“Iya, Mas. Tapi … kata manajer aku akhir-akhir ini penjualan kami menurun jadi dia memutuskan agar kita ikut sama acara itu biar pendapatan naik lagi,” jelas Kirana.Rayan pun manggut-manggut dan tentu saja dia mengerti tentang masalah yang sedang dibicarakan oleh istri itu. Tetapi, hal ini malah membuat Febri terlihat terkejut dengan penjelasan Kirana. “Bu Kirana, apa perusahaan yang mengadakan event ulang tahun tersebut adalah … PT. Antara Shoes?” tanya Febri dengan nada sedikit tercekat di tenggorokannya.Mendengar nama perusahaannya disebut Rayan menatap dengan ekspresi terkejut dan hampir saja melotot ke arah asisten pribadinya itu.Tapi, alih-alih bisa melakukannya justru kemudian dia mendengar istrinya menjawab, “Iya, iya. Saya baru ingat. Itu … perusahaan yang sama di mana adik ipar saya bekerja juga.”Rayan terdiam seketika karena tidak pernah menyangka bila ternyata perusahaan yang disebut oleh istrinya itu adalah perusahaan miliknya sendiri. Dia bahkan lupa kalau perusah
Febri langsung melongo saat mendengarnya, sementara Miko yang sudah mengetahui dan mengenal bagaimana karakter Kirana pun hanya menahan senyum.Wanita spesial itu adalah wanita yang telah membuat pimpinan sebuah perusahaan besar jatuh hati.Rayan sendiri juga ikut tersenyum samar dan kemudian menanggapi, “Ini … pas kita makan saya akan ganti baju lalu menyerahkannya pada … Febri.”Kirana pun memahami dengan cepat, “Oh, begitu. Iya, Mas.”Rayan lalu menggenggam tangan istrinya dan hal itu terlihat di kaca spion. Febri juga mulai mengerti mengenai alasan pewaris perusahaan besar itu jatuh cinta pada Kirana. Dia memang belum lama mengenal wanita itu dan hanya beberapa menit berjumpa. Bahkan, pemuda itu baru berbicara dengannya hanya beberapa kalimat saja tetapi anehnya dia merasa bahwa wanita itu memang spesial.Wanita yang telah resmi menjadi istri Rayan Antara itu benar-benar sangat jauh berbeda dari semua wanita yang pernah dia jumpai. Penampilannya terkesan sederhana dan bahkan ti
Kirana yang kini malah segera menolak dengan berkata, “Oh, nggak. Nggak perlu. Kami nggak mau terlalu merepotkan lagi.”“Merepotkan?” Febri mengerutkan kening ketika dia mendengar Kirana berkata demikian. Rayan mendelik pada asisten pribadinya itu tetapi sepertinya Febri memang tidak mengerti tanda dari sang pemilik PT Antara Shoes tersebut.Pemuda itu malah kemudian berujar lagi, “Bu, ini sudah menjadi tugas saya dan juga Pak Miko untuk mengantar Anda dan juga Pak Rayan ke ….”Tiba-tiba pemuda itu segera menghentikan ucapannya ketika dia melihat Miko melotot ke arahnya dengan tatapan kesal. Saat dia menoleh ke arah Rayan, dia juga melihat bosnya yang sedang menatap jengkel kepadanya. Febri pun tergagap ketika telah menyadari bahwa dirinya hampir saja melakukan kesalahan besar dengan membongkar identitas sang tuan muda. “Ah, maaf. Maksud saya … sebagai seorang teman sudah sepantasnya tugas saya salah satunya untuk mengantar temannya ke rumah sampai selamat,” jelas Febri yang terba
Parlan yang semula terlihat santai sekali dan tidak terlalu mempedulikan tentang perdebatan yang terjadi di antara keluarganya itu seketika berdiri.Sang kepala keluarga pun langsung menunjuk ke arah Rayan dengan melotot, “Mulai berani membalas ya kamu? Kamu itu lupa ya kalau kamu itu cuma numpang di rumah saya?”Kirana yang sebelumnya juga tidak ingin berada di tempat itu lebih lama pun tidak terima ketika bapaknya berkata demikian. Wanita itu pun kemudian membalas, “Pak, tolong jangan bilang kayak gitu dong!”Parlan mendecakkan lidah, “Kenapa memangnya? Kenyataannya kalian kan memang numpang di sini. Nggak seperti Nadia dan Siska yang sudah punya rumah sendiri-sendiri.”Bagas menyeringai ketika nama istrinya disebut dan dia pun ikut menanggapi, “Iya dong, Pak. Saya kan sudah mandiri sebelum menikah dengan Siska, nggak mungkin saya bakal bebanin Bapak dengan menumpang tinggal di sini.”“Sama, Mas. Saya juga kayak gitu, Pak. Niat menikahi seorang wanita itu memang harus sudah siap se
Rayan mencoba untuk tetap bersabar dan mengontrol dirinya dengan jauh lebih baik.Pria itu sungguh tidak mengerti dengan jalan pikiran kedua mertuanya tetapi dia tidak ingin memperkeruh suasana malam itu sehingga dia pun berbicara dengan nada yang jauh lebih lembut.“Pak, Bu. Tidak sekalipun saya pernah membahasnya,” kata Rayan yang membuat Herni membuang wajahnya dan jelas sekali bahwa terlihat Rayan memang mengatakan sebuah kebenaran.Parlan mendengus karena sebal tetapi Rayan melanjutkan lagi, “Jika saya tidak ikhlas, saya tidak mungkin mau kembali mencarikan uang untuk Bapak dan Ibu.”Ketika mendengarkan kalimat terakhir Rayan tersebut, Parlan dan Herni langsung saja saling lempar tatapan seolah menyadari arti kalimat itu den
Herni belum sempat menanggapi ide dari anak keduanya itu tapi anak bungsunya ikut menambahkan, “Benar kata Mbak Siska, Bu. Mumpung dia kan masih jadi menantu baru di sini, mesti dia bakalan nurut buat kasih uang ke Ibu tiap hari.”Herni berpikir sejenak dan kemudian tersenyum pada kedua putrinya yang sudah memberikan ide bagus tersebut. Parlan manggut-manggut dan tampak setuju dengan ide kedua putrinya, “Kita coba aja bicara sama Rayan dan kalau dia tidak mau memberikan uang pada kita tiap hari, tinggal diancam saja, Bu.”Bagas dan Rio terlihat lega sekali mendengarkan ide dari kedua istrinya itu. Dengan cara seperti itu maka mereka sebagai menantu laki-laki di keluarga itu pun menjadi lebih tenang. Itu artinya bahwa mereka tidak perlu memikirkan uang yang harus mereka berikan kepada mertuanya itu. Padahal memang keduanya hampir tidak pernah memberikan sedikitpun uang pada mertua mereka tapi akhir-akhir ini dikarenakan merasa harga diri mereka sedikit terluka akibat ulah dari mena
“Ya tapi kan Bapak sama Ibu sendiri yang kasih aku pilihan. Bapak sama Ibu juga bebaskan aku buat milih siapa yang akan menjadi suami aku,” jelas Kirana.Herni berujar, “Nah, kalau begitu kan kamu harusnya berterima kasih sama kami. Kamu itu nggak langsung kami jodohkan dengan Seno tapi masih bisa milih. Ini kok kamu nggak ada terima kasihnya sama kami?”Kirana begitu lelah membahas masalah itu tetapi dia tetap berusaha untuk menjawab, “Kirana justru sangat berterima kasih Tapi bukan berarti Ibu sama Bapak menjadi seperti ini seolah memanfaatkan kebaikan Mas Rayan.”Parlan mendelik jengkel pada putrinya itu. Dia bahkan melempar sendoknya yang sedang dia pakai untuk mengambil nasi. Pria tua itu berkata dengan nada marah, “Kami ini nggak minta miliaran rupiah kepada kalian. Kami cuman minta receh, Na.”Kirana menoleh ke arah suaminya yang terlihat hanya pasrah tanpa berniat untuk membantah tetapi dia merasa tidak bisa membiarkan suaminya kembali mengeluarkan uang dengan jumlah yang ban
Herni dengan segera menjawab, “Lho, Rayan kan buktinya bisa kasih uang jutaan rupiah dalam waktu beberapa hari saja. Ya berarti 500.000 itu uang yang sedikit dong buat dia.”“Bu, itu banyak banget. Itu-”Rayan kembali menghentikan ucapan istrinya itu terlalu berkata sembari menatap ibu mertua dan juga bapak mertuanya, “Saya akan berikan.”Kirana ingin sekali membantah dan menolak tetapi dia tidak bisa melakukannya sehingga dia hanya terdiam, lebih lagi ketika ibu dan bapaknya tertawa senang mendengar ucapan suaminya. “Nah, kenapa nggak dari tadi aja kamu ngomong kayak gitu, Rayan?” Parlan berkata dengan ekspresi wajah yang terlihat begitu sangat ceria.Ketika wanita itu sudah keluar dari rumah bersama dengan suaminya untuk berangkat bekerja, dia pun tidak bisa menahan kekesalannya pada sang suami. “Mas, kenapa sih kamu mau melakukannya?” Kirana berkata dengan kesal dan bahkan wanita itu bersedekap sembari menatap kecewa pada sang suami. Rayan menghela napas panjang, “Saya hanya tid
Rayan terdiam cukup lama dan tidak langsung menjawab pertanyaan dari mertuanya itu.Tetapi, setelah dia berpikir masak-masak dia pun akhirnya berkata, “Ibu saya telah meninggal dan ayah saya sudah menikah lagi.”Herni mendengus saat mendengar jawaban menantunya itu, “Oh, pantesan jadi kamu itu anaknya nggak terlalu dianggap sama bapak kamu ya?”Rayan saat itu tersenyum dan Kirana khawatir bila perkataan kedua orang tuanya mungkin akan menyakitkan hati Rayan.Akan tetapi, di luar dugaannya Rayan malah dengan sangat tenang menjawab, “Begini saja. Dalam beberapa hari lagi saya akan mengundang ibu dan bapak ke acara keluarga besar saya.”Herni menaikkan alisnya, “Maksud kamu? Keluarga besar kamu akan menggelar acara dan kamu mengundang kami?”Rayan menganggukkan kepalanya dan jujur saja Kirana cukup bingung dengan ucapan suaminya karena dia sama sekali tidak mengerti tentang acara yang dimaksud oleh Rayan. “Sebenarnya acara itu seharusnya digelar beberapa bulan lagi, tapi … sepertinya sa
Kirana menatap ibu dan bapaknya secara bergantian dengan tatapan penuh kekecewaan. Bagaimana bisa mereka bersikap seperti itu kepada orang yang telah membantu mereka begitu banyak seolah suaminya itu bukanlah orang yang bertanggung jawab. Padahal kalau dipikir-pikir Rayan sama sekali tidak memiliki kewajiban yang penuh untuk benar-benar memberikan sejumlah uang kepada mereka. “Bapak dan Ibu untuk masalah itu tidak perlu khawatir. Karena saya … saat ini sudah membawakan uang tersebut,” kata Rayan.Parlan mendengus dengan tidak sabar, “Ya Itu kan untuk hari ini. Begitu kan? Lalu besok-besoknya gimana?”“Per hari kan? Kamu nggak bermaksud buat ngasih cuman satu kali dalam satu bulan gitu kan, Yan?” Herni menambahkan dengan alis berkerut seakan curiga kepada menantu laki-lakinya tersebut. Rayan dengan begitu sangat sabar menjawab, “Tidak, Bu.”Pria muda tampan itu pun kemudian mengambil sebuah amplop besar dari dalam saku jasnya yang Kirana tebak berisi sejumlah uang.Kirana cukup ter
Tidak ingin tensi di rumah itu menjadi menegang, Rayan pun cepat-cepat berkata, “Kirana, sudah ya!”“Mas. Tapi kan ….”Wanita itu melihat tatapan suaminya yang penuh permohonan sehingga dia pun terpaksa lagi-lagi harus membungkam mulutnya sendiri.Bagaimanapun juga pria yang berada di dekatnya itu adalah suami yang memiliki hak untuk membuat dirinya menurut kepadanya sehingga mau tidak mau dia pun mengangguk pada sang suami. Herni melihat kepatuhan putrinya terhadap Rayan dan langsung mendecakkan lidah, “Yah, bagus deh. Ternyata ada baiknya juga kamu menurut sama suami kamu.”Kirana tetap berusaha keras menahan dirinya agar tidak lagi terpancing dengan ucapan ibunya. Rayan pun tetap diam dan ketika dia hampir akan berbicara, Parlan menambahkan seakan mendukung ucapan istrinya, “Bagus memang. Mungkin Rayan ini bisa bikin kamu lebih hormat sama bapak ibu kamu.”Andai saja Kirana tidak menghormati Rayan, dia pasti sudah akan membalas ucapan kedua orang tuanya yang sangat menyakitkan it
Bukannya malah memperbaiki sikap mereka terhadap menantu laki-lakinya yang sudah terlalu banyak mereka hina, mereka tetap tidak mengubah sedikitpun sikap mereka.Parlan malah dengan tenangnya berkata, “Oalah, Kirana. Udah, Nduk. Kalau bermimpi itu jangan terlalu tinggi.”Kirana tercengang ketika mendengar perkataan bapaknya dan wanita muda itu hampir saja akan membalas. Namun rupanya bapaknya tersebut tidak terlalu peduli dengan balasan Kirana dan sekali lagi berujar penuh dengan nada penghinaan, “Kalau bukan hanya tukang sol sepatu, memangnya pengalaman yang lain apa? Tukang parkir maksud kamu?”“Yah Pak. Tukang parkir masih bagusan dikit, gimana kalau ternyata sebelumnya Rayan itu macam tukang angkut sampah?” Herni menanggapi perkataan suaminya. Kirana semakin tidak bisa berkata-kata lagi lantaran sudah tidak habis pikir dengan kedua orang tuanya yang malah semakin menjadi-jadi. Wanita itu ingin sekali segera memberitahu kedua orang tuanya mengenai identitas asli sang suami, tapi
Tina pun akhirnya hanya bisa mendecak penuh sesal karena telah membuang-buang waktu berbicara dengan dua wanita bebal yang tidak bisa dinasehati. Menurutnya sesungguhnya kedua wanita itu sudah mengetahui apabila mereka berbuat salah, hanya saja mereka terlalu gengsi untuk mengakui kesalahan yang telah mereka lakukan. Oleh sebab itu keduanya seolah-olah merasa paling benar di depan dirimu. “Ya udahlah, hanya menghabiskan tenaga dan buang-buang waktu saja kok ngomong sama Mbak berdua ini,” kata Tina yang akhirnya meninggalkan mereka berdua karena tidak ingin terlibat lagi dengan pertengkaran yang tidak ada habisnya.Sementara itu Kirana sudah naik ke dalam mobilnya bersama dengan suami dan saat ini sedang melakukan perjalanan menuju ke arah rumah kedua orang tuanya. “Ini masih siang, kira-kira mereka ada di rumah nggak ya, Mas?” ucap Kirana yang sebenarnya terlihat agak ragu-ragu. Rayan pun menjawab ucapan istrinya, “Mas nggak tahu. Atau mungkin mereka lagi ada di pasar? Kios merek
Pada akhirnya kedua wanita yang selalu mengusik Kirana itu tidak bisa lagi membantah apapun. Keduanya hanya diam saja dengan ekspresi bingung yang masih melekat di wajah mereka berdua.Fakta yang baru saja menampar mereka itu membuat keduanya tersadar bahwa di balik penampilan seseorang ataupun pekerjaan seseorang yang terlihat biasa saja ternyata tersimpan sebuah hal yang menakjubkan. Kadang kala sebuah kemewahan itu tidak bisa dilihat dengan mata saja. Itu persis seperti yang terjadi pada Kirana dan suaminya. Semua orang mengira keduanya memiliki kehidupan yang sederhana tetapi rupanya sang suami menyimpan rahasia yang besar. “Minimarket ini harganya pasti miliaran. Gila! Aku nggak nyangka kalau ternyata semuanya Mbak Kirana itu kaya raya!” ucap salah seorang karyawan yang menatap takjub pada Kirana dan Rayan yang mulai berjalan keluar dari area minimarket. Tina yang cukup dekat dengan Kirana saja akhir-akhir itu juga tidak mengerti tentang rahasia besar itu. Tetapi, menurutny
“Iya, katanya hari ini pembelinya juga udah datang kok,” kata seorang karyawan yang lain. Serin terlihat semakin penasaran, “Hah? Di mana orangnya?” Karyawan yang memberikan informasi itu hanya mengangkat bahu. Kirana sendiri tidak terlalu ingin tahu mengenai masalah itu karena kedatangannya ke minimarket itu di hari itu hanya untuk menyerahkan surat pengunduran dirinya. Maka setelah dia selesai mengerjakan salah satu tugasnya, wanita itu segera menemui bosnya dan menyerahkan surat pengunduran diri tersebut. Setelah berbicara empat mata dengan sang manager, Kirana pergi keluar dan terkejut ketika melihat Rayan berjabat tangan dengan seorang yang dia ketahui sebagai pemilik minimarket itu. “Saya senang sekali berbisnis dengan Anda, Pak. Semoga Anda bisa mengembangkan minimarket ini dengan jauh lebih baik dan saya harap … Anda semakin sukses,” kata pemilik minimarket itu sembari tersenyum lebar. Selanjutnya Kirana melihat orang itu meninggalkan area itu dan membiarkan Rayan be
Serin tentu saja seperti biasanya mengangguk cepat, “Iyalah. Semua juga tahu kalau suami Mbak Kirana itu cuman seorang tukang sol sepatu. Ngapain pakai setelan jas kayak bos gitu?”“Ya kalau nggak bukan buat nutupin profesinya yang asli ya pasti karena cuman mau dibilang punya kerjaan yang bagus aja,” lanjut Serin.Vena terkikik mendengar ucapan temannya, “Lha iya, Mbak. Buat apa sih pakai berusaha untuk nutupin segala, Mbak Rana? Lagian nggak ada juga kok yang mempermasalahkan profesi suaminya Mbak Kirana.”Tina langsung berkaca pinggang menatap dua orang itu dengan begitu galak, “Duh, Mbak. Kalian ini kok repot banget sih ngurusin hidup orang. Yang tanya itu aku dan yang seharusnya jawab itu Mbak Kirana, bukan kalian. Aneh banget!”Vena dan Serin langsung saja tersinggung dengan ucapan Tina dan dua wanita itu segera ingin membalas, tetapi Tina yang tahu akan maksud mereka berdua cepat-cepat mendahului mereka dengan berkata, “Sudah, Mbak. Kita beresin di sebelah sana aja yuk. Biar ngg
Rayan sontak menoleh ke arah istrinya yang terlihat terkejut dengan perkataannya. Sesungguhnya dia sangat maklum dikarenakan istrinya pasti sedikit agak kebingungan tentang rencananya yang tiba-tiba.“Sayang, sebenarnya Mas mau memberi … uang sejumlah yang dulu Bapak minta,” jelas Rayan.Kirana menelan ludah dan tidak menyangka bila ternyata jawabannya seperti itu. Dia pikir Rayan ingin pergi ke rumah kedua orang tuanya dikarenakan memberitahu mereka tentang identitas rakyat yang sebenarnya. Sesungguhnya dia sama sekali tidak keberatan tetapi dia hanya berpikir jika sampai kedua orang tuanya mengetahui latar belakang Rayan yang asli, maka kemungkinan besar orang tuanya tersebut akan mencoba untuk memanfaatkan Rayan. Dia tidak ingin hal itu terjadi dan merasa telah cukup membuat Rayan kesusahan karena sikap kedua orang tuanya.“Mas pikir lebih baik Mas kasih uang itu untuk satu bulan sehingga Mas tidak perlu memikirkannya lagi,” jelas Rayan.Kirana langsung saja menanggapi, “Tapi,