“Kenapa Bapak tidak bertanya kepada Pak Haikal, Pak Johan, atau Bu Olive? Mungkin mereka tahu nomer ponsel atau alamat tempat tinggal Sarah yang baru. Bapak juga bisa mengecek ke media sosial,” tanya Catleya. Ia merasa lega karena tugasnya mengoleskan salep akhirnya selesai.“Kalau saya bertanya kepada mereka, artinya ini bukan misi rahasia. Saya juga sudah mengecek ke media sosial, tetapi tidak ada keterangan maupun berita yang jelas mengenai Sarah. Dia bukan model atau artis yang populer seperti Maharani,” jawab Rajendra sambil mengenakan baju.Catleya jadi bingung sendiri mendengar kenyataan ini. Jika tidak bisa menelusuri lewat media sosial, lalu ia harus mencari informasi ke mana lagi? Mungkinkah ia harus menyewa seorang detektif untuk mencari jejak Sarah?“Jangan berpikir untuk melibatkan orang lain, karena misi ini harus kamu sendiri yang melakukan. Waktumu untuk menemukan Sarah adalah dua minggu,” kata Rajendra seolah bisa menebak arah pemikiran Catleya.“Dua minggu? Bagaiman
Meski menggerutu di dalam hati, Catleya tetap menjalankan perintah tak masuk akal dari Rajendra. Anggap saja ini sebuah kesempatan baginya untuk berjalan-jalan ke pantai daripada merasa suntuk sendirian. Lagi pula pekerjaannya juga tidak banyak di kantor.Sebelum pergi, Catleya mengirim email kepada seluruh manajer untuk mengingatkan meeting hari ini. Kemudian, ia memesan ojek motor untuk membawanya pulang ke apartemen. Sungguh, Rajendra membuatnya harus bolak-balik seperti setrika. Ia yakin di sekitar lokasi ada apotek yang menjual obat serupa, hanya saja Rajendra memang gemar mempermainkan dirinya.Setibanya di apartemen, Catleya mengambil obat alergi milik Rajendra lantas memesan taksi yang akan mengantarnya ke Ancol. Di tengah jalan, ia terjebak kemacetan yang cukup panjang. Daripada bosan menunggu di dalam taksi, Catleya mencoba mengecek media sosial milik Maharani. Ia yakin wanita itu sudah memposting kegiatannya di lokasi syuting kepada para follower.Benar saja. Begitu membuka
Tak hanya Maharani yang terkejut, tetapi Catleya juga. Ia tidak menyangka bila Rajendra akan bicara sefrontal itu di hadapan Maharani. Padahal pria itu sendiri yang melarang untuk memberitahukan pernikahan mereka kepada orang lain. Namun, sekarang ia sendiri yang membongkar rahasia tersebut. “Ja-di, Anda menikahi sekretaris Anda sendiri?” tanya Maharani tergagap. Tampak jelas bahwa perempuan itu begitu syok mendengat pengakuan sang CEO. Bagaimana tidak. Pria yang digadang-gadang oleh para penggemar sebagai calon suami idealnya ternyata sudah beristri. Lebih parahnya lagi wanita yang dipilih Rajendra sebagai pendamping sangat jauh di bawah standar.“Pemikiran Anda terbalik, Nona Maharani. Yang benar adalah saya mengangkat istri saya sebagai sekretaris. Kami sudah menikah sebelum saya menjabat sebagai CEO Chandra Kirana,” jelas Rajendra sembari menggenggam tangan Catleya. Catleya pun memandang suaminya itu dengan tatapan rumit. Benarkah Rajendra mengatakan semua ini dalam kondisi sad
“Hah, apa wanita yang dia maksud barusan itu aku? Jadi, dia tahu kalau aku cemburu padanya? Memalukan, ini sungguh memalukan,” gumam Catleya berbicara sendiri. Lima menit setelah kepergian Rajendra, Catleya masih berdiam di ruang CEO sambil mondar-mandir. Tanpa sadar, Catleya menggigiti ujung kukunya sendiri. Padahal ia sudah berusaha menjadi wanita agresif supaya Rajendra benci padanya, tetapi ia sendiri yang sudah merusak segalanya. Tampaknya apa yang dituliskan di dalam artikel memang benar, bahwa perilaku orang yang sedang jatuh cinta sangat mudah ditebak. Itulah sebabnya Rajendra berani menyindirnya secara gamblang. Dan bila ini dibiarkan, maka ia akan kehilangan muka di hadapan suaminya itu. “Bagaimana aku harus menghadapi Jendra nanti? Apalagi nanti malam kami akan menginap di rumah Mama Nandini.”Catleya semakin risau saja memikirkan berbagai kemungkinan. Karena belum menemukan jalan keluar, ia memutuskan untuk menyibukkan diri. Namun baru saja mendaratkan diri di kursi, te
Tak ingin kemalaman sampai di rumahnya, Catleya bergegas mandi dan berdandan sebentar. Untuk penampilannya malam ini, Catleya tidak main-main. Dia ingin tampil meyakinkan sebagai seorang istri yang bahagia di hadapan ibu dan adik tirinya. Oleh karena itu, Catleya sengaja memilih baju dan make up serba pink.Selain itu, Catleya juga ingin segera menemui Meliana guna menjawab rasa penasarannya. Benarkah Meliana bersedia meminta maaf dengan tulus? Ataukah gadis itu sedang merencanakan sesuatu yang buruk di balik penyesalannya?Masa lalu telah mengajarkan Catleya untuk tidak mudah percaya pada orang lain, khususnya Meliana. Jika ia tiba-tiba berubah baik, bukankah itu patut dicurigai? Memang sang ibu pernah mengajarinya untuk tidak menyimpan dendam, tetapi tak ada salahnya bila ia tetap waspada.Sesudah memastikan penampilannya sempurna, Catleya mendorong koper yang dibawanya keluar dari kamar. Ia berhenti sebentar di ambang pintu untuk memesan taksi melalui aplikasi ponsel. Namun, Catley
“Iya, saya Rajendra. Apa kamu lupa wajah saya?” tanya Rajendra kepada Meliana. Ia bisa melihat sorot kagum sekaligus penasaran yang tertangkap di mata adik tiri istrinya itu. “Sorry, aku lupa-lupa ingat karena kita baru bertemu untuk kedua kalinya. Dan kamu … agak berubah dari yang pertama kali aku lihat,” jawab Meliana tersenyum simpul. Dari jarak beberapa jengkal, ia bisa menghirup wangi parfum Rajendra yang menggelitik indera penciuman. Jelas ini bukan sembarang parfum yang biasa dijual di supermarket. Melihat sikap Meliana yang kegenitan, Catleya tanpa sadar meremas ujung bajunya. Sungguh tidak tahu malu sekali perempuan ini. Dua hari lagi, dia akan menyandang status sebagai istri Adrian, tetapi hari ini masih sempat-sempatnya dia menunjukkan kekaguman terhadap lelaki lain. Terlebih lelaki itu adalah kakak iparnya sendiri. Secara otomatis kenangan masa lalu berseliweran di benak Catleya. Dahulu Meliana juga bersikap genit seperti ini kepada Adrian. Hanya saja waktu itu dia terl
“Mel, sebaiknya kamu istirahat. Besok kamu harus menemui teman-temanmu, kan?” tanya Nyonya Nandini.Mendapat kode dari sang ibu, Meliana mengangguk lantas menoleh kepada Catleya yang duduk di sampingnya.“Kak Leya, besok aku dan Adrian akan mengadakan pesta bujangan di hotel Whistle. Kak Leya mau ikut atau tidak? Kakak boleh mengajak Jendra juga,” tanya Meliana berbasa-basi. Sesungguhnya, ia sama sekali tak berminat mengajak Catleya. Apalagi perempuan kuno dan kampungan seperti Catleya tak pantas bergabung dengan lingkungan pergaulannya. Hanya saja demi memperkuat citra dirinya sebagai adik yang baik, ia terpaksa mengundang kakak tirinya itu. “Aku sudah bersuami, mana pantas ikut pesta bujangan,” jawab Catleya menolak secara halus. Ia tahu benar bagaimana tabiat teman-teman Meliana yang suka pamer dan bergaya hidup hedonisme. “Kalau Leya tidak mau datang, jangan dipaksa, Mel. Lagi pula besok Mama akan mengajak Leya dan Jendra untuk fitting baju. Mereka harus tampil serasi karena ak
Mobil yang dinaiki Rajendra akhirnya sampai di depan gerbang kediaman Tuan Chandra. Dari arah dekat, Rajendra bisa melihat lambang huruf “C” besar yang terpampang di sana. Jika dihitung ini adalah kali ke empat dia menginjakkan kaki di mansion megah ini, setelah terakhir kali ia berkunjung untuk meminta haknya sebagai pewaris. Rajendra masih teringat pengalaman pertamanya ketika mengenal keluarga Aryaguna. Kala itu, ia sangat takut melihat pertengkaran yang terjadi antara ayahnya dan Tuan Chandra. Sedangkan Nyonya Tiara, Ibrahim, dan mendiang bibinya, Renita, bersikap sangat dingin kepada mereka. Sebagai anak kecil, ia hanya bisa duduk di pangkuan sang ibu sambil menyembunyikan wajah. Sungguh, kenangan pahit itu tidak mudah untuk dilupakan.Namun kini keadaaan telah berubah. Tidak ada lagi yang perlu ia takuti karena saat ini dia adalah pemegang kekuasaan di perusahaan. Jika ada yang berani meremehkan kedua orang tuanya, maka dia tidak akan tinggal diam.Di halaman depan sudah terpar
Esok harinya Rajendra dan Catleya berangkat ke desa Purwabinangun untuk berbulan madu. Begitu mereka tiba, kepala desa dan seluruh warga menyambut Rajendra dengan hangat. Mereka merasa gembira lantaran sang juragan peternakan ayam akhirnya kembali, pasca meninggalkan desa cukup lama.Setelah beramah tamah sebentar dengan warga, Rajendra mohon diri untuk membawa Catleya beristirahat di rumah. Semula Catleya mengira bahwa rumah itu akan terlihat kotor dan berbau apek karena sudah lama tidak dihuni. Namun dugaannya ternyata keliru. Begitu pintu terbuka, Catleya terkejut melihat rumah bercat hijau itu terlihat rapi dan bersih. Ia juga disambut oleh Isti dan Irma, gadis kembar yang dulu menjadi perias pengantinnya. Nampaknya, Rajendra menugaskan kedua gadis itu untuk merawat dan menjaga rumahnya selama mereka tidak ada. “Mbak Leya sedang hamil. Sudah berapa bulan, Mbak?” Isti memandang perut Catleya yang membuncit dengan mata berbinar.“Lima bulan, Isti,” kata Catleya.“Mbak Leya dan Pak
Catleya sudah bersIap-siap pergi ke butik untuk melakukan fitting baju. Hari ini, Catleya pergi dengan ditemani oleh Ineke, karena sahabatnya itu sedang cuti. Setibanya di tempat tujuan, Ineke langsung bergerak aktif bersama para pegawai butik untuk memilihkan gaun bagi Catleya. Sementara itu, sang ibu hamil hanya berdiri sambil melihat kesibukan mereka. Dalam hal ini, Catleya berperan sebagai manekin yang bertugas mencoba gaun. Rasanya bagaikan mimpi ketika Catleya memandang dirinya di depan cermin. Sebuah gaun putih berenda mawar, dengan ekor panjang yang menjuntai membalut tubuhnya. Persis seperti imajinasinya semasa kecil, bahwa ia akan berpakaian seperti putri raja dan menikah dengan seorang pangeran. Dan pangeran tersebut tak lain adalah Rajendra Aryaguna, lelaki yang mendadak hadir dalam hidupnya tanpa disangka-disangka. “Setelah ini, kita akan ke mana? Belanja ke mall, perawatan ke salon, makan di kafe, atau nonton film?” tanya Ineke pasca urusan di butik sudah selesai. “Ki
Bibir Catleya berubah sepucat kertas takala mendengar kabar duka itu. Cairan bening berdesakan di kedua sudut matanya. Pasalnya, sejahat apa pun perilaku Nyonya Nandini dan Meliana, tetap saja mereka pernah menjadi bagian tak terpisahkan dari hidupnya. Bahkan, selama ini ia telah menganggap Nyonya Nandini sebagai ibu kandung sendiri.“Halo, Non. Apa Non Leya masih mendengar suara saya?” tanya Bi Ijah dari seberang telepon.“I-iya, Bi. Tolong tanyakan, di rumah sakit mana Mama Nandini dirawat,” kata Catleya dengan suara parau.“Sebentar, Non.”Terdengar suara langkah kaki Bi Ijah yang menjauh, disertai sayup-sayup percakapannya dengan petugas kepolisian. Tak berselang lama, Bi Ijah kembali untuk memberitahukan informasi yang berhasil dia dapatkan. “Kata Pak Polisi, Nyonya Nandini ada di IGD rumah sakit Premier, Non.”“Baik, Bi, terima kasih. Aku dan Jendra akan ke sana sekarang,” ucap Catleya sebelum memutus sambungan telepon. Bersamaan dengan itu, Rajendra datang dengan membawa namp
“Mama!”Catleya berteriak di dalam tidur karena memimpikan ibu kandungnya berjalan pergi bersama Nyonya Nandini. Merasa sedih sekaligus takut, perempuan itu meraih guling yang ada di sampingnya dan memeluknya dengan erat. Anehnya, guling tersebut terasa lebih besar dan hangat seakan memiliki nyawa.“Eummm, jangan tinggalkan aku,” racau Catleya. “Aku tidak akan meninggalkan kamu, Sayang.”Mendengar suara bariton yang menjawabnya, Catleya serasa terlempar kembali ke dunia nyata. Kelopak matanya mengerjap sebelum akhirnya terbuka perlahan. Seolah tak percaya, Catleya mengusap mata beberapa kali. Berusaha menajamkan penglihatan, supaya tidak salah mengenali benda. Siapa tahu mimpi buruk tadi telah membuat dirinya mengalami halusinasi berlebihan. “Kenapa guling bisa berubah menjadi Jendra?” tanya Catleya bingung. Dalam sepersekian detik, Catleya bersitatap dengan netra hitam milik sang suami. Entah mengapa perwujudan dari imajinasinya saat ini benar-benar nyata.Catleya pun mengulurkan t
“Biarkan Mama ikut denganmu, Mel. Mama akan selalu menemani kamu, ke mana pun kamu pergi,” kata Nyonya Nandini berusaha meluluhkan hati Meliana. Bagaimanapun, dia tidak akan membiarkan putrinya pergi seorang diri. Apalagi, Meliana saat ini sedang dirundung keputusasaan yang mendalam. Melihat ibunya terus memohon, Meliana akhirnya membuka pintu mobil. Setelah Nyonya Nandini masuk, perempuan itu langsung menginjak pedal gas dan melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Yang diinginkan Meliana hanyalah melampiaskan amarah yang sedang membakar dirinya, dengan cara mengemudi secara ugal-ugalan. Catleya hanya bisa memandang kepergian ibu dan adik tirinya dengan tatapan nanar. Ia bingung harus berbuat apa saat ini. Di satu sisi, ia mencemaskan kondisi Meliana dan Nyonya Nandini, tetapi di sisi lain hatinya masih terlalu pedih untuk bertatap muka lagi dengan mereka. Terlebih, bayi dalam rahimnya hampir saja celaka gara-gara ulah sang adik tiri. “Ayo, masuk, Non. Sebaiknya Non Leya istira
Meski harus melanggar pesan dari Rajendra, Catleya bertekad untuk mendatangi Nyonya Nandini. Hanya saja, dirinya saat ini sedang dijaga ketat oleh para pelayan. Jika ia nekat keluar dari apartemen, mereka pasti akan mengadu pada Rajendra. Oleh karena itu, ia harus mencari cara supaya diizinkan pergi seorang diri. Setelah berganti pakaian dan mengambil tas, Catleya pun berjalan mengendap-endap dari kamarnya. Namun, salah satu pelayan yang sedang membersihkan ruang tamu mengetahui pergerakannya. “Nyonya, mau ke mana? Tuan Muda berpesan agar Nyonya istirahat di kamar,” tegur pelayan itu. Pelayan yang satu lagi juga menghentikan pekerjaannya di dapur dan menghampiri Catleya.“Saya sedang merindukan mama saya, Mbak. Saya akan berkunjung ke rumahnya sebentar,” bohong Catleya. “Kalau begitu kami akan menelepon Tuan Muda dulu untuk meminta izin,” kata salah satu pelayan.“Jangan, Mbak, suami saya sedang ada urusan penting, tidak bisa diganggu. Lebih baik Mbak berdua tetap di apartemen untu
Pagi hari, Catleya langsung merengek kepada Rajendra agar mengurus kepulangannya. Tentu saja, Rajendra menuruti keinginan sang istri meski dia tidak melakukan sendiri. Ada Rama yang siap sedia menangani urusan administrasi rumah sakit, sedangkan Rajendra lebih memilih berduaan dengan Catleya.Setibanya di apartemen, dua orang pelayan yang diutus Nyonya Tiara sudah menantikan kedatangan Catleya. Mereka yang akan ditugaskan melayani Catleya, selama Rajendra berada di kantor. Sebelum berangkat, Rajendra pun mewanti-wanti para pelayan itu agar tidak lalai dalam menyiapkan segala keperluan Catleya.Sementara Catleya hanya memperhatikan dari sofa sambil geleng-geleng kepala. Dia merasa heran melihat perubahan drastis pada diri sang suami. Siapa sangka Rajendra yang dulu irit bicara, sekarang bisa mengucapkan kalimat panjang tanpa jeda, mirip seorang ibu mertua yang sedang mengomeli menantunya.“Jangan lupa siapkan vitamin dari dokter setelah Catleya makan siang,” pesan Rajendra.“Baik, Tuan
Rajendra yang sedang menemani Catleya di rumah sakit, mendapat telepon dari Tuan Rinto. Pengacara sekaligus sahabat mendiang ayahnya itu memberikan kabar bahwa pihak yang berwajib sudah mendatangi rumah Ibrahim. Hampir saja pria paruh baya tersebut melarikan diri ke Amerika, tetapi kepergiannya berhasil dicegah.“Apa sekarang Om Ibrahim sudah diamankan?” tanya Rajendra memastikan.“Iya, Jendra. Ibrahim sudah ada di kantor polisi untuk menjalani pemeriksaan. Om akan terus mengikuti perkembangan penyelidikan kasus ini,” kata Tuan Rinto.“Terima kasih, Om. Kalau memang aku perlu datang ke sana, tolong kabari aku secepatnya.”“Baik, Jendra.”Setelah percakapan itu berakhir, Rajendra meletakkan ponselnya di atas nakas. Ia bermaksud hendak menemani Catleya yang sedang tertidur. Namun tidak sampai lima menit, ponselnya bergetar-getar. Melihat nama Bintang di layar, Rajendra segera menekan tombol hijau. Ia sama sekali tidak terkejut bila kakak sepupunya itu menelepon, karena ia sudah menebak
Kedua perempuan beda usia itu berpelukan dalam haru. Pipi Catleya ikut basah oleh air mata, tak mengira bila ia akan bertemu lagi dengan pembantu sekaligus pengasuhnya semasa kecil.Setelah melepas rindu satu sama lain, mereka pun duduk di kursi dengan posisi saling berhadapan. Mbok Tami berusaha menghentikan tangisnya, sebab dia sudah mengetahui tujuan Catlleya mengunjunginya kali ini.“Non, Mbok Tami benar-benar minta maaf atas kesalahan Mbok selama ini. Mbok tidak bermaksud untuk mendukung perbuatan buruk Nyonya Nandini,” kata Mbok Tami dengan suara parau.“Perbutan buruk apa, Mbok?” tanya Catleya dengan mata terbeliak.“Nyonya Nandini yang sudah menyebabkan Nyonya Sofia mengalami serangan jantung, Non,” Ucapan Mbok Tami terputus lantaran sesak yang menghimpit rongga dadanya. “Saya sudah berusaha mencegah Nyonya Sofia, tapi akhirnya dia melihat Nyonya Nandini dan Tuan Wirya di kamar. Mereka bertiga bertengkar hebat. Nyonya Nandini justru menghina Nyonya Sofia. Dia bilang Tuan Wiry