Setelah suaminya pergi ke mesjid, Amira beranjak dari tempat tidur, ia mengendap-endap menuju pintu belakang, kembali ke asrama untuk bersiap-siap pergi kuliah, karena semua barang-barangnya masih di kamar lamanya.Usai bersiap-siap, gawai Amira berdering, Amira kembali terkaget ketika melihat 'Suamiku tampan' memanggil, seingatnya ia tidak pernah menyimpan nomor dengan nama tersebut“Apa jangan-jangan tadi malam dia mengutak-atik handphone ini ya. Ih, percaya diri banget ini orang.” Lirih Amira.Hingga panggilan kedua kalinya Amira baru menjawab.“Assalamu'alaikum.”“Wa ‘alaikumsalam.”“Katanya mau kuliah, ayo sarapan dulu sini.” Ujar Hamzah sesaat sebelum mematikan panggilan sepihak.Tidak sempat Amira mengajukan protes, panggilan sudah terputus, sehingga mau tidak mau dia harus masuk dan sarapan bersama.Begitu Amira muncul langsung di sapa oleh Umi Rubiah.“Amira, mau kuliah, ya. Ayo, sarapan dulu sini.”“Iya Umi.” Jawab Amira lirih.Ada rasa canggung yang amat sangat, mengingat d
“Lihat saja, cepat atau lambat kau akan kembali padaku, tidak akan tenang hidupmu bersama perempuan itu.”Pesan dari nomor tak dikenal berhasil membuat seorang Hamzah semakin frustrasi.Di tengah kekalutan pikiran, Hamzah tetap memaksa bekerja menggabungkan sejumlah angka di layar komputernya.“Hamzah, proyek dari PT. Manunggal deadline-nya besok, gimana perkembangannya, apa sudah selesai?”Seorang pria setengah baya bertanya sambil menduduki kursi disamping Hamzah.Hamzah yang tengah berusaha fokus, kaget dengan kehadiran pria yang merupakan bosnya.“Eh, ini lagi saya kerjakan, Bos. Nanti malam Insya Allah sudah siap.” Jawab Hamzah setelah menghentikan kegiatannya sejenak di layar komputer.“Oke, jika begitu kamu yang presentasi besok ya.”“Siap, Pak Bos.”“Ya sudah, amanlah ya.”Pak Bagas yang merupakan bos di PT. Angkasa Konsultan itu menepuk pundak Hamzah sebelum berlalu meninggalkan ruangan itu.Suami dari Amira itu kembali berkutat di layar komputernya, akan tetapi semakin susah
“Boleh aku minta hakku malam ini kan?”DegSerasa jantung seorang Amira lompat dari tempatnya.Degup jantungnya mulai bergenderang, aliran darah terasa semakin kencang, walau jauh-jauh hari ia sudah membayangkan akan ada hal seperti ini, tapi rasanya belum siap jika harus sekarang.Hamzah menunggu jawaban, matanya tak lepas dari wajah istrinya, memandang dalam sambil terus mendekat, membuat Amira reflek mundur hingga sudah mepet ke dinding belakang pintu.Lelaki itu terus saja melangkah hingga mengikis jarak di antara keduanya, Amira tak berani mengangkat wajahnya yang sudah merah itu, dalam benaknya menerka-nerka apa yang akan terjadi selanjutnya.Suasana semakin tegang, Hamzah bagai singa yang siap menerkam mangsa yang sudah di depan mata, sementara Amira bak buruan yang akan dimangsa dan tak ada celah untuk melarikan diri.“Wajahmu kenapa merah seperti tomat gini?” ucap Hamzah yang diiringi senyuman.Amira tertegun, lantas mengangkat wajahnya, menatap wajah suaminya.“Aku mau mandi
POV HamzahAku memegangi perutku, rasa lapar amat sangat yang kurasakan membawaku pulang. Ya, walau sebenarnya aku begitu malas untuk pulang ke rumah orang tuaku sendiri, sangat berbeda ketika masih ada Umi. Ah, aku jadi merindukan Umi.Setelah pulang tadi malam, aku langsung memakai barang yang dikasih Angga, aku tertidur sampai bangun juga kesiangan.Begitu sampai rumah ternyata rumahnya dalam keadaan kosong, tanpa satu orang pun di dalamnya, ini jauh lebih membuatku nyamanHal pertama yang kulakukan yaitu mendatangi meja makan, melihat menu yang sudah tersedia, segera kutuntaskan rasa lapar ini.Setelah selesai, aku masuk kamar, rebahan sambil lanjut scrol media sosial.Tiba-tiba ada suara seperti suara gesekan tudung saji dari arah meja makan, segera aku keluar kamar, mana tahu ada kucing yang hendak mengambil ikan, karena kan sering terjadi, kucing yang berusaha mencuri ikan dari meja makan orang.Rupanya dugaanku salah, bukanlah kucing melainkan Amira. Gadis yang sudah lama mond
Pov Author.Hamzah segera melangkah ke arah bangkar tempat istrinya sedang berbaring, saat dia melihat keadaan Amira ia terheran karena tidak menemukan ada sedikit pun perban atau anggota badan yang berdarah.“Kamu kenapa, Dek, apanya yang sakit?”Kedua teman Amira bergeser memberi ruang kepada Hamzah, tiba-tiba seorang pria muda dengan gaya anak kuliahan datang menghampiri mereka, pria itu adalah Rido yang masuk dengan membawa empat botol minuman kalengan serta camilan. Beruntung ruang instalasi gawat darurat sedang tidak terlalu ramai.Hamzah yang bertemu kembali dengan lelaki yang kemarin tampak akrab dengan istrinya, seketika darahnya memanas.Rido juga tak kalah canggung, dia belum mengetahui bahwa pria yang sedang di depannya itu adalah suami dari gadis yang dia sukai, siapa yang menyangka Amira menikah muda, saat kuliahnya baru semester dua.“Gak apa-apa kok, hanya kaki yang terkilir, jadi gak bisa dibawa jalan, kata Dokternya harus dikusuk.” Amira menjawab pertanyaan suaminya.
Hamzah yang sedang duduk di kursi kamarnya hanya melirik sekilas, tidak berusaha menahan istrinya walau hatinya masih ingin bersama, menikmati hangatnya pengantin baru, bahkan ia baru saja ingin mendiskusikan tentang bulan madu di akhir pekan ini.Di asrama, Wati yang melihat Amira masuk dengan berjalan sedikit pincang mengerutkan keningnya.“Amira, kakinya kenapa?” tanya sahabat yang selalu peduli pada Amira tersebut.“Ada orang stres tadi bawa motor sembarangan, udah nyerempet, gak bertanggung jawab pula.” Jawab Amira seraya terus merengut.“Makanya tadi siang dengar-dengar ada adegan gendong-gendongan, ya?” celutuk Wati dengan diiringi senyuman menggoda.“Ih, apaan sih. Bang Hamzah tu, bikin malu aja!” gerutu Amira.“Lah, kan udah halal, ngapain mesti malu, lagian kan kakimu lagi sakit juga.” Ucap Wati membuat Amira semakin jengkel, karena terkesan membela Hamzah.“udah, ah. Aku mau tidur sini!”“Lo, kok, tidur sini, suamimu gimana?”“Biarin aja, jangan berisik, pokoknya aku tidur
Amira dan Hamzah menoleh bersamaan ke arah suara, keduanya kaget begitu melihat siapa yang sudah berdiri di depan mereka.Gadis bergaun biru yang membentuk lekuk tubuh dan hijab pendek itu menatap Amira dan Hamzah bergantian.“Kebetulan aku belum makan juga, boleh ikut makan sama kalian?” pinta Miska dengan wajah polosnya, lalu langsung menarik kursi di sebelah Amira dan mendudukinya walau belum ada yang mempersilakan.“Iya, silakan.” Jawab Amira begitu melihat Miska sudah duduk di kursi sebelah kirinya, sedangkan Hamzah duduk berhadapan dengan kedua wanita tersebut.“Kak, saya samain aja sama Amira ya, makanan dan minumnya.”“Baik, Kak. Mohon tunggu sebentar ya, nanti makanannya kami antar.” Waitress itu undur diri seraya membawa kembali daftar menunya.“Kamu kenapa bisa ada di sini, Mis?” tanya Hamzah setelah waitress itu beranjak dari hadapan mereka.“Oh, aku bosan banget, aku ingin liburan, tapi karena belum ada suami, pacar juga gak punya, jadinya aku pergi sendiri. Kebetulan ban
Tok tok tokSuara ketukan pintu dari luar terdengar nyaring, Hamzah begitu kaget, ia langsung teringat istrinya yang tadi ia suruh menyusul.Lelaki yang tengah dilanda nafsu itu lantas mendorong kuat tubuh Miska yang sedang dalam pelukannya. Ia meraih gagang pintu lalu keluar begitu saja.Amira yang berdiri tepat di depan pintu itu sempat melihat penampakan Miska yang hampir acak-acakan itu dan menunggu penjelasan dari suaminya.Sementara Miska terus memanggil-manggil nama Hamzah.“Ada apa, Bang?”Hamzah gelagapan, ia seketika bingung mau menjawab apa, hasrat kelelakiannya yang sudah dipuncak membuat pikirannya kacau.Hamzah tak menjawab pertanyaan istrinya, ia memilih menarik pergelangan wanita yang sangat ia damba sekarang ini.Tanpa banyak bertanya lagi, Amira mengikuti suaminya yang menarik tangannya dengan terburu-buru.Pergerakan lift menuju lantai tiga terasa begitu lambat bagi Hamzah yang tengah mati-matian menahan gejolak bir*hi, tangan Amira terus ia genggam kuat.“Sebenarny
Saat Hamzah berbalik badan hendak kembali ke kamar, ia di kagetkan oleh sosok Miska yang berdiri tepat di depannya.“Astagfirullah, Miska. Bikin kaget tau!” geram Hamzah seraya memijat dahinya.“Maaf. Sekalian juga mau minta maaf soal tadi malam, terima kasih ya,” ucap wanita berkemeja pastel dengan celana jeans itu.“Iya.” Jawab Hamzah malas.Suami dari Amira itu tak tertarik untuk mengobrol lebih banyak, ia hendak segera masuk, tiba-tiba lengannya dicekal oleh gadis itu.“Bang... Boleh aku ikut pulang sama kalian?” Miska berkata masih dengan memegang lengan Hamzah, sesaat kemudian Hamzah segera menarik dan agak menjauh dari gadis ia tahu masih menaruh hati padanya.“Mm... Gini, saya tanya sama istri saya dulu ya!”Hamzah segera berlalu dari hadapan Miska yang masih menatap punggungnya.Sementara dari lantai tiga, Amira yang hendak merapikan gorden, matanya menangkap sosok suaminya sedang berbincang dengan seseorang di tempat parkir, yang berada di halaman hotel, setelah ia coba perh
Tok tok tokSuara ketukan pintu dari luar terdengar nyaring, Hamzah begitu kaget, ia langsung teringat istrinya yang tadi ia suruh menyusul.Lelaki yang tengah dilanda nafsu itu lantas mendorong kuat tubuh Miska yang sedang dalam pelukannya. Ia meraih gagang pintu lalu keluar begitu saja.Amira yang berdiri tepat di depan pintu itu sempat melihat penampakan Miska yang hampir acak-acakan itu dan menunggu penjelasan dari suaminya.Sementara Miska terus memanggil-manggil nama Hamzah.“Ada apa, Bang?”Hamzah gelagapan, ia seketika bingung mau menjawab apa, hasrat kelelakiannya yang sudah dipuncak membuat pikirannya kacau.Hamzah tak menjawab pertanyaan istrinya, ia memilih menarik pergelangan wanita yang sangat ia damba sekarang ini.Tanpa banyak bertanya lagi, Amira mengikuti suaminya yang menarik tangannya dengan terburu-buru.Pergerakan lift menuju lantai tiga terasa begitu lambat bagi Hamzah yang tengah mati-matian menahan gejolak bir*hi, tangan Amira terus ia genggam kuat.“Sebenarny
Amira dan Hamzah menoleh bersamaan ke arah suara, keduanya kaget begitu melihat siapa yang sudah berdiri di depan mereka.Gadis bergaun biru yang membentuk lekuk tubuh dan hijab pendek itu menatap Amira dan Hamzah bergantian.“Kebetulan aku belum makan juga, boleh ikut makan sama kalian?” pinta Miska dengan wajah polosnya, lalu langsung menarik kursi di sebelah Amira dan mendudukinya walau belum ada yang mempersilakan.“Iya, silakan.” Jawab Amira begitu melihat Miska sudah duduk di kursi sebelah kirinya, sedangkan Hamzah duduk berhadapan dengan kedua wanita tersebut.“Kak, saya samain aja sama Amira ya, makanan dan minumnya.”“Baik, Kak. Mohon tunggu sebentar ya, nanti makanannya kami antar.” Waitress itu undur diri seraya membawa kembali daftar menunya.“Kamu kenapa bisa ada di sini, Mis?” tanya Hamzah setelah waitress itu beranjak dari hadapan mereka.“Oh, aku bosan banget, aku ingin liburan, tapi karena belum ada suami, pacar juga gak punya, jadinya aku pergi sendiri. Kebetulan ban
Hamzah yang sedang duduk di kursi kamarnya hanya melirik sekilas, tidak berusaha menahan istrinya walau hatinya masih ingin bersama, menikmati hangatnya pengantin baru, bahkan ia baru saja ingin mendiskusikan tentang bulan madu di akhir pekan ini.Di asrama, Wati yang melihat Amira masuk dengan berjalan sedikit pincang mengerutkan keningnya.“Amira, kakinya kenapa?” tanya sahabat yang selalu peduli pada Amira tersebut.“Ada orang stres tadi bawa motor sembarangan, udah nyerempet, gak bertanggung jawab pula.” Jawab Amira seraya terus merengut.“Makanya tadi siang dengar-dengar ada adegan gendong-gendongan, ya?” celutuk Wati dengan diiringi senyuman menggoda.“Ih, apaan sih. Bang Hamzah tu, bikin malu aja!” gerutu Amira.“Lah, kan udah halal, ngapain mesti malu, lagian kan kakimu lagi sakit juga.” Ucap Wati membuat Amira semakin jengkel, karena terkesan membela Hamzah.“udah, ah. Aku mau tidur sini!”“Lo, kok, tidur sini, suamimu gimana?”“Biarin aja, jangan berisik, pokoknya aku tidur
Pov Author.Hamzah segera melangkah ke arah bangkar tempat istrinya sedang berbaring, saat dia melihat keadaan Amira ia terheran karena tidak menemukan ada sedikit pun perban atau anggota badan yang berdarah.“Kamu kenapa, Dek, apanya yang sakit?”Kedua teman Amira bergeser memberi ruang kepada Hamzah, tiba-tiba seorang pria muda dengan gaya anak kuliahan datang menghampiri mereka, pria itu adalah Rido yang masuk dengan membawa empat botol minuman kalengan serta camilan. Beruntung ruang instalasi gawat darurat sedang tidak terlalu ramai.Hamzah yang bertemu kembali dengan lelaki yang kemarin tampak akrab dengan istrinya, seketika darahnya memanas.Rido juga tak kalah canggung, dia belum mengetahui bahwa pria yang sedang di depannya itu adalah suami dari gadis yang dia sukai, siapa yang menyangka Amira menikah muda, saat kuliahnya baru semester dua.“Gak apa-apa kok, hanya kaki yang terkilir, jadi gak bisa dibawa jalan, kata Dokternya harus dikusuk.” Amira menjawab pertanyaan suaminya.
POV HamzahAku memegangi perutku, rasa lapar amat sangat yang kurasakan membawaku pulang. Ya, walau sebenarnya aku begitu malas untuk pulang ke rumah orang tuaku sendiri, sangat berbeda ketika masih ada Umi. Ah, aku jadi merindukan Umi.Setelah pulang tadi malam, aku langsung memakai barang yang dikasih Angga, aku tertidur sampai bangun juga kesiangan.Begitu sampai rumah ternyata rumahnya dalam keadaan kosong, tanpa satu orang pun di dalamnya, ini jauh lebih membuatku nyamanHal pertama yang kulakukan yaitu mendatangi meja makan, melihat menu yang sudah tersedia, segera kutuntaskan rasa lapar ini.Setelah selesai, aku masuk kamar, rebahan sambil lanjut scrol media sosial.Tiba-tiba ada suara seperti suara gesekan tudung saji dari arah meja makan, segera aku keluar kamar, mana tahu ada kucing yang hendak mengambil ikan, karena kan sering terjadi, kucing yang berusaha mencuri ikan dari meja makan orang.Rupanya dugaanku salah, bukanlah kucing melainkan Amira. Gadis yang sudah lama mond
“Boleh aku minta hakku malam ini kan?”DegSerasa jantung seorang Amira lompat dari tempatnya.Degup jantungnya mulai bergenderang, aliran darah terasa semakin kencang, walau jauh-jauh hari ia sudah membayangkan akan ada hal seperti ini, tapi rasanya belum siap jika harus sekarang.Hamzah menunggu jawaban, matanya tak lepas dari wajah istrinya, memandang dalam sambil terus mendekat, membuat Amira reflek mundur hingga sudah mepet ke dinding belakang pintu.Lelaki itu terus saja melangkah hingga mengikis jarak di antara keduanya, Amira tak berani mengangkat wajahnya yang sudah merah itu, dalam benaknya menerka-nerka apa yang akan terjadi selanjutnya.Suasana semakin tegang, Hamzah bagai singa yang siap menerkam mangsa yang sudah di depan mata, sementara Amira bak buruan yang akan dimangsa dan tak ada celah untuk melarikan diri.“Wajahmu kenapa merah seperti tomat gini?” ucap Hamzah yang diiringi senyuman.Amira tertegun, lantas mengangkat wajahnya, menatap wajah suaminya.“Aku mau mandi
“Lihat saja, cepat atau lambat kau akan kembali padaku, tidak akan tenang hidupmu bersama perempuan itu.”Pesan dari nomor tak dikenal berhasil membuat seorang Hamzah semakin frustrasi.Di tengah kekalutan pikiran, Hamzah tetap memaksa bekerja menggabungkan sejumlah angka di layar komputernya.“Hamzah, proyek dari PT. Manunggal deadline-nya besok, gimana perkembangannya, apa sudah selesai?”Seorang pria setengah baya bertanya sambil menduduki kursi disamping Hamzah.Hamzah yang tengah berusaha fokus, kaget dengan kehadiran pria yang merupakan bosnya.“Eh, ini lagi saya kerjakan, Bos. Nanti malam Insya Allah sudah siap.” Jawab Hamzah setelah menghentikan kegiatannya sejenak di layar komputer.“Oke, jika begitu kamu yang presentasi besok ya.”“Siap, Pak Bos.”“Ya sudah, amanlah ya.”Pak Bagas yang merupakan bos di PT. Angkasa Konsultan itu menepuk pundak Hamzah sebelum berlalu meninggalkan ruangan itu.Suami dari Amira itu kembali berkutat di layar komputernya, akan tetapi semakin susah
Setelah suaminya pergi ke mesjid, Amira beranjak dari tempat tidur, ia mengendap-endap menuju pintu belakang, kembali ke asrama untuk bersiap-siap pergi kuliah, karena semua barang-barangnya masih di kamar lamanya.Usai bersiap-siap, gawai Amira berdering, Amira kembali terkaget ketika melihat 'Suamiku tampan' memanggil, seingatnya ia tidak pernah menyimpan nomor dengan nama tersebut“Apa jangan-jangan tadi malam dia mengutak-atik handphone ini ya. Ih, percaya diri banget ini orang.” Lirih Amira.Hingga panggilan kedua kalinya Amira baru menjawab.“Assalamu'alaikum.”“Wa ‘alaikumsalam.”“Katanya mau kuliah, ayo sarapan dulu sini.” Ujar Hamzah sesaat sebelum mematikan panggilan sepihak.Tidak sempat Amira mengajukan protes, panggilan sudah terputus, sehingga mau tidak mau dia harus masuk dan sarapan bersama.Begitu Amira muncul langsung di sapa oleh Umi Rubiah.“Amira, mau kuliah, ya. Ayo, sarapan dulu sini.”“Iya Umi.” Jawab Amira lirih.Ada rasa canggung yang amat sangat, mengingat d