Buru-buru Catleya menjauhkan wajahnya. Perempuan itu juga menggeser posisi duduknya supaya tidak terlalu dekat dengan Rajendra. Salahnya sendiri sudah begitu ceroboh melakukan kontak fisik dengan Rajendra, sehingga ia jadi berimajinasi liar. Mana mungkin Rajendra menyematkan panggilan mesra, sementara hubungan mereka saja belum jelas. Lagi pula sikap Rajendra sangat membingungkan. Dia bisa sangat perhatian dan penyayang seperti hari ini, tetapi di lain kesempatan dia mendadak berubah menjadi dingin dan suka memerintah. Memang Rajendra kerap kali menunjukkan sikap manja dan posesif, seperti laki-laki yang sedang jatuh cinta. Namun, bagi seorang wanita sekadar tanda-tanda saja tidak cukup. Bisa jadi Rajendra bersikap baik hanya demi kepentingan kontrak pernikahan mereka. Daripada salah tafsir dan salah paham, Catleya memutuskan kembali berkonsentrasi pada kisah si arwah penasaran. Untung saja film tersebut sudah mendekati babak akhir, sehingga ia tidak terlalu lama merasakan keteganga
“Lalu kenapa topengnya tidak kamu buang sekarang?” tantang Rajendra.“Karena saya mendapatkannya cukup sulit, jadi lebih baik disimpan dulu,” kata Catleya beralasan. Buru-buru, ia naik ke atas tempat tidur sambil mengatur alarm di ponselnya. “Sudah selesai kegiatan fotonya?” tanya Rajendra heran.“Iya, lebih baik kita tidur supaya besok tidak terlambat bangun, Pak,” jawab Catleya beralasan. Lekas saja ia membalikkan badan dan memejamkan mata, supaya Rajendra tidak bertanya lagi. Melihat gelagat Catleya yang seperti tak nyaman, Rajendra menebak bila perempuan itu mengingat sesuatu tentang pesta topeng. Hanya saja Catleya berusaha untuk menyembunyikannya. Namun, Rajendra sudah bertekad untuk membuka kembali kenangan mereka di masa lalu. Dan dia akan melakukannya di acara ulang tahun Chandra Kirana nanti.Sementara itu, Meliana sudah pulang dari rumah mertuanya. Kini, ia sedang menyelenggarakan pesta lajang bersama sepuluh orang temannya di dalam sebuah kamar hotel. Tak hanya menyedia
Dalam beberapa detik, Adrian hanya bisa mematung. Ia tidak tahu apakah yang dikatakan oleh Meliana ini merupakan sebuah fakta atau hanya bualan semata. Di satu sisi, orang mabuk memang suka bicara melantur. Namun, di sisi lain orang yang tak sadar justru seringkali mengungkapkan isi hati mereka secara jujur. Adrian jadi teringat peristiwa di mana Meliana sakit beberapa hari yang lalu. Kala itu, sikap Nyonya Nandini yang melarangnya menemui Meliana memang agak mencurigakan. Ditambah lagi ketika ia menjenguk Meliana, perempuan itu terlihat lesu dan mengeluh sakit di bagian. Raut wajah Meliana juga pucat, seperti orang yang baru saja pulih dari penyakit berat. “Apa waktu itu kamu berbohong kepadaku? Sebenarnya kamu bukan sakit lambung, tapi mengalami keguguran. Benar begitu?” cecar Adrian menuntut penjelasan.“Ssshhh, kamu cerewet sekali, Mas. Kepalaku pusing, aku mau tidur.” Sesudah berkata demikian, Meliana terkulai di kursi dan langsung memejamkan kedua matanya.“Mel, bangun, jawab
Ada perasaan campur aduk dalam diri Catleya ketika bertatap muka lagi dengan ibunda Adrian. Bukan karena masih menaruh rasa pada putranya, melainkan karena dulu ia terbilang dekat dengan Nyonya Pamela. Bisa dibilang, perkenalannya dengan Adrian dijembatani oleh Nyonya Pamela.Tanpa sengaja, Catleya bertemu dengan Nyonya Pamela saat mengantri di sebuah supermarket. Pada waktu itu, Nyonya Pamela berdiri tepat di belakang Catleya dan mengeluh kakinya sakit. Secara suka rela, Catleya menawarkan bantuan untuk menggantikan perempuan paruh baya itu. Bahkan, ia juga tak segan membawakan barang belanjaan Nyonya Pamela yang cukup banyak jumlahnya. Alhasil, kebaikan hati Catleya membuat Nyonya Pamela tersentuh. Dia lantas mengenalkan Catleya pada Adrian ketika putranya itu datang menjemput. Sejak itulah, Adrian sering menghubungi Catleya dan lambat laun mereka semakin akrab.“Iya, saya Leya. Kabar saya baik, bagaimana dengan Tante? Tante sehat, kan?” jawab Catleya sambil berdiri dari kursi.Ia
Rangkaian acara dilalui dengan lancar oleh kedua mempelai hingga tiba pada puncak perayaan, yaitu resepsi pernikahan. Pesta tersebut berlangsung cukup meriah, dengan dihadiri sekitar tiga ratus orang tamu undangan. Semua memberikan ucapan selamat kepada Meliana dan Adrian. Hanya saja pasangan pengantin itu jarang melemparkan senyum, kecuali pada sesi foto. Sebagai orang yang sangat memperhatikan detail, Rajendra bisa menangkap tanda-tanda aneh tersebut. Ia pun berbisik kepada Catleya yang sedang menyantap makanannya. Sejak tadi istrinya itu sangat khidmat dalam menikmati bakso yang menjadi salah satu hidangan pesta. Bahkan, Catleya tidak sadar ketika Rajendra beberapa kali memotretnya secara diam-diam. “Apa adikmu dan Adrian sedang bertengkar? Saya perhatikan mereka tidak saling bicara sejak tadi,” tanya Rajendra penasaran. Catleya hanya menggeleng pelan sembari menyendok satu buah bakso ke mulutnya.“Saya tidak tahu, Pak, itu urusan mereka berdua. Kenapa Bapak tiba-tiba suka bergo
Rona berwarna kemerahan langsung muncul di kedua pipi Catleya. Niat hati ingin mengatakan sesuatu kepada Rajendra, tetapi lidahnya malah terasa kelu. Hingga pada akhirnya, ia hanya bisa termangu menyaksikan Rajendra berlari menuju ke mobil. Setelah Rajendra berlalu, Catleya mengusap pipinya yang terdapat bekas kecupan sang suami. Baru dicium di pipi saja rasanya sudah seperti melayang-layang di atas awan. Lalu bagaimana bila mereka menjadi suami istri sungguhan? Tanpa sadar, Catleya pun tersenyum sendiri mengingat apa yang dilakukan Rajendra tadi. Sampai-sampai dia tidak sadar bila Bi Ijah sedang memperhatikan dari ambang pintu. Perempuan paruh baya itu memang bertugas menjaga rumah ketika semua majikannya tidak berada di tempat. Dan tentu saja Bi Ijah juga yang harus membukakan pintu untuk Catleya.“Eh, Non Leya sudah pulang? Sama siapa, Non?” tanya Bi Ijah penasaran. Ia sempat menengok ke kiri dan ke kanan untuk mencari keberadaan Rajendra, tetapi keponakan angkatnya itu tidak ter
Seperti tersambar petir di sore hari, begitulah yang dirasakan Rajendra saat ini. Tanpa disangka-sangka, kakek neneknya mengambil keputusan sepihak. Dan lebih parahnya lagi, Catleya malah ditempatkan sebagai asistennya Bintang. Sama saja itu seperti memasukkan istrinya ke dalam lubang buaya. Sudah pasti Bintang akan memanfaatkan kesempatan ini untuk mendekati Catleya, apalagi jika mereka berduaan dalam satu ruangan. Sungguh, membayangkannya saja sudah membuat Rajendra naik darah, apalagi jika hal itu benar-benar terjadi.“Aku keberatan jika sekretarisku diganti dengan orang yang tidak berpengalaman, Oma. Catleya tetap akan menjadi sekretaris CEO, karena selama ini dia bisa menjalankan tugas-tugasnya dengan baik. Sedangkan untuk Yasinta, dia bisa bergabung dengan tim public relations atau tim branding. Kebetulan, dua bulan lagi kita juga akan launching produk Secret Beauty Series.”Mendengar ketegasan Rajendra, Nyonya Tiara dan Tuan Chandra saling melempar pandang. Dari gaya bicara dan
Wajah Meliana langsung berubah pucat pasi. Bukan hanya karena mendengar pertanyaan Adrian, tetapi karena lelaki ini sudah berani membentaknya. Padahal dulu sikap Adrian begitu lembut, bahkan cenderung sangat penurut. Jangankan membentak, berkata dengan nada tinggi pun tidak pernah. Lalu kenapa setelah menikah, Adrian berubah menjadi kasar? Apa benar yang dikatakan orang-orang bahwa lelaki hanya terlihat baik di kala masih berpacaran. Giliran menjadi suami, dia akan berubah menjadi garang dan berlaku semena-mena?"Kenapa Mas bertanya begitu? Apa Mas Adrian meragukan kehamilanku?" tanya Meliana pura-pura tersakiti. Ia masih berupaya mengelabui Adrian dengan memposisikan diri sebagai korban. Hanya saja, bagi Adrian cara yang dipergunakan Meliana tidak mempan lagi. Cukup sudah selama ini dia tunduk seperti kerbau yang dicucuk hidungnya. Mulai detik ini, ia akan menunjukkan jati diri sebagai pria kuat yang tidak mudah untuk dipermainkan."Jangan berpura-pura lagi di hadapanku, Mel. Kamu s
Esok harinya Rajendra dan Catleya berangkat ke desa Purwabinangun untuk berbulan madu. Begitu mereka tiba, kepala desa dan seluruh warga menyambut Rajendra dengan hangat. Mereka merasa gembira lantaran sang juragan peternakan ayam akhirnya kembali, pasca meninggalkan desa cukup lama.Setelah beramah tamah sebentar dengan warga, Rajendra mohon diri untuk membawa Catleya beristirahat di rumah. Semula Catleya mengira bahwa rumah itu akan terlihat kotor dan berbau apek karena sudah lama tidak dihuni. Namun dugaannya ternyata keliru. Begitu pintu terbuka, Catleya terkejut melihat rumah bercat hijau itu terlihat rapi dan bersih. Ia juga disambut oleh Isti dan Irma, gadis kembar yang dulu menjadi perias pengantinnya. Nampaknya, Rajendra menugaskan kedua gadis itu untuk merawat dan menjaga rumahnya selama mereka tidak ada. “Mbak Leya sedang hamil. Sudah berapa bulan, Mbak?” Isti memandang perut Catleya yang membuncit dengan mata berbinar.“Lima bulan, Isti,” kata Catleya.“Mbak Leya dan Pak
Catleya sudah bersIap-siap pergi ke butik untuk melakukan fitting baju. Hari ini, Catleya pergi dengan ditemani oleh Ineke, karena sahabatnya itu sedang cuti. Setibanya di tempat tujuan, Ineke langsung bergerak aktif bersama para pegawai butik untuk memilihkan gaun bagi Catleya. Sementara itu, sang ibu hamil hanya berdiri sambil melihat kesibukan mereka. Dalam hal ini, Catleya berperan sebagai manekin yang bertugas mencoba gaun. Rasanya bagaikan mimpi ketika Catleya memandang dirinya di depan cermin. Sebuah gaun putih berenda mawar, dengan ekor panjang yang menjuntai membalut tubuhnya. Persis seperti imajinasinya semasa kecil, bahwa ia akan berpakaian seperti putri raja dan menikah dengan seorang pangeran. Dan pangeran tersebut tak lain adalah Rajendra Aryaguna, lelaki yang mendadak hadir dalam hidupnya tanpa disangka-disangka. “Setelah ini, kita akan ke mana? Belanja ke mall, perawatan ke salon, makan di kafe, atau nonton film?” tanya Ineke pasca urusan di butik sudah selesai. “Ki
Bibir Catleya berubah sepucat kertas takala mendengar kabar duka itu. Cairan bening berdesakan di kedua sudut matanya. Pasalnya, sejahat apa pun perilaku Nyonya Nandini dan Meliana, tetap saja mereka pernah menjadi bagian tak terpisahkan dari hidupnya. Bahkan, selama ini ia telah menganggap Nyonya Nandini sebagai ibu kandung sendiri.“Halo, Non. Apa Non Leya masih mendengar suara saya?” tanya Bi Ijah dari seberang telepon.“I-iya, Bi. Tolong tanyakan, di rumah sakit mana Mama Nandini dirawat,” kata Catleya dengan suara parau.“Sebentar, Non.”Terdengar suara langkah kaki Bi Ijah yang menjauh, disertai sayup-sayup percakapannya dengan petugas kepolisian. Tak berselang lama, Bi Ijah kembali untuk memberitahukan informasi yang berhasil dia dapatkan. “Kata Pak Polisi, Nyonya Nandini ada di IGD rumah sakit Premier, Non.”“Baik, Bi, terima kasih. Aku dan Jendra akan ke sana sekarang,” ucap Catleya sebelum memutus sambungan telepon. Bersamaan dengan itu, Rajendra datang dengan membawa namp
“Mama!”Catleya berteriak di dalam tidur karena memimpikan ibu kandungnya berjalan pergi bersama Nyonya Nandini. Merasa sedih sekaligus takut, perempuan itu meraih guling yang ada di sampingnya dan memeluknya dengan erat. Anehnya, guling tersebut terasa lebih besar dan hangat seakan memiliki nyawa.“Eummm, jangan tinggalkan aku,” racau Catleya. “Aku tidak akan meninggalkan kamu, Sayang.”Mendengar suara bariton yang menjawabnya, Catleya serasa terlempar kembali ke dunia nyata. Kelopak matanya mengerjap sebelum akhirnya terbuka perlahan. Seolah tak percaya, Catleya mengusap mata beberapa kali. Berusaha menajamkan penglihatan, supaya tidak salah mengenali benda. Siapa tahu mimpi buruk tadi telah membuat dirinya mengalami halusinasi berlebihan. “Kenapa guling bisa berubah menjadi Jendra?” tanya Catleya bingung. Dalam sepersekian detik, Catleya bersitatap dengan netra hitam milik sang suami. Entah mengapa perwujudan dari imajinasinya saat ini benar-benar nyata.Catleya pun mengulurkan t
“Biarkan Mama ikut denganmu, Mel. Mama akan selalu menemani kamu, ke mana pun kamu pergi,” kata Nyonya Nandini berusaha meluluhkan hati Meliana. Bagaimanapun, dia tidak akan membiarkan putrinya pergi seorang diri. Apalagi, Meliana saat ini sedang dirundung keputusasaan yang mendalam. Melihat ibunya terus memohon, Meliana akhirnya membuka pintu mobil. Setelah Nyonya Nandini masuk, perempuan itu langsung menginjak pedal gas dan melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Yang diinginkan Meliana hanyalah melampiaskan amarah yang sedang membakar dirinya, dengan cara mengemudi secara ugal-ugalan. Catleya hanya bisa memandang kepergian ibu dan adik tirinya dengan tatapan nanar. Ia bingung harus berbuat apa saat ini. Di satu sisi, ia mencemaskan kondisi Meliana dan Nyonya Nandini, tetapi di sisi lain hatinya masih terlalu pedih untuk bertatap muka lagi dengan mereka. Terlebih, bayi dalam rahimnya hampir saja celaka gara-gara ulah sang adik tiri. “Ayo, masuk, Non. Sebaiknya Non Leya istira
Meski harus melanggar pesan dari Rajendra, Catleya bertekad untuk mendatangi Nyonya Nandini. Hanya saja, dirinya saat ini sedang dijaga ketat oleh para pelayan. Jika ia nekat keluar dari apartemen, mereka pasti akan mengadu pada Rajendra. Oleh karena itu, ia harus mencari cara supaya diizinkan pergi seorang diri. Setelah berganti pakaian dan mengambil tas, Catleya pun berjalan mengendap-endap dari kamarnya. Namun, salah satu pelayan yang sedang membersihkan ruang tamu mengetahui pergerakannya. “Nyonya, mau ke mana? Tuan Muda berpesan agar Nyonya istirahat di kamar,” tegur pelayan itu. Pelayan yang satu lagi juga menghentikan pekerjaannya di dapur dan menghampiri Catleya.“Saya sedang merindukan mama saya, Mbak. Saya akan berkunjung ke rumahnya sebentar,” bohong Catleya. “Kalau begitu kami akan menelepon Tuan Muda dulu untuk meminta izin,” kata salah satu pelayan.“Jangan, Mbak, suami saya sedang ada urusan penting, tidak bisa diganggu. Lebih baik Mbak berdua tetap di apartemen untu
Pagi hari, Catleya langsung merengek kepada Rajendra agar mengurus kepulangannya. Tentu saja, Rajendra menuruti keinginan sang istri meski dia tidak melakukan sendiri. Ada Rama yang siap sedia menangani urusan administrasi rumah sakit, sedangkan Rajendra lebih memilih berduaan dengan Catleya.Setibanya di apartemen, dua orang pelayan yang diutus Nyonya Tiara sudah menantikan kedatangan Catleya. Mereka yang akan ditugaskan melayani Catleya, selama Rajendra berada di kantor. Sebelum berangkat, Rajendra pun mewanti-wanti para pelayan itu agar tidak lalai dalam menyiapkan segala keperluan Catleya.Sementara Catleya hanya memperhatikan dari sofa sambil geleng-geleng kepala. Dia merasa heran melihat perubahan drastis pada diri sang suami. Siapa sangka Rajendra yang dulu irit bicara, sekarang bisa mengucapkan kalimat panjang tanpa jeda, mirip seorang ibu mertua yang sedang mengomeli menantunya.“Jangan lupa siapkan vitamin dari dokter setelah Catleya makan siang,” pesan Rajendra.“Baik, Tuan
Rajendra yang sedang menemani Catleya di rumah sakit, mendapat telepon dari Tuan Rinto. Pengacara sekaligus sahabat mendiang ayahnya itu memberikan kabar bahwa pihak yang berwajib sudah mendatangi rumah Ibrahim. Hampir saja pria paruh baya tersebut melarikan diri ke Amerika, tetapi kepergiannya berhasil dicegah.“Apa sekarang Om Ibrahim sudah diamankan?” tanya Rajendra memastikan.“Iya, Jendra. Ibrahim sudah ada di kantor polisi untuk menjalani pemeriksaan. Om akan terus mengikuti perkembangan penyelidikan kasus ini,” kata Tuan Rinto.“Terima kasih, Om. Kalau memang aku perlu datang ke sana, tolong kabari aku secepatnya.”“Baik, Jendra.”Setelah percakapan itu berakhir, Rajendra meletakkan ponselnya di atas nakas. Ia bermaksud hendak menemani Catleya yang sedang tertidur. Namun tidak sampai lima menit, ponselnya bergetar-getar. Melihat nama Bintang di layar, Rajendra segera menekan tombol hijau. Ia sama sekali tidak terkejut bila kakak sepupunya itu menelepon, karena ia sudah menebak
Kedua perempuan beda usia itu berpelukan dalam haru. Pipi Catleya ikut basah oleh air mata, tak mengira bila ia akan bertemu lagi dengan pembantu sekaligus pengasuhnya semasa kecil.Setelah melepas rindu satu sama lain, mereka pun duduk di kursi dengan posisi saling berhadapan. Mbok Tami berusaha menghentikan tangisnya, sebab dia sudah mengetahui tujuan Catlleya mengunjunginya kali ini.“Non, Mbok Tami benar-benar minta maaf atas kesalahan Mbok selama ini. Mbok tidak bermaksud untuk mendukung perbuatan buruk Nyonya Nandini,” kata Mbok Tami dengan suara parau.“Perbutan buruk apa, Mbok?” tanya Catleya dengan mata terbeliak.“Nyonya Nandini yang sudah menyebabkan Nyonya Sofia mengalami serangan jantung, Non,” Ucapan Mbok Tami terputus lantaran sesak yang menghimpit rongga dadanya. “Saya sudah berusaha mencegah Nyonya Sofia, tapi akhirnya dia melihat Nyonya Nandini dan Tuan Wirya di kamar. Mereka bertiga bertengkar hebat. Nyonya Nandini justru menghina Nyonya Sofia. Dia bilang Tuan Wiry