Seolah telah tertangkap basah, Queen tidak sanggup menjawabnya. Gadis itu hanya mampu menggigit bibir tanpa berani mengeluarkan suara sedikitpun.Rayan langsung berkata, “Saya harap ini terakhir kalinya kamu melakukan ini, Queen.”“Ta-tapi, Yang. Aku masih-”“Saya sudah menikah dan sampai kapanpun saya tidak akan pernah meninggalkan dia demi siapapun. Paham?” kata Rayan dingin.Jika saja Queen tidak mengenal Rayan dengan sangat baik, maka gadis itu sudah tentu akan menggigil karena ketakutan saat mendengarkan nada suara Rayan yang menakutkan itu. Tapi, dia telah mengenal Rayan sejak lama sehingga dia sedikit agak terbiasa dengan sikap datar dan dingin Rayan. Satu hal yang membuatnya agak takut yakni tatapan mata pria itu yang sangat menusuk seolah memang memberi sebuah peringatan kepadanya bahwa dia tidak ingin didekati lagi. Rayan tidak menoleh sedikitpun ketika memerintah, “Jalan, Miko!”“Baik, Pak,” kata Miko.Febri cepat-cepat meminta berpamitan sekaligus meminta maaf pada Quee
“Baik, Pak Rayan.” Febri segera memberikan perintah pada orang suruhannya dengan berbicara selama beberapa detik.Usai melakukan tugasnya, dia berujar, “Sudah, Pak.”Rayan mengangguk singkat, tapi dirinya terlihat begitu sangat gelisah.Pria itu tidak pernah merasa cemas seperti itu sebelumnya. Hal ini pun juga dirasakan oleh Febri dan Miko yang melihat Rayan berulang kali mengecek ponselnya dengan dahi mengerut.Mereka tahu sang pimpinan begitu menyayangi istrinya dan sudah tentu tidak mungkin dia mau ada sesuatu yang buruk terjadi pada wanita yang telah berhasil membuat pewaris yang berhati dingin itu takluk.Beberapa menit kemudian, ponsel Febri bergetar. “Feb, angkat cepat!” perintah Rayan.Dengan tergesa-gesa Febri mengangkat panggilan itu. Rayan terdiam dan menunggu ketika Febri mengangguk serta menampilkan ekspresi lega.Usai menutup panggilan itu, Febri langsung berkata, “Semua baik-baik saja, Pak. Bu Kirana hanya sedang rapat dengan semua staf serta pemilik minimarket. Kemun
“Iyalah, memang mobil siapa lagi? Kan si bos ada di sini,” sahut salah seorang pekerja lainnya.Sementara mereka sibuk mengagumi mobil itu, Kirana malah asyik membalas pesan singkat suaminya.“Mobil mahal itu!” celetuk seorang pekerja laki-laki yang menatap kagum ke arah mobil yang pintunya baru saja terbuka.Seorang karyawan laki-laki ikut mengangguk setuju, “Bener. Kayanya lebih dari dua M deh harganya.”Vena melotot kaget, “Hah? Serius?”“Iyalah. Kalau nggak percaya coba browsing aja deh,” sahut sang karyawan yang memberitahu harga mobil itu.Serin yang ikut memperhatikan pun berkomentar, “Woh! Kaya apa si pemilik? Ganteng atau cantik?”“Iya itu kalau masih muda, kalau sudah tua ya apa peduli mau ganteng atau cantik?” kata karyawan laki-laki yang lain.Di saat mereka masih membahas masalah mobil mewah itu, tiba-tiba saja seorang laki-laki muda turun dari mobil itu.“Wuih! Masih muda, tampan lagi,” celetuk seorang gadis muda di bagian belakang.“Anak orang kaya, sudah kelihatan. Itu
Serin mendesah, “Ya salah dan aneh.”“Salah? Aneh?” sahut karyawan lain. Serin mendecakkan lidah, “Nih ya coba pikir aja. Gimana bisa seorang tukang sol sepatu bisa dandan kaya gitu? “Betul. Terus itu mobilnya mobil siapa juga? Maling atau gimana?” Vena menambahkan.“Mobil sewaan, mungkin?” balas Serin sinis.Wanita itu muda itu mengedikkan bahu, tampak terlihat mengejek.“Sewa? Mana mungkin, Mbak? Mana sanggup bayar sewa mobil yang pasti mahal banget,” kata Vena terlihat setuju atas ucapan Serin yang selalu sejalan dengannya.Dua orang yang awalnya menatap Rayan dengan penuh kekaguman itu kini berubah. Tetapi, kemudian mereka mendengar seseorang berkata, “Alah. Sirik aja.”“Kalau iri tuh bilang aja,” sahut karyawan laki-laki lain.Vena dan Serin langsung tidak terima.“Aku sama Vena iri sama Mbak Kirana? Apaan sih,” kata Serin terlihat kesal.Vena berujar, “Ih, norak. Lagian, ngapain juga iri sama suaminya yang cuman tukang sol sepatu?”Tidak ada lagi yang mau membalas perkataan Ve
Berbeda dengan Febri yang terlihat begitu sangat terkejut itu, Miko terlihat jauh lebih santai dan dengan begitu tenangnya dia menjawab, “Selamat malam, Bu Kirana.”Pria itu bahkan menyapa Kirana dengan senyuman ramah dan hangat lalu menambahkan, “Saya secara kebetulan sedang ada acara di sekitar tempat Pak Rayan berada sehingga sekalian saja, Bu.”Hal itu malah semakin membuat Kirana terlihat bingung, “Terus Bapak jadi sopirnya Mas Rayan, begitu?”“Oh, kalau soal itu ini kan sebenarnya Mas Febri yang punya mobilnya dan saya nggak tega … Mas Febri pasti kecapean habis ada acara penting dan nggak mungkin juga kalau Pak Rayan yang nyetir,” kata Miko menjelaskan dengan cara yang cukup membuat Rayan dan juga Febri terpukau karena ketenangan yang dimiliki oleh pria itu.“Kenapa tidak mungkin, Pak?” Kirana masih bertanya sembari menoleh ke arah suaminya yang memasang ekspresi aneh. Febri tiba-tiba ikut membantu Miko dan kemudian berkata, “Saya tidak yakin kalau Pak Rayan memiliki surat izi
“Iya, Mas. Tapi … kata manajer aku akhir-akhir ini penjualan kami menurun jadi dia memutuskan agar kita ikut sama acara itu biar pendapatan naik lagi,” jelas Kirana.Rayan pun manggut-manggut dan tentu saja dia mengerti tentang masalah yang sedang dibicarakan oleh istri itu. Tetapi, hal ini malah membuat Febri terlihat terkejut dengan penjelasan Kirana. “Bu Kirana, apa perusahaan yang mengadakan event ulang tahun tersebut adalah … PT. Antara Shoes?” tanya Febri dengan nada sedikit tercekat di tenggorokannya.Mendengar nama perusahaannya disebut Rayan menatap dengan ekspresi terkejut dan hampir saja melotot ke arah asisten pribadinya itu.Tapi, alih-alih bisa melakukannya justru kemudian dia mendengar istrinya menjawab, “Iya, iya. Saya baru ingat. Itu … perusahaan yang sama di mana adik ipar saya bekerja juga.”Rayan terdiam seketika karena tidak pernah menyangka bila ternyata perusahaan yang disebut oleh istrinya itu adalah perusahaan miliknya sendiri. Dia bahkan lupa kalau perusah
Febri langsung melongo saat mendengarnya, sementara Miko yang sudah mengetahui dan mengenal bagaimana karakter Kirana pun hanya menahan senyum.Wanita spesial itu adalah wanita yang telah membuat pimpinan sebuah perusahaan besar jatuh hati.Rayan sendiri juga ikut tersenyum samar dan kemudian menanggapi, “Ini … pas kita makan saya akan ganti baju lalu menyerahkannya pada … Febri.”Kirana pun memahami dengan cepat, “Oh, begitu. Iya, Mas.”Rayan lalu menggenggam tangan istrinya dan hal itu terlihat di kaca spion. Febri juga mulai mengerti mengenai alasan pewaris perusahaan besar itu jatuh cinta pada Kirana. Dia memang belum lama mengenal wanita itu dan hanya beberapa menit berjumpa. Bahkan, pemuda itu baru berbicara dengannya hanya beberapa kalimat saja tetapi anehnya dia merasa bahwa wanita itu memang spesial.Wanita yang telah resmi menjadi istri Rayan Antara itu benar-benar sangat jauh berbeda dari semua wanita yang pernah dia jumpai. Penampilannya terkesan sederhana dan bahkan ti
Kirana yang kini malah segera menolak dengan berkata, “Oh, nggak. Nggak perlu. Kami nggak mau terlalu merepotkan lagi.”“Merepotkan?” Febri mengerutkan kening ketika dia mendengar Kirana berkata demikian. Rayan mendelik pada asisten pribadinya itu tetapi sepertinya Febri memang tidak mengerti tanda dari sang pemilik PT Antara Shoes tersebut.Pemuda itu malah kemudian berujar lagi, “Bu, ini sudah menjadi tugas saya dan juga Pak Miko untuk mengantar Anda dan juga Pak Rayan ke ….”Tiba-tiba pemuda itu segera menghentikan ucapannya ketika dia melihat Miko melotot ke arahnya dengan tatapan kesal. Saat dia menoleh ke arah Rayan, dia juga melihat bosnya yang sedang menatap jengkel kepadanya. Febri pun tergagap ketika telah menyadari bahwa dirinya hampir saja melakukan kesalahan besar dengan membongkar identitas sang tuan muda. “Ah, maaf. Maksud saya … sebagai seorang teman sudah sepantasnya tugas saya salah satunya untuk mengantar temannya ke rumah sampai selamat,” jelas Febri yang terba
Rayan terdiam cukup lama dan tidak langsung menjawab pertanyaan dari mertuanya itu.Tetapi, setelah dia berpikir masak-masak dia pun akhirnya berkata, “Ibu saya telah meninggal dan ayah saya sudah menikah lagi.”Herni mendengus saat mendengar jawaban menantunya itu, “Oh, pantesan jadi kamu itu anaknya nggak terlalu dianggap sama bapak kamu ya?”Rayan saat itu tersenyum dan Kirana khawatir bila perkataan kedua orang tuanya mungkin akan menyakitkan hati Rayan.Akan tetapi, di luar dugaannya Rayan malah dengan sangat tenang menjawab, “Begini saja. Dalam beberapa hari lagi saya akan mengundang ibu dan bapak ke acara keluarga besar saya.”Herni menaikkan alisnya, “Maksud kamu? Keluarga besar kamu akan menggelar acara dan kamu mengundang kami?”Rayan menganggukkan kepalanya dan jujur saja Kirana cukup bingung dengan ucapan suaminya karena dia sama sekali tidak mengerti tentang acara yang dimaksud oleh Rayan. “Sebenarnya acara itu seharusnya digelar beberapa bulan lagi, tapi … sepertinya sa
Kirana menatap ibu dan bapaknya secara bergantian dengan tatapan penuh kekecewaan. Bagaimana bisa mereka bersikap seperti itu kepada orang yang telah membantu mereka begitu banyak seolah suaminya itu bukanlah orang yang bertanggung jawab. Padahal kalau dipikir-pikir Rayan sama sekali tidak memiliki kewajiban yang penuh untuk benar-benar memberikan sejumlah uang kepada mereka. “Bapak dan Ibu untuk masalah itu tidak perlu khawatir. Karena saya … saat ini sudah membawakan uang tersebut,” kata Rayan.Parlan mendengus dengan tidak sabar, “Ya Itu kan untuk hari ini. Begitu kan? Lalu besok-besoknya gimana?”“Per hari kan? Kamu nggak bermaksud buat ngasih cuman satu kali dalam satu bulan gitu kan, Yan?” Herni menambahkan dengan alis berkerut seakan curiga kepada menantu laki-lakinya tersebut. Rayan dengan begitu sangat sabar menjawab, “Tidak, Bu.”Pria muda tampan itu pun kemudian mengambil sebuah amplop besar dari dalam saku jasnya yang Kirana tebak berisi sejumlah uang.Kirana cukup ter
Tidak ingin tensi di rumah itu menjadi menegang, Rayan pun cepat-cepat berkata, “Kirana, sudah ya!”“Mas. Tapi kan ….”Wanita itu melihat tatapan suaminya yang penuh permohonan sehingga dia pun terpaksa lagi-lagi harus membungkam mulutnya sendiri.Bagaimanapun juga pria yang berada di dekatnya itu adalah suami yang memiliki hak untuk membuat dirinya menurut kepadanya sehingga mau tidak mau dia pun mengangguk pada sang suami. Herni melihat kepatuhan putrinya terhadap Rayan dan langsung mendecakkan lidah, “Yah, bagus deh. Ternyata ada baiknya juga kamu menurut sama suami kamu.”Kirana tetap berusaha keras menahan dirinya agar tidak lagi terpancing dengan ucapan ibunya. Rayan pun tetap diam dan ketika dia hampir akan berbicara, Parlan menambahkan seakan mendukung ucapan istrinya, “Bagus memang. Mungkin Rayan ini bisa bikin kamu lebih hormat sama bapak ibu kamu.”Andai saja Kirana tidak menghormati Rayan, dia pasti sudah akan membalas ucapan kedua orang tuanya yang sangat menyakitkan it
Bukannya malah memperbaiki sikap mereka terhadap menantu laki-lakinya yang sudah terlalu banyak mereka hina, mereka tetap tidak mengubah sedikitpun sikap mereka.Parlan malah dengan tenangnya berkata, “Oalah, Kirana. Udah, Nduk. Kalau bermimpi itu jangan terlalu tinggi.”Kirana tercengang ketika mendengar perkataan bapaknya dan wanita muda itu hampir saja akan membalas. Namun rupanya bapaknya tersebut tidak terlalu peduli dengan balasan Kirana dan sekali lagi berujar penuh dengan nada penghinaan, “Kalau bukan hanya tukang sol sepatu, memangnya pengalaman yang lain apa? Tukang parkir maksud kamu?”“Yah Pak. Tukang parkir masih bagusan dikit, gimana kalau ternyata sebelumnya Rayan itu macam tukang angkut sampah?” Herni menanggapi perkataan suaminya. Kirana semakin tidak bisa berkata-kata lagi lantaran sudah tidak habis pikir dengan kedua orang tuanya yang malah semakin menjadi-jadi. Wanita itu ingin sekali segera memberitahu kedua orang tuanya mengenai identitas asli sang suami, tapi
Tina pun akhirnya hanya bisa mendecak penuh sesal karena telah membuang-buang waktu berbicara dengan dua wanita bebal yang tidak bisa dinasehati. Menurutnya sesungguhnya kedua wanita itu sudah mengetahui apabila mereka berbuat salah, hanya saja mereka terlalu gengsi untuk mengakui kesalahan yang telah mereka lakukan. Oleh sebab itu keduanya seolah-olah merasa paling benar di depan dirimu. “Ya udahlah, hanya menghabiskan tenaga dan buang-buang waktu saja kok ngomong sama Mbak berdua ini,” kata Tina yang akhirnya meninggalkan mereka berdua karena tidak ingin terlibat lagi dengan pertengkaran yang tidak ada habisnya.Sementara itu Kirana sudah naik ke dalam mobilnya bersama dengan suami dan saat ini sedang melakukan perjalanan menuju ke arah rumah kedua orang tuanya. “Ini masih siang, kira-kira mereka ada di rumah nggak ya, Mas?” ucap Kirana yang sebenarnya terlihat agak ragu-ragu. Rayan pun menjawab ucapan istrinya, “Mas nggak tahu. Atau mungkin mereka lagi ada di pasar? Kios merek
Pada akhirnya kedua wanita yang selalu mengusik Kirana itu tidak bisa lagi membantah apapun. Keduanya hanya diam saja dengan ekspresi bingung yang masih melekat di wajah mereka berdua.Fakta yang baru saja menampar mereka itu membuat keduanya tersadar bahwa di balik penampilan seseorang ataupun pekerjaan seseorang yang terlihat biasa saja ternyata tersimpan sebuah hal yang menakjubkan. Kadang kala sebuah kemewahan itu tidak bisa dilihat dengan mata saja. Itu persis seperti yang terjadi pada Kirana dan suaminya. Semua orang mengira keduanya memiliki kehidupan yang sederhana tetapi rupanya sang suami menyimpan rahasia yang besar. “Minimarket ini harganya pasti miliaran. Gila! Aku nggak nyangka kalau ternyata semuanya Mbak Kirana itu kaya raya!” ucap salah seorang karyawan yang menatap takjub pada Kirana dan Rayan yang mulai berjalan keluar dari area minimarket. Tina yang cukup dekat dengan Kirana saja akhir-akhir itu juga tidak mengerti tentang rahasia besar itu. Tetapi, menurutny
“Iya, katanya hari ini pembelinya juga udah datang kok,” kata seorang karyawan yang lain. Serin terlihat semakin penasaran, “Hah? Di mana orangnya?” Karyawan yang memberikan informasi itu hanya mengangkat bahu. Kirana sendiri tidak terlalu ingin tahu mengenai masalah itu karena kedatangannya ke minimarket itu di hari itu hanya untuk menyerahkan surat pengunduran dirinya. Maka setelah dia selesai mengerjakan salah satu tugasnya, wanita itu segera menemui bosnya dan menyerahkan surat pengunduran diri tersebut. Setelah berbicara empat mata dengan sang manager, Kirana pergi keluar dan terkejut ketika melihat Rayan berjabat tangan dengan seorang yang dia ketahui sebagai pemilik minimarket itu. “Saya senang sekali berbisnis dengan Anda, Pak. Semoga Anda bisa mengembangkan minimarket ini dengan jauh lebih baik dan saya harap … Anda semakin sukses,” kata pemilik minimarket itu sembari tersenyum lebar. Selanjutnya Kirana melihat orang itu meninggalkan area itu dan membiarkan Rayan be
Serin tentu saja seperti biasanya mengangguk cepat, “Iyalah. Semua juga tahu kalau suami Mbak Kirana itu cuman seorang tukang sol sepatu. Ngapain pakai setelan jas kayak bos gitu?”“Ya kalau nggak bukan buat nutupin profesinya yang asli ya pasti karena cuman mau dibilang punya kerjaan yang bagus aja,” lanjut Serin.Vena terkikik mendengar ucapan temannya, “Lha iya, Mbak. Buat apa sih pakai berusaha untuk nutupin segala, Mbak Rana? Lagian nggak ada juga kok yang mempermasalahkan profesi suaminya Mbak Kirana.”Tina langsung berkaca pinggang menatap dua orang itu dengan begitu galak, “Duh, Mbak. Kalian ini kok repot banget sih ngurusin hidup orang. Yang tanya itu aku dan yang seharusnya jawab itu Mbak Kirana, bukan kalian. Aneh banget!”Vena dan Serin langsung saja tersinggung dengan ucapan Tina dan dua wanita itu segera ingin membalas, tetapi Tina yang tahu akan maksud mereka berdua cepat-cepat mendahului mereka dengan berkata, “Sudah, Mbak. Kita beresin di sebelah sana aja yuk. Biar ngg
Rayan sontak menoleh ke arah istrinya yang terlihat terkejut dengan perkataannya. Sesungguhnya dia sangat maklum dikarenakan istrinya pasti sedikit agak kebingungan tentang rencananya yang tiba-tiba.“Sayang, sebenarnya Mas mau memberi … uang sejumlah yang dulu Bapak minta,” jelas Rayan.Kirana menelan ludah dan tidak menyangka bila ternyata jawabannya seperti itu. Dia pikir Rayan ingin pergi ke rumah kedua orang tuanya dikarenakan memberitahu mereka tentang identitas rakyat yang sebenarnya. Sesungguhnya dia sama sekali tidak keberatan tetapi dia hanya berpikir jika sampai kedua orang tuanya mengetahui latar belakang Rayan yang asli, maka kemungkinan besar orang tuanya tersebut akan mencoba untuk memanfaatkan Rayan. Dia tidak ingin hal itu terjadi dan merasa telah cukup membuat Rayan kesusahan karena sikap kedua orang tuanya.“Mas pikir lebih baik Mas kasih uang itu untuk satu bulan sehingga Mas tidak perlu memikirkannya lagi,” jelas Rayan.Kirana langsung saja menanggapi, “Tapi,