Segera saja Catleya memutus sambungan telepon dengan Ineke. Kemudian ia langsung berdiri menyambut kedatangan Bintang dengan senyuman yang dipaksakan. Kali ini, ia akan meniru gaya Rajendra yang selalu memasang wajah tak berdosa supaya terhindar dari masalah.“Selamat pagi, Pak Bintang, ada yang bisa saya bantu?” sapa Catleya membungkukkan badan.Bintang pun mengangkat setengah alisnya, merasa heran dengan sikap Catleya yang terlalu sopan. Seolah-olah mereka adalah atasan dan bawahan yang berkenalan untuk pertama kalinya. Padahal ia justru berharap agar hubungan mereka ke depannya dapat berkembang semakin akrab.“Pagi, Leya, maaf saya menyela percakapanmu di telepon. Saya tadi ke ruangan CEO untuk menemui Pak Rajendra, tetapi tidak ada orang. Apa Pak Rajendra terlambat datang ke kantor?” tanya Bintang. “Pak Rajendra sepertinya tidak ke kantor karena sedang menemani Tuan Leonard meninjau pabrik. Kalau Bapak membutuhkan tanda tangan Pak Rajendra, bisa dititipkan kepada saya dulu,” jawa
Catleya baru tersadar bahwa di restoran mewah bernuansa oriental ini, hanya ada segelintir orang yang makan siang. Hal ini tidaklah mengherankan karena restoran Selera Rasa memang termasuk dalam jajaran restoran termahal di ibu kota. Oleh karena itu, ia harus bisa menjaga sikap agar tidak menjadi pusat perhatian orang-orang.“Cobalah sup ikan ini, Catleya. Ini adalah menu favorit saya dan Opanya Rajendra. Orang bilang perut harus kenyang dulu, barulah kita bisa bicara dengan lancar,” kata Nyonya Tiara sembari menyodorkan mangkuk besar ke arah Catleya. Perempuan tua itu mencoba mencairkan suasana dengan membuka percakapan yang ringan. “Terima kasih, Nyonya.”Mau tak mau, Catleya mengikuti kemauan dari nenek Rajendra itu. Sup ikan segar yang tersaji di hadapannya mampu mengalihkan perhatian Catleya untuk sejenak. Aroma harum bercampur uap hangat dari sup ikan sungguh menggoda indera penciuman. Menggugah selera makan Catleya yang semula hampir tidak ada. Ketika Catleya membawa sendok k
Mendengar Rajendra akan dijodohkan dengan wanita lain, Catleya merasakan sesuatu yang tak nyaman merambat di dalam rongga dadanya. Bahkan, kata-kata “calon istri” terus berdengung di telinganya bagaikan suara segerombolan lebah. Meski begitu, ia tidak berhak untuk marah maupun kecewa, karena dia hanyalah seorang istri di atas kertas. Keberadaannya pun tak diakui oleh Rajendra di hadapan keluarga besar Aryaguna. Karena itu, wajar saja bila Nyonya Tiara berniat mencarikan pendamping untuk sang cucu.Namun, entah mengapa rasanya malah sesakit ini, seperti ada ribuan jarum yang menusuk-nusuk hatinya. Pantas saja tadi pagi Rajendra mengatakan bahwa ia tidak boleh menyerah. Ternyata lelaki itu sudah tahu bahwa ia akan dijodohkan dengan Yasinta Bestari, hanya saja ia sengaja menyembunyikan fakta tersebut. “Apa Pak Rajendra tahu kalau calon istrinya akan menggantikan posisi saya?” tanya Catleya. Nada suaranya terdengar begitu pahit saat meluncur dari bibirnya. Nyonya Tiara pun menyipitkan m
Sementara itu di rumahnya, Nyonya Nandini sedang memeluk Meliana dengan erat. Hatinya riang sekaligus haru, karena sang putri akan menikmati manisnya madu pernikahan. Ternyata apa yang diperjuangkannya selama ini tidaklah sia-sia. Meski melalui batu terjal dan jalan berliku, bahkan tak jarang harus menggunakan cara licik, ia berhasil mengantarkan sang putri menuju gerbang kebahagiaan. "Selamat berbulan madu, Sayang. Jangan lupa kabari Mama kalau kamu sudah sampai di Bali," ucap Nyonya Nandini menyeka air mata haru yang meleleh dari sudut matanya. “Aku akan mengabari Mama begitu pesawatku mendarat di bandara. Nanti aku juga akan menelepon Mama lewat video call, untuk menunjukkan kamar hotel tempat aku dan Adrian menginap,” ujar Meliana dengan mata berbinar. Setelah ibu dan anak itu melerai pelukan, Adrian mencium tangan Nyonya Nandini yang telah resmi menjadi ibu mertuanya. “Ma, kami berangkat sekarang.”“Iya, Adrian, tolong jaga Meliana baik-baik.”Nyonya Nandini pun mengantar ana
Jawaban yang diberikan Meliana membuat Adrian geleng-geleng kepala. Ia tidak mengira bila istri dan ibu mertuanya memiliki sifat yang tamak. Tanpa rasa bersalah sedikit pun, mereka berniat menguasai uang yang bukan menjadi hak mereka. “Mana bisa begitu? Rumah itu secara hukum diwariskan kepada Leya, jadi dia yang harus menerima uang dari hasil penjualan rumah. Mama Nandini hanya istri siri, sedangkan kamu adalah ….”“Cukup, Mas! Kenapa kamu malah tega merendahkan aku dan Mama demi membela Kak Leya? Apa Mas Adrian masih cinta kepadanya?” tanya Meliana dengan mata melotot.“Kamu salah paham, Mel. Aku hanya ingin membuka pikiranmu agar kamu tidak melakukan perbuatan yang salah. Sebagai suami, sudah tugasku untuk membimbingmu,” tutur Adrian membela diri.“Dengar, Mas, ini adalah urusan pribadi keluargaku, jadi kamu tidak usah berkomentar,” hardik Meliana.Begitu tiba di hotel, perempuan itu langsung keluar dari mobil dengan menghentakkan kaki. Ia merasa kesal, marah, dan cemburu atas sik
Matahari telah tenggelam di balik gedung-gedung tinggi, menyisakan langit senja dengan warna oranye dan merah yang mempesona. Catleya pun meregangkan lengan sembari mengibaskan jemarinya yang sedikit kaku sesudah mengetik seharian. Ya, sejak Rajendra mengirimkan pesan, dia memang tak berhenti bekerja supaya bisa melupakan lelaki itu.Usai melemaskan otot-ototnya yang kaku, Catleya melirik jam yang telah menunjukkan pukul lima lewat dua belas menit. Saatnya, dia harus pulang untuk menemui Jeni. Pertemuan kali ini sangat penting, karena akan menentukan apakah dia bisa membujuk Sarah atau tidak.Sesudah merapikan meja kerja dan mematikan pendingin ruangan, Catleya memesan taksi lewat ponselnya. Kemudian, ia mengirim pesan kepada Jeni bahwa ia akan segera berangkat ke kafe tempat mereka akan bertemu. Berjalan sendirian, Catleya menuju ke lobi untuk menunggu taksi. Namun tiba-tiba, seorang pria paruh baya menyapanya. “Kamu, Catleya, kan?” Catleya terkejut saat beradu pandang dengan pria
Seolah menganggap Rajendra tidak ada, Catleya lebih dulu menekan tombol password untuk membuka pintu. Kemudian, ia melenggang masuk seolah dirinya adalah pemilik tunggal apartemen tersebut. Mengetahui Rajendra mengekorinya dari belakang, Catleya segera menuju ke kamar. Dia berencana akan langsung tidur sesudah membersihkan diri. Lagi pula ia sudah makan malam dengan Jeni, sehingga tidak perlu melakukan aktivitas apa pun. “Leya, kamu mau mandi? Apa kamu sudah memberikan laporan kegiatanmu hari ini di kantor?” tanya Rajendra berbasa-basi. Sebenarnya, dia meminta hal itu karena ingin tahu apa yang terjadi pada sang istri. Siapa tahu ia bisa menemukan penyebab kenapa Catleya menjadi kesal kepadanya. “Bapak lihat saya bawa handuk, kan? Sudah jelas saya mau mandi, bukan makan. Untuk laporan, saya sudah mengirimkannya ke email Bapak,” ketus Catleya. Sambil melengos, ia pun masuk ke kamar mandi dan mengunci pintu dari dalam. Melihat kelakuan sang istri, Rajendra semakin bingung dibuatnya.
“Hmmmpttt.”Catleya berusaha melepaskan tautan bibirnya, tetapi Rajendra justru menekan wajahnya untuk memperdalam ciuman mereka. Seiring dengan melemahnya perlawanan Catleya, Rajendra yang semula agresif berubah menjadi lebih lembut. Dia memeluk Catleya lebih erat supaya istrinya itu tidak kedinginan. Seketika segala kemarahannya sirna tatkala merasakan ikatan batin yang terjalin di antara mereka. Sebuah ikatan yang sukar dijelaskan dengan kata-kata, tetapi hanya bisa dirasakan dengan hati. Di sisi lain, hati Catleya sedang terhimpit oleh perasaan yang bertentangan. Sebagai seorang perempuan, dia tahu betapa sakitnya berharap pada seseorang yang ditakdirkan menjadi milik orang lain. Namun, mencintai Rajendra sudah menjadi bagian dari dirinya yang tak terpisahkan. "Leya, saya tahu kamu bohong. Tolong katakan apa yang terjadi sebenarnya, jangan membuat saya bingung seperti ini," bisik Rajendra sesudah mengakhiri ciuman panjang mereka. Suara lelaki itu bak angin sejuk yang berhembus
Esok harinya Rajendra dan Catleya berangkat ke desa Purwabinangun untuk berbulan madu. Begitu mereka tiba, kepala desa dan seluruh warga menyambut Rajendra dengan hangat. Mereka merasa gembira lantaran sang juragan peternakan ayam akhirnya kembali, pasca meninggalkan desa cukup lama.Setelah beramah tamah sebentar dengan warga, Rajendra mohon diri untuk membawa Catleya beristirahat di rumah. Semula Catleya mengira bahwa rumah itu akan terlihat kotor dan berbau apek karena sudah lama tidak dihuni. Namun dugaannya ternyata keliru. Begitu pintu terbuka, Catleya terkejut melihat rumah bercat hijau itu terlihat rapi dan bersih. Ia juga disambut oleh Isti dan Irma, gadis kembar yang dulu menjadi perias pengantinnya. Nampaknya, Rajendra menugaskan kedua gadis itu untuk merawat dan menjaga rumahnya selama mereka tidak ada. “Mbak Leya sedang hamil. Sudah berapa bulan, Mbak?” Isti memandang perut Catleya yang membuncit dengan mata berbinar.“Lima bulan, Isti,” kata Catleya.“Mbak Leya dan Pak
Catleya sudah bersIap-siap pergi ke butik untuk melakukan fitting baju. Hari ini, Catleya pergi dengan ditemani oleh Ineke, karena sahabatnya itu sedang cuti. Setibanya di tempat tujuan, Ineke langsung bergerak aktif bersama para pegawai butik untuk memilihkan gaun bagi Catleya. Sementara itu, sang ibu hamil hanya berdiri sambil melihat kesibukan mereka. Dalam hal ini, Catleya berperan sebagai manekin yang bertugas mencoba gaun. Rasanya bagaikan mimpi ketika Catleya memandang dirinya di depan cermin. Sebuah gaun putih berenda mawar, dengan ekor panjang yang menjuntai membalut tubuhnya. Persis seperti imajinasinya semasa kecil, bahwa ia akan berpakaian seperti putri raja dan menikah dengan seorang pangeran. Dan pangeran tersebut tak lain adalah Rajendra Aryaguna, lelaki yang mendadak hadir dalam hidupnya tanpa disangka-disangka. “Setelah ini, kita akan ke mana? Belanja ke mall, perawatan ke salon, makan di kafe, atau nonton film?” tanya Ineke pasca urusan di butik sudah selesai. “Ki
Bibir Catleya berubah sepucat kertas takala mendengar kabar duka itu. Cairan bening berdesakan di kedua sudut matanya. Pasalnya, sejahat apa pun perilaku Nyonya Nandini dan Meliana, tetap saja mereka pernah menjadi bagian tak terpisahkan dari hidupnya. Bahkan, selama ini ia telah menganggap Nyonya Nandini sebagai ibu kandung sendiri.“Halo, Non. Apa Non Leya masih mendengar suara saya?” tanya Bi Ijah dari seberang telepon.“I-iya, Bi. Tolong tanyakan, di rumah sakit mana Mama Nandini dirawat,” kata Catleya dengan suara parau.“Sebentar, Non.”Terdengar suara langkah kaki Bi Ijah yang menjauh, disertai sayup-sayup percakapannya dengan petugas kepolisian. Tak berselang lama, Bi Ijah kembali untuk memberitahukan informasi yang berhasil dia dapatkan. “Kata Pak Polisi, Nyonya Nandini ada di IGD rumah sakit Premier, Non.”“Baik, Bi, terima kasih. Aku dan Jendra akan ke sana sekarang,” ucap Catleya sebelum memutus sambungan telepon. Bersamaan dengan itu, Rajendra datang dengan membawa namp
“Mama!”Catleya berteriak di dalam tidur karena memimpikan ibu kandungnya berjalan pergi bersama Nyonya Nandini. Merasa sedih sekaligus takut, perempuan itu meraih guling yang ada di sampingnya dan memeluknya dengan erat. Anehnya, guling tersebut terasa lebih besar dan hangat seakan memiliki nyawa.“Eummm, jangan tinggalkan aku,” racau Catleya. “Aku tidak akan meninggalkan kamu, Sayang.”Mendengar suara bariton yang menjawabnya, Catleya serasa terlempar kembali ke dunia nyata. Kelopak matanya mengerjap sebelum akhirnya terbuka perlahan. Seolah tak percaya, Catleya mengusap mata beberapa kali. Berusaha menajamkan penglihatan, supaya tidak salah mengenali benda. Siapa tahu mimpi buruk tadi telah membuat dirinya mengalami halusinasi berlebihan. “Kenapa guling bisa berubah menjadi Jendra?” tanya Catleya bingung. Dalam sepersekian detik, Catleya bersitatap dengan netra hitam milik sang suami. Entah mengapa perwujudan dari imajinasinya saat ini benar-benar nyata.Catleya pun mengulurkan t
“Biarkan Mama ikut denganmu, Mel. Mama akan selalu menemani kamu, ke mana pun kamu pergi,” kata Nyonya Nandini berusaha meluluhkan hati Meliana. Bagaimanapun, dia tidak akan membiarkan putrinya pergi seorang diri. Apalagi, Meliana saat ini sedang dirundung keputusasaan yang mendalam. Melihat ibunya terus memohon, Meliana akhirnya membuka pintu mobil. Setelah Nyonya Nandini masuk, perempuan itu langsung menginjak pedal gas dan melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Yang diinginkan Meliana hanyalah melampiaskan amarah yang sedang membakar dirinya, dengan cara mengemudi secara ugal-ugalan. Catleya hanya bisa memandang kepergian ibu dan adik tirinya dengan tatapan nanar. Ia bingung harus berbuat apa saat ini. Di satu sisi, ia mencemaskan kondisi Meliana dan Nyonya Nandini, tetapi di sisi lain hatinya masih terlalu pedih untuk bertatap muka lagi dengan mereka. Terlebih, bayi dalam rahimnya hampir saja celaka gara-gara ulah sang adik tiri. “Ayo, masuk, Non. Sebaiknya Non Leya istira
Meski harus melanggar pesan dari Rajendra, Catleya bertekad untuk mendatangi Nyonya Nandini. Hanya saja, dirinya saat ini sedang dijaga ketat oleh para pelayan. Jika ia nekat keluar dari apartemen, mereka pasti akan mengadu pada Rajendra. Oleh karena itu, ia harus mencari cara supaya diizinkan pergi seorang diri. Setelah berganti pakaian dan mengambil tas, Catleya pun berjalan mengendap-endap dari kamarnya. Namun, salah satu pelayan yang sedang membersihkan ruang tamu mengetahui pergerakannya. “Nyonya, mau ke mana? Tuan Muda berpesan agar Nyonya istirahat di kamar,” tegur pelayan itu. Pelayan yang satu lagi juga menghentikan pekerjaannya di dapur dan menghampiri Catleya.“Saya sedang merindukan mama saya, Mbak. Saya akan berkunjung ke rumahnya sebentar,” bohong Catleya. “Kalau begitu kami akan menelepon Tuan Muda dulu untuk meminta izin,” kata salah satu pelayan.“Jangan, Mbak, suami saya sedang ada urusan penting, tidak bisa diganggu. Lebih baik Mbak berdua tetap di apartemen untu
Pagi hari, Catleya langsung merengek kepada Rajendra agar mengurus kepulangannya. Tentu saja, Rajendra menuruti keinginan sang istri meski dia tidak melakukan sendiri. Ada Rama yang siap sedia menangani urusan administrasi rumah sakit, sedangkan Rajendra lebih memilih berduaan dengan Catleya.Setibanya di apartemen, dua orang pelayan yang diutus Nyonya Tiara sudah menantikan kedatangan Catleya. Mereka yang akan ditugaskan melayani Catleya, selama Rajendra berada di kantor. Sebelum berangkat, Rajendra pun mewanti-wanti para pelayan itu agar tidak lalai dalam menyiapkan segala keperluan Catleya.Sementara Catleya hanya memperhatikan dari sofa sambil geleng-geleng kepala. Dia merasa heran melihat perubahan drastis pada diri sang suami. Siapa sangka Rajendra yang dulu irit bicara, sekarang bisa mengucapkan kalimat panjang tanpa jeda, mirip seorang ibu mertua yang sedang mengomeli menantunya.“Jangan lupa siapkan vitamin dari dokter setelah Catleya makan siang,” pesan Rajendra.“Baik, Tuan
Rajendra yang sedang menemani Catleya di rumah sakit, mendapat telepon dari Tuan Rinto. Pengacara sekaligus sahabat mendiang ayahnya itu memberikan kabar bahwa pihak yang berwajib sudah mendatangi rumah Ibrahim. Hampir saja pria paruh baya tersebut melarikan diri ke Amerika, tetapi kepergiannya berhasil dicegah.“Apa sekarang Om Ibrahim sudah diamankan?” tanya Rajendra memastikan.“Iya, Jendra. Ibrahim sudah ada di kantor polisi untuk menjalani pemeriksaan. Om akan terus mengikuti perkembangan penyelidikan kasus ini,” kata Tuan Rinto.“Terima kasih, Om. Kalau memang aku perlu datang ke sana, tolong kabari aku secepatnya.”“Baik, Jendra.”Setelah percakapan itu berakhir, Rajendra meletakkan ponselnya di atas nakas. Ia bermaksud hendak menemani Catleya yang sedang tertidur. Namun tidak sampai lima menit, ponselnya bergetar-getar. Melihat nama Bintang di layar, Rajendra segera menekan tombol hijau. Ia sama sekali tidak terkejut bila kakak sepupunya itu menelepon, karena ia sudah menebak
Kedua perempuan beda usia itu berpelukan dalam haru. Pipi Catleya ikut basah oleh air mata, tak mengira bila ia akan bertemu lagi dengan pembantu sekaligus pengasuhnya semasa kecil.Setelah melepas rindu satu sama lain, mereka pun duduk di kursi dengan posisi saling berhadapan. Mbok Tami berusaha menghentikan tangisnya, sebab dia sudah mengetahui tujuan Catlleya mengunjunginya kali ini.“Non, Mbok Tami benar-benar minta maaf atas kesalahan Mbok selama ini. Mbok tidak bermaksud untuk mendukung perbuatan buruk Nyonya Nandini,” kata Mbok Tami dengan suara parau.“Perbutan buruk apa, Mbok?” tanya Catleya dengan mata terbeliak.“Nyonya Nandini yang sudah menyebabkan Nyonya Sofia mengalami serangan jantung, Non,” Ucapan Mbok Tami terputus lantaran sesak yang menghimpit rongga dadanya. “Saya sudah berusaha mencegah Nyonya Sofia, tapi akhirnya dia melihat Nyonya Nandini dan Tuan Wirya di kamar. Mereka bertiga bertengkar hebat. Nyonya Nandini justru menghina Nyonya Sofia. Dia bilang Tuan Wiry