Pendarahan hebat terjadi akibat benturan saat Juan menolong Alexa, dan pihak medis bertindak cepat. Nick, yang panik dan berkeringat dingin, melihat Alexa mengeluarkan begitu banyak darah.
Saat Alexa di ruang gawat darurat, Nick berbalik melihat Juan. Tanpa pikir panjang mencengkram baju pria itu. "Apa yang kau lakukan!" umpatnya.
"Nick, kau tidak lihat? Jika aku tidak menarik istrimu, nyawa istri dan bayimu yang terancam." ucap Juan menyadarkan Nick.
Alhasil, Nick melepaskan cengkramannya dari baju Juan. Ia menyugar rambutnya frustasi, berjalan kesana kemari sampai Dokter keluar ruangan.
"Tuan, kita perlu melakukan tindakan operasi secepatnya. Pendarahan terlalu banyak, hal yang dikhawatirkan bayi dan ibunya tidak bisa terselamatkan."
Kejadiannya terasa begitu cepat bagi Nick. Dia berdiri di luar ruangan bayi, menatap melalui jendela kaca transparan. Sejak bayinya dimasukkan ke dalam ruangan itu, Nick tidak bisa melihatnya dari dekat. Padahal, ia sangat ingin melihat wajah anaknya.Bayi yang terlahir satu bulan lebih cepat dari waktu yang ditentukan itu sedang berjuang untuk bertahan hidup di dalam inkubator. Bayi itu Nick beri nama Brian Robert."Aku sangat ingin mendekatinya," gumam Nick, menghela napas dalam sebelum berbalik menuju kamar rawat Alexa.Di dalam ruangan itu, Camila menemani Alexa yang sudah lima jam tidak sadarkan diri setelah keluar dari ruang operasi. Dua kantong darah sudah habis, tetapi masih belum cukup, sehingga Nick perlu mencari satu kantong darah lagi. Kondisi Alexa kini berangsur membaik.
Pukul tiga sore, Alexa mulai membuka matanya kembali. Tubuhnya terasa nyeri, dan tenggorokannya sangat kering. Masih dalam keadaan setengah sadar, Alexa belum menyadari bahwa bayinya sudah tidak ada di dalam perutnya. Kepalanya menoleh, mencari keberadaan Nick. Di sudut ruangan, Nick tampak berbaring di sofa pendek yang terlihat tidak nyaman. Ketika Alexa mencoba bergerak, perutnya terasa sangat sakit. Dia membuka selimut dan terkejut melihat perban luka di bagian perutnya. "NICK!" teriaknya dengan suara parau. Nick terbangun dengan kaget, langsung berdiri dan mendekat ke tempat tidur Alexa. "Alexa?" "Nick, apa yang terjadi? Bagaimana dengan bayi kita? Dia baik-baik saja kan?" Nick mengangguk, berusaha menenangkan Alexa. "Bayi kita baik-baik saja, sekarang dia sedang ada di ruangan lain." "Apa? Kau bercanda? Masih satu bulan lagi seharusnya aku melahirkan." "Aku tidak bercanda," Nick membelai wajah Alexa dengan lembut. "Benturan yang terjadi sebelumnya membuatmu mengalami penda
"Kau melakukannya?" Raymond menyerahkan sekaleng bir untuk Nick.Nick menerimanya sambil menghela napas. "Ya," jawabnya singkat.Raymond tidak berkomentar lagi. Jika Nick mengatakan 'Ya,' maka itu sudah pasti terjadi. Raymond meneguk birnya, sesekali mengedarkan pandangan ke taman rumah sakit yang tenang dan hijau.Nick menunduk sekilas lalu mendongak, menatap langit cerah. Matanya terpejam sejenak, lalu ia menghela napas panjang dari bibirnya."Berapa lama bayi itu akan berada di dalam inkubator?" tanya Raymond."Kurang lebih sebulan," jawab Nick, kemudian meneguk bir yang diberikan Raymond tadi.Selama sebulan itu, hanya pihak rumah sakit yang boleh menyentuh bayi itu. Nick sang
Hari demi hari berlalu, tidak terasa sudah satu minggu sejak Alexa masuk rumah sakit. Hari ini dia sudah diperbolehkan untuk pulang, kecuali bayi yang masih dalam ruang inkubator.Nick dan Alexa cuman bisa melihat dari balik jendela transparan, hari ini mereka akan pulang meninggalkan bayi itu berada di dalam ruangan dengan pengawasan pihak rumah sakit."Aku tidak tega meninggalkannya sendirian," gumam Alexa.Nick mengusap bahu Alexa mencoba agar bisa lebih kuat meninggalkan bayi mereka di rumah sakit. "Kita percayakan Brian aman di sini, demi kesehatan putra kita." ucap Nick.Alexa menghembuskan nafasnya, lalu tiba-tiba ada blitz kamera yang tidak terduga. Nick menoleh dimana ia melihat Raymond tampak mengambil foto dari ponselnya.
Sebelumnya Alexa tidak pernah begitu semangat untuk bertemu anak kecil, tapi Olivia membuatnya berpikiran berbeda karena kepedulian gadis kecil itu. Sore hari seperti yang dijanjikan kemarin, Alexa dan Nick datang ke taman bermain anak-anak.Di sana Olivia belum terlihat karena Alexa datang lebih awal. Beberapa anak kecil sudah bermain di sana, ada yang naik sepeda dan skateboard. Semuanya sibuk dengan mainan masing-masing, hingga tidak lama kemudian mobil silver berhenti.Gadis kecil yang Alexa tunggu turun dari mobil, wajahnya terlihat sangat antusias saat keluar dari kendaraan"Olivia, Mama akan menjemputmu dua jam lagi. Jangan pergi jauh," tegur ibu gadis itu.Olivia berhenti berlari, gadis itu melambaikan tangan ke arah ibunya ketika akan pergi. Alexa dari kejauhan
Alexa datang ke rumah sakit bersama Nick untuk melihat kondisi Brian, bayi kecil itu masih bertahan di dalam ruang inkubator hingga waktunya Brian siap untuk dibawa pulang. Alexa sempat menggendong Brian, dan seperti sebelumnya, itu tidak bertahan lama namun bisa mengobati perasaan Alexa yang merindukan putranya."Tinggal satu minggu lagi kita akan membawanya pulang." ucap Nick merangkul pundak Alexa."Aku tidak sabar menantikannya."Mereka lalu pergi, menuju ke toko mainan anak. Beberapa jenis mainan Alexa pilih jika Olivia datang ke rumahnya, gadis kecil itu perlu mainan agar betah di rumah Alexa nantinya."Olivia anak yang pintar, menurutmu mainan apa yang cocok dengan gadis itu?" tanya Nick meminta saran."K
Saat itu juga Nick dan Alexa bergegas menuju rumah sakit dengan hati yang penuh kecemasan. Telepon dari pihak rumah sakit yang mengabarkan adanya kondisi darurat pada bayi mereka, Brian, membuat Nick panik setengah mati."Bagaimana kondisi putraku sekarang, Dokter?" tanya Nick dengan suara bergetar."Kondisinya sempat memburuk, Tuan. Bayi Anda sempat berhenti bernafas," jawab Dokter dengan nada serius."Bukankah dia baik-baik saja? Tadi pagi kami datang untuk melihatnya," sahut Alexa dengan wajah panik.Dokter menghela napas. "Kami mohon maaf atas kurang baiknya penanganan kami. Saat ini, kami sedang mengusahakan yang terbaik. Kondisi putra Anda sudah kembali membaik dari sebelumnya."Alexa tak bisa menahan diri
Setelah menunggu dengan penuh drama, akhirnya Brian diizinkan pulang dari rumah sakit untuk memulai kehidupan normal sebagai bayi. Nick dengan penuh semangat datang menjemput Brian, mengurus semuanya sendiri sementara Alexa menunggu di rumah, dipenuhi rasa harap dan cemas.Di rumah, suasana penuh sukacita menyambut kedatangan mereka. Keluarga telah berkumpul, merayakan hari pertama Brian di rumah dengan perayaan kecil."Selamat datang di rumah, Brian!" seru Camila, langsung mengangkat Brian dari car seat yang dibawa Nick.Steve juga turut menyambut cucunya dengan senyuman lebar. Sejak Brian lahir, baru kali ini mereka bisa melihatnya dari dekat. Kebahagiaan terpancar di wajah setiap orang di rumah Nick.
Hari yang dinanti akhirnya tiba, pertengahan musim semi yang sempurna, seperti yang Juan dan Alexa impikan. Pesta pernikahan mereka tak digelar di gedung mewah di pusat kota Houston, melainkan di tepi danau yang tenang dengan latar alam yang memukau. Suasana yang romantis dan intim ini benar-benar mencerminkan keinginan mereka untuk merayakan cinta dalam kesederhanaan yang elegan.Lebih dari seratus tamu hadir, terdiri dari keluarga dan sahabat yang mengenal pasangan itu dengan baik. Saat Alexa tiba di lokasi, ditemani oleh ayahnya, Steve, ia merasakan getaran bahagia dan haru yang tak bisa disembunyikan.Sebelum turun dari mobil, Steve meraih tangan putrinya. "Pada akhirnya, aku bisa mengantarmu sebagai wali di hari pernikahanmu," ucapnya dengan tulus, penuh kebanggaan.Alexa membalas senyum ayahnya, dan dengan lan
Hari demi hari berlalu dengan cepat, dan Alexa semakin menjauh dari Nick. Bukan karena kebencian, tetapi karena ia ingin menghargai perasaan Juan, pria yang sebentar lagi akan menjadi suaminya. Alexa tahu, menjaga jarak dengan Nick adalah yang terbaik demi kebahagiaan mereka semua.Persiapan pernikahan berjalan dengan lancar, setiap detail diperhatikan oleh Juan, dari pemilihan cincin hingga pemesanan gaun pernikahan. Hidup Alexa kini dipenuhi dengan canda dan tawa, terutama saat ia berada di dekat Juan. Ada perasaan hangat yang mengalir di antara mereka, sebuah kebahagiaan yang tak tergantikan."Menurutmu, aku perlu memilih gaun yang cantik?" tanya Alexa sambil tersenyum ketika Juan tengah mengukur tubuhnya untuk pembuatan baju."Tentu saja. Hari pernikahan ini harus menjadi yang paling spesial untukmu. Pilihlah ga
Alexa menutup pintu kamar Brian dengan perlahan, memastikan putranya tidur dengan nyaman. Saat berbalik, ia terkejut mendapati Nick sudah berdiri di sana, tanpa suara."Kamu tidak terburu-buru pulang, kan? Pelayan sudah menyiapkan makan siang. Setidaknya makanlah dulu," ujar Nick dengan nada lembut, meski ada kekhawatiran terselip di sana.Alexa menghela napas, menimbang sejenak. "Sepertinya aku akan langsung pulang," tolaknya, walau terdengar ragu.Nick tak menyerah begitu saja. "Kamu baru tiga jam di sini. Apa itu cukup untuk bermain dengan Brian?"Kata-kata Nick membuat Alexa berhenti sejenak. Tanpa banyak bicara, ia turun ke meja makan, di mana makanan favoritnya sudah tertata rapi. Ia duduk, menoleh sebentar ke arah Nick, lalu mulai makan dalam diam.
Mimpi? Tidak, ini bukan mimpi. Saat Alexa membuka mata dan melepaskan pelukan dari Juan, ia sadar seratus persen kalau ini bukan mimpi. Alexa mendongak menatap Juan yang tersenyum lembut menatapnya, sentuhan tangan Juan membuat Alexa sejenak memejamkan mata."Kenapa tidak kau katakan dari awal kalau wanita yang kerap kali kamu ceritakan padaku adalah diriku sendiri?" tanya Alexa."Karena aku tidak mau hubungan kita menjadi renggang setelah kamu tau perasaan yang aku pendam padamu selama ini. Tapi, aku sudah memastikan bahwa kamu juga menyukai diriku sebelum memutuskan untuk melamarmu."Alexa tersenyum manis, tak tahan dengan wajah cantik di wajah Alexa. Juan membingkai wajah perempuan itu, tanpa segan memberika ciuman mesra untuk Alexa. Dengan senang hati Alexa menerima sentuhan tersebut, mengalungkan
Setelah menembus cukup jauh ke dalam hutan, Juan dan Alexa menemukan rimbunan buah beri liar yang segar. Tanpa ragu, Alexa langsung memetik dan menyantapnya, menikmati rasa manis dan asam yang meledak di mulutnya. Matahari menyelinap di antara pepohonan, menciptakan kilauan cahaya yang mempercantik setiap sudut hutan yang mereka jelajahi.Juan, yang berjalan tak jauh di belakang Alexa, membuka percakapan dengan suara tenang namun penuh rasa ingin tahu, "Kau sering berkomunikasi dengan Nick?"Alexa menoleh, sedikit terkejut dengan pertanyaan itu, namun segera menjawab, "Jarang. Kami hanya berkomunikasi kalau itu tentang Brian. Selebihnya, tak ada. Sepertinya memang sebaiknya begitu, mengingat satu-satunya yang masih menghubungkan kami hanyalah Brian."Juan berhenti sejenak, memperhatikan ekspresi Alexa
Penolakan tetap Juan dapatkan, Alexa lebih memilih menahan gairahnya ketimbang menjalani hubungan intim tanpa status. Kini keduanya tidur bersebelahan, tidak ada yang saling bicara selain suara hujan yang terdengar masih belum berhenti."Kamu pasti mencintai wanita dari masa lalumu itu, tapi kenapa kamu mendekatiku dengan cara seperti ini, Juan? Apa kamu ingin menjadikan aku pelarian untuk memuaskan nafsumu?" tanya Alexa dengan nada datar.Juan langsung menoleh, ingin rasanya ia mengatakan sekarang kalau perempuan yang Alexa maksud adalah dirinya sendiri. Namun masih belum, Juan ingin menciptakan suasana yang romantis saat ia mengutarakan perasaannya."Jadi, kamu berpikir kalau aku menjadikanmu pelarian karena berpikir aku masih mencintai wanita itu?"Alexa mengganggu. "
Juan mengumpulkan ranting kayu untuk membuat api unggun nanti malam, sementara Alexa asyik menikmati pemandangan yang menakjubkan. Musim semi memang waktu yang sempurna untuk wisata alam, dan meskipun awalnya tidak menyangka akan bepergian dengan Juan, Alexa merasakan ketenangan yang aneh di dalam dirinya.Masa depan selalu penuh kejutan bagi Alexa. Di satu sisi, ia bisa menikmati kedamaian saat ini, tapi disisi lain, ia tahu betul bahwa hidup bisa berubah kapan saja. Namun, setidaknya selama sebulan terakhir, Alexa telah menemukan cara untuk memaafkan dirinya sendiri dan menghadapi hari-hari yang tak terduga.Sambil bersantai di dekat camper van, aroma harum dari dalam menarik perhatian Alexa. Tertarik, ia melangkah masuk dan menemukan Juan sedang sibuk memasak. Ia berdiri di pintu, tersenyum kecil sambil memperhatikan Juan yang tampak begitu bersemangat.
Dua hari berlalu dan kondisi Brian sudah jauh lebih baik, sesuai yang Alexa janjikan sebelumnya kalau Brian sudah sembuh maka ia akan mengembalikanya pada Nick. Tentu berat bagi Alexa setiap kali menyerahkan putranya pada Nick, namun ia tak punya pilihan lain.Setelah menempuh perjalanan cukup panjang, Alexa tiba di sebuah rumah yang dulu pernah menjadi tempat tinggalnya bersama, Nick. Namun rumah tersebut kini hanya meninggalkan kenangan indah sekaligus pahit secara bersamaan.Sambil menghembuskan nafas panjang, Alexa menatap Brian yang juga menatapnya dengan mata beningnya. Setelah memantapkan hati, Alexa berjalan dan mengetuk pintu rumah Nick. Perlu menunggu beberapa detik sampai pintu akhirnya terbuka, Nick berdiri memperlebar pintu rumahnya."Masuklah," katanya mempersilahkan dengan suara datar.
Kondisi Olivia masih belum sadar, Juan pun akhirnya pulang saat toko sudah tutup. Suasana terlihat sepi, mungkinkah Alexa ada di kamar? Tapi saat Juan naik ke lantai dua dan masuk ke kamar Alexa, kamar tersebut kosong.Alhasil Juan kembali turun, duduk di salah satu kursi pelanggan di toko kue sambil menunggu Alexa. Mungkin saja Alexa sedang merefreshkan diri setelah sibuk seharian bekerja.Juan membuka ponsel melihat berita, termasuk kemajuan berita tentang Sofia yang sempat menjadi buronan. Dan ternyata Sofia sudah melewati sidang, hukuman lima belas tahun penjara karena mengedarkan obat ilegal. Sepupu Nick juga mendapatkan hukuman serupa, perkembangan perusahaan Nick juga mulai stabil.Melihat itu Juan tersenyum tipis sampai suara pintu terbuka mengalihkan perhatiannya. "Kamu sudah pulang rupanya," ucap Alexa."Aku tadi ke rumah sakit untuk melihat kondisi Olivia, Mia bilang kamu sempat menghubungiku, tapi maaf aku tidak menghubungimu lagi karena ponselku kehabisan daya." kata Juan