yang baru saja disajikan.

Umi Rubiah menyesap sedikit teh, lalu meminta Amira ikut duduk bersama mereka, ingin bertanya langsung kepada Amira.

“Amira, tentunya kamu sudah tau maksud kedatangan kami hari ini. Bersediakah menerima Hamzah untuk menjadi suamimu, Nak?” tanya Umi Rubiah lembut sesaat setelah Amira duduk di samping mamanya yang berhadapan dengan Umi Rubiah.

Sementara Amira sudah sangat grogi, wajahnya yang dibalut pasmina silver itu sudah menghangat dan bersemu.

Mendengar pertanyaan ibu sambungnya itu, hati Hamzah seakan melompat-lompat dari tempatnya. 

Amira yang ditanya, Hamzah yang gelisah luar biasa menunggu jawaban yang akan diberikan oleh sang gadis.

Amira hanya mampu mengangguk pelan sambil terus menunduk. Sadar dirinya sedang menjadi pusat perhatian, membuatnya semakin salah tingkah dengan terus meremas jari-jarinya sendiri.

Sementara Hamzah bersorak gembira di dalam hatinya, tapi tetap berusaha terlihat biasa saja.

Mahar serta tanggal pernikahan pun ditetapkan, dan langsung disetujui oleh keluarga Amira.

Sebulan lagi, bukanlah waktu yang lama, sementara Amira akan tetap beraktivitas seperti biasanya walau sudah menikah nanti, hanya statusnya saja yang akan berubah, menjadi istri dari Hamzah. Begitu kata Ustaz Harun.

***

 

“Apppa... Kamu sudah dilamar dan akan menikah, sama siapa? kok gak bilang-bilang?” pertanyaan beruntun lolos begitu saja dari mulut Maya, ketika Amira memberi tahu bahwa ia akan menikah satu bulan lagi.

“Iya, sama siapa sih, Mira?” tanya Wati yang juga ikut penasaran.

"Yang pasti, saya akan menikah, ya sama calon suami saya lah... " Gurau Amira. 

"Ya maksudnya orang mana gitu, Neng... " Jawab Maya dan Wati serempak setengah berteriak. 

Amira memperhatikan Maya, sahabatnya yang selama ini mengidolakan anak sulung pimpinan pesantren tersebut.

“Aku minta maaf ya, aku juga awalnya gak tau udah dilamar, Ustaz Harun datang ke rumahku, dan memintaku sama Ayah aku.”

“Apa, jadi yang akan menikah denganmu nanti Ustaz Hamzah?” tanya Maya benar-benar berteriak.

Amira mengangguk sambil memperhatikan ekspresi keduasa habatnya.

Maya langsung merengut, tapi hanya sebentar saja, lalu ia berusaha kembali biasa saja.

Tiba-tiba Wati memeluk Amira.

“Selamat ya say, semoga lancar sampai pelaminan ya.”Wati mengucapkan selamat dengan tulus, sebagai sahabat ia ikut terharu.

Melihat kedua sahabatnya berpelukan, Maya juga ikutan, walau hatinya sedikit tidak rela, tetapi ia berusaha ikhlas untuk sahabatnya sendiri.

Amira masih tinggal di pesantren, beraktivitas seperti biasa, walau kabar pertunangannya dengan Hamzah sudah menyebar, baik dikalangan pesantren maupun warga sekitar.

Namun Amira sudah sering pulang pergi ke rumahnya,karena ada beberapa hal tentang kelengkapan berkas pernikahan harus diurus langsung oleh calon mempelainya, seperti tes kehamilan, vaksin calon pengantin, pembekalan calon pengantin, dan lain-lain.

 

***

Hari yang mendebarkan bagi Amira sudah di depan mata, hatinya makin bimbang.

Sudahkah ini keputusan yang benar, akankah tumbuh benih cinta di antara keduanya, bisakah menjadi istri yang baik untuknya.

Berbagai pertanyaan timbul dihati seorang gadis yang sebentar lagi akan menjadi istri dari seorang Hamzah.

Terkadang muncul niat ingin menolak saja, tapi ini sudah terlanjur jauh, ada rasa tidak enak sama Ustaz Harun jika ia berubah pikiran.

Acara ijab kabul dilaksanakan di kantor Urusan agama, yang letaknya tidak jauh dari rumah orang tua Amira.

Memang tidak dibuat mewah, karena hanya ijab kabul dulu, resepsi nanti baru digelar besar-besaran di pesantren.

Hamzah menggunakan koko putih dengan celana kain hitam, lengkap dengan peci hitamnya.

Amira mengenakan gamis serba putih dipadu dengan pasmina putih juga, hanya memakai riasan tipis.

“Saya terima nikahnya Amira Azzahra binti Harun,dengan mahar tiga puluh gram emas dibayar tunai!”

Sah?

Sah!

Sah!

“Alhamdulillah.” Ucap hampir semua orang yang hadir.

Dalam sekali tarik nafas Hamzah melafalkan kalimat sakti itu, yang membuat gadis yang dulunya bukan siapa-siapa baginya, kini menjadi tanggung jawabnya dunia dan akhirat.

Ya, anak gadis menjadi tanggung jawab ayahnya sampai ia menikah. Setelah menikah segala sesuatu mutlak menjadi tanggung jawab suaminya, baik urusan dunia maupun urusan ukhrawi.

Hal itu pula yang membuat Pak Hasan meneteskan air mata, gadis kecilnya sudah sah menjadi istri orang, tanggung jawabnya pun mulai berpindah tangan kepada Hamzah. 

Sementara Amira sendiri merasa biasa saja, tidak ada air mata bahagia ataupun sedih, masih seperti tidak terjadi apa-apa.

Ketika ia diminta maju ke depan untuk tanda tangan buku nikah, ada hal yang aneh rasanya ketika membayangkan ia sudah jadi seorang istri. 

Setelah tanda tangan semua berkas, Amira di persilakan untuk menyalami suaminya, Amira dan Hamzah sontak terkejut, jantung keduanya langsung berdisko ria.

“Ayo silakan salaman kedua mempelai, sudah sah tidak usah malu-malu, bahkan lebih dari bersalaman pun tidak masalah, asalkan tidak di sini.” Goda Pak Penghulu sukses membuat tertawa seisi ruangan, hingga membuat Amira dan Hamzah semakin salah tingkah.

Akhirnya dengan dituntun oleh penghulu, dan Amira dituntun oleh mamanya, bersalaman dengan malu-malu, secepatnya kembali keduanya menarik tangan masing-masing.

Setelah proses ijab kabul selesai, rombongan keluarga Hamzah dan juga keluarga Amira di arahkan untuk ke rumah, karena akan ada acara makan siang di rumah.

Makan siang berjalan meriah bagi kedua keluarga, tapi terasa canggung bagi sepasang insan yang bergelar pengantin. Nasi yang dimakan seakan tidak ada rasa, air yang diminum seakan hambar terasa. Ah, air putih ya memang hambar lah.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Related chapters

  • Suamiku, Ustad Bucin   Halal

    Setelah menyantap makan siang dan saling bercengkerama, akhirnya semua keluarga kembali ke rumah masing-masing.Di rumah tinggallah Hamzah dan keluarga Amira saja, karena Hamzah tidak diperbolehkan pulang oleh Ustaz Harun, baju dan keperluannya nanti akan diantar oleh santri ke rumah orang tua Amira.Pak Hasan menyuruh Amira membawa Hamzah ke kamar untuk beristirahat sekalian salat zuhur.“Amira, bawa Hamzah ke kamar, salat zuhur kalian sekalian istirahat.” Titah Pak Hasan sukses membuat jantung keduanya berdendang, membayangkan di dalam kamar berdua saja sudah merinding disko bagi Amira.“I-iya, Yah.” Jawab Amira tersendat karena malu.“Ciyye-ciyye....” Humaira menggoda kakaknya, sementara Imam, adik bungsunya Amira tidak peduli, remaja yang masih duduk di bangku sekolah menengah itu memang lebih kalem.Amira langsung saja berjalan, tak peduli dengan godaan sang adik, Hamzah mengikuti di belakang Amira walau tanpa diajak oleh sang pemilik kamar.Setelah keduanya berada di dalam kama

    Last Updated : 2024-02-25
  • Suamiku, Ustad Bucin   Kembali ke pesantren

    Setelah Amira selesai belanja, ia keluar dari swalayan mendapati Hamzah sedang mengobrol dengan seorang wanita muda.Amira penasaran, siapakah dia?Kenapa rautnya seperti sedang emosi?“Apa, Abang udah nikah, aku gak percaya, Bang!” Ucap wanitaitu dengan nada sedikit meninggi.“Tapi itu kenyataannya, Mis!”“Tapi kenapa ....” Ucap wanita itu terputus.“Nah, itu dia orangnya.” Tunjuk Hamzah begitu Amira mendekat.Begitu gadis yang ditunjuk semakin dekat, Hamzah langsung meraih tangan sang gadis, menggenggam erat seolah mereka begitu saling mencintai dan enggan terpisahkan.Amira terkejut, aliran darahnya seketika terasa begitu cepat, bukan karena wanita di depan mereka itu, tetapi sentuhan tangan Hamzah seakan mengalirkan arus listrik, yang mampu membuatnya kesetrum dengan tekanan tinggi.Hamzah tampak biasa saja, menuntun Amira ke motor, memasang helmnya lalu berlalu dari hadapan wanita yang bernama Miska.Sedangkan Amira manut, ikut tanpa bertanya apa pun, tapi dalam hati ada banyak p

    Last Updated : 2024-03-15
  • Suamiku, Ustad Bucin   Bertemu mantan

    Setelah suaminya pergi ke mesjid, Amira beranjak dari tempat tidur, ia mengendap-endap menuju pintu belakang, kembali ke asrama untuk bersiap-siap pergi kuliah, karena semua barang-barangnya masih di kamar lamanya.Usai bersiap-siap, gawai Amira berdering, Amira kembali terkaget ketika melihat 'Suamiku tampan' memanggil, seingatnya ia tidak pernah menyimpan nomor dengan nama tersebut“Apa jangan-jangan tadi malam dia mengutak-atik handphone ini ya. Ih, percaya diri banget ini orang.” Lirih Amira.Hingga panggilan kedua kalinya Amira baru menjawab.“Assalamu'alaikum.”“Wa ‘alaikumsalam.”“Katanya mau kuliah, ayo sarapan dulu sini.” Ujar Hamzah sesaat sebelum mematikan panggilan sepihak.Tidak sempat Amira mengajukan protes, panggilan sudah terputus, sehingga mau tidak mau dia harus masuk dan sarapan bersama.Begitu Amira muncul langsung di sapa oleh Umi Rubiah.“Amira, mau kuliah, ya. Ayo, sarapan dulu sini.”“Iya Umi.” Jawab Amira lirih.Ada rasa canggung yang amat sangat, mengingat d

    Last Updated : 2024-03-16
  • Suamiku, Ustad Bucin   Meminta Hak

    “Lihat saja, cepat atau lambat kau akan kembali padaku, tidak akan tenang hidupmu bersama perempuan itu.”Pesan dari nomor tak dikenal berhasil membuat seorang Hamzah semakin frustrasi.Di tengah kekalutan pikiran, Hamzah tetap memaksa bekerja menggabungkan sejumlah angka di layar komputernya.“Hamzah, proyek dari PT. Manunggal deadline-nya besok, gimana perkembangannya, apa sudah selesai?”Seorang pria setengah baya bertanya sambil menduduki kursi disamping Hamzah.Hamzah yang tengah berusaha fokus, kaget dengan kehadiran pria yang merupakan bosnya.“Eh, ini lagi saya kerjakan, Bos. Nanti malam Insya Allah sudah siap.” Jawab Hamzah setelah menghentikan kegiatannya sejenak di layar komputer.“Oke, jika begitu kamu yang presentasi besok ya.”“Siap, Pak Bos.”“Ya sudah, amanlah ya.”Pak Bagas yang merupakan bos di PT. Angkasa Konsultan itu menepuk pundak Hamzah sebelum berlalu meninggalkan ruangan itu.Suami dari Amira itu kembali berkutat di layar komputernya, akan tetapi semakin susah

    Last Updated : 2024-03-16
  • Suamiku, Ustad Bucin   Berbuka puasa

    “Boleh aku minta hakku malam ini kan?”DegSerasa jantung seorang Amira lompat dari tempatnya.Degup jantungnya mulai bergenderang, aliran darah terasa semakin kencang, walau jauh-jauh hari ia sudah membayangkan akan ada hal seperti ini, tapi rasanya belum siap jika harus sekarang.Hamzah menunggu jawaban, matanya tak lepas dari wajah istrinya, memandang dalam sambil terus mendekat, membuat Amira reflek mundur hingga sudah mepet ke dinding belakang pintu.Lelaki itu terus saja melangkah hingga mengikis jarak di antara keduanya, Amira tak berani mengangkat wajahnya yang sudah merah itu, dalam benaknya menerka-nerka apa yang akan terjadi selanjutnya.Suasana semakin tegang, Hamzah bagai singa yang siap menerkam mangsa yang sudah di depan mata, sementara Amira bak buruan yang akan dimangsa dan tak ada celah untuk melarikan diri.“Wajahmu kenapa merah seperti tomat gini?” ucap Hamzah yang diiringi senyuman.Amira tertegun, lantas mengangkat wajahnya, menatap wajah suaminya.“Aku mau mandi

    Last Updated : 2024-03-17
  • Suamiku, Ustad Bucin   Kecelakaan

    POV HamzahAku memegangi perutku, rasa lapar amat sangat yang kurasakan membawaku pulang. Ya, walau sebenarnya aku begitu malas untuk pulang ke rumah orang tuaku sendiri, sangat berbeda ketika masih ada Umi. Ah, aku jadi merindukan Umi.Setelah pulang tadi malam, aku langsung memakai barang yang dikasih Angga, aku tertidur sampai bangun juga kesiangan.Begitu sampai rumah ternyata rumahnya dalam keadaan kosong, tanpa satu orang pun di dalamnya, ini jauh lebih membuatku nyamanHal pertama yang kulakukan yaitu mendatangi meja makan, melihat menu yang sudah tersedia, segera kutuntaskan rasa lapar ini.Setelah selesai, aku masuk kamar, rebahan sambil lanjut scrol media sosial.Tiba-tiba ada suara seperti suara gesekan tudung saji dari arah meja makan, segera aku keluar kamar, mana tahu ada kucing yang hendak mengambil ikan, karena kan sering terjadi, kucing yang berusaha mencuri ikan dari meja makan orang.Rupanya dugaanku salah, bukanlah kucing melainkan Amira. Gadis yang sudah lama mond

    Last Updated : 2024-04-21
  • Suamiku, Ustad Bucin   Cemburu

    Pov Author.Hamzah segera melangkah ke arah bangkar tempat istrinya sedang berbaring, saat dia melihat keadaan Amira ia terheran karena tidak menemukan ada sedikit pun perban atau anggota badan yang berdarah.“Kamu kenapa, Dek, apanya yang sakit?”Kedua teman Amira bergeser memberi ruang kepada Hamzah, tiba-tiba seorang pria muda dengan gaya anak kuliahan datang menghampiri mereka, pria itu adalah Rido yang masuk dengan membawa empat botol minuman kalengan serta camilan. Beruntung ruang instalasi gawat darurat sedang tidak terlalu ramai.Hamzah yang bertemu kembali dengan lelaki yang kemarin tampak akrab dengan istrinya, seketika darahnya memanas.Rido juga tak kalah canggung, dia belum mengetahui bahwa pria yang sedang di depannya itu adalah suami dari gadis yang dia sukai, siapa yang menyangka Amira menikah muda, saat kuliahnya baru semester dua.“Gak apa-apa kok, hanya kaki yang terkilir, jadi gak bisa dibawa jalan, kata Dokternya harus dikusuk.” Amira menjawab pertanyaan suaminya.

    Last Updated : 2024-04-24
  • Suamiku, Ustad Bucin   Bulan madu

    Hamzah yang sedang duduk di kursi kamarnya hanya melirik sekilas, tidak berusaha menahan istrinya walau hatinya masih ingin bersama, menikmati hangatnya pengantin baru, bahkan ia baru saja ingin mendiskusikan tentang bulan madu di akhir pekan ini.Di asrama, Wati yang melihat Amira masuk dengan berjalan sedikit pincang mengerutkan keningnya.“Amira, kakinya kenapa?” tanya sahabat yang selalu peduli pada Amira tersebut.“Ada orang stres tadi bawa motor sembarangan, udah nyerempet, gak bertanggung jawab pula.” Jawab Amira seraya terus merengut.“Makanya tadi siang dengar-dengar ada adegan gendong-gendongan, ya?” celutuk Wati dengan diiringi senyuman menggoda.“Ih, apaan sih. Bang Hamzah tu, bikin malu aja!” gerutu Amira.“Lah, kan udah halal, ngapain mesti malu, lagian kan kakimu lagi sakit juga.” Ucap Wati membuat Amira semakin jengkel, karena terkesan membela Hamzah.“udah, ah. Aku mau tidur sini!”“Lo, kok, tidur sini, suamimu gimana?”“Biarin aja, jangan berisik, pokoknya aku tidur

    Last Updated : 2024-04-30

Latest chapter

  • Suamiku, Ustad Bucin   Bab 16

    Saat Hamzah berbalik badan hendak kembali ke kamar, ia di kagetkan oleh sosok Miska yang berdiri tepat di depannya.“Astagfirullah, Miska. Bikin kaget tau!” geram Hamzah seraya memijat dahinya.“Maaf. Sekalian juga mau minta maaf soal tadi malam, terima kasih ya,” ucap wanita berkemeja pastel dengan celana jeans itu.“Iya.” Jawab Hamzah malas.Suami dari Amira itu tak tertarik untuk mengobrol lebih banyak, ia hendak segera masuk, tiba-tiba lengannya dicekal oleh gadis itu.“Bang... Boleh aku ikut pulang sama kalian?” Miska berkata masih dengan memegang lengan Hamzah, sesaat kemudian Hamzah segera menarik dan agak menjauh dari gadis ia tahu masih menaruh hati padanya.“Mm... Gini, saya tanya sama istri saya dulu ya!”Hamzah segera berlalu dari hadapan Miska yang masih menatap punggungnya.Sementara dari lantai tiga, Amira yang hendak merapikan gorden, matanya menangkap sosok suaminya sedang berbincang dengan seseorang di tempat parkir, yang berada di halaman hotel, setelah ia coba perh

  • Suamiku, Ustad Bucin   Jebakan

    Tok tok tokSuara ketukan pintu dari luar terdengar nyaring, Hamzah begitu kaget, ia langsung teringat istrinya yang tadi ia suruh menyusul.Lelaki yang tengah dilanda nafsu itu lantas mendorong kuat tubuh Miska yang sedang dalam pelukannya. Ia meraih gagang pintu lalu keluar begitu saja.Amira yang berdiri tepat di depan pintu itu sempat melihat penampakan Miska yang hampir acak-acakan itu dan menunggu penjelasan dari suaminya.Sementara Miska terus memanggil-manggil nama Hamzah.“Ada apa, Bang?”Hamzah gelagapan, ia seketika bingung mau menjawab apa, hasrat kelelakiannya yang sudah dipuncak membuat pikirannya kacau.Hamzah tak menjawab pertanyaan istrinya, ia memilih menarik pergelangan wanita yang sangat ia damba sekarang ini.Tanpa banyak bertanya lagi, Amira mengikuti suaminya yang menarik tangannya dengan terburu-buru.Pergerakan lift menuju lantai tiga terasa begitu lambat bagi Hamzah yang tengah mati-matian menahan gejolak bir*hi, tangan Amira terus ia genggam kuat.“Sebenarny

  • Suamiku, Ustad Bucin   Bulan madu 2

    Amira dan Hamzah menoleh bersamaan ke arah suara, keduanya kaget begitu melihat siapa yang sudah berdiri di depan mereka.Gadis bergaun biru yang membentuk lekuk tubuh dan hijab pendek itu menatap Amira dan Hamzah bergantian.“Kebetulan aku belum makan juga, boleh ikut makan sama kalian?” pinta Miska dengan wajah polosnya, lalu langsung menarik kursi di sebelah Amira dan mendudukinya walau belum ada yang mempersilakan.“Iya, silakan.” Jawab Amira begitu melihat Miska sudah duduk di kursi sebelah kirinya, sedangkan Hamzah duduk berhadapan dengan kedua wanita tersebut.“Kak, saya samain aja sama Amira ya, makanan dan minumnya.”“Baik, Kak. Mohon tunggu sebentar ya, nanti makanannya kami antar.” Waitress itu undur diri seraya membawa kembali daftar menunya.“Kamu kenapa bisa ada di sini, Mis?” tanya Hamzah setelah waitress itu beranjak dari hadapan mereka.“Oh, aku bosan banget, aku ingin liburan, tapi karena belum ada suami, pacar juga gak punya, jadinya aku pergi sendiri. Kebetulan ban

  • Suamiku, Ustad Bucin   Bulan madu

    Hamzah yang sedang duduk di kursi kamarnya hanya melirik sekilas, tidak berusaha menahan istrinya walau hatinya masih ingin bersama, menikmati hangatnya pengantin baru, bahkan ia baru saja ingin mendiskusikan tentang bulan madu di akhir pekan ini.Di asrama, Wati yang melihat Amira masuk dengan berjalan sedikit pincang mengerutkan keningnya.“Amira, kakinya kenapa?” tanya sahabat yang selalu peduli pada Amira tersebut.“Ada orang stres tadi bawa motor sembarangan, udah nyerempet, gak bertanggung jawab pula.” Jawab Amira seraya terus merengut.“Makanya tadi siang dengar-dengar ada adegan gendong-gendongan, ya?” celutuk Wati dengan diiringi senyuman menggoda.“Ih, apaan sih. Bang Hamzah tu, bikin malu aja!” gerutu Amira.“Lah, kan udah halal, ngapain mesti malu, lagian kan kakimu lagi sakit juga.” Ucap Wati membuat Amira semakin jengkel, karena terkesan membela Hamzah.“udah, ah. Aku mau tidur sini!”“Lo, kok, tidur sini, suamimu gimana?”“Biarin aja, jangan berisik, pokoknya aku tidur

  • Suamiku, Ustad Bucin   Cemburu

    Pov Author.Hamzah segera melangkah ke arah bangkar tempat istrinya sedang berbaring, saat dia melihat keadaan Amira ia terheran karena tidak menemukan ada sedikit pun perban atau anggota badan yang berdarah.“Kamu kenapa, Dek, apanya yang sakit?”Kedua teman Amira bergeser memberi ruang kepada Hamzah, tiba-tiba seorang pria muda dengan gaya anak kuliahan datang menghampiri mereka, pria itu adalah Rido yang masuk dengan membawa empat botol minuman kalengan serta camilan. Beruntung ruang instalasi gawat darurat sedang tidak terlalu ramai.Hamzah yang bertemu kembali dengan lelaki yang kemarin tampak akrab dengan istrinya, seketika darahnya memanas.Rido juga tak kalah canggung, dia belum mengetahui bahwa pria yang sedang di depannya itu adalah suami dari gadis yang dia sukai, siapa yang menyangka Amira menikah muda, saat kuliahnya baru semester dua.“Gak apa-apa kok, hanya kaki yang terkilir, jadi gak bisa dibawa jalan, kata Dokternya harus dikusuk.” Amira menjawab pertanyaan suaminya.

  • Suamiku, Ustad Bucin   Kecelakaan

    POV HamzahAku memegangi perutku, rasa lapar amat sangat yang kurasakan membawaku pulang. Ya, walau sebenarnya aku begitu malas untuk pulang ke rumah orang tuaku sendiri, sangat berbeda ketika masih ada Umi. Ah, aku jadi merindukan Umi.Setelah pulang tadi malam, aku langsung memakai barang yang dikasih Angga, aku tertidur sampai bangun juga kesiangan.Begitu sampai rumah ternyata rumahnya dalam keadaan kosong, tanpa satu orang pun di dalamnya, ini jauh lebih membuatku nyamanHal pertama yang kulakukan yaitu mendatangi meja makan, melihat menu yang sudah tersedia, segera kutuntaskan rasa lapar ini.Setelah selesai, aku masuk kamar, rebahan sambil lanjut scrol media sosial.Tiba-tiba ada suara seperti suara gesekan tudung saji dari arah meja makan, segera aku keluar kamar, mana tahu ada kucing yang hendak mengambil ikan, karena kan sering terjadi, kucing yang berusaha mencuri ikan dari meja makan orang.Rupanya dugaanku salah, bukanlah kucing melainkan Amira. Gadis yang sudah lama mond

  • Suamiku, Ustad Bucin   Berbuka puasa

    “Boleh aku minta hakku malam ini kan?”DegSerasa jantung seorang Amira lompat dari tempatnya.Degup jantungnya mulai bergenderang, aliran darah terasa semakin kencang, walau jauh-jauh hari ia sudah membayangkan akan ada hal seperti ini, tapi rasanya belum siap jika harus sekarang.Hamzah menunggu jawaban, matanya tak lepas dari wajah istrinya, memandang dalam sambil terus mendekat, membuat Amira reflek mundur hingga sudah mepet ke dinding belakang pintu.Lelaki itu terus saja melangkah hingga mengikis jarak di antara keduanya, Amira tak berani mengangkat wajahnya yang sudah merah itu, dalam benaknya menerka-nerka apa yang akan terjadi selanjutnya.Suasana semakin tegang, Hamzah bagai singa yang siap menerkam mangsa yang sudah di depan mata, sementara Amira bak buruan yang akan dimangsa dan tak ada celah untuk melarikan diri.“Wajahmu kenapa merah seperti tomat gini?” ucap Hamzah yang diiringi senyuman.Amira tertegun, lantas mengangkat wajahnya, menatap wajah suaminya.“Aku mau mandi

  • Suamiku, Ustad Bucin   Meminta Hak

    “Lihat saja, cepat atau lambat kau akan kembali padaku, tidak akan tenang hidupmu bersama perempuan itu.”Pesan dari nomor tak dikenal berhasil membuat seorang Hamzah semakin frustrasi.Di tengah kekalutan pikiran, Hamzah tetap memaksa bekerja menggabungkan sejumlah angka di layar komputernya.“Hamzah, proyek dari PT. Manunggal deadline-nya besok, gimana perkembangannya, apa sudah selesai?”Seorang pria setengah baya bertanya sambil menduduki kursi disamping Hamzah.Hamzah yang tengah berusaha fokus, kaget dengan kehadiran pria yang merupakan bosnya.“Eh, ini lagi saya kerjakan, Bos. Nanti malam Insya Allah sudah siap.” Jawab Hamzah setelah menghentikan kegiatannya sejenak di layar komputer.“Oke, jika begitu kamu yang presentasi besok ya.”“Siap, Pak Bos.”“Ya sudah, amanlah ya.”Pak Bagas yang merupakan bos di PT. Angkasa Konsultan itu menepuk pundak Hamzah sebelum berlalu meninggalkan ruangan itu.Suami dari Amira itu kembali berkutat di layar komputernya, akan tetapi semakin susah

  • Suamiku, Ustad Bucin   Bertemu mantan

    Setelah suaminya pergi ke mesjid, Amira beranjak dari tempat tidur, ia mengendap-endap menuju pintu belakang, kembali ke asrama untuk bersiap-siap pergi kuliah, karena semua barang-barangnya masih di kamar lamanya.Usai bersiap-siap, gawai Amira berdering, Amira kembali terkaget ketika melihat 'Suamiku tampan' memanggil, seingatnya ia tidak pernah menyimpan nomor dengan nama tersebut“Apa jangan-jangan tadi malam dia mengutak-atik handphone ini ya. Ih, percaya diri banget ini orang.” Lirih Amira.Hingga panggilan kedua kalinya Amira baru menjawab.“Assalamu'alaikum.”“Wa ‘alaikumsalam.”“Katanya mau kuliah, ayo sarapan dulu sini.” Ujar Hamzah sesaat sebelum mematikan panggilan sepihak.Tidak sempat Amira mengajukan protes, panggilan sudah terputus, sehingga mau tidak mau dia harus masuk dan sarapan bersama.Begitu Amira muncul langsung di sapa oleh Umi Rubiah.“Amira, mau kuliah, ya. Ayo, sarapan dulu sini.”“Iya Umi.” Jawab Amira lirih.Ada rasa canggung yang amat sangat, mengingat d

DMCA.com Protection Status