Bab 95 Resmi MelepaskanPov Author Saleh tiba di rumahnya. Tepat saat itu Mega sedang menunggunya di ruang tamu. "Mas," sapa wanita itu. "Dek, kamu serius soal yang tadi?" Saleh langsung pada intinya. "Iya, Mas." Jeda sesaat. "Tapi, aku minta satu syarat sama kamu."Saleh yang sedari tadi hanya berdiri, kini mengambil posisi duduk di sebelah istrinya. Wajah tegang dan amarah sejak tadi sudah berganti dengan senyuman. "Iya, katakan aja apa yang kamu mau. Aku akan penuhi semua itu."Mega hampir tidak mengenali wajah suaminya yang saat ini tengah tersenyum. Selama ini yang dia lihat hanya ekspresi kecut, marah dan benci. Benar, Mega baru sadar akan hal itu."Jadi, apa, Dek?" Karena tak kunjung mendapat jawaban, Saleh sedikit mendesak. "Kasih tahu aku apa yang kamu mau."Mega menghela terlebih dahulu. "Aku cuma mau kamu bertanggung jawab. Semua, dalam segala hal. Baik keluarga kamu, maupun bisnis." Bagi Mega, membagi tanggung jawab sesuai porsi untuk kedua hal yang berbeda, apa lagi
Bab 96Pagi Manis yang Kembali Datang Pov Author Pagi ini terasa lebih menggembirakan bagi Mega daripada hari-hari sebelumnya. Lebih banyak berbicara bahkan sampai mengajak bercanda Kevin yang sekarang keadaannya jauh lebih baik. "Dek, akhir pekan nanti kita jalan-jalan, yuk!" Tiba-tiba Saleh memberi usul. "Rasanya udah lama banget kita nggak jalan bersama," lanjutnya yang masih mengunyah nasi goreng spesial pagi ini.Mega terkekeh kecil. "Iya, Mas. Ituide bagus. Emang udah lama benget kita nggak jalan bersama. Kira-kira kita bakal ke mana, ya, Nak?" Dia membungkuk ke arah Kevin yang sedang duduk manis sambil menggoyangkan kakinya di bawah meja. Anak itu seperti baru mendapatkan mainan baru ketika melihat kedua orangtuanya bisa kembali bercengkrama dengan manis. "Main! Taman bermain!" Baik Mega maupun Saleh tertawa bersama. Mereka terlihat sangat bahagia melihat anaknya yang aktif kembali. "Taman bermain terus? Apa nggak ada tempat yang mau Kevin datangi?" Saleh menyeletuk, menc
Bab 97Rasa IbaPov Author "Ah, kenapa setiap aku ke sini selalu bersamaan dengan mereka yang lagi makan?" Ari merasa berat hati setiap kali melihat keberadaan pasangan berselingkuh itu. Dia sudah bertingkah di dalam hati untuk tidak ikut campur dalam masalah rumah tangga orang lain. Cepat ataupun lambat Mega pasti akan menyadari kesalahan atau sesuatu yang aneh pada diri suaminya sendiri. Mau bagaimanapun juga hari melihat Mega sebagai wanita yang cukup cerdas dalam menilai keadaan. "Bos ada di sini?" sapa Manager kepady Ari. Meresa sedang berada di balik meja kasir. Kedatangan Ari ke restoran juga untuk pengecekan secara rutin. "Hm," sahut Ari setelah melirik karyawannya itu. Dia mendesah sesaat sambil mengernyitkan kening, tatapannya masih tertuju pada Saleh dan wanita sosialita itu. "Apa menurutmu mereka akan tetap jadi pelanggan kita ke depannya?"Snag Menager tidak terlalu paham, sampai dia mengikuti arah pandang lelaki itu. "Ah," serunya pelan. Dia lantas terkekeh kecil. "S
Bab 98Menjadi Pendamai HubunganPov Author Sesuai dengan apa yang dijanjikan Mega kemarin, wanita itu datang ke rumah kakaknya. Tentu saja dia memilih waktu agar bisa bertemu dengan Mamat. Sepulang dia dari toko, bersama dengan Kevin dia telah sampai di rumah tersebut."Mas Mamat mungkin akan pulang sebentar lagi," kata Desi ketika Mega belum mendapati keberadaan kakaknya. Mega merasa heran karena keadaan kakak iparnya tersebut terlihat sangat palsu bahkan berat badannya pun mungkin berkurang banyak. Apakah masalah ini sampai mempengaruhi kesehatan wanita itu? Hal tersebut mungkin saja karena bagaimanapun perceraian bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan apalagi bagi mereka pasangan yang masih saling mencintai. Dalam artian, perpisahan mereka terpaksa karena keadaan atau karena tekanan dari orang yang lebih berpengaruh misalnya orang tua."Mbak Desi kelihatan nggak sehat." Mega menatap dengan penuh rasa prihatin melihat kondisi wanita di depannya ini. Mereka sekarang berada di
Bab 99Membantu dari Balik LayarPov Author "Kamu yakin sama keputusan kamu?"Entah mengapa setelah mendengar tanggapan dari kakaknya Mega merasa ada yang aneh. "Apa kalian kesannya nggak setuju?""Bukannya nggak setuju, tak bisa tahu aku soalnya itu nggak ada basic buat bisnis. Bukannya aku meremehkan suami kamu kok mami nggak ini soal merintis bisnis. Kami udah tahu banyak soal bisnis dan aku rasa nggak masalah kalau memang terus kamu aja yang memegang kendali." Mamat menjelaskan berdasarkan apa yang dia ketahui dan diamati selama ini.Tidak ada perjuangan yang Mega lakukan tanpa pengamatan dari Mama karena meskipun mereka sudah memiliki keluarga masing-masing keduanya tidak pernah berhenti saling peduli. "Aku bisa membimbing Mas Saleh kalau misalkan dia butuh bantuan," kata Mega.Mamat tampak mengagukkan kepala. "Ya udah kalau memang itu keputusan final kamu. Yang penting kalian harus saling berkomunikasi terus soal bisnis dan jangan sampai mengambil keputusan sendiri misal masi
Bab 100Hinaan dari MertuaJawaban dari Saleh tersebut yang mengiyakan keinginan istrinya untuk terlibat lagi dalam bisnis yang akan diambil alih nantinya, sepertinya tidak cukup ikhlas. Jika didengar dari cara bicara sekaligus bahasa yang dilontarkan. Padahal maksud hati Mega adalah untuk bisa bekerja sama dan meringankan beban yang ditanggung oleh Saleh, yang nantinya akan mengambil alih bisnis tersebut. Di mana memang, bisnis itu sejak awal Mega yang sudah merintisnya. Jadi sedikit banyak, Mega jauh lebih tahu mengenai jalannya bisnis tersebut. Dan seharusnya pula, Saleh merasa bersyukur karena dia tidak begitu saja dilepas untuk menjalankan bisnis tersebut.Kata-kata itu pula yang sebenarnya mengganjal di dalam hati dan perasaan Mega. Dia masih belum terlalu yakin bahwa suaminya mampu untuk menjalankan bisnis tersebut. Apalagi setelah mendengar bahwa Saleh akan mengajak serta teman-temannya yang menurut dia cukup andal dalam hal berbisnis. Sementara menurut sepengetahuan dari Mega
Bab 101Waktu untuk Tante“Bukan mau menyalakan Bapak sama Ibu… tapi ini kenyataannya Bu… kenyataan kalau memang aku yang bermasalah. Aku juga gak diem aja kok sama Mas Mamat. Kami berdua tetap berusaha untuk ikut banyak sekali perawatan dan treatment yang memang bisa untuk mendapatkan keturunan. Tapi itu semua kan, baru usaha. Kamu juga baru memulai. Tolong jangan salah-salahin Mas Mamat terus Bu. Kasihan dia…”“Terserah apa yang kamu bilang! Pokoknya hari ini juga, Ibu mau kamu ikut sama ibu ke rumah sakit dan ketemu sama dokter yang Ibu tunjuk. Dia itu dokter yang paling bagus di rumah sakit besar di kota ini. dia pasti tahu, apa yang membuat kamu jadi susah punya anak. Dan bagaimana caranya supaya kamu bisa cepat punya anak.”Mendengar bagaimana kedua orang tuanya berkeras dan memiliki keinginan yang tidak bisa ditolak lagi, Desi hanya bisa pasrah dan mengikuti keinginan dari ibunya tersebut. Namun sebelum dia kemudian mengikuti keinginan ibunya tersebut, lebih dulu Desi menghubun
Bab 102Hilda dan Retno yang tidak lain adalah pegawai di toko tempat Mega membuka bisnis Jual Beli tasnya, sudah mendengar langsung dari bosnya tersebut, bahwa akan ada suami dari Mega yang merupakan Bos mereka yang nantinya akan menggantikan posisi Mega untuk mengurus toko dan bisnis yang ada di sana.“Kira-kira nanti suaminya Bu Mega kayak gimana ya? Galak nggak ya? Kan, dia sebelumnya jarang banget buat ke sini.” Hilda yang masih mempersiapkan toko sambil membersihkan lantai dan juga mengelap kaca bagian depan tubuh tersebut berbicara kepada Retno.Retno, yang tidak lain adalah rekan kerja dari Hilda. Saat ini justru tengah sibuk laporan penjualan harian, karena setiap kali mereka akan membuka toko di hari berikutnya. Maka harus dicek ulang untuk laporan di hari sebelumnya. Supaya nantinya tidak ada kesalahan dalam laporan keuangan setiap bulan dari penjualan toko tersebut. Mendengar celotehan dan pertanyaan Hilda tersebut, Retno yang masih fokus dengan apa yang dia kerjakan sekar
EndingBab 1182 tahun kemudian.Pasca perceraian Mega dan Saleh, tidak ada yang menempati rumah kontrakan mereka sebelumnya. Mega memilih untuk tinggal di perumahan sederhana yang berada dekat dengan toko edelweis. Wanita yang kini single parent tersebut terlihat sedang menyiapkan keperluan sekolah anaknya."Kevin, Nak. Ayo segera, nanti kamu terlambat kalau mau nonton TV terus," ujarnya sambil menata bekal yang dia masukkan ke dalam tas sang anak. "Ibu, besok ulang tahunku." Dibanding dengan memberitahu, Kevin terdengar lebih seperti anak yang sedang merengek. "Oh, ya?!" Mega terlihat terkejut. "Masa, sih? Bukannya minggu depan, ya?" Melihat reaksi ibunya, Kevin memberenggut kesal. Tampaknya anak itu kecewa karena dia pikir sang Ibu sudah mempersiapkan sesuatu untuk hari kelahirannya besok. Dia berjalan dengan bahu yang terkulai lemas menuju ibunya, mengulurkan tangan untuk mengambil tas. "Ya udah, deh," bisiknya.Mega diam-diam tersenyum geli. "Wah, Nak. Gimana, nih? Besok bang
Bab 117Mega tidak langsung menjawab pertanyaan dari Ari, teater diam beberapa saat. Di sisi lain Hilda meskipun merasa tidak enak dan ingin memarahi Ari yang ceritanya seperti itu, dia juga tidak bisa mengelak dengan rasa ingin tahu punya tentang perasaan Mega saat ini.Mega sendiri sudah cukup memikirkan hal ini sejak kemarin malam dia bertanya kepada dirinya sendiri tentang keputusan yang telah diambil dulu. Mungkinkah dirinya menyesal karena telah menerima oleh kembali dalam hidupnya? "Kalau terlalu berat buat dijawab, nggak perlu dijawab juga kok Mbak." Ari memberi pengertian karena hal yang dia tanyakan memang cukup sensitif."Akan terkesan bohong juga jika saya bilang baik-baik saja sekarang tapi Jika ditanya tentang penyesalan itu apa saya rasa nggak. Kalau dipikir-pikir memang menyakitkan karena telah dikhianati dua kali. Tapi di sisi lain aku merasa sudah melakukan hal yang tepat karena memberi kesempatan untuk seseorang bukan hal yang buruk." Mega tersenyum. "Aku merasa s
Bab 116Apakah Menyesal?Retno diantar pulang oleh Hilda dan Ari sedangkan Mega dan Saleh pulang ke rumahnya. Hal ini mengenai rumah tangga sepasang suami istri itu yang harus diselesaikan secara pribadi.Saat ini Retno Hilda berada di mobil Ari. Sambil menyetir lelaki itu bertanya, "Kapan kamu memanggil Mega? Kamu bilang nggak mau ngasih tahu dia lebih dulu."Hilda tampak murung, dia juga tidak menyangka bahwa dugaannya selama ini memang benar. "Aku cuma nggak mau Mbak Mega tahu dari orang lain, aku harus ngasih tahu dia karena dia yang paling berhak tahu tentang kelakuan suaminya." Dia melirik ke arah jok belakang di mana Retno berada. "Retno, aku minta maaf karena membiarkanmu menutup toko sendirian.""Ini bukan salah Mbak Hilda, kok. Lagian berkat mbak Hilda juga aku bisa selamat. Mas Ari saya benar-benar berterima kasih atas bantuannya yang tadi." Sekarang kondisi Retno jauh lebih membaik dia, tidak terlihat gemetaran seperti beberapa waktu yang lalu."Besok mungkin toko akan tut
Bab 115Tak Bisa BerkutikRetno bingung harus berkata apa. Dia sama sekali tidak menyangka bahwa akan mendapatkan tawaran makan malam bersama dari Saleh. Dia masih pada dirimu waktu di depan pintu toko sebelum akhirnya tiba-tiba Saleh menarik tangannya. "Pak Saleh?! Apa yang Anda lakukan?" Dia mulai jadi takut sekarang dia melihat ke sekeliling mencoba untuk mencari pertolongan.Namun, entah mengapa mendadak suasana menjadi sepi dan orang-orang tidak peduli kepadanya. Retno mencoba untuk melepaskan diri dari genggaman Saleh tetapi lelaki itu justru semakin mengeratkan pegangannya."Pak Saleh, Apa yang anda lakukan?! Tolong lepaskan saya segera!" Ratna sedikit berteriak, tetapi dia justru mendatan4g berarti karena langkah lelaki itu demikian. Saleh menoleh dan menatap Retno dengan sorot mata tajam. "Ikut saja denganku atau kamu akan tahu akibatnya!""Tapi mau ke mana, Pak?! Saya harus segera pulang karena ibu pasti sedang menunggu saya."Retno masih berusaha untuk melepaskan diri s
Bab 114Saat ini saya sedang berada di toko titik dia melihat karyawannya yaitu Retno dan Hilda yang sedang sibuk dengan kegiatan masing-masing. Semenjak dirinya menjadi pemilik toko edelweis kegiatan yang Saleh lakukan tidak jauh-jauh dengan mengamati memperhatikan sedangkan hampir keseluruhan mengenai barang produk dan pengeluaran serta pendapatan masing-masing mendapat bagiannya.Saat itu juga, Saleh merasa benar-benar menjadi seorang usahawan yang sukses. Berbeda saat Mega yang menjadi pemilik toko itu, wanita tersebut tidak bisa membiarkan tubuhnya berada dalam keadaan santai. Bagi kedua karyawan di toko edelweis, sikap Saleh yang seperti itu sudah menjadi kebiasaan bagi mereka dan tidak perlu mempermasalahkannya karena memang karyawan yang harus bekerja."Retno," panggil saya ketika Si empunya nama sedang menata letak manekin yang digantung di tembok.Retno menjatuhkan pandangannya seraya menurunkan tongkat yang sedang dia pegang. "Ada apa Pak?""Bisa ikut saya ke ruang staf s
Bab 113Mega tidak mengajak Saleh bicara lagi setelah pertengkaran beberapa menit yang lalu. Saat ini dirinya masih berada di ruang tamu sedangkan Saleh sudah masuk ke dalam kamar. Setidaknya, Saleh tidak keluar lagi malam ini seperti malam-malam sebelumnya.Wanita itu sedang merenungkan, berpikir tentang apa yang kemungkinan terjadi pada suaminya itu sampai bisa marah besar dan memintanya agar pergi dari hadapan Mega merasa sakit hati, terluka dan tercabik-cabik namun dia juga berpikir bahwa mungkin saja terjadi sesuatu hal yang buruk saat Saleh berada di luar dan hal yang memungkinkan bagi lelaki tersebut melepaskan emosi ketika berhadapan dengan sang istri.Karena hal itulah Mega mencoba untuk mengerti dan memaafkan Saleh sekali lagi.Setelah cukup lama dia berada di ruang tamu sambil menunggu Anda harus suaminya tertidur terlebih dahulu, dia beranjak dari sana dan menuju ke kamar. Saat itu juga dia baru tersadar ada pakaian yang teronggok di lantai dan itu terlihat asing di matany
Bab 112"Kenapa kamu jadi bentak-bentak aku?! Emangnya apa yang salah, hah? Orang Kamu yang bilang sendiri waktu dulu, kok. Kamu butuh uang yang banyak karena nggak mau jadi bahan tertawaan dan ejekan teman, tenagga dan saudara sendiri!" Tidak mau kalah, Febi membalas dengan suara yang lebih nyaring. Hal itu tentu saja membuat orang-orang di sekitar mereka memperhatikan keduanya dengan tatapan heran sekaligus tatapan seolah mereka terganggu. Pelayan yang sedang menyajikan makanan di atas meja Mereka pun sampai melirik takut-takut baik kepada si wanita maupun pria."Tapi itu dulu, tante! Itu karena aku benar-benar putus asa! Aku nggak mau dipandang rendah sama orang lain! Tante mungkin nggak merasakan gimana penderitaanku saat itu karena tante emang nggak pernah kekurangan uang sama sekali!" Wajah Saleh memerah dengan bola mata yang melotot dan seolah hampir keluar hanya dengan satu kali hentakan saja. Dia tidak peduli dengan Bagaimana pandangan orang di sekitar melihatnya.. sudah ter
Bab 111“Ini, aku serius. Kalau aku jadi cowok, udah naksir berat sama Mbak Mega.” Hilda masih tetap bersikeras menjadikan mantan bosnya itu sebagai topik pembicaraan kali ini.“Kenapa mikirnya begitu?”“Yah, Mas ini nggak peka atau emang nggak peduli, sih?”“Apa bedanya?”Hilda terkikik. “Ya emang, sih. Apa yang bisa diharapkan sama Mas Ari? Hidupnya seakan terjebak dalam tempurung kelapa. Masa lalu masih aja menjadi alasan buat nggak melirik orang lain.” Dia mencibir, tidak peduli dengan eskpresi Ari yang hampi seperti ingin memakannya.“Nggak punya kaca atau emang udah lupa kalau kamu punya muka?” tukasnya tak mau kalah. “Orang yang punya masalah sama kenapa harus saling meledek, sih?” Jeda sesaat untuknya meminum es hingga tandas. “Kamu juga harus ingat kepada siapa kamu mengadu soal perceraianmu dan berapa lama kamu menggalau.”Hilda meringis. Mana mungkin dia lupa tentang masalah yang menjadi titik balik kehidupannya? Dia dan mantan suami yang berakhir dengan perpisahan. Masalah
Bab 110Retno masih menangis tersedu-sedu di rumahnya. Saat ini sudah ada Mega dan Hilda yang berkunjung. Setelah insiden Retno yang tertangkap melakukan pencurian di toko dia terus menyesali perbuatannya setiap kali berhadapan dengan mantan bos dan rekan kerjanya, dia tidak bisa menyembunyikan rasa bersalah. "Kami ke sini bukan untuk melihat kamu menangis, melainkan mau melihat ibumu." Hilda yang tidak tega melihat tangisan Retno akhirnya bersuara. Sementara Mega mengeluarkan tisu dari tasnya. Dia mengulurkan tisu itu untuk Retno. "Di sini juga ada kesalahan kami karena tidak terlalu memperhatikan kesulitan kamu. Mau bagaimanapun juga kamu tetap bagian dari rekan kami yang seharusnya mendapatkan perhatian yang layak." Dia menambahkan, mencoba untuk menenangkan gadis itu.Retno membersit hidungnya sebelum menjawab, "Tetap aja saya merasa bersalah karena sudah melakukan hal yang memaluka, Mbak.""Kalau kamu merasa bersalah dan malu, aku rasa itu udah cukup. Tandanya, kamu nggak meny