Suasana ramah tamah saling melepas rindu berlangsung beberapa lama. Begitu juga seorang kakek yang sudah sulit untuk berjalan, ia menghampiri Ovan sebisanya."Kau tahu, sepertinya kita belum akan mati sebelum kamu datang ke tempat ini," celetuk pria itu."Ah Kakek, aku menyesal datang ke tempat ini begitu cepat kalau ucapanmu saja seperti itu."Sang kakek tersenyum lalu mengambil posisi duduk."Duduklah, ada sesuatu yang harus kami sampaikan kepadamu. Sebenarnya ini sudah lama sekali, tapi kau tak juga datang. Kami bersyukur kau datang tepat waktu, Jovan."Ovan mengernyit, ia tak tahu apa maksudnya tepat waktu. "Apa ini Kakek? Aku masih belum mengerti.'"Jovan, seluruh wasiat orang tuamu telah ditemukan. Surat warisan dan seluruh akte dari aset orang tuamu sudah aman di tempatnya. Seorang pengacara telah memberitahukan hal ini, jadi kamu tidak perlu lagi takut untuk seluruh harta ayahmu," terang nenek yang usianya jauh lebih muda dari sang kakek. Ia terlihat bersemangat memberi tahuka
"Uhmm, aku masih memikirkannya.""Apalagi yang kau pikirkan sayang, kamu harus membuatnya muncul tanpa harus mencarinya. Dengan begitu dia akan melakukan tindakan yang kita inginkan," terang Barbara."Bagaimana caranya? Kita tidak bisa mengeluarkan perhiasan itu dari pengacara sebelum replika itu ada. Kita harus mengecohnya.""Tentu saja kita tidak bekerja sendiri. Dan kita akan meminta bantuan pengacara tersebut, Bagaimana?"Ovan masih terdiam. Ia tidak perduli berapa banyak perhiasan itu. Meskipun ia sangat ingin menangkap penjahat tersebut, tapi ia tidak mau membuat Barbara jadi korban berikutnya. Sudah cukup ia kehilangan di masa lalu, ia tak mau kehilangan untuk ke sekian kalinya, seperti kehilangan kedua orang tuanya dan juga Vanessa kekasihnya dulu. Ia sangat ingin Barbara bisa menikmati hari harinya dengan rileks."Bagaimana mungkin...aku tidak mau menempatkan kamu dalam bahaya. Kau. harus pulang ke Jakarta, dan aku yang akan mengurusnya di sini atau tidak samasekali."Barbara
Ovan tersadar dengan ucapannya yang mungkin membuat Barbara cemburu.Pria itu lalu menghentikan mobilnya dan menatap Barbara."Barbara... lihatlah ke arahku, please."Barbara hanya diam, ia menunduk dan beberapa kali mengusap air matanya."Kita sudah sering membahasnya. Masalah Vanessa, bukankah aku berhak untuk menyesal? Terlepas dari siapa di di hatiku, dia adalah manusia biasa yang berhak untuk ditolong. Apakah kau tahu bagaimana aku merasa terbebani pada saat itu?""Tapi kau tak akan bersamaku kalau dia masih hidup bukan?""Ayolah, semua itu bukannya sudah berlalu? Memangnya kenapa kalau dia adalah wanita masa laluku? Apa kau akan membenciku? Apakah hanya sebatas itu cinta ini?"Barbara masih terisak."Kita bahkan sudah menikah dan akan memiliki anak. Jangan menjadi kejam hanya karena salah faham, Barbara? Kau sangat tahu kalau aku juga sangat mencintai kamu. Apa yang kita lalui selama ini adalah perjalan berat bagi kita, bukankah begitu?""Ma-af," lirih Barbara.Ovan memeluk Barb
"Ooh, jadi memang mereka penasaran ya di mana surat wasiat orang tuaku.""Tentu saja. Semua orang tahu kalau Pak Karsa dan ibumu adalah seorang yang sangat beruang. Siapapun ingin tahu bahkan orang yang lewat di depan rumah ini.""Bagaimana denganku? Apa mereka perduli?""Waktu itu kau dinyatakan sebagai anak hilang, keluarga besar ini saling bahu membahu menyembunyikan fakta bahwa kau masih hidup. Itulah sebabnya meskipun kau datang ke tempat ini, mereka masih banyak yang tidak mengerti bahwa kau adalah putra Pak Karsa."Ini cukup aneh. Keluarganya sungguh bersikap tak perduli. Bahkan mereka mengira dirinya hanyalah anak angkat salah seorang kerabatnya. Ternyata tragedi itu cukup besar."Aku bisa mengerti. Mereka pasti kecewa karena tidak memiliki cara untuk mengambil alih kekayaan orang tuaku.""Anehnya, seolah orang tuamu tahu hendak ada yang berbuat jahat kepadanya. Mereka seperti telah menyiapkan semuanya supaya harta mereka aman. Dan inilah yang terjadi, tak seorangpun bisa meng
Barbara bisa melihat mereka sungguh takjub dengan apa yang telah Ovan bangun."Kenapa aku merasa mereka seperti perempuan ya? Mereka para pria, mereka menyukai detil seperti ini?" gerutunya karena kesal.Baginya, keindahan adalah sesuatu yang simpel dan mudah. Bukan cuma sulit untuk dirawat, tapi kemewahan perabot kaca yang sangat rapuh ini juga sangat sulit dinikmati. "Tapi... semua perhiasan yang ditinggalkan untuk Ovan memang semuanya sangat norak," lirihnya lagi."Ah ya, istrimu sangat cantik. Dia pasti sangat beruntung menikah denganmu. Kau sangat kaya, aku yakin kau tidak kehilangan sedikitpun harta warisan orang tuamu," kata Gendon tiba-tiba."Apa maksudmu sangat kaya? Mereka hanya mewarisi rumah tua yang sudah harus dibangun kembali, alih alih bikin kandang kelinci ini.""Tidak benar, ibu Ovan punya banyak sekali perhiasan yang pasti diwariskan untuk istrinya ini. Kurasa mereka akan bersenang-senang tanpa harus bersusah payah seperti kita."Ovan terkejut. Ia merasa Gendon ini
Ovan yang sudah kembali dengan banyak makanan di kantong belanjanya melihat Barbara terlihat sangat pucat."Sayang, apa kau baik-baik saja? Kau terlihat sangat pucat. Ada apa?"Barbara tak menjawab, ia hanya memberikan isyarat untuk Ovan melihatnya dengan menunjuk ke arah Laptop."Apa yang terjadi?"Pria itupun masuk ke mobil dan melihat laptopnya.Ovan sangat terkejut karena melihat serombongan orang menyusup ke dalam rumahnya. Bukan satu atau dua orang, tapi ada sekitar tujuh orang pria. Mereka sungguh mengincar apa yang ia miliki. Terlihat beberapa orang berjaga dan yang lainnya memeriksa kotak perhiasan. Mereka sungguh perampok dengan persenjataan lengkap berupa senapan dan senjata tajam. Semua fenomena itu, persis seperti apa yang ia takutkan.Itulah sebabnya ia tidak mau mengambil resiko nyawa, tidak akan!"Kau sudah melihatnya bukan? Kau bisa melihat betapa kejamnya mereka ini. Bahkan dengan apa yang mereka lakukan itu tidak seorangpun yang bisa melarangnya. Aku sangat yakin me
"Wow, kenapa kalian tidak memanggil kami? Kami bisa saja datang ke sana dan membalas perbuatan mereka.""Hentikan omong kosong kamu Dave! Ovan sudah menyerahkan semuanya pada polisi, nggak perlu repot-repot. Kau hanya perlu mengangkat semua tas itu, oke?"***"Baik, karena semua sudah berkumpul, mari kita melanjutkan pembicaraan kita soal pesta pernikahan Barbara dan Ovan.. Aku ingin pesta pernikahan ini dibuat sangat meriah dan berkesan.""Tunggu! kenapa pernikahan ini diselenggarakan tanpa keluarga Ovan? Ini sangat tak biasa," protes bibi Barbara. "Bukan tak percaya, tapi ..""Bibi, mereka punya tempat tinggal yang sangat jauh. Mereka sangat kesulitan. Toh orang tua Ovan telah tiada, untuk apa memaksakan diri?" jawab Barbara sedikit berbohong. "Barbara, apakah semua baik-baik saja? Sepertinya ada sesuatu yang terjadi di sana?"Barbara menarik tangan Lena dan membawanya ke kamar miliknya."Bu, aku tidak bisa menceritakan semuanya sekarang ini. Akan tetapi aku pasti akan menceritakan
Dave sedikit terkesima, ia melupakan sosok kecil putrinya yang mungkin akan terluka saat melihat Selen mendapatkan hujatan di pengadilan nanti. Ia tak seharusnya membiarkan Ceila menyaksikan hal itu."Kau benar, kurasa kita tidak perlu datang dan mengikuti jalannya pengadilan. Lebih baik kita pergi bersama ke suatu tempat untuk rekreasi. Aku akan mengatakan hal ini pada Barbara dan meminta maaf.""Atau sebaiknya kau saja yang datang? Aku akan menjaga Ceila dan tidak menyinggung hal ini. Jangan sampai Ceila sedih karenanya."Dave berpikir sebentar, ia juga penasaran soal jalannya pengadilan, tapi juga ingin menghabiskan waktu bersama Risa dan Ceila alih-alih melihat mantan kekasihnya yang menyedihkan."Dave, kau melamun?""Eh, bukan begitu. Aku sedang berpikir kalau Ceila sampai melihat hal semacam itu, pastilah akan menjadi traumatis di hari akan datang."***Keesokan harinya, mereka memang sudah sangat ramai berkumpul di pengadilan. Antusias kerabat Barbara terlihat memenuhi teras pe