Nyonya Nandini sedang mengantar Meliana untuk melakukan perawatan menjelang hari pernikahannya. Setelah apa yang dialami sang putri, Nyonya Nandini memang ingin menyenangkan hati Meliana. Tentu saja dengan menggunakan uang dari hasil penjualan perhiasan yang masih tersisa.“Bagaimana kulitku, Ma? Apa kelihatan putih dan lebih berkilau?” tanya Meliana.“Iya, Sayang. Adrian pasti semakin tergila-gila padamu karena kamu akan menjadi pengantin paling cantik,” puji Nyonya Nandini secara berlebihan.“Kalau begitu, aku mau mau mencoba perawatan kolagen dan juga DNA salmon. Aku akan ke dalam lagi, Ma..”Sebelum Meliana melakukan niatnya, Nyonya Nandini terlebih dahulu menahan tangan putrinya itu. Jujur, ia tidak tega menolak keinginan Meliana, tetapi sayang persediaan uang yang dia punya sudah menipis.“Mel, lebih baik kita pulang. Lain kali saja kamu melakukan perawatan, atau kamu bisa minta kepada Adrian saat kalian berbulan madu nanti,” ujar Nyonya Nandini.“Justru aku mau melakukan sekara
Tuan Chandra dan Nyonya Tiara baru saja turun dari mobil. Hari ini mereka ada janji makan siang bersama dengan sahabat lama mereka, yaitu Danu Bestari. Dahulu mendiang istri dari Danu Bestari, yaitu Elisa Bestari, juga merupakan teman dekat Nyonya Tiara. Bisa dibilang kedua pasangan suami istri itu sangat akrab satu sama lain.“Bagaimana kabarmu, Danu? Setelah lima tahun tinggal di Canada, kamu semakin awet muda saja,” puji Tuan Chandra.“Kamu bisa saja, Chandra. Justru selama berada di sana, aku merasa cepat tua karena jarang sekali makan nasi,” canda Tuan Danu.“Kalau begitu makanlah yang banyak, mumpung kami mentraktirmu di restoran Sunda,” kekeh Tuan Chandra.Mereka bertiga lantas mengobrol banyak hal seraya memesan makanan. Selang beberapa menit kemudian, seorang gadis bertubuh tinggi semampai berjalan memasuki restoran itu. Cara jalan gadis tersebut sangat luwes, bagaikan seorang model yang sedang berlenggak-lenggok di atas catwalk. Baju, make up, dan heels, yang dia kenakan ju
Selepas Rajendra berlalu, Catleya masih saja kepikiran dengan perkataan lelaki itu, sampai-sampai ia menjatuhkan semua alat tulisnya ke lantai. Entah sudah ke berapa kali Rajendra menyinggung soal kehamilan dan punya anak. Dan Catleya merasa ucapan Rajendra memiliki makna ganda, terutama menyangkut kata “istri”.Bila dipikir lagi hanya dia sekarang yang menyandang status sebagai istri Rajendra. Meski begitu mereka berdua sepakat untuk menghindari hubungan ranjang. Apakah ini artinya Rajendra akan mencari istri baru yang bersedia melahirkan anak untuknya?‘Apa dia berniat menjadikan Maharani sebagai istri kedua? Atau jangan-jangan dia memberikan sinyal kepadaku untuk ….’Catleya langsung menggeleng-gelengkan kepala untuk mengusir pikirannya yang melantur. Entah kenapa dia malah membayangkan hal yang tidak-tidak, padahal Rajendra sudah menunggunya di bawah. Mungkin saja lelaki itu akan marah karena ia membuang-buang waktu.Benar saja, ketika Catleya baru saja masuk ke lift, Rajendra sud
Sepulang dari kantor, Ibrahim bergegas pergi ke sebuah hotel. Ia sudah memiliki janji temu dengan dua orang wanita yang akan berperan penting dalam rencana besarnya nanti. Ibrahim yakin langkah pertamanya untuk mengguncang perusahaan Chandra Kirana akan mendulang sukses. Lelaki paruh baya itu pun duduk sembari memesan kopi hitam favoritnya. Tak berselang lama, Johan, anak buah kepercayaan Ibrahim datang bersama dengan dua orang wanita. Yang satu kira-kira berumur empat puluhan akhir, dan satunya berumur dua puluhan. Johan langsung mengarahkan mereka ke meja tempat Ibrahim berada.“Selamat malam, Pak Ibra, ini Ibu Nela dan Lita yang akan menjadi talent kita,” ucap Johan memperkenalkan mereka kepada Ibrahim.Tanpa berjabat tangan, Ibrahim mempersilakan kedua wanita tersebut duduk berhadapan dengannya. Sebelum percakapan dimulai, Johan terlebih dahulu memperlihatkan konten video yang pernah dibuat oleh ibu dan anak itu. Ibrahim menyaksikannya dengan seksama untuk menilai seberapa bagus
Khawatir terjadi sesuatu pada Rajendra, Catleya bergegas menerobos masuk. Ia pun membuka pintu dan langsung menghampiri sang suami yang sedang berendam di bathtub. Catleya tak lagi memikirkan rasa malu, karena yang ada di pikirannya hanyalah kondisi kesehatan Rajendra. “Bapak kenapa? Apa Bapak demam, gatal-gatal, atau pusing?” cecar Catleya. Saking paniknya, perempuan itu menangkup pipi Rajendra, lalu menelengkan kepalanya ke kanan dan ke kiri untuk melakukan pemeriksaan. Karena tak menemukan tanda-tanda yang berbahaya, Catleya lantas memajukan wajahnya untuk mengamati kulit Rajendra. Jangan sampai ada gejala alergi yang terluput dari pandangan matanya. Hanya saja tanpa ia sadari, Rajendra yang semula diam justru ikut bereaksi. Tangan Rajendra yang basah mendadak terulur untuk menyentuh pipi Catleya, hingga wanita itu berjengit kaget. “A-apa yang Bapak lakukan?” tanya Catleya gugup.“Memeriksa apakah kamu sehat. Sejak kemarin tingkahmu sangat aneh, dan sekarang wajahmu kelihatan p
“Kenapa Bapak tidak bertanya kepada Pak Haikal, Pak Johan, atau Bu Olive? Mungkin mereka tahu nomer ponsel atau alamat tempat tinggal Sarah yang baru. Bapak juga bisa mengecek ke media sosial,” tanya Catleya. Ia merasa lega karena tugasnya mengoleskan salep akhirnya selesai.“Kalau saya bertanya kepada mereka, artinya ini bukan misi rahasia. Saya juga sudah mengecek ke media sosial, tetapi tidak ada keterangan maupun berita yang jelas mengenai Sarah. Dia bukan model atau artis yang populer seperti Maharani,” jawab Rajendra sambil mengenakan baju.Catleya jadi bingung sendiri mendengar kenyataan ini. Jika tidak bisa menelusuri lewat media sosial, lalu ia harus mencari informasi ke mana lagi? Mungkinkah ia harus menyewa seorang detektif untuk mencari jejak Sarah?“Jangan berpikir untuk melibatkan orang lain, karena misi ini harus kamu sendiri yang melakukan. Waktumu untuk menemukan Sarah adalah dua minggu,” kata Rajendra seolah bisa menebak arah pemikiran Catleya.“Dua minggu? Bagaiman
Meski menggerutu di dalam hati, Catleya tetap menjalankan perintah tak masuk akal dari Rajendra. Anggap saja ini sebuah kesempatan baginya untuk berjalan-jalan ke pantai daripada merasa suntuk sendirian. Lagi pula pekerjaannya juga tidak banyak di kantor.Sebelum pergi, Catleya mengirim email kepada seluruh manajer untuk mengingatkan meeting hari ini. Kemudian, ia memesan ojek motor untuk membawanya pulang ke apartemen. Sungguh, Rajendra membuatnya harus bolak-balik seperti setrika. Ia yakin di sekitar lokasi ada apotek yang menjual obat serupa, hanya saja Rajendra memang gemar mempermainkan dirinya.Setibanya di apartemen, Catleya mengambil obat alergi milik Rajendra lantas memesan taksi yang akan mengantarnya ke Ancol. Di tengah jalan, ia terjebak kemacetan yang cukup panjang. Daripada bosan menunggu di dalam taksi, Catleya mencoba mengecek media sosial milik Maharani. Ia yakin wanita itu sudah memposting kegiatannya di lokasi syuting kepada para follower.Benar saja. Begitu membuka
Tak hanya Maharani yang terkejut, tetapi Catleya juga. Ia tidak menyangka bila Rajendra akan bicara sefrontal itu di hadapan Maharani. Padahal pria itu sendiri yang melarang untuk memberitahukan pernikahan mereka kepada orang lain. Namun, sekarang ia sendiri yang membongkar rahasia tersebut. “Ja-di, Anda menikahi sekretaris Anda sendiri?” tanya Maharani tergagap. Tampak jelas bahwa perempuan itu begitu syok mendengat pengakuan sang CEO. Bagaimana tidak. Pria yang digadang-gadang oleh para penggemar sebagai calon suami idealnya ternyata sudah beristri. Lebih parahnya lagi wanita yang dipilih Rajendra sebagai pendamping sangat jauh di bawah standar.“Pemikiran Anda terbalik, Nona Maharani. Yang benar adalah saya mengangkat istri saya sebagai sekretaris. Kami sudah menikah sebelum saya menjabat sebagai CEO Chandra Kirana,” jelas Rajendra sembari menggenggam tangan Catleya. Catleya pun memandang suaminya itu dengan tatapan rumit. Benarkah Rajendra mengatakan semua ini dalam kondisi sad
Esok harinya Rajendra dan Catleya berangkat ke desa Purwabinangun untuk berbulan madu. Begitu mereka tiba, kepala desa dan seluruh warga menyambut Rajendra dengan hangat. Mereka merasa gembira lantaran sang juragan peternakan ayam akhirnya kembali, pasca meninggalkan desa cukup lama.Setelah beramah tamah sebentar dengan warga, Rajendra mohon diri untuk membawa Catleya beristirahat di rumah. Semula Catleya mengira bahwa rumah itu akan terlihat kotor dan berbau apek karena sudah lama tidak dihuni. Namun dugaannya ternyata keliru. Begitu pintu terbuka, Catleya terkejut melihat rumah bercat hijau itu terlihat rapi dan bersih. Ia juga disambut oleh Isti dan Irma, gadis kembar yang dulu menjadi perias pengantinnya. Nampaknya, Rajendra menugaskan kedua gadis itu untuk merawat dan menjaga rumahnya selama mereka tidak ada. “Mbak Leya sedang hamil. Sudah berapa bulan, Mbak?” Isti memandang perut Catleya yang membuncit dengan mata berbinar.“Lima bulan, Isti,” kata Catleya.“Mbak Leya dan Pak
Catleya sudah bersIap-siap pergi ke butik untuk melakukan fitting baju. Hari ini, Catleya pergi dengan ditemani oleh Ineke, karena sahabatnya itu sedang cuti. Setibanya di tempat tujuan, Ineke langsung bergerak aktif bersama para pegawai butik untuk memilihkan gaun bagi Catleya. Sementara itu, sang ibu hamil hanya berdiri sambil melihat kesibukan mereka. Dalam hal ini, Catleya berperan sebagai manekin yang bertugas mencoba gaun. Rasanya bagaikan mimpi ketika Catleya memandang dirinya di depan cermin. Sebuah gaun putih berenda mawar, dengan ekor panjang yang menjuntai membalut tubuhnya. Persis seperti imajinasinya semasa kecil, bahwa ia akan berpakaian seperti putri raja dan menikah dengan seorang pangeran. Dan pangeran tersebut tak lain adalah Rajendra Aryaguna, lelaki yang mendadak hadir dalam hidupnya tanpa disangka-disangka. “Setelah ini, kita akan ke mana? Belanja ke mall, perawatan ke salon, makan di kafe, atau nonton film?” tanya Ineke pasca urusan di butik sudah selesai. “Ki
Bibir Catleya berubah sepucat kertas takala mendengar kabar duka itu. Cairan bening berdesakan di kedua sudut matanya. Pasalnya, sejahat apa pun perilaku Nyonya Nandini dan Meliana, tetap saja mereka pernah menjadi bagian tak terpisahkan dari hidupnya. Bahkan, selama ini ia telah menganggap Nyonya Nandini sebagai ibu kandung sendiri.“Halo, Non. Apa Non Leya masih mendengar suara saya?” tanya Bi Ijah dari seberang telepon.“I-iya, Bi. Tolong tanyakan, di rumah sakit mana Mama Nandini dirawat,” kata Catleya dengan suara parau.“Sebentar, Non.”Terdengar suara langkah kaki Bi Ijah yang menjauh, disertai sayup-sayup percakapannya dengan petugas kepolisian. Tak berselang lama, Bi Ijah kembali untuk memberitahukan informasi yang berhasil dia dapatkan. “Kata Pak Polisi, Nyonya Nandini ada di IGD rumah sakit Premier, Non.”“Baik, Bi, terima kasih. Aku dan Jendra akan ke sana sekarang,” ucap Catleya sebelum memutus sambungan telepon. Bersamaan dengan itu, Rajendra datang dengan membawa namp
“Mama!”Catleya berteriak di dalam tidur karena memimpikan ibu kandungnya berjalan pergi bersama Nyonya Nandini. Merasa sedih sekaligus takut, perempuan itu meraih guling yang ada di sampingnya dan memeluknya dengan erat. Anehnya, guling tersebut terasa lebih besar dan hangat seakan memiliki nyawa.“Eummm, jangan tinggalkan aku,” racau Catleya. “Aku tidak akan meninggalkan kamu, Sayang.”Mendengar suara bariton yang menjawabnya, Catleya serasa terlempar kembali ke dunia nyata. Kelopak matanya mengerjap sebelum akhirnya terbuka perlahan. Seolah tak percaya, Catleya mengusap mata beberapa kali. Berusaha menajamkan penglihatan, supaya tidak salah mengenali benda. Siapa tahu mimpi buruk tadi telah membuat dirinya mengalami halusinasi berlebihan. “Kenapa guling bisa berubah menjadi Jendra?” tanya Catleya bingung. Dalam sepersekian detik, Catleya bersitatap dengan netra hitam milik sang suami. Entah mengapa perwujudan dari imajinasinya saat ini benar-benar nyata.Catleya pun mengulurkan t
“Biarkan Mama ikut denganmu, Mel. Mama akan selalu menemani kamu, ke mana pun kamu pergi,” kata Nyonya Nandini berusaha meluluhkan hati Meliana. Bagaimanapun, dia tidak akan membiarkan putrinya pergi seorang diri. Apalagi, Meliana saat ini sedang dirundung keputusasaan yang mendalam. Melihat ibunya terus memohon, Meliana akhirnya membuka pintu mobil. Setelah Nyonya Nandini masuk, perempuan itu langsung menginjak pedal gas dan melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Yang diinginkan Meliana hanyalah melampiaskan amarah yang sedang membakar dirinya, dengan cara mengemudi secara ugal-ugalan. Catleya hanya bisa memandang kepergian ibu dan adik tirinya dengan tatapan nanar. Ia bingung harus berbuat apa saat ini. Di satu sisi, ia mencemaskan kondisi Meliana dan Nyonya Nandini, tetapi di sisi lain hatinya masih terlalu pedih untuk bertatap muka lagi dengan mereka. Terlebih, bayi dalam rahimnya hampir saja celaka gara-gara ulah sang adik tiri. “Ayo, masuk, Non. Sebaiknya Non Leya istira
Meski harus melanggar pesan dari Rajendra, Catleya bertekad untuk mendatangi Nyonya Nandini. Hanya saja, dirinya saat ini sedang dijaga ketat oleh para pelayan. Jika ia nekat keluar dari apartemen, mereka pasti akan mengadu pada Rajendra. Oleh karena itu, ia harus mencari cara supaya diizinkan pergi seorang diri. Setelah berganti pakaian dan mengambil tas, Catleya pun berjalan mengendap-endap dari kamarnya. Namun, salah satu pelayan yang sedang membersihkan ruang tamu mengetahui pergerakannya. “Nyonya, mau ke mana? Tuan Muda berpesan agar Nyonya istirahat di kamar,” tegur pelayan itu. Pelayan yang satu lagi juga menghentikan pekerjaannya di dapur dan menghampiri Catleya.“Saya sedang merindukan mama saya, Mbak. Saya akan berkunjung ke rumahnya sebentar,” bohong Catleya. “Kalau begitu kami akan menelepon Tuan Muda dulu untuk meminta izin,” kata salah satu pelayan.“Jangan, Mbak, suami saya sedang ada urusan penting, tidak bisa diganggu. Lebih baik Mbak berdua tetap di apartemen untu
Pagi hari, Catleya langsung merengek kepada Rajendra agar mengurus kepulangannya. Tentu saja, Rajendra menuruti keinginan sang istri meski dia tidak melakukan sendiri. Ada Rama yang siap sedia menangani urusan administrasi rumah sakit, sedangkan Rajendra lebih memilih berduaan dengan Catleya.Setibanya di apartemen, dua orang pelayan yang diutus Nyonya Tiara sudah menantikan kedatangan Catleya. Mereka yang akan ditugaskan melayani Catleya, selama Rajendra berada di kantor. Sebelum berangkat, Rajendra pun mewanti-wanti para pelayan itu agar tidak lalai dalam menyiapkan segala keperluan Catleya.Sementara Catleya hanya memperhatikan dari sofa sambil geleng-geleng kepala. Dia merasa heran melihat perubahan drastis pada diri sang suami. Siapa sangka Rajendra yang dulu irit bicara, sekarang bisa mengucapkan kalimat panjang tanpa jeda, mirip seorang ibu mertua yang sedang mengomeli menantunya.“Jangan lupa siapkan vitamin dari dokter setelah Catleya makan siang,” pesan Rajendra.“Baik, Tuan
Rajendra yang sedang menemani Catleya di rumah sakit, mendapat telepon dari Tuan Rinto. Pengacara sekaligus sahabat mendiang ayahnya itu memberikan kabar bahwa pihak yang berwajib sudah mendatangi rumah Ibrahim. Hampir saja pria paruh baya tersebut melarikan diri ke Amerika, tetapi kepergiannya berhasil dicegah.“Apa sekarang Om Ibrahim sudah diamankan?” tanya Rajendra memastikan.“Iya, Jendra. Ibrahim sudah ada di kantor polisi untuk menjalani pemeriksaan. Om akan terus mengikuti perkembangan penyelidikan kasus ini,” kata Tuan Rinto.“Terima kasih, Om. Kalau memang aku perlu datang ke sana, tolong kabari aku secepatnya.”“Baik, Jendra.”Setelah percakapan itu berakhir, Rajendra meletakkan ponselnya di atas nakas. Ia bermaksud hendak menemani Catleya yang sedang tertidur. Namun tidak sampai lima menit, ponselnya bergetar-getar. Melihat nama Bintang di layar, Rajendra segera menekan tombol hijau. Ia sama sekali tidak terkejut bila kakak sepupunya itu menelepon, karena ia sudah menebak
Kedua perempuan beda usia itu berpelukan dalam haru. Pipi Catleya ikut basah oleh air mata, tak mengira bila ia akan bertemu lagi dengan pembantu sekaligus pengasuhnya semasa kecil.Setelah melepas rindu satu sama lain, mereka pun duduk di kursi dengan posisi saling berhadapan. Mbok Tami berusaha menghentikan tangisnya, sebab dia sudah mengetahui tujuan Catlleya mengunjunginya kali ini.“Non, Mbok Tami benar-benar minta maaf atas kesalahan Mbok selama ini. Mbok tidak bermaksud untuk mendukung perbuatan buruk Nyonya Nandini,” kata Mbok Tami dengan suara parau.“Perbutan buruk apa, Mbok?” tanya Catleya dengan mata terbeliak.“Nyonya Nandini yang sudah menyebabkan Nyonya Sofia mengalami serangan jantung, Non,” Ucapan Mbok Tami terputus lantaran sesak yang menghimpit rongga dadanya. “Saya sudah berusaha mencegah Nyonya Sofia, tapi akhirnya dia melihat Nyonya Nandini dan Tuan Wirya di kamar. Mereka bertiga bertengkar hebat. Nyonya Nandini justru menghina Nyonya Sofia. Dia bilang Tuan Wiry