Jauh dari keramaian, Ariana duduk di salah satu bangku taman kampus yang teduh, setelah selesai memberi kuliah. Suara riuh mahasiswa yang bercengkrama dan berjalan tergesa-gesa menuju kelas terdengar samar di kejauhan. Bangunan-bangunan bergaya arsitektur modern berdiri kokoh di sekeliling Ariana. Ariana serius menatap layar ponselnya, mata cokelatnya yang tajam fokus pada angka di laman MBanking-nya. Nominal saldo yang tertera masih utuh, sama seperti sebelumnya. Keningnya berkerut, bibirnya terkatup rapat. Dia menimbang-nimbang untuk memindahkan uang pemberian Nicholas selama pernikahan mereka ke rekening pribadinya atau membiarkannya tetap di sana.Jika dia memindahkan uang itu, Nicholas mungkin akan semakin mencemoohnya. Tapi, apa dia benar-benar akan pergi begitu saja dengan tangan kosong? Setelah dua tahun menikah? Hati Ariana berdesir, mengenang masa-masa pahit yang telah ia lalui. Setiap cemoohan, setiap kata kasar yang terlontar dari mulut Nicholas terbayang kembali. Perasaa
Kepala Ariana semakin berdenyut. Bertambah hal yang tidak bisa diterimanya. Suaminya memiliki wanita lain. Keluarganya yang menemui Nicholas tanpa sepengetahuannya kini menuntut penjelasan kepadanya.Meminta maaf untuk apa? Meminta maaf karena selama ini mereka telah memanfaatkan keluarga kaya itu?Dengan tatapan kosong, Ariana bangkit dari duduknya. “Farrel, cobalah cari pekerjaan lain. Mungkin jadi tukang ojek dulu, sampai bisa dapat yang pasti,” katanya kepada adik lelakinya yang berselisih 4 tahun darinya. Lalu Ariana menoleh ke arah Eric. “Paman bisa menyewa gedung lain. Bukankah usaha paman berjalan dengan lancar?” “Kami memanggilmu, bukan untuk mendengar ceramahmu. Pergilah bujuk dan rayu suamimu! Jangan keras kepala, dan sok idealis!” ketus Eric dengan tajam.“Paman…?”“Ana…,” Ratih mencoba menjadi penengah dengan ragu. “Pamanmu benar, pergilah untuk berbicara baik-baik dengan nak Nicholas. Farrel sebentar lagi akan menikah dengan pacarnya. Mencari pekerjaan sekarang ini sul
Rachel dan Ariana tiba di rumah kakeknya Nicholas, sebuah rumah tua yang megah dengan taman yang luas. Pintu depan yang besar dan kokoh terbuka, mempersilahkan keduanya masuk. Di ruang tamu, Katrina duduk dengan anggun di sofa, mengenakan gaun elegan berwarna pastel. Senyum manis terpancar dari wajahnya yang cantik, matanya bercahaya saat dia tertawa mendengar cerita kakek Nicholas. Di sebelahnya, nenek Nicholas duduk dengan sikap anggun, pandangannya penuh kasih sayang saat melihat Katrina. Mereka semua tampak terlibat dalam percakapan yang hangat dan akrab. Rachel dan Ariana berjalan menyela masuk, dan menyapa dengan sopan. "Kalian datang," kata nenek Nicholas dengan suara lembut namun ada nada dingin di dalamnya. Rachel tersenyum tipis. "Apa kabar, Mom? Rachel membawakan madu Sidr. Rachel sengaja pergi ke Yaman untuk membeli madu ini untuk Papi dan Momi,” terangnya sembari memberikan buah tangan yang dibawanya ke salah seorang pelayan yang berdiri di sana. Nenek Nicholas mena
Setelah menerima informasi dari supir Nicholas yang pergi menjemput suaminya itu di bandara, keesokan malamnya Ariana menunggu kepulangan Nicholas di ruang tamu,. Ada banyak pertanyaan di benaknya yang ingin dia tanyakan kepada Nicholas. Tentang keluarganya, tentang Katrina yang ternyata dalam proses pemulihan. Pintu terbuka, dan Nicholas melangkah masuk, terlihat lelah namun tetap berkarisma. Bibi Helen membawakan koper Nicholas ke kamar, sementara Nicholas hanya melirik Ariana sekilas sebelum melewatinya begitu saja menuju kamarnya. Ariana mengikutinya, mencoba mengumpulkan keberanian untuk berbicara. Nicholas berhenti di depan pintu kamarnya dan berbalik, menatap Ariana dengan tatapan tajam. "Kau ingin menyiapkan air hangat untukku mandi?" tanyanya dengan nada sinis. Ariana terbengong, tidak mengerti arah pembicaraan Nicholas. "Ya?" jawabnya ragu. "Atau kau menginginkan tubuhku lagi?" lanjut Nicholas, matanya menyipit menatap Ariana. "Apa?!" Ariana merasa terkejut dan tersingg
“Kau akan menangis?” ledek Nicholas, bibirnya melengkung menjadi senyum sinis. “Memohonlah padaku.”Ariana berdiri, perlahan melangkah mendekati Nicholas dengan wajah yang tampak memelas, seakan ingin memenuhi permintaan suaminya untuk memohon. Nicholas yang melihat itu semakin tersenyum angkuh. Ariana dan keluarganya bergantung kepadanya, dan dia menikmati kekuasaannya itu.“Aku akan melakukan apa pun yang kau pinta, bisakah kau meninggalkan Katrina?” tawar Ariana, suaranya penuh harap. Dia pasrah untuk menurunkan egonya, berdamai dengan Nicholas demi keluarganya, dan demi ibu mertuanya.Nicholas mengangkat sebelah alisnya dengan skeptis. “Bagaimana dengan pria simpananmu?”Ariana tertegun, kebingungan terukir di wajahnya. “Pria apa?” tanyanya.“Oh, dia hanya pria satu malammu? Di antara kami, siapa yang lebih jago berciuman?” Nicholas melanjutkan dengan nada mengejek.“Apa maksudmu?! Mana aku tahu. Aku hanya pernah berciuman denganmu!” teriak Ariana emosi mendengar lelucon vulgar y
Nicholas dan Ariana membeku, saling memandang dengan mata membelalak. Kakek Nicholas, Tuan Henry Nathan, telah berdiri di ambang pintu ruang makan dengan tatapan tak kalah kaget dengan mereka. Di sebelahnya berdiri Nenek Nicholas, Nyonya Eleanor Nathan, dengan ekspresi kaget yang hampir membuatnya pingsan. Satpam penjaga rumah, yang biasanya sangat ketat, telah membiarkan Tuan Henry dan Nyonya Eleanor langsung masuk karena mengenal keduanya."Kakek, Nenek!" seru Nicholas, berusaha terdengar normal meskipun dirinya sedang kaget.Sementara Ariana merasakan darahnya berhenti mengalir. Dia tidak pernah menyangka bahwa Kakek dan Nenek Nicholas yang tidak pernah berkunjung malah datang secara tiba-tiba tanpa pemberitahuan. Apa yang akan terjadi padanya? Dia kepergok telah menodai keturunan Nathan."Apa yang terjadi dengan wajahmu, Nicholas?" tanya Nenek Eleanor dengan nada penuh kekhawatiran. Matanya meneliti wajah Nicholas yang penuh coretan dengan seksama.Ariana yang ketakutan, merap
“Jangan tinggalkan aku, Nick …” Jantung Ariana Claire berdegup kencang, rasa sakit menyergap dadanya melihat sumber suara yang terdengar manis manja itu. Di depan matanya, seorang wanita cantik yang tengah duduk di kursi roda memeluk erat suaminya, Nicholas Nathan. Dunia Ariana seakan berhenti. “Aku tidak akan kemana-mana,” sahut pria yang mengenakan kemeja hitam dengan lengan digulung itu. Tangannya dengan telaten mengusap puncak kepala sang wanita. Wanita itu adalah Katrina. Ariana mengenalnya sebagai mantan kekasih Nicholas. Pagi ini, Ariana tengah memeriksakan kondisinya ke dokter, karena sakit maagnya kambuh sudah seminggu. Ketika Ariana berjalan menuju ruang tunggu pengambilan obat, mata Ariana tertuju pada sebuah pemandangan yang menghentikan langkahnya. Di depan salah satu ruang poli rumah sakit, ia melihat Nicholas bersama seorang wanita. Suaminya itu tampak tersenyum bahagia. Senyum yang tak pernah diberikan kepada Ariana sepanjang dua tahun pernikahan mereka. ‘A-a
“Aku ingin kalian segera memiliki anak,” ujar Rachel dengan senyum penuh arti. Dia tahu, cicit akan meyakinkan mertuanya untuk menyerahkan perusahaan kepada Nicholas secepat mungkin. Mendengar jawaban Rachel, Ariana menelan ludah. Nicholas tidak menginginkan anak darinya. Bagaimana membuat Nicholas meminum teh herbal pemberian ibu mertua? “Lebih baik kau kembali, dan jangan pernah berpikir untuk menggugat cerai putraku," tegas Rachel membuyarkan lamunan Ariana. Ariana mengangguk pelan sembari menyalami tangan Rachel. “Baik Bu,” ucapnya. Setelah mendapat tamparan dan ancaman dari ibu mertuanya, Ariana merasa hancur dan tak berdaya. Suaminya tidak pernah mencintainya; sampai dunia berakhir, dia tahu tidak akan pernah bisa melahirkan anak yang tidak diinginkan oleh Nicholas. ** Malam itu, di tengah kegelapan, Ariana duduk termenung di kursi meja makan sambil mengamati teh herbal yang diberikan oleh Rachel. Sejak dia melihat suaminya tertawa bahagia bersama Katrina di rumah sakit, Ar