Elvina tampak menunggu seseorang di kafe. Sejak tadi, dirinya memang sudah cukup sabar. Ponselnya terus ia pantau mengharapkan sebuah notif dari orang yang ia tunggu akan segera datang.Beberapa saat kemudian, benar saja sebuah notif masuk.'Di ruangan yang mana?'Ya, orang itu adalah Ian. Ia tampak segera duduk di dekat Elvina kemudian meneguk minuman yang sudah dipesankan oleh wanita itu sekarang. Tampak jelas, jika raut wajahnya menunjukkan ketakutan, begitu juga dengan Ian yang sangat marah dan kesal. Entah apa yang terjadi."Benar ya, Ana akan menikah dengan pria itu? Kerjaan kamu apa sih, jangan macam-macam ya denganku. Aku tidak butuh laporanmu lagi, yang aku mau hanya kabar tentang pernikahan itu."Elvina tampak gugup. Ia merasa takut jika penyebab kemarahan pria itu adalah Ana. Wanita yang mampu mengubah segala sesuatu yang berhubungan dengan Ian dalam sekejap."Menurutku, mereka tidak benar-benar ingin menikah. Tidak ada undangan atau kabar tentang itu di mana pun. Mereka ba
Keringat di kening Ai mengucur deras. Pagi itu, ia memang merasakan sakit pada perutnya. Dengan segera, ia masuk ke kamar mandi. Segala upaya ia lakukan untuk menghilangakan rasa sakit itu."Aw, sakit!" teriaknya kencang. Hingga ia pun menyadari satu hal, suaminya tak ada di kamar. Entah ke mana perginya pria itu di jam segitu."Pa, tolong aku ... tolong ... sakit!" keluh wanita itu mencoba ke luar dari kamarnya, ia terus berupaya sampai akhirnya benar-benar dapat membuat pintu."Papa, Mama, di mana kalian? Tolong aku ... tolong!" Lagi, akhirnya teriakan itu berhasil menyadarkan Rainy yang tengah sibuk di dapur."Mas, coba cek keadaan Ai. Mas?" teriaknya sambil berlari menaiki tangga."Mana, di mana dia?" balas Mario yang juga mengikuti langkah sang istri.Keduanya tiba dan memastikan keadaan sang menantu yang kini sudah tidak sadarkan diri lagi. Dengan segala bingung dan panik yang tengah terjadi, mereka pun bergerak membawa wanita itu ke rumah sakit.Sepanjang perjalanan, Rainy berus
"Ssh ..." Elvina merasakan sakit yang teramat di bibirnya sebab sempat mendapatkan tamparan dari Ian. Ia yang ketiduran itu memang tidak sempat membersihkan luka sehingga Danny yang memang selalu memantau usaha wanita itu pun memeriksa keadaannya sekarang.Pria itu menuduh segala kemungkinan namun tidak mendapatkan hasil apa-apa. Elvina tetap memilih bungkam dan tidak mengakui perbuatan salahnya."Kak, aku ambil setangkai, ya?" ucap Rald yang sempat singgah dan mengambil setangkai bunga mawar."Untuk apa, ha? Sssh ..." Sambil menahan sakit yang diderita."Apa kamu punya seseorang yang disukai?" tanya Danny membuat anak itu merasa geram kemudian memberikan serangan di kepala Danny dengan tasnya."Jangan sembarangan bicara, Bang. Kalau sampai orangtuaku juga berpikir seperti itu, hidupku tidak akan pernah aman setelahnya."Danny tertawa kecil dibuatnya. Ia sungguh tidak menyangka jika bahkan anak itu sangat takut dengan kedua orang tuanya, ia menghargai perbuatan itu. "Aku ambil gratis.
"Hentikan! Hentikan. Aku bukan badut!"Teriakan itu membuat Rainy sadar jika Ian juga merasa terbebani. Ia dengan segera mengarahkan ketiga pria itu untuk masuk ke ruangan Ai yang juga telah sadarkan diri sekarang."Apa lagi yang kalian butuhkan dari aku? Aku sudah menuruti semua kemauan kalian. Aku menikahi dia, menanam benihku di rahimnya, datang ke rumah sakit ketika terjadi sesuatu. Apa lagi sih yang kurang, apa?""Kamu tau tidak, istri kamu keguguran. Dia keguguran, Ian. Kamu kehilangan anak kamu sekarang dan ... kamu masih bisa menuntut semua itu dengan gampangnya?" Mario masih memperdebatkan masalah yang sama dengan putranya itu.Ya, ketidakcocokan di antara mereka terlihat sangat jelas. Teriakan dan teriakan yang membawa-bawa kematian sang anak lolos membuat Ai merasa semakin terpojok. Bagaimana tidak, ia seharusnya butuh hiburan sekarang. "Ayah, tolong hentikan ini semua. Aku mau istirahat," pinta Ai dengan nada lemasnya.Ia memang telah tahu masalah itu dan meminta jeda pada
Ian kembali bertemu dengan Elvina sekarang. Sesungguhnya, wanita itu sudah cukup lelah berurusan dengan pria itu. Namun, ia harus tetap memenuhi tanggungjawabnya sebab ia sudah menerima bayarannya sejak awal.Kali ini, ia diperlakukan sangat kasar sebab memang tidak dapat memberikan informasi apa-apa tentang pria yang berhubungan dengan Ana."Sekarang juga kamu cari tau dan segera beri tau hasilnya padaku. Satu lagi, jangan coba-coba untuk ke luar dari tempat ini, apapun masalahnya. Ingat, apapun!"Elvina benar-benar ketakutan sekarang. Ia yang bahkan disuruh untuk melepaskan alas kaki pun harus menurut. Jemarinya dipijak sengaja oleh pria itu, memberikan rasa sakit yang luar biasa.Tak dapat berkutik, ia memang harus menurut. Sambil menahan rasa sakit, ia pun mulai mengerjakan sesuai perintah yang diberikan oleh pria itu."Ian, aku tetap tidak dapat menemukan apa-apa tentangnya. Aku sudah berusaha semaksimal mungkin, tapi tetap tidak bisa."Elvina menjujuri ketidakmampuannya setelah h
Tampaknya kemarahan wanita itu belum juga mereda. Sejak pagi, belum ada sapaan di antara mereka. Hal itu membuat Ian merasa tidak enakan. Besok seharusnya mereka sudah bisa pulang sebab jadwal yang mereka rencanakan sudah terselesaikan dengan baik.Pria itu kemudian ke luar tanpa memberi tahu istrinya. Ia meninggalkan Ai yang kembali mengurung diri di kamar mandi sambil mendapat siraman air shower. Tubuhnya mulai menggigil sekarang. Ia tak ingin lagi mendapat perhatian dari pria itu sehingga ia memilih untuk ke luar sendiri.Tangisannya kembali terdengar. Ia masih tak terima jika diperlakukan Ian sesuka hatinya. Memang benar jika mereka adalah suami istri, namun hubungan mereka tidak pernah sedekat itu untuk sebebasnya melakukan apapun.Entah telah terkena penyakit apa, wanita itu mulai takut disentuh oleh pria sekarang. Ia bahkan mulai kepikiran dengan kepulangannya nanti. Ia takut jika Ana akan tau apa ayng telah terjadi di antara mereka, mungkinkah dirinya akan disiksa kembali?Sesa
Danny tampak keheranan dengan Elvina yang selalu menghilang akhir-akhir ini. Jejaknya juga tidak terlihat membuat rasa penasarannya semakin meningkat.Rald yang baru saja kembali dari kampus barunya segera ia panggil ke sana untuk menggantikan dirinya. "Bang, apa kuliah itu enak?""Ada enak dan tidak enaknya, Rald. Santai saja, semua pasti berlalu, kok." Menjawab dengan santai sambil terus mencari kunci mobil yang sebenarnya ada di tangan Rald sejak tadi."Enaknya apa, Bang?""Punya teman dan relasi yang lebih luas, pengalaman-pengalaman yang lebih menyenangkan dibanding masa sekolah di SMA. Nanti juga kamu tau sendiri.""Oh begitu. Kalau tidak enaknya?""Rald." Mengembuskan napas dengan kencang untuk membuang rasa kesalnya. "Kamu akan tau itu nanti. Jalani saja dulu. Kalau ada hambatan baru tanyakan padaku dan orang dewasa lainnya."Rald seketika tertawa menyaksikan raut wajah pria itu. Dengan segera, ia berlagak telah menemukan kunci itu lalu memberikannya pada Danny."Bang, kamu ma
Semua orang menyambut kepulangan Ana sekarang. Hampir seluruh kerabat diundang untuk menyambut kedatangan gadis itu.Ai memberikan satu set pakaian untuk suaminya. Namun, pria itu malah sudah menyiapkan pakaiannya sendiri."Loh, Mas beli sendiri bajunya?""Iya, semuanya. Tadi iseng pergi ke mall, soalnya kan tidak ada kabar dari kamu. Ya sudah, ngeliat ada yang bagus, langsung deh aku belikan."Ai manggut-manggut. Ia tidak terlalu mempermasalahkan hal itu. "Mas, mau pakai sepatu yang mana?""Aku juga sekalian belikan sepatu tadi. Biar matching dengan pakaiannya."Lagi, Ai hanya bisa mengangguk tanda setuju. Ia tidak begitu mempermasalahkan hal itu lagi dan mulai mengurus dirinya sendiri sekarang.Beberapa detik setelahnya, Ian menyemprotkan parfume yang baunya tidak biasa. Hidung Ai tentu saja sensitif. Ia segera meninggalkan aktivitasnya kemudian mendekat pada pria itu."Mas, kok masih dipakai parfumenya? Kan, sudah lama tidak dipakai, aku juga sudah bilang kalau hidungku sensitif de
Ai mendapatkan kebahagiaannya sekarang. “Ada kalanya keluarga menjadi bagian terpenting dalam hidup. Namun, ada kalanya rasa iri menghancurkan segalanya tanpa mementingkan kepentingan kekeluargaan.”Ucapan itu terdengar nyaring membuat Ian mendongak. Ia sadar akan perbuatannya selama ini. Jika saja, ia tak menyakiti Ai dengan sengaja, mungkin hidupnya tak akan berakhir seperti ini.Wanita itu terlihat sangat menawan. Ia seolah jatuh cinta untuk kedua kalinya. Namun, kali ini berbeda. Rasa cinta itu tumbuh karena sikap dan sifat baik wanita itu.Danny juga mendekat sekarang. Walau ada rasa sesak di hati masing-masing. Namun, umur tua menambah tuntutan agar bersikap lebih dewasa dan mulai belajar untuk saling mengikhlaskan.“Kamu lihat, kan? Istriku cantik sekali. Wih, dia benar-benar membuatku jatuh cinta.”“Sudahlah, Dan. Akhiri omong kosongmu. Aku tau, kamu datang ke sini hanya untuk meledekku. Kamu ingin aku merasa sakit hati dengan apa yang kamu punya saat ini. No, hatiku sudah be
Dua tahun kemudian, Danny dan Ai pertama kalinya mengunjungi rumah keluarga Mario yang kini terlihat baik-baik saja. Namun, terasa sangat sepi. Hal itu membuat mereka merasa penasaran."Ian sudah lama tidak tinggal di sini, semenjak istrinya menikah. Dia tinggal di perbatasan kota, di sana kan sepi," terang Rainy yang tengah menjamu tamunya."Dia tidak pernah pulang, Ma?" balas Ai yang tengah membantu mantan mertuanya itu."Ya, tidak pernah memang, Nak. Kami yang sering mengunjungi dia ke sana. Dia benar-benar belum ada niat untuk punya pengganti Ana juga sepertinya. Sampai sekarang belum juga ada kabar tuh tentang wanita yang dia dekati."Arzi yang baru ke luar dari toilet dan mendengar percakapan itu pun segera meluncur untuk bergabung. Berbeda dengan Danny dan Mario yang malah mengajak bermain sang anak."Keeano Halburt, kamu tampan sekali, Nak?" Rainy yang sudah tidak tahan ingin bicara dengan anak kecil itu pun segera berlari heboh kemudian menggendongnya. Semua orang ikut tersen
Tiffany mengintip dari jauh, tentang apa yang sedang dilakukan oleh Rald sekarang. Pria itu terlihat sangat sibuk di dekat mobil keluarganya.Beberapa saat kemudian, ketika sang sopir sudah datang, ia buru-buru menjauh dari sana.Tiffany yang tau kelakuan pria itu pun segera mendekat."Loh, kok bannya bisa bocor begini, ya? Sepertinya ada yang sengaja, nih." Keluhan sang sopir yang tentu saja segera ditepis oleh Rald."Jangan banyak menuduh dan berpikiran buruk, Om. Tidak baik untuk kesehatan dan sekitar.""Tidak, Nak. Ini memang benar, tadi saya tinggal masih baik-baik saja, kok.""Ini minumannya, aku pulang duluan, ya?" ujar Tiffany yang tentu saja membuat Rald kaget.Ia punya firasat buruk tentang kelakuannya yang mungkin sudah disaksikan oleh gadis itu."Om, aku pulang duluan, ya. Om perbaiki mobil saja dulu, nanti jemput di rumah Bang Danny!"Ia juga segera berlari untuk mengejar Tiffany yang sudah pergi jauh meninggalkannya."Tiff, kamu lihat semuanya, ya?""Apanya yang aku liha
Sebulan telah berlalu, naluri seorang ayah terhadap putrinya tidak akan bisa terpatahkan begitu saja. Hal itulah yang sedang dirasakan oleh Ian sekarang. Ia membawa begitu banyak pakaian anak-anak bersama kedatangannya ke sana.Masih dengan jarak yang jauh, namun Ai sudah dapat melihat kedatangan pria itu. Ia yang memang masih merasakan trauma mendalam yang entah kapan sembuhnya pun segera menutup semua akses untuk kedatangan pria itu.Ai yang memang hanya tinggal bersama pembantunya tak dapat berbuat apa-apa selain menghindar. Tampak jika Ian tengah membuat penawaran sekarang. Bagaimana tidak, ia sangat takut jika tidak diberi kesempatan."Sudah, Bi. Suruh saja dia pergi. Aku tidak mau kalau dia datang ke sini, tidak suka." Perintah Ai yang dikirimkan lewat pesan wa itu membuat Ian semakin sedih. Ia segera berlutut sekarang."Ai, tolong beri aku kesempatan untuk melihat wajah putraku. Aku tidak mau dihantui rasa bersalah ini terus-terusan. Hidupku terasa sangat menderita, jadi tolon
Danny buru-buru pindah ke rumah Arzi. Ia memang sengaja mengalah dalam hal itu agar lebih dekat dengan istri dan anaknya. Bagaimana pun, saat ini yang paling ia utamakan adalah kebahagiaan sang istri.Arzi tersenyum lebar ketika melihat kedekatan antara anak dan menantunya itu. Ia juga tidak terlalu mempermasalahkan apapun yang menjadi pilihan pasangan itu."Yah, ini Keeano tidak mau diam dan tenang. Sepertinya harus mandikan bundanya dulu." Pria itu segera memberikan anaknya kepada Arzi. "Aku bantu Ai mandi sebentar ya, Yah.""Iya, tenang saja. Serahkan pada ayah." Arzi segera bergerak ke luar dari ruangan keluarga kemudian mendekati sang istri yang tengah tersenyum menunggunya sekarang. Ia terpaku menatap arah dada istrinya yang cukup besar sebab mengalami pembengkakan."Hei, apa yang kamu lihat? Aku tidak suka pria genit ya, Dan.""No. Bukan itu masalahnya, Ai. Kenapa ukurannya malah semakin membesar? Ada masalah kah, kita periksakan ke dokter, yuk?"Ai menggeleng sambil tersenyum
Sementara Ai, ia mengeluhkan rasa sakit yang teramat. Entah kenapa, pikirannya terus terbayang pada ibunya yang sekarang tak lagi bersama dengannya.Ia kemudian meminta sang ayah untuk menghubungi ibunya sebab bagaimana pun, wanita itu akan tetap menjadi orang yang paling berarti baginya sebab telah melahirkannya ke dunia ini."Ada kami di sini-""Om, please lakukan saja. Kita tidak tau bagaimana wanita menahan rasa sakit yang teramat ketika akan melahirkan. Aku bisa menjamin seratus persen kalau semuanya akan segera baik-baik saja setelah Ai mendengar suara Tante Elvina."Menyerah dan tidak ingin berdebat lebih panjang, Arzi pun melakukan hal itu. Dokter dan perawat yang menanganinya pun ikut bersuara. Mereka berbincang sekarang dan dalam hitungan menit, anak itu lahir ke dunia."Selamat, Bapak dan Ibu, anak kalian laki-laki. Dia sangat tampan," puji sang dokter membuat Ai merasa sangat penasaran."Kenapa jadi mirip sama kamu sih, Dan?" tanyanya sebelum akhirnya tak sadarkan diri.Se
Ai menatap ke arah pintu kamarnya yang tengah terbuka sejak tadi namun tidak ada yang masuk. Pada akhirnya, ia ke luar sekarang. Mencoba menelusuri seluruh sudut rumah dan masih tidak mendapati siapa-siapa di sana.Pada akhirnya, ia turun ke lantai bawah dengan maksud untuk mencari sang ayah. Langkahnya tertatih sebab perutnya yang sudah semakin besar sekarang.Bayi dalam kandungannya pun begitu aktif memberikan tendangan untuknya sehingga ia harus menahan rasa sakit esktra."Sayang, tunggu sebentar, ya. Kita cari papa kamu dulu," gumam wanita itu sambil terus melangkah hingga akhirnya ia tidak sengaja mendengar percakapan antara ayah dan orang-orang yang entah siapa mereka."Jadi, kecelakaan Ai waktu itu adalah rencana Ian?" tanya Arzi dengan nada kencang.Ia masih tak percaya hingga sekarang.Beberapa saat kemudian, Ana datang. Ia membenarkan kabar itu sebab rekaman suara itu didapat dari ponsel milik Ian sendiri. Ia memang telah melewati batas dengan memeriksa ponsel pria itu, namu
"Sekarang juga kamu harus menikah dengan Ana," gertak Mario penuh amarah tatkala putranya siuman dari tidur panjangnya.Pria itu memang sudah tidak sadarkan diri selama dua bulan lamanya. Mungkin karena benturan hebat di otaknya. Semua orang seolah memberi tekanan yang membuatnya merasa tidak dihargai, seolah segala sesuatunya menjadi sulit.Sementara Ai, ia menjadi lebih tenang sekarang sebab kandungannya sebentar lagi akan segera ke luar ke dunia. Ia juga tak lagi bekerja di luar rumah.Traumanya jauh lebih besar dari keinginan untuk bisa bekerja selayaknya harapannya dari jauh-jauh hari."Apa yang dia lakukan tanpaku?" tanyanya pada Ana yang segera memberikan tamparan di wajahnya sekarang."Perutku sudah semakin besar dan kamu masih memikirkan wanita lain? Sialan kamu, Ian. Aku tidak mau tau, kamu harus segera menikahi aku!"Kecaman itu segera membuat Ian sadar jika ia memang telah melakukan hal itu pada Ana. Ia sendiri juga yang telah berjanji jika akan segera menikahi wanita itu,
Ai merasakan sakit yang teramat di perutnya. Ia segera memperhatikan arah kakinya, rasanya cukup lega sebab tidak ada darah yang ke luar.Namun, rasa sakit itu masih tak berhenti. Ia berteriak hingga akhirnya mendengar suaranya sendiri yang bergema. Tau jika dirinya tengah disekap di ruangan itu, ia mulai mencari jalan ke luar untuk segera ke luar dari sana."Ya Tuhan, aku sangat ketakutan," gumamnya.Suara langkah kaki menyadarkan ia jika seseorang telah datang, mungkin untuk memastikan keadaannya. Ia masih berpura-pura tidak sadarkan hingga sebuah tangan menyentuh dagunya."Bangunlah, jangan berpura-pura lagi," ujar Ian yang membuat Ai sungguh tidak menyangka.Rasa takutnya kembali memuncak dan menjadi lebih agresif sekarang. Pria yang hendak menyentuhnya itu segera ia hantam kepalanya. Ia juga mendorong pria itu dan menggigit tangannya sekuat tenaga."Aw," pekik Ian merasa geram menahan sakit. "Kamu jangan bertindak di luar batas, ya. Aku bisa saja membunuhmu sekarang. Aku sudah cu