“Sayang aku seneng banget hari ini.” Aku memeluk Jovan dengan erat, mengulurkan lenganku untuk merengkuh lehernya agar kami semakin dekat. “Hahahha, kenapa nih? Tumben banget kamu manja gini,” balas Jovan. Dia merengkuh pinggangku sama eratnya. Aku merasa begitu puas saat melihat air muka Jessica yang tidak bisa mengeluarkan amarahnya. Kukecup Jovan tepat pada bibir ranumnya. Tidak ada reaksi spesial dari suamiku itu. Tiba-tiba ada keinginan untuk bermain-main dengan Jovan. “Makasih ya, kamu udah belain aku. Aku akan kasih hadiah buat kamu,” kataku dengan senyuman nakal. “Hadiah apa tuh?” tanyanya penasaran. Jovan mengerlingkan matanya, mungkin mencoba menebak-nebak hadiah apa yang akan aku berikan. Namun, aku tidak akan membiarkannya berpikir. Aku tidak ingin menunda waktu, aku melahap bibir tipis Jovan. Melumat benda kenyal itu dengan perlahan tapi pasti. Aku menjulurkan lidahku, mengobrak abrik setiap sudut mulutnya, mengecap rasa yang selalu aku rindukan itu. Dari raut wajahn
“Ayu! Lama banget sih, mana bubur saya!” teriak Ibu mertuaku nyaring.Ini adalah hari pertamaku tinggal di rumah Keluarga Wicaksono. Ditinggal Jovan bekerja, aku tidak menyangka Ibu mertua dan kakak iparku benar-benar menyiksaku segininya.Aku berlari bolak balik dari dapur ke ruang keluarga untuk sekedar meladeni permintaan konyol mereka. “Ini, Mah, buburnya,” ucapku dengan napas tersenggal-senggal.Sementara itu dua orang yang membuatku menderita ini justru bertumpang kaki sembari memakan camilan yang sengaja Jovan beli untuk aku makan di sini. Itu adalah cemilan favoritku. Granola manis rasa blueberry.“Kak, itu kan punya aku.” Aku memberanikan diri untuk menyuarakan hakku.“Halah, terus kenapa kalo punya kamu? Lagian itu kan Jovan yang beli. Pelit banget sih jadi orang? Pantes miskin!” cercanya.Aku mengepalkan tanganku menahan amarah. Dasar orang tidak tahu diri! Merampas hak orang tetapi
“Hah!” aku menenggak segelas minuman keras untuk kesekian kali. Sungguh, ini pertama kalinya aku minum-minum seperti ini. Aku menyamar sedemikian rupa agar tidak terciduk oleh Jovan ataupun orang yang aku kenal. Namun, sepertinya aku gagal menipu satu pemuda yang kini tersenyum melihatku mabuk. “Kamu lucu banget kalo mabuk gini,” kata Marcel sembari menguyel-uyel pipiku. Mataku yang sedikit kabur masih menangkap raut wajahnya yang semakin riang melihatku hampir kehilangan kesadaran. Aku dituntun menuju ruangan privat Marcel agar bisa melepaskan stressku dengan leluasa. “Aku rasa iblis bukan ada di neraka, melainkan di rumah itu! Bisa gila aku jika terus-terusan tinggal di sana,” gerutuku. Hampir satu jam Marcel mendengarkan celotehanku mengenai keluarga Jovan. Awalnya tujuanku ke sini memang untuk mabuk, tetapi sekaligus ingin memberi tahu sesuatu pada lelaki di depanku. “Oh iya, Marcel.” Aku memusatkan seluruh atensiku pada Marcel. Pelan-pelan aku mengembalikan kesadaranku walau
“Huwek … Mhh.” Pagi-pagi aku berlari menuju wastafel entah untuk memuntahkan apa. Tidak ada yang keluar dari mulutku, tetapi rasanya perutku mual luar biasa. “Ayu? Kamu kenapa?” tanya Jovan bergegas berlari menghampiriku yang masih berusaha memuntahkan sesuatu.Apakah aku salah makan sesuatu? pikirku. Aku sendiri heran mengapa tiba-tiba seolah ada hal menggelitik di dalam sana yang membuatku ingin muntah. Rasa aneh yang belum pernah aku rasakan, sekaligus aku merasa kesal sebab ini melelahkan.Tengkukku dielus-elus Jovan berharap muntahku akan tuntas. Cukup lama aku seakan berakting muntah, benar-benar tidak ada buahnya. Aku membasuh mulutku yang masih kering, menatap wajah suamiku yang cemas sekaligus bingung. “Yu, jangan-jangan … kamu hamil?” tanya Jovan yang membuatku hampir menamparnya ke dinding. Aku memasang wajah datar sebagai respon perkataan Jovan. Bagiku itu tidak
“Ayu, jawab. Aku tanya sama kamu kan?” Jovan kembali melayangkan tanya padaku yang tak kunjung menjawab. Pikiranku buntu, apa yang harus aku katakan? “Jovan … maaf. Akhir-akhir ini pikiranku sedang kacau, aku terpaksa minum-minum untuk meredakan stressku,” jawabku takut-takut, lagi pula jika aku menjawab jujur memang apa yang akan Jovan lakukan? Aku stress karena keluarganya, apakah dia akan menentang keluarganya untukku? Jovan membuang napas gusar, sepertinya dia sedang mengontrol amarahnya. Mengingat aku sedang hamil dan dokter berkata aku tengah stress, dia tidak mungkin membentakku hanya karena aku minum-minum. Lagi pula itu sudah berlalu. “Sudahlah, lain kali jangan diulangi lagi. Aku tidak tahu kamu memikirkan apa sampai sesetress itu. Apa kamu tidak mau cerita sama aku? Apa aku bukan pendengar yang baik bagi kamu?” tanya Jovan dengan wajah kecewanya. Ah, aku benar-benar goyah. Aku memeluk suamiku itu dengan sayang. Benar, kenapa aku tidak berce
“Sudah kubilang bukan? Kamu pasti akan datang padaku.” Marcel duduk menyilangkan kakinya sembari menyesap wine di tangannya. Aku tidak percaya, aku benar-benar datang ke apartemen Marcel untuk menyetujui ajakan menjadi kekasih gelapnya. Rasanya semua harga diri yang sudah aku bangun tinggi roboh begitu saja. “Apa kamu tidak bisa berhenti saja? Aku yakin semua ini adalah ulahmu,” ujarku mencerca lelaki itu. Ada rasa kesal tak terbendung pada pria di depanku ini. 1 bulan setelah Jovan mendapatkan gaji pertamanya, tiba-tiba Jovan di PHK dengan alasan yang tak masuk akal dari perusahaannya. Selama lebih dari 2 bulan aku tidak pernah bertemu dengan Marcel, dia bahkan benar-benar tidak datang pada perayaan kehamilanku. “Apa maksud kamu? Aku tidak berbuat apapun,” jawab Marcel dengan santai. Dia memandangiku dengan raut nakal yang kentara. Menunjukkan keangkuhan sekaligus kemenangan akan pembala
Beberapa hari sebelumnya ... “Hari ini hari terakhir kamu bekerja ya. Silakan ke bagian SDM untuk mendapat pesangon kamu. Saya kasih pesangon karena kamu anak dari Brata,” ucap Bos Perusahaan Jovan. Pagi ini tiba-tiba dia dipanggil ke ruangan direktur. Jovan kira dia akan mendapatkan insentif karena strategi marketing yang dia usulkan berdampak pada profit perusahaan. Namun, mengapa justru dia mendapat pemecatan sepihak? “T-tunggu-tunggu pak, ini saya nggak salah denger? Kenapa saya dipecat?” tanya Jovan. Dia harap dia salah dengar, pasalnya ini sangat tidak masuk akal. 1 bulan berjalan dengan damai dan dia sering mendapatkan pujian. Lantas apakah Jovan harus terima begitu saja pada keputusan tidak masuk akal yang dia dapatkan? “Kita kelebihan karyawan. Alasan mendetail silakan tanya ke SDM, kamu liat kan saya lagi sibuk?” kata Rendra, Pemilik dari Start up Real Estate. Apa yang dimaksud Rendra sibuk adalah dengan memainkan game angry bird di saat jam kerja? Namun, percuma saja
Lagi-lagi aku ditugaskan untuk mengantar Marcel ke depan. Jovan ingin membicarakan terkait kepulangan kami ke rumah dengan Jessica. Saat ini aku justru sangat ingin kabur, di saat seperti ini aku begitu menyesali awal mula aku dan Marcel bertemu. Mengapa hal tidak perlu seperti itu harus terjadi? Lihatlah dampaknya pada masa depanku saat ini.Aku mendengus kesal, sedari tadi Marcel terus memandangiku dengan senyuman menjengkelkannya. Dia seolah berkata, kali ini kamu tidak bisa menolakku lagi. Aku tahu itu!“Berhenti senyum-senyum nggak jelas dan pulanglah. Aku harap kamu tidak datang di pesta nanti seperti biasanya,” tukasku.Kata-kata dinginku tidak berpengaruh pada pemuda yang satu ini. “Eiy, bagaimana aku bisa tidak datang di pesta perayaan menyambut anakku?” tanyanya.Aku sontak melotot, apa yang dia katakan? Bagaimana jika ada yang mendengar? Ini masih di depan rumah Jessica!“Hati-hati dengan ucapanmu itu Marcel
“Bu Ayu sudah cukup tenang sekarang. Mohon untuk tidak menekannya berlebihan,” kata Dokter yang sudah keluar ruangan. Setelah menunggu setidaknya 1 jam, akhirnya Ayu sudah kembali tenang. Marcel menunggu di luar dengan harap cemas luar biasa. Takut-takut Ayu memusuhinya dengan sangat. Lelaki itu bangkit untuk memasuki ruangan. Bunyi pintu terbuka diiringi suasana sunyi di sana. Marcel menatap Ayu yang kini sedang menundukkan kepalanya sambil duduk. “Ayu?” panggil Marcel. Tidak ada jawaban sampai Marcel tiba di sebelah ranjang Wanita itu. Dia duduk di kursi, lelaki itu tidak melakukan apapun lagi. Dia hanya menunggu Ayu sadar akan kehadirannya. “Maaf ….” Cicitan suara terdengar dari mulut Wanita itu. Marcel diam saja, menunggu apa yang akan dikatakan selanjutnya oleh kekasihnya itu. Ayu mendongakkan kepalanya, pada saat itu Marcel melihat mata wanitanya sembab, pipinya dipenuhi buliran air mata. Tampilannya, kacau. “Marcel, maaf! Aku janji nggak akan ngulangin hal itu lagi. Aku
“Ada apa ini ribut-ribut?” tanya Ayu saat sudah sepenuhnya muncul. Semua orang berbisik membicarakan betapa silaunya penampilan Ayu saat ini. Tidak disangka sosok desainer misterius itu memiliki wajah dan tubuh secantik ini. Ayu bertanya pada petugas yang mengatur tiket untuk masuk. “Begini Bu, Nyonya ini ingin menjadi tamu untuk menghadiri acara launching ini dan mengikuti kegiatannya seperti 20 peserta nanti. Namun, kami sudah kehabisan kursi, jadi kami tidak bisa menambah kuota orang yang hadir,” jelas petugas itu. Wajahnya cemas sekaligus ketakutan, Ayu paham betul bagaimana menghadapi arogannya Jessica. Rasakan itu! Bagaimana ketika kamu tidak bisa mendapatkan apa yang kamu mau?! Batin Ayu menyalang. Ayu menatap pada wajah Jessica yang nampak menahan kegeramannya. Wanita itu mengepalkan tangannya seakan siap menghantam sesuatu yang keras untuk meredam emosinya. Sementara Miranda bersembunyi di belakang Jessica tidak mampu mengatakan apapun saking terkejut akan sosok Ayu yang t
“Apa Ayu sudah nggak membutuhkanku lagi, makanya dia dengan enteng bilang akan mengajukan surat perceraian?” tanya Jovan mencurahkan kegelisahan hatinya pada sosok Wanita yang merupakan sahabat istrinya itu. Beberapa hari berlalu semenjak Jovan pergi meninggalkan hotel yang Ayu tinggali. Setiap harinya Jovan menanti kabar dari istrinya itu. Setiap harinya tiada henti Jovan mengirimkan pesan untuk Ayu, berharap Wanita itu luluh. Namun, tidak kunjung ada jawaban. Hingga tiba-tiba stasiun TV memberitakan ada desainer baru Indonesia yang akan launching butik pertamanya di Jakarta. Untuk memulai debutnya seorang desainer itu merahasiakan dirinya dan hanya memberi tahukan nama brandnya. “Sebuah brand fashion terbaru dengan gaya italia yang romantis dan mahal mengusung tema feminisme yang tergambar dalam setiap rancangan desainnya. Seorang desainer pendatang baru ini berhasil memikat para pecinta fashion klasik lewat beberapa karyanya yang dia posting di sosial media baru-baru ini.”Dalam
“Bu Ayu sudah cukup tenang sekarang. Mohon untuk tidak menekannya berlebihan,” kata Dokter yang sudah keluar ruangan. Setelah menunggu setidaknya 1 jam, akhirnya Ayu sudah kembali tenang. Marcel menunggu di luar dengan harap cemas luar biasa. Takut-takut Ayu memusuhinya dengan sangat. Lelaki itu bangkit untuk memasuki ruangan. Bunyi pintu terbuka diiringi suasana sunyi di sana. Marcel menatap Ayu yang kini sedang menundukkan kepalanya sambil duduk. “Ayu?” panggil Marcel. Tidak ada jawaban sampai Marcel tiba di sebelah ranjang Wanita itu. Dia duduk di kursi, lelaki itu tidak melakukan apapun lagi. Dia hanya menunggu Ayu sadar akan kehadirannya. “Maaf ….” Cicitan suara terdengar dari mulut Wanita itu. Marcel diam saja, menunggu apa yang akan dikatakan selanjutnya oleh kekasihnya itu. Ayu mendongakkan kepalanya, pada saat itu Marcel melihat mata wanitanya sembab, pipinya dipenuhi buliran air mata. Tampilannya, kacau. “Marcel, maaf! Aku janji nggak akan ngulangin hal itu lagi. Aku j
“Bagaimana? Apa istri saya baik-baik saja?” tanya Marcel dengan cemas. Lepas Ayu pingsan, buru-buru Marcel membereskan kekacauan yang dia buat dan segera mengantar Ayu ke rumah sakit. Jantungnya berdebar kencang saat menyebut Ayu sebagai istrinya. Masa dia bilang, Ayu kekasih gelapnya? Tidak mungkin! Ayu berbaring di ranjang rumah sakit dan menutup matanya. Tak ada tanda-tanda dia akan bangun cepat. Dokter kini memanggil Marcel untuk menjelaskan secara rinci bagaimana kondisi pasiennya itu. “Apa penyebab pingsannya karena berhubungan intim?” tanya Dokter itu langsung pada intinya. “Saya rasa begitu.” Marcel menjawab ragu-ragu, apakah Ayu pingsan karena ulah Marcel yang berlebihan? “Bagaimana cara mereka bermain sampai istrinya pingsan begini?” batin Dokter tersebut. Ketika Ayu datang, dia mencurigai jika pingsannya karena kelelahan saat berhubungan intim. Dia juga mencium bau aneh yang tercium dari tubuh pasiennya itu. Badan yang lengket dan banyak kiss mark sangat jelas menanda
“Tidak! M-marcel, apa yang mau kamu lakukan?” Ayu gemetaran tat kala Marcel melepaskan sabuk celananya dan menghentak-hentakkannya. Wajahnya tersenyum miring dengan menakutkan. Masih berpakaian lengkap, Marcel mengikatkan sabuk kulitnya ke tangan Ayu. Perempuan itu meronta-ronta, berusaha sebisa mungkin lepas dari cengkraman psikopat gila ini. “Marcel, t-tolong maafkan aku. Kita lakukan seperti biasanya saja, ya?” Ayu mencoba merayu kekasihnya itu. Namun, perkataannya tidak digubris sama sekali, dengan seringai menyeramkannya, Marcel kini telah sukses mengikat tangan Ayu dan diarahkannya ke atas kepala Wanita itu. “Sial, ini ketat!” batin Ayu. Tangannya mungkin akan terluka ketika dilepas nanti. “Jangan banyak bergerak sayang, nanti tangan kamu lecet.” Marcel bertumpu pada tangannya sambil menatap Ayu yang meminta belas kasihannya. Marcel kini bahagia, merasa menang karena Ayu nampak tak berdaya di bawahnya. Puas melihat betapa cantik kekasihnya itu, Marcel beralih melepaskan kem
“Marcel! Kenapa kamu cuekin aku?” Ayu geram. Ucapannya hanya dianggap angin lalu oleh Marcel. Sejak dari bandara sampai kini sudah berjalan hampir sampai di apartemen Marcel, lelaki itu tidak sepatah katapun mengeluarkan kata. Pandangannya hanya jatuh pada ipad untuk mengurusi bisnisnya. Ini benar-benar memunculkan banyak tanda tanya. Ayu malu pada Adimas yang satu mobil dengannya. Namun, rasa malunya tertutup perasaan jengkel pada kekasihnya itu. Ayu dengan berani merebut ipad Marcel dengan cepat.Lelaki itu terkejut dan akhirnya menatap mata Ayu. Namun, bukan tatapan itu yang diinginkan Ayu. Marcel menatapnya dengan alis berkerut dan amarah yang tertahan di sana. “Kembalikan.” Dia akhirnya mengeluarkan suara, tetapi perkataannya sangat dingin menusuk relung hati Ayu. Sebenarnya ada apa dengan kekasihnya itu? Kenapa tiba-tiba seperti orang yang murka padanya? Memangnya apa salah Ayu? “Kamu kenapa sih Marcel? Kok pulang-pulang kayak orang marah sama aku? Emang aku ngelakuin apa sam
“Ke mana mereka pergi?” Jovan mengerutkan keningnya ketika jalan yang mereka tuju terasa membingungkan. Memutar-mutar seperti tidak ada tujuan. Namun, tak lama setelahnya mobil sedan hitam itu berhenti di depan hotel mewah. “Hotel? Ngapain mereka di hotel?” tanya Jovan dalam benaknya. Dia memperhatikan mobil itu dari sebrang hotel. Ayu keluar dari mobil itu, tetapi lelaki yang membukakan pintu Ayu tidak ikut keluar. Ayu turun dan mobil itu pergi begitu saja. “Apa aku salah mengira? Ayu tinggal di hotel itu dan bukan ke rumah orang tuanya? Lalu mobil dan laki-laki itu, jadi mereka tidak memiliki hubungan apapun?” Banyak pertanyaan berseliweran dalam pikiran Jovan. Dia sibuk menerka-nerka mengapa Ayu bersama lelaki itu, kenapa dia tinggal di hotel yang Jovan tahu bukanlah hotel biasa. Apakah Ayu menerima uang sebanyak itu dari sekolahnya? Istrinya itu masuk ke dalam hotel. Sementara Jovan masih bimbang, apa dia harus menyusul Ayu sekarang atau untuk sesaat biarkan Ayu sendirian? “S
Kejadian ini terjadi sebelum Jovan menghampiri Ayu untuk membujuknya pulang. “Bu, sepertinya ada yang mengikuti kita.” Adimas menilik pada spion yang memantulkan sebuah mobil yang mengikuti Ayu dan Adimas lekas dari sekolah sore hari ini. Perempuan itu melihat mobil di belakang mereka, tidak disangka itu adalah mobil Jovan. Untuk apa lelaki itu mengikutinya? Pikir Ayu. Sekarang Adimas dan Ayu hendak kembali ke apartemen Marcel yang sekarang menjadi tempat tinggal Ayu. Namun, Jovan kini mengikuti mereka, akan menjadi pertanyaan besar jika lelaki itu memergoki Ayu ada di apartemen Marcel. “Bagaimana Bu? Apa kita tetap ke apartemen?” tanya Adimas pada Ayu yang terdiam. Ayu menatap geram pada mobil Jovan yang melaju semakin kencang. Mungkin kini lelaki itu juga berpikir Ayu menaiki mobil siapa? Kecurigaan, amarah, dan rasa penasaran mungkin tengah memenuhi benak lelaki itu. Lama berpikir dan tidak tahu apa yang harus dia lakukan, Adimas buka suara, “Bagaimana kalo sementara Anda tin