Malam telah berganti pagi, masih belum ada tanda-tanda Ai segera sadar. Dokter dan perawat masih memutuskan apa yang sebenarnya telah terjadi pada wanita itu sehingga masih belum sadarkan diri.Ian yang tak ingin merasa semakin terpuruk, pun memutuskan untuk pergi dari sana. Ia menitipkan istrinya pada ayah dan ibunya.Kali ini, ia tidak segera kembali ke rumah. Mobilnya melaju ke arah yang berbeda sampai akhirnya berhenti di sebuah gedung kosong yang memang diinstruksikan oleh orang yang ditemuinya.Pria itu melangkah gontai kemudian duduk bersantai disambut oleh dua orang berwajah preman."Kerja kalian cukup bagus. Tapi, sepertinya ada sedikit kesalahan. CCTV di sana menangkap perbuatan kalian.""Yah, jadi gimana dong, Bos?" tanya keduanya dengan wajah panik sekarang.Ian terdiam. Ia tampak berpikir keras untuk segera menyelesaikan masalah itu. Bagaimana pun, ia tidak ingin terlibat dalam sebuah kisah yang padahal sebenarnya memang didalangi oleh dirinya sendiri.Sesaat kemudian, ia
Danny yang hampir dirampok itu tampak segera menghindar dan balik menyerang. Ia bahkan sudah tidak nyaman dengan keberadaannya sekarang. Semua anggota keluarganya seolah ingin menjadikannya tumbal atas ketidakberhasilan mereka.Pria itu, dengan langkah kesalnya segera memerintah anak buahnya membawa orang yang telah menyerangnya. Dalam hitungan menit, semua petinggi perusahaan juga muncul di ruang rapat."Sekarang juga, kamu keliling di ruangan ini, cari dan bawa orang yang telah menyuruh kamu ke hadapanku. Aku janji akan memberikan bayaran yang lebih besar dari bayaran mereka. Aku jamin itu."Perintah itu membuat pria tiu sempat merasa gentar sampai akhirnya seorang dari anak buah Danny berbisik sesuatu yang mengubahkan sikap pria itu."Kasihan loh anak istrimu nanti," katanya.Hal itu segera membuat pria itu berputar lalu berhenti dan menunjuk dua orang pria yang adalah abang kandung Danny. Pria yang malang itu segera kembali ke hadapan Danny kemudian bersembunyi di belakang sang pem
"Bu Ai mungkin masih mengalami shock atas apa yang terjadi. Tapi, tidak ada masalah dengan hal itu sebab mungkin sebentar lagi pasti akan bangun. Tapi, maaf sekali ... ada sedikit masalah dengan kakinya. Mungkin akan pincang setelah ini. Hal itu diakibatkan benturan keras yang mengenai kaki kanannya."Penjelasan itu membuat Arzi terdiam. Ia tak mampu untuk berkata-kata sekarang."Apa ada pertanyaan lain, Pak?"Arzi masih saja diam. Ia bingung harus berkata apa. Memang, putrinya masih ada hingga saat ini adalah sebuah bentuk rasa syukur, namun kejadian itu telah membuat hidupnya berubah mulai saat ini."Pak?" panggil sang dokter lagi sambil mengguncang tubuh pria itu."Dok, tapi masih ada harapan kan, putri saya akan sembuh?""Ada, Pak. Ada kemungkinan besar untuk itu. Kita doakan saja yang terbaik dan perlakukan juga Bu Ai dengan baik. Jangan sampai beliau merasa down dengan hidupnya sendiri, sebab saya sendiri juga tau kalau Bu Ai adalah orang yang suka bekerja keras."Setelah itu, Ar
Elvina merasakan sakit yang teramat di tubuhnya. Namun, ia tidak bisa menjelaskan rasa sakit itu pada siapapun. Sebab seluruh bagian tubuhnya benar-benar digerogoti."Kak El, tidak apa-apa? Aku mau masuk, Kak!" panggil TIffany yang tidak bisa dijawab oleh wanita itu sejak tadi.Memaksakan diri untuk bergerak ke arah pintu. Ia kemudian memasang suara kuatnya."Tif, tolong ambilkan sebotol air minum, ya?"Tanpa banyak tanya, gadis itu segera melakukannya. Beberapa saat kemudian, ia memberikan minuman itu pada Elvina sekarang.Menunggu hingga dua menit sampai akhirnya wanita itu ke luar dengan keadaan yang tidak terlalu buruk. Rasa khawatir Tiffany sedikit mampu diminimalisir."Kakak kenapa, sih? Kakak sakit apa? Coba cerita samaku. Nanti bisa dibantu. Lah kalau didiamkan begini, ya bagaimana bisa aku berbuat apa-apa?""Tif, tadi cuma gejala penyakit galau. Soalnya, sudah lama cari pasangan ke sana ke mari tetap tidak ketemu juga. Ya, jadi begini akibatnya.""Ih si Kakak bisa saja. Sakit-
Danny tampak keheranan sebab tidak melihat adanya Elvina di sana. Keningnya mengerut tatkala tidak adanya wanita itu di sana. Bahkan sekarang, Tiffany yang tinggal di sana bersama seorang gadis lainnya."Ada apa ini? Ke mana dia?" bentak pria itu membuat keduanya terbengong saling menatap.Tiffany tidak terlalu mempedulikan keadaan pria itu, sebab mungkin ia seharusnya sadar akan suasanya yang begitu hening.Danny masuk dengan paksa kemudian memeriksa seluruh ruangan. Tak lagi ada Elvina di sana membuat pria itu semakin murka."Kalian gila, ya? Dari tadi aku tanyain, di mana dia?" bentaknya membuat kedua wanita itu mengernyit takut."Bang, ada apa ini? Kok marah-marah begitu? Mereka ada buat kesalahan? Di mana Kak Elvina?" Kedatangan Rald membuat pria itu diam sekarang."Coba kamu sendiri yang tanyakan.""Em ... Kak Elvina sudah pergi tadi malam. Tidak ada yang tau perginya ke mana, kami bahkan sudah berusaha untuk nyariin ke mana-mana, tapi tetap saja tidak ketemu." Tiffany akhirnya a
"Bagaimana keadaanmu, Nak?" tanya Noah ketika mereka sudah berada di kediaman Mario sekarang."Sudah lebih baik, Om," jawab Ai dengan senyuman tulus di wajahnya."Ai, aku bawakan makanan kesukaanmu sekarang. Tadi Papa bantuin masak." Ana memberikan kotak makanan yang segera diterima oleh Arzi."Dia belum bisa memakan makanan seperti ini, biar ayah saja yang makan," protesnya.Ai menjadi sedikit sedih sekarang. Namun, tunggu! "Siapa yang masakin? Kak Ana?" tanyanya heboh membuat semua orang juga ikut heboh."Iya, soalnya dia lagi belajar mandiri. Jaga-jaga siapa tau langsung nikah. Nanti anaknya mau dikasih makan apa?" jawab Noah membuat keadaan sedikit terhibur sekarang."Bagus, deh," puji Ai senang."Kamu bantu masakin bubur untuk Ai saja sekalian," pinta Mario yang tampak belum begitu suka dengan gadis itu sehingga dengan sengaja memberikan ujian berat. Ia memang ingin mempermalukannya."Iya boleh, Om," jawab gadis itu sigap membuat semua orang merasa penasaran sekarang."Sungguh ti
Rald masih sibuk di gazebo kampus dengan pekerjaannya yang amat sangat banyak sekarang. Ia bahkan sampai lupa waktu untuk mengisi perutnya sendiri.Tiffany yang memang sudah tau kesibukan pria itu, pun menghampirinya. Ia yang cukup perhatian membawakan sendok."Sudah makan belum?" tanyanya segera menyibak tas Rald untuk memeriksa. Masih tidak ada perubahan dengan kotak makanan yang disiapkan oleh Ica."Astaga! Aku baru ingat, sudah jam berapa ini?" heboh pria itu sekarang."Tidak perlu ke mana-mana. Aku sudah bawakan sendok untukmu. Nih!" Membuka kotak makanan Rald dan menyajikannya di hadapan pria itu."Thanks. Tapi kita harus tetap pindah tempat. Ke kantin, yuk? Air minum.""Juga sudah aku bawa. Makan saja dulu, habiskan. Jangan sampai Tante Ica marah loh kalau sampai tau kesibukan kamu yang sampai tidak mengurus diri sendiri."Gadis itu memberikan perhatian lebih yang membuat Rald merasa senang. Jiwa semangatnya semakin tumbuh sekarang. Perlahan tapi pasti, pria itu menikmati masak
Ai yang sudah tidak bekerja itu mencoba mencari kesibukan yang bisa dimanfaatkan walau sedang tidak bebas bergerak. Satu ide pun muncul, ia memutuskan untuk merapikan kembali pakaian suaminya.Hal itu benar-benar membuatnya bahagia sebab bebas mencium bau parfume yang biasa digunakan oleh Ian. Hingga pada akhirnya, ia mendapati sebuah kotak yang berisikan hadiah dari klien. Ai memang sudah sangat ingin membukanya sejak lama, namun begitulah suaminya yang selalu melarang. Alasannya selalu saja malas karena bentukan kotak hadiah yang tidak begitu menarik.Namun kali ini, ia tak lagi dapat menahannya. Segera saja, kotak itu ia buka dan mendapati sebuah kaus oblong yang tampaknya memang bukan ukuran Ian."Kenapa kecil sekali? Malah seukuran badanku," pekik wanita itu sambil mencoba-coba mencocokkan dengan badannya.Senyuman indahnya tak kunjung lekang sampai akhirnya ia menemukan sesuatu yang amat sangat mengejutkan. Kotak kecil yang berisikan sepasang kalung itu membuatnya panik.Bagaima
Ai mendapatkan kebahagiaannya sekarang. “Ada kalanya keluarga menjadi bagian terpenting dalam hidup. Namun, ada kalanya rasa iri menghancurkan segalanya tanpa mementingkan kepentingan kekeluargaan.”Ucapan itu terdengar nyaring membuat Ian mendongak. Ia sadar akan perbuatannya selama ini. Jika saja, ia tak menyakiti Ai dengan sengaja, mungkin hidupnya tak akan berakhir seperti ini.Wanita itu terlihat sangat menawan. Ia seolah jatuh cinta untuk kedua kalinya. Namun, kali ini berbeda. Rasa cinta itu tumbuh karena sikap dan sifat baik wanita itu.Danny juga mendekat sekarang. Walau ada rasa sesak di hati masing-masing. Namun, umur tua menambah tuntutan agar bersikap lebih dewasa dan mulai belajar untuk saling mengikhlaskan.“Kamu lihat, kan? Istriku cantik sekali. Wih, dia benar-benar membuatku jatuh cinta.”“Sudahlah, Dan. Akhiri omong kosongmu. Aku tau, kamu datang ke sini hanya untuk meledekku. Kamu ingin aku merasa sakit hati dengan apa yang kamu punya saat ini. No, hatiku sudah be
Dua tahun kemudian, Danny dan Ai pertama kalinya mengunjungi rumah keluarga Mario yang kini terlihat baik-baik saja. Namun, terasa sangat sepi. Hal itu membuat mereka merasa penasaran."Ian sudah lama tidak tinggal di sini, semenjak istrinya menikah. Dia tinggal di perbatasan kota, di sana kan sepi," terang Rainy yang tengah menjamu tamunya."Dia tidak pernah pulang, Ma?" balas Ai yang tengah membantu mantan mertuanya itu."Ya, tidak pernah memang, Nak. Kami yang sering mengunjungi dia ke sana. Dia benar-benar belum ada niat untuk punya pengganti Ana juga sepertinya. Sampai sekarang belum juga ada kabar tuh tentang wanita yang dia dekati."Arzi yang baru ke luar dari toilet dan mendengar percakapan itu pun segera meluncur untuk bergabung. Berbeda dengan Danny dan Mario yang malah mengajak bermain sang anak."Keeano Halburt, kamu tampan sekali, Nak?" Rainy yang sudah tidak tahan ingin bicara dengan anak kecil itu pun segera berlari heboh kemudian menggendongnya. Semua orang ikut tersen
Tiffany mengintip dari jauh, tentang apa yang sedang dilakukan oleh Rald sekarang. Pria itu terlihat sangat sibuk di dekat mobil keluarganya.Beberapa saat kemudian, ketika sang sopir sudah datang, ia buru-buru menjauh dari sana.Tiffany yang tau kelakuan pria itu pun segera mendekat."Loh, kok bannya bisa bocor begini, ya? Sepertinya ada yang sengaja, nih." Keluhan sang sopir yang tentu saja segera ditepis oleh Rald."Jangan banyak menuduh dan berpikiran buruk, Om. Tidak baik untuk kesehatan dan sekitar.""Tidak, Nak. Ini memang benar, tadi saya tinggal masih baik-baik saja, kok.""Ini minumannya, aku pulang duluan, ya?" ujar Tiffany yang tentu saja membuat Rald kaget.Ia punya firasat buruk tentang kelakuannya yang mungkin sudah disaksikan oleh gadis itu."Om, aku pulang duluan, ya. Om perbaiki mobil saja dulu, nanti jemput di rumah Bang Danny!"Ia juga segera berlari untuk mengejar Tiffany yang sudah pergi jauh meninggalkannya."Tiff, kamu lihat semuanya, ya?""Apanya yang aku liha
Sebulan telah berlalu, naluri seorang ayah terhadap putrinya tidak akan bisa terpatahkan begitu saja. Hal itulah yang sedang dirasakan oleh Ian sekarang. Ia membawa begitu banyak pakaian anak-anak bersama kedatangannya ke sana.Masih dengan jarak yang jauh, namun Ai sudah dapat melihat kedatangan pria itu. Ia yang memang masih merasakan trauma mendalam yang entah kapan sembuhnya pun segera menutup semua akses untuk kedatangan pria itu.Ai yang memang hanya tinggal bersama pembantunya tak dapat berbuat apa-apa selain menghindar. Tampak jika Ian tengah membuat penawaran sekarang. Bagaimana tidak, ia sangat takut jika tidak diberi kesempatan."Sudah, Bi. Suruh saja dia pergi. Aku tidak mau kalau dia datang ke sini, tidak suka." Perintah Ai yang dikirimkan lewat pesan wa itu membuat Ian semakin sedih. Ia segera berlutut sekarang."Ai, tolong beri aku kesempatan untuk melihat wajah putraku. Aku tidak mau dihantui rasa bersalah ini terus-terusan. Hidupku terasa sangat menderita, jadi tolon
Danny buru-buru pindah ke rumah Arzi. Ia memang sengaja mengalah dalam hal itu agar lebih dekat dengan istri dan anaknya. Bagaimana pun, saat ini yang paling ia utamakan adalah kebahagiaan sang istri.Arzi tersenyum lebar ketika melihat kedekatan antara anak dan menantunya itu. Ia juga tidak terlalu mempermasalahkan apapun yang menjadi pilihan pasangan itu."Yah, ini Keeano tidak mau diam dan tenang. Sepertinya harus mandikan bundanya dulu." Pria itu segera memberikan anaknya kepada Arzi. "Aku bantu Ai mandi sebentar ya, Yah.""Iya, tenang saja. Serahkan pada ayah." Arzi segera bergerak ke luar dari ruangan keluarga kemudian mendekati sang istri yang tengah tersenyum menunggunya sekarang. Ia terpaku menatap arah dada istrinya yang cukup besar sebab mengalami pembengkakan."Hei, apa yang kamu lihat? Aku tidak suka pria genit ya, Dan.""No. Bukan itu masalahnya, Ai. Kenapa ukurannya malah semakin membesar? Ada masalah kah, kita periksakan ke dokter, yuk?"Ai menggeleng sambil tersenyum
Sementara Ai, ia mengeluhkan rasa sakit yang teramat. Entah kenapa, pikirannya terus terbayang pada ibunya yang sekarang tak lagi bersama dengannya.Ia kemudian meminta sang ayah untuk menghubungi ibunya sebab bagaimana pun, wanita itu akan tetap menjadi orang yang paling berarti baginya sebab telah melahirkannya ke dunia ini."Ada kami di sini-""Om, please lakukan saja. Kita tidak tau bagaimana wanita menahan rasa sakit yang teramat ketika akan melahirkan. Aku bisa menjamin seratus persen kalau semuanya akan segera baik-baik saja setelah Ai mendengar suara Tante Elvina."Menyerah dan tidak ingin berdebat lebih panjang, Arzi pun melakukan hal itu. Dokter dan perawat yang menanganinya pun ikut bersuara. Mereka berbincang sekarang dan dalam hitungan menit, anak itu lahir ke dunia."Selamat, Bapak dan Ibu, anak kalian laki-laki. Dia sangat tampan," puji sang dokter membuat Ai merasa sangat penasaran."Kenapa jadi mirip sama kamu sih, Dan?" tanyanya sebelum akhirnya tak sadarkan diri.Se
Ai menatap ke arah pintu kamarnya yang tengah terbuka sejak tadi namun tidak ada yang masuk. Pada akhirnya, ia ke luar sekarang. Mencoba menelusuri seluruh sudut rumah dan masih tidak mendapati siapa-siapa di sana.Pada akhirnya, ia turun ke lantai bawah dengan maksud untuk mencari sang ayah. Langkahnya tertatih sebab perutnya yang sudah semakin besar sekarang.Bayi dalam kandungannya pun begitu aktif memberikan tendangan untuknya sehingga ia harus menahan rasa sakit esktra."Sayang, tunggu sebentar, ya. Kita cari papa kamu dulu," gumam wanita itu sambil terus melangkah hingga akhirnya ia tidak sengaja mendengar percakapan antara ayah dan orang-orang yang entah siapa mereka."Jadi, kecelakaan Ai waktu itu adalah rencana Ian?" tanya Arzi dengan nada kencang.Ia masih tak percaya hingga sekarang.Beberapa saat kemudian, Ana datang. Ia membenarkan kabar itu sebab rekaman suara itu didapat dari ponsel milik Ian sendiri. Ia memang telah melewati batas dengan memeriksa ponsel pria itu, namu
"Sekarang juga kamu harus menikah dengan Ana," gertak Mario penuh amarah tatkala putranya siuman dari tidur panjangnya.Pria itu memang sudah tidak sadarkan diri selama dua bulan lamanya. Mungkin karena benturan hebat di otaknya. Semua orang seolah memberi tekanan yang membuatnya merasa tidak dihargai, seolah segala sesuatunya menjadi sulit.Sementara Ai, ia menjadi lebih tenang sekarang sebab kandungannya sebentar lagi akan segera ke luar ke dunia. Ia juga tak lagi bekerja di luar rumah.Traumanya jauh lebih besar dari keinginan untuk bisa bekerja selayaknya harapannya dari jauh-jauh hari."Apa yang dia lakukan tanpaku?" tanyanya pada Ana yang segera memberikan tamparan di wajahnya sekarang."Perutku sudah semakin besar dan kamu masih memikirkan wanita lain? Sialan kamu, Ian. Aku tidak mau tau, kamu harus segera menikahi aku!"Kecaman itu segera membuat Ian sadar jika ia memang telah melakukan hal itu pada Ana. Ia sendiri juga yang telah berjanji jika akan segera menikahi wanita itu,
Ai merasakan sakit yang teramat di perutnya. Ia segera memperhatikan arah kakinya, rasanya cukup lega sebab tidak ada darah yang ke luar.Namun, rasa sakit itu masih tak berhenti. Ia berteriak hingga akhirnya mendengar suaranya sendiri yang bergema. Tau jika dirinya tengah disekap di ruangan itu, ia mulai mencari jalan ke luar untuk segera ke luar dari sana."Ya Tuhan, aku sangat ketakutan," gumamnya.Suara langkah kaki menyadarkan ia jika seseorang telah datang, mungkin untuk memastikan keadaannya. Ia masih berpura-pura tidak sadarkan hingga sebuah tangan menyentuh dagunya."Bangunlah, jangan berpura-pura lagi," ujar Ian yang membuat Ai sungguh tidak menyangka.Rasa takutnya kembali memuncak dan menjadi lebih agresif sekarang. Pria yang hendak menyentuhnya itu segera ia hantam kepalanya. Ia juga mendorong pria itu dan menggigit tangannya sekuat tenaga."Aw," pekik Ian merasa geram menahan sakit. "Kamu jangan bertindak di luar batas, ya. Aku bisa saja membunuhmu sekarang. Aku sudah cu