Ariana terpaksa memblokir nomor Nicholas untuk sementara, agar suaminya itu tidak kembali menghubunginya dan melakukan perdebatan tidak penting. Ada apa dengan Nicholas? Dia bukan orang yang memiliki banyak waktu untuk berdebat dengannya. Apalagi sedang berada di kantor.Setelah memastikan bahwa nomor Nicholas telah diblokir, Ariana menghela napas panjang dan melangkah keluar dari rumah. Dia pergi ke kampus dengan ojek online.Sesampainya di kampus. Teman-temannya telah menunggunya di sana, mereka akan ke kantor kepala desa untuk membicarakan rencana kegiatan pengabdian. Mereka pergi dengan menggunakan mobil Sarah, dosen hukum. Dalam perjalanan menuju kantor kepala desa, Diana membuka obrolan tentang kehadiran dosen baru di fakultasnya "Eh, kalian tahu nggak, ada dosen muda baru di fakultasku," katanya dengan nada penuh semangat."Ada gosip terbaru?" tanya Diana, dosen ekonomi."Ya, dia masih single lho. Katanya dia lulusan luar negeri," jawab Sarah sambil mengedipkan mata ke arah
"Hallo, Ariana," sapa Katrina dengan senyum manisnya, duduk di atas kursi rodanya. Di sebelahnya ada bibi Helen yang berdiri dengan nampan berisi semangkuk sup panas di tangannya.Ariana mengerutkan kening dan berjalan mendekati Katrina. Meskipun dia yakin telah move on, melihat orang ketiga di dalam pernikahannya ada di dalam rumah itu tetap membuat darahnya mendidih. Sorot matanya tajam ketika dia bertanya, "Apa yang kau lakukan di sini?"Katrina melirik bibi Helen yang hanya diam mematung, lalu kembali menatap Ariana dengan wajah yang tampak tak berdosa. "Sedang membuatkan sup untuk Nico. Katanya dia kurang enak badan, dan merindukan sup buatanku. Untungnya ada bibi Helen yang membantu"Bibi Helen? Pengkhianat bangsa?Ariana memasang senyum yang dipaksakan di wajahnya. “Oh, jadi kau sudah tidak tahan lagi untuk menjadi istrinya Nicholas, rupanya.”Katrina tampak terkejut dan bingung. "Ariana, apa yang kau bicarakan? Aku tidak bermaksud seperti itu. Jangan salah paham," jawabnya,
Tangan kanan Ariana semakin erat menggenggam ponselnya yang menampilkan layar sedang memanggil Kakek Henry. Dengan napas yang berat, Ariana menekan tombol untuk membatalkan panggilan. Tadinya dia berpikir ingin menemui mereka dengan dukungan Kakeknya Nicholas, tetapi kini semuanya tampak berbeda.Di balik pintu yang sedikit terbuka, Ariana merasakan gelombang emosi yang menghempas dirinya. Deklarasi Nicholas barusan menyadarkannya sekali lagi bahwa dia adalah orang ketiga dalam hubungan Nicholas dan Katrina. Dia tahu itu, tapi tetap saja hatinya merasa sakit. Sesuatu yang tidak bisa dia kendalikan.Ariana berjalan pelan menuju kamarnya. Dia berjalan menuju tempat tidurnya, membiarkan tangannya yang gemetar menyentuh permukaan seprai. Setiap detak jantungnya mengirimkan sinyal nyeri yang menyebar ke seluruh tubuhnya.Saat mendengar cerita Katrina dia tidak sesakit saat ini, karena masih ada celah keraguan dan harapan Nicholas tidak seperti itu. Tapi kenyataannya itu semua bukan bual
Keesokan harinya, sesuai dengan jadwal konsultasi yang diterimanya melalui email, Ariana memasuki gedung kantor firma hukum dengan langkah pasti, meski perasaan cemas tergambar jelas di wajahnya. Dia merapikan kemeja lengan panjang yang dikenakannya sebelum menekan tombol lift menuju lantai delapan.Begitu pintu lift terbuka, Ariana disambut oleh resepsionis yang ramah. "Selamat pagi, Bu Ariana. Silakan menuju ke ruang tunggu, Pak Andrian akan segera menemui Anda," katanya dengan senyum ramah. Ariana mengangguk dan melangkah menuju ruang tunggu yang nyaman, dilengkapi dengan sofa kulit berwarna cokelat tua.Tak lama kemudian, seorang pria berkemeja biru langit lengat panjang muncul dari pintu kayu besar di ujung ruangan. "Ibu Ariana, silakan masuk," sapa Andrian, pengacara yang akan menangani kasusnya. Ariana berdiri, merapikan rambutnya sedikit, dan mengikuti Andrian masuk ke ruang kantornya.Ruang kerja Andrian terkesan formal namun hangat, dengan dinding yang dihiasi beberapa sert
“Jangan tinggalkan aku, Nick …” Jantung Ariana Claire berdegup kencang, rasa sakit menyergap dadanya melihat sumber suara yang terdengar manis manja itu. Di depan matanya, seorang wanita cantik yang tengah duduk di kursi roda memeluk erat suaminya, Nicholas Nathan. Dunia Ariana seakan berhenti. “Aku tidak akan kemana-mana,” sahut pria yang mengenakan kemeja hitam dengan lengan digulung itu. Tangannya dengan telaten mengusap puncak kepala sang wanita. Wanita itu adalah Katrina. Ariana mengenalnya sebagai mantan kekasih Nicholas. Pagi ini, Ariana tengah memeriksakan kondisinya ke dokter, karena sakit maagnya kambuh sudah seminggu. Ketika Ariana berjalan menuju ruang tunggu pengambilan obat, mata Ariana tertuju pada sebuah pemandangan yang menghentikan langkahnya. Di depan salah satu ruang poli rumah sakit, ia melihat Nicholas bersama seorang wanita. Suaminya itu tampak tersenyum bahagia. Senyum yang tak pernah diberikan kepada Ariana sepanjang dua tahun pernikahan mereka. ‘A-a
“Aku ingin kalian segera memiliki anak,” ujar Rachel dengan senyum penuh arti. Dia tahu, cicit akan meyakinkan mertuanya untuk menyerahkan perusahaan kepada Nicholas secepat mungkin. Mendengar jawaban Rachel, Ariana menelan ludah. Nicholas tidak menginginkan anak darinya. Bagaimana membuat Nicholas meminum teh herbal pemberian ibu mertua? “Lebih baik kau kembali, dan jangan pernah berpikir untuk menggugat cerai putraku," tegas Rachel membuyarkan lamunan Ariana. Ariana mengangguk pelan sembari menyalami tangan Rachel. “Baik Bu,” ucapnya. Setelah mendapat tamparan dan ancaman dari ibu mertuanya, Ariana merasa hancur dan tak berdaya. Suaminya tidak pernah mencintainya; sampai dunia berakhir, dia tahu tidak akan pernah bisa melahirkan anak yang tidak diinginkan oleh Nicholas. ** Malam itu, di tengah kegelapan, Ariana duduk termenung di kursi meja makan sambil mengamati teh herbal yang diberikan oleh Rachel. Sejak dia melihat suaminya tertawa bahagia bersama Katrina di rumah sakit, Ar
Sejak malam Nicholas melakukan kekarasan kepadanya, Ariana memutuskan untuk pergi pagi-pagi buta agar tidak bertemu dengan suaminya itu. Dia bangun lebih awal dan sudah mengurung diri di kamar sebelum Nicholas pulang, berharap bisa menghindari berpapasan dengan suaminya. Sudah tiga hari Ariana tidak bertemu dengan Nicholas. Namun, bayangan kejadian malam itu terus menghantuinya hingga membuat penyakit asam lambungnya kambuh. Ariana memutuskan untuk pergi menemui dokter di rumah sakit. Setelah menemui dokternya, Ariana berjalan menuju loket farmasi untuk mengambil obatnya di lantai satu. Rasa cemas yang semakin membebani pikirannya, membuatnya penasaran apakah Nicholas sudah mengajukan gugatan cerai atau belum. Di tengah perjalanan, dia menghubungi Agus, pengacara Nicholas untuk menemukan jawabanya. "Pak Agus, ini Ariana. Apakah Nicholas sudah mengajukan gugatan cerai?" tanya Ariana dengan hati-hati setelah Agus menjawab panggilan teleponnya Di ujung saluran telepon, Agus menjawab d
Ariana terbaring di sebuah kamar rawat rumah sakit. Tadinya dia hanya mengeluhkan asam lambungnya. Tidak menyangka dirinya justru berakhir menjadi pasien rawat inap di rumah sakit tersebut. Sebenarnya dia bisa langsung pulang setelah mendapat perawatan dokter, tetapi dengan keadaannya yang sulit berjalan, Ariana tidak ingin pulang. Dia meminta untuk dirawat di rumah sakit. Meskipun mengalami luka ringan, kakinya terkilir cukup parah akibat insiden tabrakan itu. Seeorang perawat yang membawa Ariana dari ruang IGD memastikan pergelangan kaki Ariana yang terbalut perban baik-baik saja, sebelum dia pergi. Ariana merasakan rasa nyeri di kakinya yang membengkak, tetapi lebih dari itu, dia merasa syok dengan kejadian yang baru saja dialaminya. Pikirannya melayang ke insiden itu, bagaimana mobil itu tiba-tiba menyerangnya. Sambil mencoba menenangkan diri, Ariana melihat keluar jendela rumah sakit yang menghadap ke sebuah gedung tinggi. Dia melihat pantulan awan yang bergerak perlahan-lahan