Kala teringat perkataan Robert, Laksana Gandara merasa semakin yakin jika Arumi ada hubunganya dengan Robert dan Andika. Dengan Arumi tinggal di kompleks perumahan Paradise yang notabene adalah bisnis milik Robert dan Andika, bukan sebuah kebetulan belaka, melainkan disengaja. Tiba-tiba Laksana Gandara mendengus dingin, ekspresi wajahnya mendadak berubah. Merasa para musuhnya itu sedang merencanakan sesuatu kepada keluarganya. Ia lalu kembali menatap Panji dengan serius, "Selidiki lagi kenapa bisa wanita iblis itu tinggal di perumahan itu, Panji dan apa kah benar jika dia memiliki hubungan dengan Robert ... Andika? Selidiki pula ... apakah dia sedang merencanakan sesuatu kepada keluargaku atau tidak!" Ucap Laksana Gandara tegas. Kemudian, ia menggeleng. "Aku tidak mau kebahagiaan yang baru aku rasakan ini, harus lenyap begitu saja dengan rencana yang sedang mereka persiapkan." Mendengar hal itu, Panji segera mengangguk patuh. **"Aku membawa kabar penting, Kak Arumi." kata Edwi
Melihat kedatangan anak serta menantu ke rumah, Sophia langsung merasa senang. Pun segera menyambut mereka berdua di ruang tamu. Namun tiba-tiba ia mengernyitkan dahi saat melihat para pelayan sedang membawakan koper berserta tas milik Aditama dan Vania. Bertanya-tanya, mengamati hal tersebut untuk beberapa saat sebelum kemudian menatap Aditama lagi. "Kenapa kamu membawa koper-koper dan tas-tas segala, Tam?" tanya Sophia.Aditama tersenyum. "Kejutan, Ma. Kami membawa koper, juga tas karena mulai sekarang aku dan dan Vania akan pindah untuk tinggal di sini." Jawab Aditama setelah terdiam sebentar. Dia kemudian menambahkan. "Bersama Mama dan Papa." Sontak, Sophia tersentak kaget. Apa!? Ia pun tercengang. Mencerna dalam sepersekian detik ucapan Aditama, lalu berujar, "Ka ... kamu serius, Nak? Kamu dan istrimu akan tinggal di sini?" ulang Sophia, hendak memastikan ia tidak salah dengar. Mendengar hal itu, Aditama mengangguk yang dibenarkan oleh Vania setelahnya. Selama sesaat,
Sebenarnya Laksana Gandara dan Sophia yang paling menginginkan Aditama dan Vania tinggal bersama mereka.Selain karena Laksana Gandara ingin menebus kesalahan, berharap rasa sayang dan memiliki antar anggota keluarga satu sama lain kembali tumbuh, juga demi kembali menyatukan hubungan yang sempat renggang. Laksana Gandara merasa Robert dan Andika sedang merencanakan sesuatu kepada keluarganya. Mereka berdua telah mengirimkan sinyal peperangan. Ia tahu sekali tabiat mereka berdua itu seperti apa, juga akan melakukan berbagai macam cara untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan. Termasuk ... menyeret Aditama dan Vania sekali pun! Apalagi dengan kondisinya yang baru sembuh, Vania sedang mengandung, itu akan memudahkan bagi mereka berdua menyerang keluarganya. Di sisi lain, berpisah dengan anak dan istri selama lima tahun, hidup dalam penyesalan, serta terus-menerus mengatai diri sendiri bodoh, membuat Laksana Gandara memiliki trauma. Maka, ia tidak mau hal itu terjadi lagi. Cukup
Di saat ini, Laksana Gandara berujar. "Sebenarnya Papa sudah tidak ingin berurusan dengan Robert dan Andika lagi supaya hidup kita lebih tenang, Tam. Lelah Papa hidup dalam bayang-bayang mereka berdua terus." Di ujung kalimat, ia menggeleng-gelengkan kepalanya. Aditama terdiam. Sengaja melakukan hal itu karena ingin membiarkan sang Ayah mengeluarkan segala keluh kesahnya terlebih dahulu. Setelah menatap lurus ke depan beberapa saat, Laksana Gandara beralih menatap Aditama lagi dan lanjut berkata. "Bisa saja kita lenyapkan data-data itu, Tam dan kita beritahu mereka jika kita sudah tidak memegang data-data itu lagi. Tapi hal itu sama sekali tidak menjamin. Di dunia mereka, cara-cara licik akan selalu digunakan. Apalagi dengan kondisi kita seperti saat ini, hal itu akan sangat berarti bagi kita." Tiba-tiba rahang Aditama mengeras, terlihat berpikir. Dia kemudian berkata, "Kata Papa ... data-data itu berisi tentang kejahatan Om Robert dan Om Andika di masa lalu?" Pertanyaan Ad
Bastian langsung marah sebab mendengar pengakuan Mario jika kemungkinan salah satu wanita bernama Vannesa yang pernah melakukan cinta satu malam denganya hamil anaknya. "Bodoh sekali kamu, Mar. Papa kan sudah mewanti-wanti untuk menggunakan kondom ketika—" "Aku selalu memakai kondom, Pa ... tapi waktu itu aku sedang tidak terlalu sadar!" Mario langsung memotong perkataan sang Ayah yang membuat Bastian terdiam. Kemudian, ia mengedar pandangan ke sekeliling lebih dulu sebelum kemudian kembali menatap sang Ayah dan melanjutkan berkata. "Jadi, sekarang Vannesa dalam kendali Edward, Pa ... bajingan itu akan menggunakan Vannesa untuk menghancurkan hubunganku dengan Jessi jika aku tidak mau menurut denganya!" Wajah Mario mengeras dan giginya bergemeretak. Lagi-lagi, mata Bastian melebar. Mencerna dalam sepersekian detik ucapan Mario sebelum kemudian tertegun. Jadi ... Edward juga memiliki sesuatu untuk mengancam Mario? Sama seperti yang dilakukan oleh Ayahnya terhadap diri
"Aditama juga belum kunjung menemui kita lagi atau tanda-tanda mau melawan Papanya." Ucap Robert dengan tatapan lurus ke depan. "Lima tahun loh, Bert. Dia membenci Laksana. Dia marah dan kecewa dengan Papanya!" Sambung Andika tegas. Dia kemudian menambahkan. "Seharusnya sekarang dia masih memiliki rasa itu kepada Papanya. Mustahil jika dia akan langsung menerima Papanya begitu saja!" "Maka dari itu, An. Kita harus bisa mempengaruhi pikiran anak itu. Jangan sampai dia menerima Laksana sepenuhnya." Balas Robert seraya membusungkan dada dengan rahang mengeras. "Tapi sebaiknya kita tunggu saja sampai Aditama mendatangi kita lagi." Ucapan Robert dijawab anggukan kepala oleh Andika. Tiba-tiba Andika memicingkan pandangan. Dia pun langsung menatap Robert lagi dan berujar, "Tapi yang lebih mengejutkanya lagi adalah ... Aditama ada di sana bersama Panji, Bert." Kening Robert berkerut. "Apakah mungkin ... Laksana meminta Aditama untuk mengurus data-data itu?" Balas Robert berpi
Kala teringat akan perkataan Heru tentang dia yang mendapatkan perintah dari Aditama untuk mencari tahu orang dalam yang diduga telah membocorkan mengenai tempat rahasia milik Laksana Gandara, Edwin langsung merasa was-was. Tentu ia ada dibalik serangan mendadak itu. Tanpa diminta, sudah pasti ia akan turut serta dalam perintah tuan muda keluarga Gandara. Tentu ia harus bersikap sebagaimana mestinya. Merasa sedikit cemas, Edwin yang saat ini berada di dalam mobil jeep sedang menunggu anak buahnya, memilih merogoh saku jaket dan mengeluarkan ponsel dari dalam sana. Selama sesaat, jari jemarinya berkutat pada layar ponsel, lalu menempelkanya di telinga, menunggu seseorang yang sedang dihubunginya mengangkat panggilanya. "Hallo Om Robert ... keluarga Gandara menduga jika ada orang dalam yang membocorkan mengenai tempat rahasia milik Tuan Laksana Gandara." Jelas Edwin begitu panggilan terhubung. "Serius kau, Win? Laksana menduga hal demikian?" tanya orang di sebrang sana yang ta
"Aku mengerti kok, Van mengapa kalian berdua melakukan hal demikian padaku." sergah Bella menyela perkataan Vania. Mendengar ucapan sang kakak sepupu, tatapan Vania berubah sayu. "Terima kasih, Kak Bella ... karena Kak Bella sudah mau mengerti." Balas Vania yang dijawab anggukan kepala oleh Bella. Di saat ini, Vania mengerjap kala teringat sesuatu. Terdiam sebentar, lalu memperbaiki posisi duduk lebih dulu. Dia kemudian berkata, "Oh ya, Kak Bella ... aku ingin memberitahu Kak Bella jika sekarang aku sudah tidak tinggal di apartemen lagi." Mendengar hal itu, Bella terkejut. Mencerna dalam sepersekian detik, lalu keningnya berkerut. "Bukanya unit apartemen itu sudah dibeli oleh kalian berdua? Sudah menjadi milik kalian berdua sekarang?" tanya Bella dengan hati-hati. Hendak memastikan. Vania tersenyum. "Itu memang benar, Kak. Tapi kedua orang tuanya Aditama menginginkan aku dan Aditama tinggal bersamanya. Jadi, sekarang aku tinggal bersama dengan kedua mertuaku." Bella d