Rona berwarna kemerahan langsung muncul di kedua pipi Catleya. Niat hati ingin mengatakan sesuatu kepada Rajendra, tetapi lidahnya malah terasa kelu. Hingga pada akhirnya, ia hanya bisa termangu menyaksikan Rajendra berlari menuju ke mobil. Setelah Rajendra berlalu, Catleya mengusap pipinya yang terdapat bekas kecupan sang suami. Baru dicium di pipi saja rasanya sudah seperti melayang-layang di atas awan. Lalu bagaimana bila mereka menjadi suami istri sungguhan? Tanpa sadar, Catleya pun tersenyum sendiri mengingat apa yang dilakukan Rajendra tadi. Sampai-sampai dia tidak sadar bila Bi Ijah sedang memperhatikan dari ambang pintu. Perempuan paruh baya itu memang bertugas menjaga rumah ketika semua majikannya tidak berada di tempat. Dan tentu saja Bi Ijah juga yang harus membukakan pintu untuk Catleya.“Eh, Non Leya sudah pulang? Sama siapa, Non?” tanya Bi Ijah penasaran. Ia sempat menengok ke kiri dan ke kanan untuk mencari keberadaan Rajendra, tetapi keponakan angkatnya itu tidak ter
Seperti tersambar petir di sore hari, begitulah yang dirasakan Rajendra saat ini. Tanpa disangka-sangka, kakek neneknya mengambil keputusan sepihak. Dan lebih parahnya lagi, Catleya malah ditempatkan sebagai asistennya Bintang. Sama saja itu seperti memasukkan istrinya ke dalam lubang buaya. Sudah pasti Bintang akan memanfaatkan kesempatan ini untuk mendekati Catleya, apalagi jika mereka berduaan dalam satu ruangan. Sungguh, membayangkannya saja sudah membuat Rajendra naik darah, apalagi jika hal itu benar-benar terjadi.“Aku keberatan jika sekretarisku diganti dengan orang yang tidak berpengalaman, Oma. Catleya tetap akan menjadi sekretaris CEO, karena selama ini dia bisa menjalankan tugas-tugasnya dengan baik. Sedangkan untuk Yasinta, dia bisa bergabung dengan tim public relations atau tim branding. Kebetulan, dua bulan lagi kita juga akan launching produk Secret Beauty Series.”Mendengar ketegasan Rajendra, Nyonya Tiara dan Tuan Chandra saling melempar pandang. Dari gaya bicara dan
Wajah Meliana langsung berubah pucat pasi. Bukan hanya karena mendengar pertanyaan Adrian, tetapi karena lelaki ini sudah berani membentaknya. Padahal dulu sikap Adrian begitu lembut, bahkan cenderung sangat penurut. Jangankan membentak, berkata dengan nada tinggi pun tidak pernah. Lalu kenapa setelah menikah, Adrian berubah menjadi kasar? Apa benar yang dikatakan orang-orang bahwa lelaki hanya terlihat baik di kala masih berpacaran. Giliran menjadi suami, dia akan berubah menjadi garang dan berlaku semena-mena?"Kenapa Mas bertanya begitu? Apa Mas Adrian meragukan kehamilanku?" tanya Meliana pura-pura tersakiti. Ia masih berupaya mengelabui Adrian dengan memposisikan diri sebagai korban. Hanya saja, bagi Adrian cara yang dipergunakan Meliana tidak mempan lagi. Cukup sudah selama ini dia tunduk seperti kerbau yang dicucuk hidungnya. Mulai detik ini, ia akan menunjukkan jati diri sebagai pria kuat yang tidak mudah untuk dipermainkan."Jangan berpura-pura lagi di hadapanku, Mel. Kamu s
Rasa kantuk Catleya mendadak hilang begitu saja. Kejutan yang dia terima malam ini sungguh luar biasa. Bermimpi pun tidak pernah, bila dia akan mendapat pesan langsung dari pemilik perusahaan Chandra Kirana. Dan yang lebih mencengangkan, istri dari Chandra Aryaguna itu mengajaknya untuk makan siang bersama. Sungguh, bila sampai ada rekan sekerjanya yang mengetahui hal ini, pasti dia akan menjadi buah bibir di seantero perusahaan. Catleya pun menimbang-nimbang jawaban apa yang sekiranya harus ia berikan. Ditolak tidak mungkin, tetapi bila diterima itu terlalu berisiko. Mungkinkah ajakan Nyonya Tiara ini berkaitan dengan Rajendra? Entahlah, yang jelas ia harus sangat berhati-hati ketika berkomunikasi dengan Nyonya Tiara. Sebelum mengetikkan balasan, jemari Catleya sedikit gemetar karena was-was. Namun, ia tetap memaksakan diri untuk mengetikkan balasan. Hingga akhirnya, tersusunlah kalimat yang berisi persetujuannya untuk bertemu dengan Nyonya Tiara.[Selamat malam, Nyonya Tiara. Saya
Pagi harinya Catleya bangun lebih cepat, karena ia berencana mampir ke apartemen untuk meletakkan koper. Tidak mungkin ia berangkat ke kantor dengan membawa-bawa koper baju sebesar itu. Yang ada dia akan mendapat pertanyaan macam-macam dari teman-temannya. Atau bisa jadi dia malah disangka akan menginap di lantai sembilan bersama sang CEO.Selepas menutup pintu kamar, Catleya menuruni anak tangga sembari menarik kopernya menuju ruang makan. Di sana, ia melihat Bi Ijah sudah sibuk menyiapkan sarapan pagi, sedangkan Nyonya Nandini belum terlihat. Nampaknya sang ibu tiri masih kelelahan sehabis menyelenggarakan pesta pernikahan Meliana kemarin.“Non Leya sudah dijemput Jendra?” sapa Bi Ijah.“Tidak, Bi, saya naik taksi. Mama Nandini belum keluar dari kamar?” tanya Catleya.“Belum, Non, apa mau saya bangunkan?”“Tidak usah, Bi, biar Mama istirahat. Nanti tolong sampaikan ke Mama kalau saya pamit pulang.”“Baik, Non.”Sambil memesan taksi melalui aplikasi, Catleya mengambil satu buah roti
Setelah mendengar perkataan Rajendra, Catleya semakin bingung. Mengapa Rajendra tiba-tiba menjadi melankolis seperti ini, bahkan sampai menyinggung soal kepercayaan dan pernikahan. Mungkinkah kakek neneknya sudah tahu tentang pernikahan rahasia yang mereka lakukan? Pantas saja Nyonya Tiara mendadak mengajaknya untuk makan siang bersama.“Apakah Tuan Chandra dan Nyonya Tiara sudah tahu tentang kita, Pak?” tanya Catleya penasaran.Rajendra melerai pelukannya lalu memandang wajah istrinya itu dengan serius.“Mereka belum tahu. Saya hanya ingin kamu berjanji untuk tidak menyerah, jika ada yang berniat mengusik rumah tangga kita, baik dari pihak saya maupun pihakmu. Dalam perjanjian kita tidak boleh ada perselingkuhan, dan saya tidak akan melanggarnya,” jelas Rajendra.Catleya memutuskan untuk menyetujui permintaan suaminya, meskipun ia belum sepenuhnya paham. Meski demikian, ia merasa sedikit kecewa. Awalnya, Catleya mengira bahwa Rajendra menyatakan hal itu karena cintanya padanya, namun
Segera saja Catleya memutus sambungan telepon dengan Ineke. Kemudian ia langsung berdiri menyambut kedatangan Bintang dengan senyuman yang dipaksakan. Kali ini, ia akan meniru gaya Rajendra yang selalu memasang wajah tak berdosa supaya terhindar dari masalah.“Selamat pagi, Pak Bintang, ada yang bisa saya bantu?” sapa Catleya membungkukkan badan.Bintang pun mengangkat setengah alisnya, merasa heran dengan sikap Catleya yang terlalu sopan. Seolah-olah mereka adalah atasan dan bawahan yang berkenalan untuk pertama kalinya. Padahal ia justru berharap agar hubungan mereka ke depannya dapat berkembang semakin akrab.“Pagi, Leya, maaf saya menyela percakapanmu di telepon. Saya tadi ke ruangan CEO untuk menemui Pak Rajendra, tetapi tidak ada orang. Apa Pak Rajendra terlambat datang ke kantor?” tanya Bintang. “Pak Rajendra sepertinya tidak ke kantor karena sedang menemani Tuan Leonard meninjau pabrik. Kalau Bapak membutuhkan tanda tangan Pak Rajendra, bisa dititipkan kepada saya dulu,” jawa
Catleya baru tersadar bahwa di restoran mewah bernuansa oriental ini, hanya ada segelintir orang yang makan siang. Hal ini tidaklah mengherankan karena restoran Selera Rasa memang termasuk dalam jajaran restoran termahal di ibu kota. Oleh karena itu, ia harus bisa menjaga sikap agar tidak menjadi pusat perhatian orang-orang.“Cobalah sup ikan ini, Catleya. Ini adalah menu favorit saya dan Opanya Rajendra. Orang bilang perut harus kenyang dulu, barulah kita bisa bicara dengan lancar,” kata Nyonya Tiara sembari menyodorkan mangkuk besar ke arah Catleya. Perempuan tua itu mencoba mencairkan suasana dengan membuka percakapan yang ringan. “Terima kasih, Nyonya.”Mau tak mau, Catleya mengikuti kemauan dari nenek Rajendra itu. Sup ikan segar yang tersaji di hadapannya mampu mengalihkan perhatian Catleya untuk sejenak. Aroma harum bercampur uap hangat dari sup ikan sungguh menggoda indera penciuman. Menggugah selera makan Catleya yang semula hampir tidak ada. Ketika Catleya membawa sendok k
Esok harinya Rajendra dan Catleya berangkat ke desa Purwabinangun untuk berbulan madu. Begitu mereka tiba, kepala desa dan seluruh warga menyambut Rajendra dengan hangat. Mereka merasa gembira lantaran sang juragan peternakan ayam akhirnya kembali, pasca meninggalkan desa cukup lama.Setelah beramah tamah sebentar dengan warga, Rajendra mohon diri untuk membawa Catleya beristirahat di rumah. Semula Catleya mengira bahwa rumah itu akan terlihat kotor dan berbau apek karena sudah lama tidak dihuni. Namun dugaannya ternyata keliru. Begitu pintu terbuka, Catleya terkejut melihat rumah bercat hijau itu terlihat rapi dan bersih. Ia juga disambut oleh Isti dan Irma, gadis kembar yang dulu menjadi perias pengantinnya. Nampaknya, Rajendra menugaskan kedua gadis itu untuk merawat dan menjaga rumahnya selama mereka tidak ada. “Mbak Leya sedang hamil. Sudah berapa bulan, Mbak?” Isti memandang perut Catleya yang membuncit dengan mata berbinar.“Lima bulan, Isti,” kata Catleya.“Mbak Leya dan Pak
Catleya sudah bersIap-siap pergi ke butik untuk melakukan fitting baju. Hari ini, Catleya pergi dengan ditemani oleh Ineke, karena sahabatnya itu sedang cuti. Setibanya di tempat tujuan, Ineke langsung bergerak aktif bersama para pegawai butik untuk memilihkan gaun bagi Catleya. Sementara itu, sang ibu hamil hanya berdiri sambil melihat kesibukan mereka. Dalam hal ini, Catleya berperan sebagai manekin yang bertugas mencoba gaun. Rasanya bagaikan mimpi ketika Catleya memandang dirinya di depan cermin. Sebuah gaun putih berenda mawar, dengan ekor panjang yang menjuntai membalut tubuhnya. Persis seperti imajinasinya semasa kecil, bahwa ia akan berpakaian seperti putri raja dan menikah dengan seorang pangeran. Dan pangeran tersebut tak lain adalah Rajendra Aryaguna, lelaki yang mendadak hadir dalam hidupnya tanpa disangka-disangka. “Setelah ini, kita akan ke mana? Belanja ke mall, perawatan ke salon, makan di kafe, atau nonton film?” tanya Ineke pasca urusan di butik sudah selesai. “Ki
Bibir Catleya berubah sepucat kertas takala mendengar kabar duka itu. Cairan bening berdesakan di kedua sudut matanya. Pasalnya, sejahat apa pun perilaku Nyonya Nandini dan Meliana, tetap saja mereka pernah menjadi bagian tak terpisahkan dari hidupnya. Bahkan, selama ini ia telah menganggap Nyonya Nandini sebagai ibu kandung sendiri.“Halo, Non. Apa Non Leya masih mendengar suara saya?” tanya Bi Ijah dari seberang telepon.“I-iya, Bi. Tolong tanyakan, di rumah sakit mana Mama Nandini dirawat,” kata Catleya dengan suara parau.“Sebentar, Non.”Terdengar suara langkah kaki Bi Ijah yang menjauh, disertai sayup-sayup percakapannya dengan petugas kepolisian. Tak berselang lama, Bi Ijah kembali untuk memberitahukan informasi yang berhasil dia dapatkan. “Kata Pak Polisi, Nyonya Nandini ada di IGD rumah sakit Premier, Non.”“Baik, Bi, terima kasih. Aku dan Jendra akan ke sana sekarang,” ucap Catleya sebelum memutus sambungan telepon. Bersamaan dengan itu, Rajendra datang dengan membawa namp
“Mama!”Catleya berteriak di dalam tidur karena memimpikan ibu kandungnya berjalan pergi bersama Nyonya Nandini. Merasa sedih sekaligus takut, perempuan itu meraih guling yang ada di sampingnya dan memeluknya dengan erat. Anehnya, guling tersebut terasa lebih besar dan hangat seakan memiliki nyawa.“Eummm, jangan tinggalkan aku,” racau Catleya. “Aku tidak akan meninggalkan kamu, Sayang.”Mendengar suara bariton yang menjawabnya, Catleya serasa terlempar kembali ke dunia nyata. Kelopak matanya mengerjap sebelum akhirnya terbuka perlahan. Seolah tak percaya, Catleya mengusap mata beberapa kali. Berusaha menajamkan penglihatan, supaya tidak salah mengenali benda. Siapa tahu mimpi buruk tadi telah membuat dirinya mengalami halusinasi berlebihan. “Kenapa guling bisa berubah menjadi Jendra?” tanya Catleya bingung. Dalam sepersekian detik, Catleya bersitatap dengan netra hitam milik sang suami. Entah mengapa perwujudan dari imajinasinya saat ini benar-benar nyata.Catleya pun mengulurkan t
“Biarkan Mama ikut denganmu, Mel. Mama akan selalu menemani kamu, ke mana pun kamu pergi,” kata Nyonya Nandini berusaha meluluhkan hati Meliana. Bagaimanapun, dia tidak akan membiarkan putrinya pergi seorang diri. Apalagi, Meliana saat ini sedang dirundung keputusasaan yang mendalam. Melihat ibunya terus memohon, Meliana akhirnya membuka pintu mobil. Setelah Nyonya Nandini masuk, perempuan itu langsung menginjak pedal gas dan melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Yang diinginkan Meliana hanyalah melampiaskan amarah yang sedang membakar dirinya, dengan cara mengemudi secara ugal-ugalan. Catleya hanya bisa memandang kepergian ibu dan adik tirinya dengan tatapan nanar. Ia bingung harus berbuat apa saat ini. Di satu sisi, ia mencemaskan kondisi Meliana dan Nyonya Nandini, tetapi di sisi lain hatinya masih terlalu pedih untuk bertatap muka lagi dengan mereka. Terlebih, bayi dalam rahimnya hampir saja celaka gara-gara ulah sang adik tiri. “Ayo, masuk, Non. Sebaiknya Non Leya istira
Meski harus melanggar pesan dari Rajendra, Catleya bertekad untuk mendatangi Nyonya Nandini. Hanya saja, dirinya saat ini sedang dijaga ketat oleh para pelayan. Jika ia nekat keluar dari apartemen, mereka pasti akan mengadu pada Rajendra. Oleh karena itu, ia harus mencari cara supaya diizinkan pergi seorang diri. Setelah berganti pakaian dan mengambil tas, Catleya pun berjalan mengendap-endap dari kamarnya. Namun, salah satu pelayan yang sedang membersihkan ruang tamu mengetahui pergerakannya. “Nyonya, mau ke mana? Tuan Muda berpesan agar Nyonya istirahat di kamar,” tegur pelayan itu. Pelayan yang satu lagi juga menghentikan pekerjaannya di dapur dan menghampiri Catleya.“Saya sedang merindukan mama saya, Mbak. Saya akan berkunjung ke rumahnya sebentar,” bohong Catleya. “Kalau begitu kami akan menelepon Tuan Muda dulu untuk meminta izin,” kata salah satu pelayan.“Jangan, Mbak, suami saya sedang ada urusan penting, tidak bisa diganggu. Lebih baik Mbak berdua tetap di apartemen untu
Pagi hari, Catleya langsung merengek kepada Rajendra agar mengurus kepulangannya. Tentu saja, Rajendra menuruti keinginan sang istri meski dia tidak melakukan sendiri. Ada Rama yang siap sedia menangani urusan administrasi rumah sakit, sedangkan Rajendra lebih memilih berduaan dengan Catleya.Setibanya di apartemen, dua orang pelayan yang diutus Nyonya Tiara sudah menantikan kedatangan Catleya. Mereka yang akan ditugaskan melayani Catleya, selama Rajendra berada di kantor. Sebelum berangkat, Rajendra pun mewanti-wanti para pelayan itu agar tidak lalai dalam menyiapkan segala keperluan Catleya.Sementara Catleya hanya memperhatikan dari sofa sambil geleng-geleng kepala. Dia merasa heran melihat perubahan drastis pada diri sang suami. Siapa sangka Rajendra yang dulu irit bicara, sekarang bisa mengucapkan kalimat panjang tanpa jeda, mirip seorang ibu mertua yang sedang mengomeli menantunya.“Jangan lupa siapkan vitamin dari dokter setelah Catleya makan siang,” pesan Rajendra.“Baik, Tuan
Rajendra yang sedang menemani Catleya di rumah sakit, mendapat telepon dari Tuan Rinto. Pengacara sekaligus sahabat mendiang ayahnya itu memberikan kabar bahwa pihak yang berwajib sudah mendatangi rumah Ibrahim. Hampir saja pria paruh baya tersebut melarikan diri ke Amerika, tetapi kepergiannya berhasil dicegah.“Apa sekarang Om Ibrahim sudah diamankan?” tanya Rajendra memastikan.“Iya, Jendra. Ibrahim sudah ada di kantor polisi untuk menjalani pemeriksaan. Om akan terus mengikuti perkembangan penyelidikan kasus ini,” kata Tuan Rinto.“Terima kasih, Om. Kalau memang aku perlu datang ke sana, tolong kabari aku secepatnya.”“Baik, Jendra.”Setelah percakapan itu berakhir, Rajendra meletakkan ponselnya di atas nakas. Ia bermaksud hendak menemani Catleya yang sedang tertidur. Namun tidak sampai lima menit, ponselnya bergetar-getar. Melihat nama Bintang di layar, Rajendra segera menekan tombol hijau. Ia sama sekali tidak terkejut bila kakak sepupunya itu menelepon, karena ia sudah menebak
Kedua perempuan beda usia itu berpelukan dalam haru. Pipi Catleya ikut basah oleh air mata, tak mengira bila ia akan bertemu lagi dengan pembantu sekaligus pengasuhnya semasa kecil.Setelah melepas rindu satu sama lain, mereka pun duduk di kursi dengan posisi saling berhadapan. Mbok Tami berusaha menghentikan tangisnya, sebab dia sudah mengetahui tujuan Catlleya mengunjunginya kali ini.“Non, Mbok Tami benar-benar minta maaf atas kesalahan Mbok selama ini. Mbok tidak bermaksud untuk mendukung perbuatan buruk Nyonya Nandini,” kata Mbok Tami dengan suara parau.“Perbutan buruk apa, Mbok?” tanya Catleya dengan mata terbeliak.“Nyonya Nandini yang sudah menyebabkan Nyonya Sofia mengalami serangan jantung, Non,” Ucapan Mbok Tami terputus lantaran sesak yang menghimpit rongga dadanya. “Saya sudah berusaha mencegah Nyonya Sofia, tapi akhirnya dia melihat Nyonya Nandini dan Tuan Wirya di kamar. Mereka bertiga bertengkar hebat. Nyonya Nandini justru menghina Nyonya Sofia. Dia bilang Tuan Wiry