Saat Hamzah berbalik badan hendak kembali ke kamar, ia di kagetkan oleh sosok Miska yang berdiri tepat di depannya.“Astagfirullah, Miska. Bikin kaget tau!” geram Hamzah seraya memijat dahinya.“Maaf. Sekalian juga mau minta maaf soal tadi malam, terima kasih ya,” ucap wanita berkemeja pastel dengan celana jeans itu.“Iya.” Jawab Hamzah malas.Suami dari Amira itu tak tertarik untuk mengobrol lebih banyak, ia hendak segera masuk, tiba-tiba lengannya dicekal oleh gadis itu.“Bang... Boleh aku ikut pulang sama kalian?” Miska berkata masih dengan memegang lengan Hamzah, sesaat kemudian Hamzah segera menarik dan agak menjauh dari gadis ia tahu masih menaruh hati padanya.“Mm... Gini, saya tanya sama istri saya dulu ya!”Hamzah segera berlalu dari hadapan Miska yang masih menatap punggungnya.Sementara dari lantai tiga, Amira yang hendak merapikan gorden, matanya menangkap sosok suaminya sedang berbincang dengan seseorang di tempat parkir, yang berada di halaman hotel, setelah ia coba perh
"Semoga aja gak ada yang lihat." Batin Amira. Ini pertama kali Amira melakukan hal tidak terpuji.Gadis berpostur semampai itu membuka pintu belakang, lalu masuk dengan mengendap-endap, seraya matanya terus mengawasi setiap sudut rumah, berharap tidak ada yang melihat aksinya.Lututnya mulai gemetar, walau separuh hatinya masih menolak, dan jantungnya berdebar, dia terus saja melangkah, hingga tiba dititik fokusnya, yaitu meja makan, yang letaknya berhadapan dengan salah satu kamar.Rasa lapar memaksanya masuk ke rumah yang ia tahu sedang tidak ada pemiliknya itu.Tanpa menunggu lagi, segera ia raih sepotong ikan goreng dan sepotong tahu goreng, yang tersimpan di bawah tudung saji, setelah dirasa cukup untuk lauk makan siangnya, ia menutup kembali tudung saji dan ingin segera keluar.Ketika berbalik badan, hendak segera pergi."Eh, Amira, ngapain?" tanya seseorang yang suaranya tak asing bagi Amira."Oh, ini ... Buat makan siang .... " jawab gadis berkulit putih itu, menunjukkan yang
Ustaz Harun yang sedari tadi mendengarkan obrolan Amira dengan istrinya kini tiba-tiba berdiri dengan wajah murka lalu berkata kepada istrinya, “panggilkan Hamzah sekarang juga, anak kurang aj4r!”Amira yang masih berdiri terkaget, lututnya tiba-tiba melemah, “ada apa ini. Ya Allah?” batin Amira.Umi Rubiah masih bergeming, entah apa yang sedang beliau pikirkan.“Cepat, hubungi anak itu, suruh segera kemari!” titah Ustaz Harun lagi.Tanpa berpikir dua kali, wanita di sampingnya itu meraih tas yang terletak di atas meja di depannya, mencari nomor kontak, segera menghubungi anak tirinya itu.“Lagi di mana, Ham. Pulang sebentar ya!” Tutur sang ibu, setelah yakin panggilannya sudah terhubung dengan anak tirinya itu.Ya, Umi Rubiah merupakan istri kedua Ustaz Harun.Mereka menikah sekitar sepuluh tahun lalu, setelah Umi Murni-istri pertama- sang Ustaz meninggal karena k4nker payud4r4.Umi Rubiah merupakan sepupu Umi Murni, beliau juga alumni pondok pesantren tersebut.Setelah beberapa bul
“Kamu gantikan Abi, mengajar di kelas enam putra besok.” Pinta sang ayah sebelum meninggalkan ruang tamu.Sementara Hamzah masih dengan kebingungannya, Umi Rubiah ikut bangun dan menyusul sang suami ke kamar.“Abi mau bertemu orang tua siapa?” tanya Umi Rubiah seraya ikut duduk bersama suaminya dipinggir ranjang.“Saya rasa lebih baik Hamzah kita nikahkan saja, sudah beberapa kali ada yang menyampaikan jika Hamzah sering ke rumah seorang gadis, menurut kabar gadis itu bukanlah gadis baik-baik.” Tutur Ustaz Harun.“Gadis itu kehidupannya terlalu bebas, juga jarang menutup aurat, saya rasa gadis itu bukanlah gadis yang tepat untuk istri dan juga ibu untuk anak-anak Hamzah kelak.”Ustaz Harun menarik nafas, lalu melanjutkan.“Jika tidak segera kita nikahkan, saya takut terjadi sesuatu yang tidak kita inginkan, kucing mana yang tahan jika disodorkan ikan asin.”“Tapi anak siapa yang mau Abi jodohkan sama Hamzah?” tanya Umi Rubiah penasaran.“Saya rasa Amira gadis yang cocok kita jadikan
Amira tidak menyangka, bahwa hal penting yang akan disampaikan ayahnya ternyata tentang lamaran Hamzah, orang yang tidak pernah ia cintai, apakah yang harus ia jawab? “Jadi, maksud Ayah suruh Kakak pulang, mau memberi tau kalau Kakak udah ada yang lamar, tapi Ayah belum kasih jawaban, apa Kakak terima?” Tanya sang ayah akhirnya.Amira gugup, jantungnya berdetak cepat, ia tidak menyangka begitu cepat ada yang melamarnya.Gadis berusia sembilan belas tahun itu bimbang, terima atau tidak.Satu sisi Amira tidak yakin bisa mencintai Hamzah, satu sisi ia merasa tidak enak jika menolak lamaran Ustaz Harun, yaitu guru besarnya sekaligus pimpinan pondok pesantren tempat ia menimba ilmu selama empat tahun ini.“Kakak bimbang ya?” tanya sang ayah seakan paham isi hati Amira.Amira yang merasa wajahnya sudah sangat panas karena malu, hanya mengangguk saja.“Semua terserah Kakak. Kalau menurut Ayah, ya bagusnya terima aja, tidak sembarangan orang bisa menjadi menantunya Ustaz Harun.” Pak Hasan me
Tiba-tiba gawai yang sedari tadi disaku celana Hamzah bergetar, hati Hamzah yang sedang berbunga-bunga, tiba-tiba harus luntur ketika ia membaca pesan dari seseorang.“Bang, nanti malam jalan yuk, udah lama kita gak jumpa.”Hamzah membaca sekilas pesan dari Miska, gadis yang sudah dua tahun ini dekat dengannya.Sikap ramah hamzah membuat gadis berkulit hitam manis itu berharap lebih, walau Hamzah tidak terang-terangan menyatakan cinta padanya. Tetapi Miska sudah terlanjur menyukai Hamzah.Pria tegap dan berhidung bangir itu mengabaikan pesan dari Miska, menyambar handuk lalu masuk ke kamar mandi.***Hari minggu pun tiba, waktu yang begitu mendebarkan bagi gadis bernama Amira.Setelah mempersilahkan masuk para tamu yang datang, Bu Salma memberi tahu Amira yang sedang menyiapkan camilan dan minuman di dapur.Yang hadir Ustaz Harun sekeluarga, tentunya Hamzah juga ikut, dan dua orang adik dari almarhumah uminya Hamzah.Mereka berkumpul di ruang tamu sederhana rumah Pak Hasan, dengan dud
Setelah menyantap makan siang dan saling bercengkerama, akhirnya semua keluarga kembali ke rumah masing-masing.Di rumah tinggallah Hamzah dan keluarga Amira saja, karena Hamzah tidak diperbolehkan pulang oleh Ustaz Harun, baju dan keperluannya nanti akan diantar oleh santri ke rumah orang tua Amira.Pak Hasan menyuruh Amira membawa Hamzah ke kamar untuk beristirahat sekalian salat zuhur.“Amira, bawa Hamzah ke kamar, salat zuhur kalian sekalian istirahat.” Titah Pak Hasan sukses membuat jantung keduanya berdendang, membayangkan di dalam kamar berdua saja sudah merinding disko bagi Amira.“I-iya, Yah.” Jawab Amira tersendat karena malu.“Ciyye-ciyye....” Humaira menggoda kakaknya, sementara Imam, adik bungsunya Amira tidak peduli, remaja yang masih duduk di bangku sekolah menengah itu memang lebih kalem.Amira langsung saja berjalan, tak peduli dengan godaan sang adik, Hamzah mengikuti di belakang Amira walau tanpa diajak oleh sang pemilik kamar.Setelah keduanya berada di dalam kama
Setelah Amira selesai belanja, ia keluar dari swalayan mendapati Hamzah sedang mengobrol dengan seorang wanita muda.Amira penasaran, siapakah dia?Kenapa rautnya seperti sedang emosi?“Apa, Abang udah nikah, aku gak percaya, Bang!” Ucap wanitaitu dengan nada sedikit meninggi.“Tapi itu kenyataannya, Mis!”“Tapi kenapa ....” Ucap wanita itu terputus.“Nah, itu dia orangnya.” Tunjuk Hamzah begitu Amira mendekat.Begitu gadis yang ditunjuk semakin dekat, Hamzah langsung meraih tangan sang gadis, menggenggam erat seolah mereka begitu saling mencintai dan enggan terpisahkan.Amira terkejut, aliran darahnya seketika terasa begitu cepat, bukan karena wanita di depan mereka itu, tetapi sentuhan tangan Hamzah seakan mengalirkan arus listrik, yang mampu membuatnya kesetrum dengan tekanan tinggi.Hamzah tampak biasa saja, menuntun Amira ke motor, memasang helmnya lalu berlalu dari hadapan wanita yang bernama Miska.Sedangkan Amira manut, ikut tanpa bertanya apa pun, tapi dalam hati ada banyak p
Saat Hamzah berbalik badan hendak kembali ke kamar, ia di kagetkan oleh sosok Miska yang berdiri tepat di depannya.“Astagfirullah, Miska. Bikin kaget tau!” geram Hamzah seraya memijat dahinya.“Maaf. Sekalian juga mau minta maaf soal tadi malam, terima kasih ya,” ucap wanita berkemeja pastel dengan celana jeans itu.“Iya.” Jawab Hamzah malas.Suami dari Amira itu tak tertarik untuk mengobrol lebih banyak, ia hendak segera masuk, tiba-tiba lengannya dicekal oleh gadis itu.“Bang... Boleh aku ikut pulang sama kalian?” Miska berkata masih dengan memegang lengan Hamzah, sesaat kemudian Hamzah segera menarik dan agak menjauh dari gadis ia tahu masih menaruh hati padanya.“Mm... Gini, saya tanya sama istri saya dulu ya!”Hamzah segera berlalu dari hadapan Miska yang masih menatap punggungnya.Sementara dari lantai tiga, Amira yang hendak merapikan gorden, matanya menangkap sosok suaminya sedang berbincang dengan seseorang di tempat parkir, yang berada di halaman hotel, setelah ia coba perh
Tok tok tokSuara ketukan pintu dari luar terdengar nyaring, Hamzah begitu kaget, ia langsung teringat istrinya yang tadi ia suruh menyusul.Lelaki yang tengah dilanda nafsu itu lantas mendorong kuat tubuh Miska yang sedang dalam pelukannya. Ia meraih gagang pintu lalu keluar begitu saja.Amira yang berdiri tepat di depan pintu itu sempat melihat penampakan Miska yang hampir acak-acakan itu dan menunggu penjelasan dari suaminya.Sementara Miska terus memanggil-manggil nama Hamzah.“Ada apa, Bang?”Hamzah gelagapan, ia seketika bingung mau menjawab apa, hasrat kelelakiannya yang sudah dipuncak membuat pikirannya kacau.Hamzah tak menjawab pertanyaan istrinya, ia memilih menarik pergelangan wanita yang sangat ia damba sekarang ini.Tanpa banyak bertanya lagi, Amira mengikuti suaminya yang menarik tangannya dengan terburu-buru.Pergerakan lift menuju lantai tiga terasa begitu lambat bagi Hamzah yang tengah mati-matian menahan gejolak bir*hi, tangan Amira terus ia genggam kuat.“Sebenarny
Amira dan Hamzah menoleh bersamaan ke arah suara, keduanya kaget begitu melihat siapa yang sudah berdiri di depan mereka.Gadis bergaun biru yang membentuk lekuk tubuh dan hijab pendek itu menatap Amira dan Hamzah bergantian.“Kebetulan aku belum makan juga, boleh ikut makan sama kalian?” pinta Miska dengan wajah polosnya, lalu langsung menarik kursi di sebelah Amira dan mendudukinya walau belum ada yang mempersilakan.“Iya, silakan.” Jawab Amira begitu melihat Miska sudah duduk di kursi sebelah kirinya, sedangkan Hamzah duduk berhadapan dengan kedua wanita tersebut.“Kak, saya samain aja sama Amira ya, makanan dan minumnya.”“Baik, Kak. Mohon tunggu sebentar ya, nanti makanannya kami antar.” Waitress itu undur diri seraya membawa kembali daftar menunya.“Kamu kenapa bisa ada di sini, Mis?” tanya Hamzah setelah waitress itu beranjak dari hadapan mereka.“Oh, aku bosan banget, aku ingin liburan, tapi karena belum ada suami, pacar juga gak punya, jadinya aku pergi sendiri. Kebetulan ban
Hamzah yang sedang duduk di kursi kamarnya hanya melirik sekilas, tidak berusaha menahan istrinya walau hatinya masih ingin bersama, menikmati hangatnya pengantin baru, bahkan ia baru saja ingin mendiskusikan tentang bulan madu di akhir pekan ini.Di asrama, Wati yang melihat Amira masuk dengan berjalan sedikit pincang mengerutkan keningnya.“Amira, kakinya kenapa?” tanya sahabat yang selalu peduli pada Amira tersebut.“Ada orang stres tadi bawa motor sembarangan, udah nyerempet, gak bertanggung jawab pula.” Jawab Amira seraya terus merengut.“Makanya tadi siang dengar-dengar ada adegan gendong-gendongan, ya?” celutuk Wati dengan diiringi senyuman menggoda.“Ih, apaan sih. Bang Hamzah tu, bikin malu aja!” gerutu Amira.“Lah, kan udah halal, ngapain mesti malu, lagian kan kakimu lagi sakit juga.” Ucap Wati membuat Amira semakin jengkel, karena terkesan membela Hamzah.“udah, ah. Aku mau tidur sini!”“Lo, kok, tidur sini, suamimu gimana?”“Biarin aja, jangan berisik, pokoknya aku tidur
Pov Author.Hamzah segera melangkah ke arah bangkar tempat istrinya sedang berbaring, saat dia melihat keadaan Amira ia terheran karena tidak menemukan ada sedikit pun perban atau anggota badan yang berdarah.“Kamu kenapa, Dek, apanya yang sakit?”Kedua teman Amira bergeser memberi ruang kepada Hamzah, tiba-tiba seorang pria muda dengan gaya anak kuliahan datang menghampiri mereka, pria itu adalah Rido yang masuk dengan membawa empat botol minuman kalengan serta camilan. Beruntung ruang instalasi gawat darurat sedang tidak terlalu ramai.Hamzah yang bertemu kembali dengan lelaki yang kemarin tampak akrab dengan istrinya, seketika darahnya memanas.Rido juga tak kalah canggung, dia belum mengetahui bahwa pria yang sedang di depannya itu adalah suami dari gadis yang dia sukai, siapa yang menyangka Amira menikah muda, saat kuliahnya baru semester dua.“Gak apa-apa kok, hanya kaki yang terkilir, jadi gak bisa dibawa jalan, kata Dokternya harus dikusuk.” Amira menjawab pertanyaan suaminya.
POV HamzahAku memegangi perutku, rasa lapar amat sangat yang kurasakan membawaku pulang. Ya, walau sebenarnya aku begitu malas untuk pulang ke rumah orang tuaku sendiri, sangat berbeda ketika masih ada Umi. Ah, aku jadi merindukan Umi.Setelah pulang tadi malam, aku langsung memakai barang yang dikasih Angga, aku tertidur sampai bangun juga kesiangan.Begitu sampai rumah ternyata rumahnya dalam keadaan kosong, tanpa satu orang pun di dalamnya, ini jauh lebih membuatku nyamanHal pertama yang kulakukan yaitu mendatangi meja makan, melihat menu yang sudah tersedia, segera kutuntaskan rasa lapar ini.Setelah selesai, aku masuk kamar, rebahan sambil lanjut scrol media sosial.Tiba-tiba ada suara seperti suara gesekan tudung saji dari arah meja makan, segera aku keluar kamar, mana tahu ada kucing yang hendak mengambil ikan, karena kan sering terjadi, kucing yang berusaha mencuri ikan dari meja makan orang.Rupanya dugaanku salah, bukanlah kucing melainkan Amira. Gadis yang sudah lama mond
“Boleh aku minta hakku malam ini kan?”DegSerasa jantung seorang Amira lompat dari tempatnya.Degup jantungnya mulai bergenderang, aliran darah terasa semakin kencang, walau jauh-jauh hari ia sudah membayangkan akan ada hal seperti ini, tapi rasanya belum siap jika harus sekarang.Hamzah menunggu jawaban, matanya tak lepas dari wajah istrinya, memandang dalam sambil terus mendekat, membuat Amira reflek mundur hingga sudah mepet ke dinding belakang pintu.Lelaki itu terus saja melangkah hingga mengikis jarak di antara keduanya, Amira tak berani mengangkat wajahnya yang sudah merah itu, dalam benaknya menerka-nerka apa yang akan terjadi selanjutnya.Suasana semakin tegang, Hamzah bagai singa yang siap menerkam mangsa yang sudah di depan mata, sementara Amira bak buruan yang akan dimangsa dan tak ada celah untuk melarikan diri.“Wajahmu kenapa merah seperti tomat gini?” ucap Hamzah yang diiringi senyuman.Amira tertegun, lantas mengangkat wajahnya, menatap wajah suaminya.“Aku mau mandi
“Lihat saja, cepat atau lambat kau akan kembali padaku, tidak akan tenang hidupmu bersama perempuan itu.”Pesan dari nomor tak dikenal berhasil membuat seorang Hamzah semakin frustrasi.Di tengah kekalutan pikiran, Hamzah tetap memaksa bekerja menggabungkan sejumlah angka di layar komputernya.“Hamzah, proyek dari PT. Manunggal deadline-nya besok, gimana perkembangannya, apa sudah selesai?”Seorang pria setengah baya bertanya sambil menduduki kursi disamping Hamzah.Hamzah yang tengah berusaha fokus, kaget dengan kehadiran pria yang merupakan bosnya.“Eh, ini lagi saya kerjakan, Bos. Nanti malam Insya Allah sudah siap.” Jawab Hamzah setelah menghentikan kegiatannya sejenak di layar komputer.“Oke, jika begitu kamu yang presentasi besok ya.”“Siap, Pak Bos.”“Ya sudah, amanlah ya.”Pak Bagas yang merupakan bos di PT. Angkasa Konsultan itu menepuk pundak Hamzah sebelum berlalu meninggalkan ruangan itu.Suami dari Amira itu kembali berkutat di layar komputernya, akan tetapi semakin susah
Setelah suaminya pergi ke mesjid, Amira beranjak dari tempat tidur, ia mengendap-endap menuju pintu belakang, kembali ke asrama untuk bersiap-siap pergi kuliah, karena semua barang-barangnya masih di kamar lamanya.Usai bersiap-siap, gawai Amira berdering, Amira kembali terkaget ketika melihat 'Suamiku tampan' memanggil, seingatnya ia tidak pernah menyimpan nomor dengan nama tersebut“Apa jangan-jangan tadi malam dia mengutak-atik handphone ini ya. Ih, percaya diri banget ini orang.” Lirih Amira.Hingga panggilan kedua kalinya Amira baru menjawab.“Assalamu'alaikum.”“Wa ‘alaikumsalam.”“Katanya mau kuliah, ayo sarapan dulu sini.” Ujar Hamzah sesaat sebelum mematikan panggilan sepihak.Tidak sempat Amira mengajukan protes, panggilan sudah terputus, sehingga mau tidak mau dia harus masuk dan sarapan bersama.Begitu Amira muncul langsung di sapa oleh Umi Rubiah.“Amira, mau kuliah, ya. Ayo, sarapan dulu sini.”“Iya Umi.” Jawab Amira lirih.Ada rasa canggung yang amat sangat, mengingat d