Semua orang menyambut kepulangan Ana sekarang. Hampir seluruh kerabat diundang untuk menyambut kedatangan gadis itu.Ai memberikan satu set pakaian untuk suaminya. Namun, pria itu malah sudah menyiapkan pakaiannya sendiri."Loh, Mas beli sendiri bajunya?""Iya, semuanya. Tadi iseng pergi ke mall, soalnya kan tidak ada kabar dari kamu. Ya sudah, ngeliat ada yang bagus, langsung deh aku belikan."Ai manggut-manggut. Ia tidak terlalu mempermasalahkan hal itu. "Mas, mau pakai sepatu yang mana?""Aku juga sekalian belikan sepatu tadi. Biar matching dengan pakaiannya."Lagi, Ai hanya bisa mengangguk tanda setuju. Ia tidak begitu mempermasalahkan hal itu lagi dan mulai mengurus dirinya sendiri sekarang.Beberapa detik setelahnya, Ian menyemprotkan parfume yang baunya tidak biasa. Hidung Ai tentu saja sensitif. Ia segera meninggalkan aktivitasnya kemudian mendekat pada pria itu."Mas, kok masih dipakai parfumenya? Kan, sudah lama tidak dipakai, aku juga sudah bilang kalau hidungku sensitif de
Danny amat sangat mengkhawatirkan keadaan Elvina yang kian hari semakin aneh dan berbeda. Kali ini, wanita itu malah hanya tiduran tanpa mau bicara dengan siapapun.Merasa lelah, ia pun memanfaatkan keberadaan karyawan satu-satunya."Berapa pesanan yang dibuat hari ini? Dia mau tau itu, Elvina. Bangun dan jelaskan sendiri padanya sekarang. Segeralah!" Pria itu benar-benar berusaha membangunkan Elvina dari malas-malasannya."Astaga! Kalian semua benar-benar mengganggu. Apa tidak boleh nanti saja?" balas wanita itu yang kini telah bangun. "Lagian, tadi malam juga sudah aku jelaskan padanya."Danny tertawa kecil. Ia benar-benar senang dengan amarah yang dirasakan oleh wanita itu. Bagaimana tidak, ia bahkan tengah menipunya sekarang."Oh iya, dia bahkan sedang kuliah. Kenapa aku tidak terpikir?" Elvina segera menjatuhkan dirinya kembali di sofa untuk tidur. Ia tidak lagi peduli dengan cara Danny mengganggunya."Cepatlah! Bangun dan makan dulu. Setelah itu baru bisa lanjut tidur. Nanti Ai
"Woi, Bang. Tolong bantuin aku ngerjain ini, dong. Ada tugas praktek, nih." Rald yang memang selalu menjadi pengganggu di kala ketenangan Danny.Pria itukemudian tersenyum tanda setuju. Elvina juga datang untuk meminta bantuan. Mereka harus mengantarkan pesanan kepala pelanggan mereka.Danny juga menurut, namun sebelum itu ia memerintahkan Rald untuk segera pulang. Ia tidak mau jika sampai lelaki itu berduaan dengan Tiffany. Ia juga tahu jika di antara keduanya saling ada ketertarikan walau sama-sama belum menyadari."Iya, Bang, iya. Aku akan pulang sekarang. Tapi sebelum itu, Abang juga harus berikan aku beberapa lembar uang. Mamah dan Papah lagi di luar kota, aku mau beli makan malam.""Rald, biasakanlah untuk masak sendiri. Belajar mandiri mulai sekarang. Kamu tidak harus selalu mengandalkan orang lain dalam kehidupanmu. Kamu juga tidak boleh terlalu manja!""Lah, memangnya siapa yang manja, Bang?""Itu tuh, kemauan kamu yang sangat tidak jelas. Memangnya apa enaknya makanan di luar
Mengingat perlakuan manis sang suami berhasil membuat Ai tersentuh dan tak lagi terlalu mencurigainya. Ia tak ingin menuntut banyak hal untuk sekarang. Mungkin, Ana dan Ian butuh waktu untuk benar-benar saling melepaskan.Bunga pemberian Ian ia foto dan jadikan wallpaper sekarang. Senyuman di wajahnya tak kunjung hilang. Cokelat yang ia dapatkan juga ia nikmati sekarang. "Tumben kamu makan cokelat pagi-pagi begini," tanya Rainy iseng sebab dirinya harus mengantarkan sang menantu ke kantor.Ya, itu adalah perintah dari Mario yang terlalu mengkhawatirkan Ai. Pria itu benar-benar telah menganggap Ai seperti putrinya. Sehingga untuk saat ini, tatkala Ian sibuk dengan urusannya, mereka berdua yang akan mengantar dan menjemput wanita itu bekerja."Aku dapat dari Mas Ian, Ma."Rainy terdiam menatap sang menantu. Ia tidak terlalu bahagia untuk hal itu, namun tetap memasang senyum seperti yang diharapkan oleh wanita itu."Kamu tidak boleh percaya begitu saja ya, Ai. Apapun keadaannya, kamu har
Elvina tertegun melihat penampilan Danny yang cukup rapi. Baru kali ini, ia melihat pria itu lengkap dengan dasinya."Biasanya juga pakai jas, kemejanya tidak dikancing," ledek wanita itu segera mengambilkan air dingin untuk pria itu."Astaga! Aku tuh capek seharian, jangan diejekin lagi," balas Danny yang keringatnya bahkan mengucur sangat deras sekarang.Terdiam selama beberapa saat, Danny tidak begitu memperhatikan jika sejak tadi, Elvina sudah datang, bahkan pesanannya juga sudah ada di depannya. Hal itu cukup membuat wanita itu tercengang sebab tidak biasanya."Hei, bengong mulu. Kenapa hari ini, ada acara apa? Tumben juga rapi.""Huft!" Menghela napas panjang sambil dengan tangan yang mulai bergerak untuk mengacaukan penampilannya.Tiffany segera mendekat dengan kamera ponselnya. "KIta selfie dulu, selfie, Bang."Rald yang baru tiba segera mendekat lalu ikut berfoto bersama. Kedua pria itu tampak tidak bersemangat setelahnya. Wajahnya benar-benar murung dan kusam."Muka kalian tu
Rainy yang memang baru saja kembali dari acara pertemuan teman-teman sosialitanya memutuskan untuk sekalian menjemput Ai di kantornya. Namun, melihat kemacetan yang begitu parah, ia pun memutuskan untuk membiarkan wanita itu menyeberang ke arahnya sebab gedung itu berada di seberang jalan.Dari kejauhan, tampak jika Ai melambaikan tangannya yang juga segera dibalas oleh Rainy. Keduanya masih berbincang melalui sambungan telepon."Jangan tergesa-gesa, Nak. Santai saja. Atau, kamu tunggu di sana saja, deh. Mama ragu dengan kamu, takut kenapa-kenapa loh.""Tidak apa-apa, Ma. Aku bisa sendiri, kok. Tenang saja, tunggu aku ya, Ma." Wanita itu menjawab dengan santai di seberang sana.Sampai akhirnya, lampu merah menyala, semua orang hendak menyeberang. Ai segera melajukan langkahnya sebagai orang pertama. Anehnya, tidak satu pun ikut bersamanya. Hal itu membuatnya mencoba memperhatikan ke belakang yang memerintahkan dirinya untuk segera menyingkir. Tidak begitu fokus, ia akhirnya sadar den
Malam telah berganti pagi, masih belum ada tanda-tanda Ai segera sadar. Dokter dan perawat masih memutuskan apa yang sebenarnya telah terjadi pada wanita itu sehingga masih belum sadarkan diri.Ian yang tak ingin merasa semakin terpuruk, pun memutuskan untuk pergi dari sana. Ia menitipkan istrinya pada ayah dan ibunya.Kali ini, ia tidak segera kembali ke rumah. Mobilnya melaju ke arah yang berbeda sampai akhirnya berhenti di sebuah gedung kosong yang memang diinstruksikan oleh orang yang ditemuinya.Pria itu melangkah gontai kemudian duduk bersantai disambut oleh dua orang berwajah preman."Kerja kalian cukup bagus. Tapi, sepertinya ada sedikit kesalahan. CCTV di sana menangkap perbuatan kalian.""Yah, jadi gimana dong, Bos?" tanya keduanya dengan wajah panik sekarang.Ian terdiam. Ia tampak berpikir keras untuk segera menyelesaikan masalah itu. Bagaimana pun, ia tidak ingin terlibat dalam sebuah kisah yang padahal sebenarnya memang didalangi oleh dirinya sendiri.Sesaat kemudian, ia
Danny yang hampir dirampok itu tampak segera menghindar dan balik menyerang. Ia bahkan sudah tidak nyaman dengan keberadaannya sekarang. Semua anggota keluarganya seolah ingin menjadikannya tumbal atas ketidakberhasilan mereka.Pria itu, dengan langkah kesalnya segera memerintah anak buahnya membawa orang yang telah menyerangnya. Dalam hitungan menit, semua petinggi perusahaan juga muncul di ruang rapat."Sekarang juga, kamu keliling di ruangan ini, cari dan bawa orang yang telah menyuruh kamu ke hadapanku. Aku janji akan memberikan bayaran yang lebih besar dari bayaran mereka. Aku jamin itu."Perintah itu membuat pria tiu sempat merasa gentar sampai akhirnya seorang dari anak buah Danny berbisik sesuatu yang mengubahkan sikap pria itu."Kasihan loh anak istrimu nanti," katanya.Hal itu segera membuat pria itu berputar lalu berhenti dan menunjuk dua orang pria yang adalah abang kandung Danny. Pria yang malang itu segera kembali ke hadapan Danny kemudian bersembunyi di belakang sang pem
Ai mendapatkan kebahagiaannya sekarang. “Ada kalanya keluarga menjadi bagian terpenting dalam hidup. Namun, ada kalanya rasa iri menghancurkan segalanya tanpa mementingkan kepentingan kekeluargaan.”Ucapan itu terdengar nyaring membuat Ian mendongak. Ia sadar akan perbuatannya selama ini. Jika saja, ia tak menyakiti Ai dengan sengaja, mungkin hidupnya tak akan berakhir seperti ini.Wanita itu terlihat sangat menawan. Ia seolah jatuh cinta untuk kedua kalinya. Namun, kali ini berbeda. Rasa cinta itu tumbuh karena sikap dan sifat baik wanita itu.Danny juga mendekat sekarang. Walau ada rasa sesak di hati masing-masing. Namun, umur tua menambah tuntutan agar bersikap lebih dewasa dan mulai belajar untuk saling mengikhlaskan.“Kamu lihat, kan? Istriku cantik sekali. Wih, dia benar-benar membuatku jatuh cinta.”“Sudahlah, Dan. Akhiri omong kosongmu. Aku tau, kamu datang ke sini hanya untuk meledekku. Kamu ingin aku merasa sakit hati dengan apa yang kamu punya saat ini. No, hatiku sudah be
Dua tahun kemudian, Danny dan Ai pertama kalinya mengunjungi rumah keluarga Mario yang kini terlihat baik-baik saja. Namun, terasa sangat sepi. Hal itu membuat mereka merasa penasaran."Ian sudah lama tidak tinggal di sini, semenjak istrinya menikah. Dia tinggal di perbatasan kota, di sana kan sepi," terang Rainy yang tengah menjamu tamunya."Dia tidak pernah pulang, Ma?" balas Ai yang tengah membantu mantan mertuanya itu."Ya, tidak pernah memang, Nak. Kami yang sering mengunjungi dia ke sana. Dia benar-benar belum ada niat untuk punya pengganti Ana juga sepertinya. Sampai sekarang belum juga ada kabar tuh tentang wanita yang dia dekati."Arzi yang baru ke luar dari toilet dan mendengar percakapan itu pun segera meluncur untuk bergabung. Berbeda dengan Danny dan Mario yang malah mengajak bermain sang anak."Keeano Halburt, kamu tampan sekali, Nak?" Rainy yang sudah tidak tahan ingin bicara dengan anak kecil itu pun segera berlari heboh kemudian menggendongnya. Semua orang ikut tersen
Tiffany mengintip dari jauh, tentang apa yang sedang dilakukan oleh Rald sekarang. Pria itu terlihat sangat sibuk di dekat mobil keluarganya.Beberapa saat kemudian, ketika sang sopir sudah datang, ia buru-buru menjauh dari sana.Tiffany yang tau kelakuan pria itu pun segera mendekat."Loh, kok bannya bisa bocor begini, ya? Sepertinya ada yang sengaja, nih." Keluhan sang sopir yang tentu saja segera ditepis oleh Rald."Jangan banyak menuduh dan berpikiran buruk, Om. Tidak baik untuk kesehatan dan sekitar.""Tidak, Nak. Ini memang benar, tadi saya tinggal masih baik-baik saja, kok.""Ini minumannya, aku pulang duluan, ya?" ujar Tiffany yang tentu saja membuat Rald kaget.Ia punya firasat buruk tentang kelakuannya yang mungkin sudah disaksikan oleh gadis itu."Om, aku pulang duluan, ya. Om perbaiki mobil saja dulu, nanti jemput di rumah Bang Danny!"Ia juga segera berlari untuk mengejar Tiffany yang sudah pergi jauh meninggalkannya."Tiff, kamu lihat semuanya, ya?""Apanya yang aku liha
Sebulan telah berlalu, naluri seorang ayah terhadap putrinya tidak akan bisa terpatahkan begitu saja. Hal itulah yang sedang dirasakan oleh Ian sekarang. Ia membawa begitu banyak pakaian anak-anak bersama kedatangannya ke sana.Masih dengan jarak yang jauh, namun Ai sudah dapat melihat kedatangan pria itu. Ia yang memang masih merasakan trauma mendalam yang entah kapan sembuhnya pun segera menutup semua akses untuk kedatangan pria itu.Ai yang memang hanya tinggal bersama pembantunya tak dapat berbuat apa-apa selain menghindar. Tampak jika Ian tengah membuat penawaran sekarang. Bagaimana tidak, ia sangat takut jika tidak diberi kesempatan."Sudah, Bi. Suruh saja dia pergi. Aku tidak mau kalau dia datang ke sini, tidak suka." Perintah Ai yang dikirimkan lewat pesan wa itu membuat Ian semakin sedih. Ia segera berlutut sekarang."Ai, tolong beri aku kesempatan untuk melihat wajah putraku. Aku tidak mau dihantui rasa bersalah ini terus-terusan. Hidupku terasa sangat menderita, jadi tolon
Danny buru-buru pindah ke rumah Arzi. Ia memang sengaja mengalah dalam hal itu agar lebih dekat dengan istri dan anaknya. Bagaimana pun, saat ini yang paling ia utamakan adalah kebahagiaan sang istri.Arzi tersenyum lebar ketika melihat kedekatan antara anak dan menantunya itu. Ia juga tidak terlalu mempermasalahkan apapun yang menjadi pilihan pasangan itu."Yah, ini Keeano tidak mau diam dan tenang. Sepertinya harus mandikan bundanya dulu." Pria itu segera memberikan anaknya kepada Arzi. "Aku bantu Ai mandi sebentar ya, Yah.""Iya, tenang saja. Serahkan pada ayah." Arzi segera bergerak ke luar dari ruangan keluarga kemudian mendekati sang istri yang tengah tersenyum menunggunya sekarang. Ia terpaku menatap arah dada istrinya yang cukup besar sebab mengalami pembengkakan."Hei, apa yang kamu lihat? Aku tidak suka pria genit ya, Dan.""No. Bukan itu masalahnya, Ai. Kenapa ukurannya malah semakin membesar? Ada masalah kah, kita periksakan ke dokter, yuk?"Ai menggeleng sambil tersenyum
Sementara Ai, ia mengeluhkan rasa sakit yang teramat. Entah kenapa, pikirannya terus terbayang pada ibunya yang sekarang tak lagi bersama dengannya.Ia kemudian meminta sang ayah untuk menghubungi ibunya sebab bagaimana pun, wanita itu akan tetap menjadi orang yang paling berarti baginya sebab telah melahirkannya ke dunia ini."Ada kami di sini-""Om, please lakukan saja. Kita tidak tau bagaimana wanita menahan rasa sakit yang teramat ketika akan melahirkan. Aku bisa menjamin seratus persen kalau semuanya akan segera baik-baik saja setelah Ai mendengar suara Tante Elvina."Menyerah dan tidak ingin berdebat lebih panjang, Arzi pun melakukan hal itu. Dokter dan perawat yang menanganinya pun ikut bersuara. Mereka berbincang sekarang dan dalam hitungan menit, anak itu lahir ke dunia."Selamat, Bapak dan Ibu, anak kalian laki-laki. Dia sangat tampan," puji sang dokter membuat Ai merasa sangat penasaran."Kenapa jadi mirip sama kamu sih, Dan?" tanyanya sebelum akhirnya tak sadarkan diri.Se
Ai menatap ke arah pintu kamarnya yang tengah terbuka sejak tadi namun tidak ada yang masuk. Pada akhirnya, ia ke luar sekarang. Mencoba menelusuri seluruh sudut rumah dan masih tidak mendapati siapa-siapa di sana.Pada akhirnya, ia turun ke lantai bawah dengan maksud untuk mencari sang ayah. Langkahnya tertatih sebab perutnya yang sudah semakin besar sekarang.Bayi dalam kandungannya pun begitu aktif memberikan tendangan untuknya sehingga ia harus menahan rasa sakit esktra."Sayang, tunggu sebentar, ya. Kita cari papa kamu dulu," gumam wanita itu sambil terus melangkah hingga akhirnya ia tidak sengaja mendengar percakapan antara ayah dan orang-orang yang entah siapa mereka."Jadi, kecelakaan Ai waktu itu adalah rencana Ian?" tanya Arzi dengan nada kencang.Ia masih tak percaya hingga sekarang.Beberapa saat kemudian, Ana datang. Ia membenarkan kabar itu sebab rekaman suara itu didapat dari ponsel milik Ian sendiri. Ia memang telah melewati batas dengan memeriksa ponsel pria itu, namu
"Sekarang juga kamu harus menikah dengan Ana," gertak Mario penuh amarah tatkala putranya siuman dari tidur panjangnya.Pria itu memang sudah tidak sadarkan diri selama dua bulan lamanya. Mungkin karena benturan hebat di otaknya. Semua orang seolah memberi tekanan yang membuatnya merasa tidak dihargai, seolah segala sesuatunya menjadi sulit.Sementara Ai, ia menjadi lebih tenang sekarang sebab kandungannya sebentar lagi akan segera ke luar ke dunia. Ia juga tak lagi bekerja di luar rumah.Traumanya jauh lebih besar dari keinginan untuk bisa bekerja selayaknya harapannya dari jauh-jauh hari."Apa yang dia lakukan tanpaku?" tanyanya pada Ana yang segera memberikan tamparan di wajahnya sekarang."Perutku sudah semakin besar dan kamu masih memikirkan wanita lain? Sialan kamu, Ian. Aku tidak mau tau, kamu harus segera menikahi aku!"Kecaman itu segera membuat Ian sadar jika ia memang telah melakukan hal itu pada Ana. Ia sendiri juga yang telah berjanji jika akan segera menikahi wanita itu,
Ai merasakan sakit yang teramat di perutnya. Ia segera memperhatikan arah kakinya, rasanya cukup lega sebab tidak ada darah yang ke luar.Namun, rasa sakit itu masih tak berhenti. Ia berteriak hingga akhirnya mendengar suaranya sendiri yang bergema. Tau jika dirinya tengah disekap di ruangan itu, ia mulai mencari jalan ke luar untuk segera ke luar dari sana."Ya Tuhan, aku sangat ketakutan," gumamnya.Suara langkah kaki menyadarkan ia jika seseorang telah datang, mungkin untuk memastikan keadaannya. Ia masih berpura-pura tidak sadarkan hingga sebuah tangan menyentuh dagunya."Bangunlah, jangan berpura-pura lagi," ujar Ian yang membuat Ai sungguh tidak menyangka.Rasa takutnya kembali memuncak dan menjadi lebih agresif sekarang. Pria yang hendak menyentuhnya itu segera ia hantam kepalanya. Ia juga mendorong pria itu dan menggigit tangannya sekuat tenaga."Aw," pekik Ian merasa geram menahan sakit. "Kamu jangan bertindak di luar batas, ya. Aku bisa saja membunuhmu sekarang. Aku sudah cu