Hallo, teman. Salam kenal. Terima kasih telah berkunjung ke sini. Jangan lupa dukungan bintang 5 nya, dan kalau bisa sawer gem. Hehe. Saling kenalan yuk di page fb kuli romantis.
“Sudah tersebar keluar rupanya.” Hanya sepersekian detik ia berhasil mengubah wajahnya dengan raut sedih. “Jangan khawatir. Aku akan bantu melampiaskan amarahmu malam ini. Lihat saja,” ucap Inka sambil terus berlalu. Mendekat ke arah perkumpulan Gea. Sinta tersenyum miring. “Ingin membantuku? Bilang saja kau takut disaingi,” gumam Sinta. Inka melangkah pelan mendekati Gea. “Aaa ….” Ia pura-pura terpeleset, kemudian menyiramkan minuman yang dipegangnya ke arah Gea. Terlihat noda merah di gaun putih Gea. “Maaf, maaf. Aku tidak sengaja.” Inka meletakkan cangkirnya kemudian mengatupkan tangannya ke arah Gea dengan raut penuh sesal. “Maafkan aku.” “Tidak apa.” Gea masih syok gaunnya yang tiba-tiba basah. “Ada apa?” Datang Ferry bersama Ricky. Ferry membeliak ketika melihat majikannya basah dari pinggang ke bawah. Ia bergegas melepas jasnya dan menyerahkan pada Gea. “Nyonya, tutup dengan ini.”Gea menyambutnya. “Terima kasih, Ferry,” ucap Gea kemudian mengikuti ke pinggangnya. “Aku
Gea menepuk pipi Ahsin. “Kakek bilang, kau yang memilih gaun ini. Yang aku heran, bagaimana kau tau ukuran badanku?” Ahsin memutar badan Gea dan mendudukkan ke atas meja rias. “Apa yang tidak kuketahui dari badanmu? Ukuran pinggang, dada dan ….”Mendadak Gea merasakan wajahnya memanas. Ia mendorong badan Ahsin hingga terhuyung. Ia bergegas turun. “Mungkin acara sudah dimulai. Ayo kita keluar.” Ahsin tersenyum lebar sambil membiarkan dirinya diseret Gea. *** Sinta dan Bei menaruh perhatiannya pada acara yang sudah dimulai. Kini giliran seorang kakek yang naik panggung. Tepuk meriah mengiringi langkah kakek itu.“Dari namanya, dia sangat berwibawa, banyak orang menghormatinya. Siapa sangka dia juga jatuh dalam pesona Kak Gea,” cibir Sinta. “Iya, siapa pun tidak akan ada yang menyangka kalau dia menjalin hubungan dengan wanita muda. ”“Kak Bei, kesempatan kita semakin kecil,” sahut Sinta sambil meraih tangan Bei Prayoga. “Tenang saja, begitu kita bertemu cucunya, kita akan beberkan
“Apa kualifikasimu menilai istriku pantas atau tidak?” tanya Ahsin sambil turun dari panggung. Gea mengikutinya dari belakang. “Aku akan memberitahumu segala keburukannya padamu,” ucap Bei setelah Ahsin di depannya. “Aku tidak peduli dengan pandangan orang lain,” jawab Ahsin. “Lalu apa kau mau menutup telinga selamanya?” sahut Bei lantang. Emosi Ahsin terpancing. Ia merangsek maju, tetapi cepat ditarik Gea. Gea menggeleng. “Biarkan. Aku ingin tau bagaimana aku di mata dia.”“Tapi ….”“Tidak apa. Aku tak peduli apa pendapatnya tentangku. Tapi dia telah mempermalukanmu di pesta ini.” Gea beralih pada Bei. “Sekarang katakan keburukan apa yang telah kulakukan.”“Kak Bei, jangan mengacau,” sela Sinta sambil mengguncang badan Bei. Bei menepuk tangan Sinta. “Tidak apa. Kau telah dilecehkan dia habis-habisan, aku tidak akan membiarkan dia terus tertawa di atas penderitaanmu.”Gea mengangkat alisnya. “Pertama, dia telah menggunakan pengaruhnya untuk memutuskan kerjasama antara Prayoga d
Muka Bei menjadi merah padam. Antara malu dan amarah yang menuntut dilampiaskan.“Mulai sekarang, kami dari Buana tidak akan menerima kontrak kerjasama dengan Prayoga dan kami akan menolak siapa pun yang bekerjasama dengan Prayoga,” seru Ahsin yang membuat semua aura dingin menyusupi sel-sel tubuh mereka.***Bei menyeret Sinta keluar, tak peduli Sinta yang kesakitan kakinya karena mengenakan high heels. Bei mendorongnya ke dinding hingga Sinta tak bisa bia lagi melarikan diri. “Mengapa kau bohong padaku?!” Sinta menggigil. Mata yang biasa lembut padanya kini menyala seakan siap membakarnya saat itu juga. Sinta menggeleng. “Aku tidak bermaksud membohongi Kakak.”Bei melayangkan kepalan tangannya. Sinta memejamkan mata, tetapi kemudian membuka karena tidak terjadi apa-apa. Bei menarik tangannya. “Bersyukurlah karena kamu perempuan. Kalau tidak, aku akan membunuhmu sekarang juga,” ucap Bei, kemudian menjauh. Sinta seketika terhenyak ke lantai. Ini pertama kalinya ia melihat Bei mara
Sinta memasuki rumah dengan gontai. Ruang tengah masih menyala. Ayah ibunya memang menunggu kabar baik darinya. Menjadi keluarga Buana mimpi besar yang membuat mereka enggan memejamkan mata. “Putri cantikku sudah datang,” sambut Lyman.Malika berdiri dan mendudukkan putrinya ke sofa. “Ceritakan, kau sudah ngobrol dengan pewaris Buana?”“Atau jangan-jangan, kau sudah mendapatkan janji kencan dengannya?” tambah Lyman bersemangat.Namun, Sinta masih saja diam, membuat suami istri itu saling tatap. “Sinta, ada apa? Coba ceritakan,” bujuk Malika.“Apa yang harus aku ceritakan?” teriak Sinta. Suami istri itu tersentak. Tak sesuai harapan kemungkinan ada dalam setiap usaha. Namun, putrinya yang cantik, pandai bersosialisasi dan telah berhasil merebut hati putra Prayoga dari Gea rasanya tidak mungkin membawa kabar buruk untuk mereka. “Sinta, tidak baik berteriak di depan ibumu,” nasihat Lyman. “Lalu aku harus cerita apa? Semuanya telah berakhir,” sahut Sinta nyaris menangis. “Apa yang te
“Sampai mematikan ponsel?” tanya Gea. Dengan mata masih terpejam Ahsin mengangguk. “Kalau ada yang hal penting gimana?”“Siapa? Mereka pasti menghubungi Ferry.” “Kalau tidak tahu nomor Ferry?” elak Gea. “Siapa di sekitar kita tidak tahu Ferry, bahkan Ricky adik barumu tau Ferry. Kalau tidak tahu Ferry, berarti orang itu tidak terlalu mengenal kita.”Gea terdiam, tetapi akhirnya mengiyakan. “Punya kau juga dimatikan, sini ponselmu.”Ahsin meraih ponselnya, tetapi bukannya menelepon malah melakukan panggilan. “Ferry, aku harap tidak ada yang mengganggu istirahat kami hari ini.”“Mengerti, Bos.”Ahsin langsung mematikan ponselnya. “Bagaimana kau mengenal Creep?” tanya Ahsin sambil memejamkan mata. Gea terdiam. Mudah saja ia menjawab. Hanya saja, nanti akan merembet ke pertanyaan lainnya. Risiko terbesar, Ahsin akan tahu rahasia keluarganya sepuluh tahun yang lalu. Ahsin harus tahu, tapi tidak sekarang.“Iseng saja, buka inbok dan menemukan pesan mereka. Di antara sekian pesan, aku
“Iya. Sejak kapan aku bohong padamu?”“Hmm,” sindir Gea dengan kerutan kening. “Iya, aku minta maaf. Itu juga karena terpaksa. Kemarilah!”Dengan helaan napas akhirnya Gea mau duduk di depan Ahsin. Seketika kedua tangan kokoh melingkari badannya. “Kau tau, hal seperti ini membuatku semakin lebih baik. Physical touch sangat ampuh untuk perawatan,” bisiknya sambil menghadiahi sesuatu di leher Gea. Gea hendak menghindar, tetapi sensasi alami yang membuat dirinya tak mampu bekerja sama dengan perintah otak. “Iya. Tapi hal ini seperti ini pula bisa membuatmu lebih sakit,” gerutunya setelah Ahsin melepaskannya.Ahsin terkekeh. “Ini pertama kali kita bisa seperti ini. Sayang kesehatanku seperti ini.”“Kalau kamu sehat juga kita tidak akan seperti ini,” sehat Gea sambil menyandarkan kepalanya ke bahu Ahsin. “Makanya, manfaatkan sebaik mungkin.”“Jangan mulai!”Ahsin hanya membalasnya dengan tawa. “Eh, bagaimana kalau kita keluar kamar? Ke kolam renang mungkin. Kurasa itu lebih aman.”Ahs
Sementara itu, Lyman membawa Gea ke sebuah kamar. Terlihat pusaka ibunya dalam lemari. “Kau bisa membawa itu dengan satu syarat.”“Apa itu?” “Ceraikan Ahsin. Biarkan adikmu mendekatinya.”Seketika emosi melejit tinggi. “Tidak mungkin.”“Bukankah kau menginginkan pusaka ibumu?” “Pusaka itu suatu saat akan kudapatkan. Selain itu, Ahsin bukan barang yang dipindah kepemilikan.“Gea bergegas keluar. Di ruang tengah, Ahsin langsung mendekat begitu melihatnya. “Kita pulang.”Ahsin bertanya dengan wajahnya. “Kak Gea, sebaiknya ikuti saran Papa,” ucap Sinta sambil berdiri. “Sinting!”Mata Ahsin melebar begitu mendengar kata kasar itu dari mulut istrinya.“Aku ingatkan. Berhenti bermimpi salju di tengah musim panas.” Gea beralih pada Ahsin dan langsung menariknya keluar. “Ma, gimana?” desak Sinta begitu mereka telah keluar. Malika menenangkan putrinya. “Tenang saja. Kali ini, kita tidak bisa mengandalkan ayahmu. Ibu akan mencarikan jalan untukmu.”Sinta tersenyum lebar. Ia memeluk wanit
“Gea!” Ahsin memegang bahu Gea. “Tenangkan dirimu.”“Bagaimana bisa tenang, Paman begini karena aku,” sahut Gea panik. “Gea, dengarkan aku.” Ahsin mengguncang bahu Gea. Seketika Gea terdiam. “Jangan menyalahkan diri. Paman melakukannya dengan senang hati. Kau juga lihat ‘kan senyumnya kemarin?”“Tapi ….”Ahsin mengusap wajah istrinya yang basah. “Selain itu, ternyata Paman mempunyai kanker paru-paru, jadi tusukan itu memparah kesehatannya yang buruk.”Gea menggenggam tangan Ahsin. “Kita ke sana ya. Aku ingin mengucapkan terima kasih padanya.”“Paman belum sadar.”“Dia pasti dengar. Seperti kau bilang kemarin, kau mendengarnya hanya saja tidak bisa memberi respon.”Ahsin menghela napasnya. Ia merapikan rambut Gea. “Kau tidak menanyakan keadaanku? Kau tidak lihat, aku juga mengenakan gelang pasien?” Gea tergagap. Ia baru menyadari gelang yang dikenakan Ahsin. “Bukankah kau kelihatan baik-baik saja sekarang?” kilahnya.“Setidaknya kau bertanya perasaanku?” protes Ahsin dengan memasang
Ahsin sudah merasakan separuh nyawanya melayang. Ia tidak akan pernah rela Gea terluka untuknya. Namun, sepersekian detik ia dikejutkan fakta lain. “Paman?” seru Ahsin. Gea berbalik. Matanya membesar begitu melihat pisau yang dipegang Noura itu berada di badan Tuan Mirja.Noura tersentak. Pisau di tangannya terlepas. Badannya mendadak gemetaran. Ia sulit mempercayai penglihatannya. Bagaimana Tuan Mirja tiba-tiba menghalanginya? Melihat Noura yang syok, Ferry tidak membuang kesempatan itu. Ia berhasil meringkus Noura, sedang bodyguard lain menangkap anak buah Noura. Ferry menyerahkan Noura ke bodyguard lain. Ia segera menelpon ambulan.Ahsin menyambut tubuh Tuan Mirja yang hampir menyentuh tanah. “Kenapa Paman lakukan ini?” sesal Gea. Air matanya mendadak tumpah ruah. Tuan Mirja menyentuh pipi gigi dengan tangannya yang berlumuran darah. Ia menyunggingkan senyum. “Jangan menangis. Paman bahagia bisa melakukan ini. Keinginan Paman untuk menyelamatkan ibumu akhirnya tertunaikan hari
Gea tertawa. “Sekarang kau mengakui kehebatan seseorang yang hanya bisa belajar dengan otodidak?” ejek Gea lemas.Noura tersentil, tapi bukan waktunya memikirkan harga diri. Sudah berapa lama High tidak bisa diakses dan entah berapa milyar kerugian yang ia alami.Pria besar itu menyeret Gea dan mendudukkan ke kursi yang berhadapan dengan laptop. Noura mengambil pisaunya dan menodongkan ke leher. “Bersihkan.”“Kau pikir aku sebodoh itu? Kau akan membunuhku begitu Highmu kembali.”Plak. Sebuah tamparan mendarat ke pipi Gea. “Jangan keras kepala. Jika tidak, kau akan memohon kematian kepadaku.” Peuh. Gea menyemburkan ludahnya yang merah ke muka Noura, kemudian ia memasang wajah ejek. Plak. “Cepat lakukan!” teriak Noura. Ia semakin kesulitan mengendalikan emosinya. Kalau saja bukan karena ingat kerugian dan tuntutan yang akan dialaminya, ia tidak akan sesabar ini. “Begitu cara meminta. Noura, sekarang kau yang membutuhkanku.”Noura mengerjap. Terlihat kebimbangan di matanya. Gea teru
Tuan Mirja beralih pada dokter Austin. “Seberapa buruk, dokter?”“Seharusnya tidak apa, selama emosinya tidak dirangsang dan energinya tidak dikuras.”Mendadak Tuan Mirja jadi panik. “Dalam situasi ini bagaimana dia bisa tenang?” tukas Tuan Mirja. “Maafkan saya,” jawab dokter Austin. Tuan Mirja beralih pada Erwin. “Erwin, aku harus pergi. Tolong jaga Tuan Besar. Langsung saja telepon jika ada kabar.”Erwin mengangguk. Tuan Mirja berlalu, tetapi baru beberapa langkah ia berhenti. “Dokter, bisakah saya meminta waktu tinggal di sini sementara. Saya tidak bisa membayangkan kondisi ayah jika keduanya kenapa-napa.”“Saya mengerti. Pergilah.”“Terima kasih.” Tuan Mirja segera bergegas keluar. ***“Presdir, kemana saja? High diserang. Kami kewalahan.”Dengan gugup Noura membuka aplikasi lewat ponselnya. Benar saja, aplikasi tidak bisa diakses. Parahnya tampilan depan memperlihatkan tengkorak warna merah dengan dua tulang yang disilang. Ponselnya kembali berdering. Kali ini dari kepala bag
“Kau juga tahu itu?” Gea tersengal. Matanya memerah. Selain kesulitan bernapas, ia merasakan matanya nyaris keluar akibat urat lehernya yang dicekik. Tubuhnya bergerak-gerak ingin melakukan perlawanan, tapi apa yang dapat dilakukannya dengan tangan terikat.Noura melepas cekikannya. Napas Gea memburu. Berkali-kali ia batuk. "Aku tidak tahu siapa dia saat itu. Aku kira dia hanya seorang kuli,” ucapnya dengan napas masih tersengal.“Kuli?” Noura tergelak. "Kau pandai berbohong. Kenapa tidak menulis skenario saja? Mana ada orang ngajak nikah seorang kuli? Munafik!”Plak. Sebuah tamparan mendarat di pipi Gea. Seketika pipi putih itu menjadi memerah. Gea tersenyum sinis. “Aku munafik, lalu kau? Kau pura-pura bersikap manis, padahal di belakang menyerang perusahaannya. Merusak rem mobilnya. Ah, aku masih ingat kau memanggilnya Kak Ahsin.” Gea meniru nada Noura di ujung kalimatnya. Amarah Noura memuncak. Ia mendorong dengan segenap tenaga sehingga Gea terlempar dengan kursi. Gea meringis.
“Bagaimana orang asing bisa masuk ke komplek ini?” gumam Ferry. Ahsin hanya bisa terdiam. Selama ini ia hanya curiga kepada pamannya hingga tak terpikirkan ada kemungkinan lain. “Ya.” Ahsin menoleh ke arah Ferry. “Bos, mobil yang dideskripsikan Tuan Muda ternyata kosong.”Ahsin dan Ferry tersentak. Sesaat mereka saling tatap. “Kalian di mana?” tanya Ferry. “Kami di luar kota arah timur.”“Kita dikecohkan,” gumam Ahsin sambil menggenggam kepalan tangannya. “Terus lakukan pencarian!”“Baik, Tuan Muda,” sahut seorang pria lewat telepon itu. Dokter Austin menatap cemas. Tuan Mirja bergabung bersama mereka. “Kau sudah menemukan mereka?”Ahsin menggeleng. “Ferry, hubungi Ricky!”“Baik, Bos.” Ferry langsung menekan nama Ricky dan mengaktifkan speaker ponselnya.“Hallo, Kak Ferry!”“Ricky, Tuan Muda mau bicara.”“Ricky, Gea diculik.”“APA?” pekik Ricky. “Kami kesulitan mencarinya. Dia tidak membawa ponsel juga bros yang kau berikan. Aku tidak tahu bagaimana kalian bisa melakukannya ta
“Eh, sadarkah kau beberapa hal yang dilakukan ibumu untukmu? Dari sini kita melihat ibumu sangat mencintaimu meski dia mengambil keputusan yang merugikannya.”“Di antaranya?”“Dia memberimu Gea Mas'udi. Dulu aku sempat bertanya-tanya mengapa nama belakangmu Mas'ud? Nama keluarga dari ibumu, bukan ayahmu. Dalam Islam itu tidak dibolehkan. Seorang anak harus mengikuti ayahnya.” Satu lagi pemahaman baru yang ia dapatkan. Mendadak kepalanya menjadi kusut. Ia memilih merebahkan kepala ke pangkuan Ahsin. Spontan Ahsin merapikan rambutnya. “Ternyata itu nama asli, bukan sematan. Nama yang tak bisa dihilangkan, seperti kebiasaan banyak orang ketika menikah berpindah ke nama suami. Mas'ud bukan nama belakang, tapi memang bagian dari namamu. Sehingga kemana pun kamu pergi Mas'ud ada dalam namamu. Dari situ, dapat kita pahami, ibumu ingin mengenalkan pada orang bahwa kamu putri Mas'ud. Meski disematkan nama ayahmu, orang-orang akan bisa mengenalimu bagian dari Mas'ud.”“Otakku makin kusut,” sun
“Ahsin, Gea, kalian ada di sini?” tanya Tuan Mirja begitu sampai ke ruang tengah. “Iya, Paman,” sahut Ahsin canggung. “Kenapa Ayah memanggilku?” tanya Tuan Mirja sambil duduk di sofa yang bersisian dengan Kakek. “Ayah tidak apa-apa, kan?” Kakek menggeleng. Ia menunjuk giok di atas meja itu dengan dagu. Melihat itu, seketika Tuan Mirja berubah raut mukanya. Gea yang sejak tadi memperhatikan Tuan Mirja dapat melihat ada luka yang sangat dalam wajah itu. “Paman, maaf. Saya baru menemukan giok ini di perbendaharaan ibu. Saya baru tahu kalau giok ini milik keluarga Buana. Paman, maaf, izinkan saya minta Paman menceritakannya kenapa giok ini ada di tangan ibu?” ucap Gea hati-hati.Tuan Mirja mengambil giok itu dengan raut sedih. Terlihat sebutir cairan bening menetes di pipi. “Kakek pasti sudah cerita pada kalian hubungan Paman dengan ibumu.”Gea mengangguk. Tuan Mirja menghela napas beratnya. Baru kali ini, Ahsin merasa iba dengan pamannya. “Aku sangat mencintai ibumu, bahkan aku tak
“Pamanmu berubah setelah seorang gadis yang bernama Atmiati Mas’ud bekerja di Buana. Sejak itu semuanya telah berubah.”Ahsin dan Gea saling tatap. Gea menahan napasnya. Meski ingatannya samar, Gea percaya ibunya orang baik. Namun, kenapa ibunya menjadi penyebab kekacauan yang dibuat Tuan Mirja? Ia berpikir, mungkinkah dulu ayahnya Ahsin dan Tuan Mirja memperebutkan ibunya?“Maksud Kakek gimana?” tanya Gea cemas. Ia merasakan jelas tangannya kini menjadi dingin. Beruntungnya, Ahsin masih menggenggam tangannya. Setidaknya kehangatan itu dapat membuatnya sedikit lebih tenang. Namun, kemungkinan lain yang kembali membuatnya cemas. Ia takut ibunya mempunyai masa lalu yang membuat dirinya dibenci. “Mirja dan ibumu sempat menjadi sepasang kekasih.”Ahsin dan Gea tersentak, kemudian keduanya saling tatap. “Ibumu sebenarnya karyawan potensial di perusahaan. Kakek juga menyukai kepribadiannya. Sayangnya, Mirja saat itu telah ditunangkan sejak kecil demi memperkuat hubungan dua keluarga, terl