“Kamu siap mendengarnya?” Rayan bertanya dengan senyum yang masih tersinggung di bibir.
Kirana tanpa ragu mengangguk, “Siap, Mas.”
“Kejadiannya itu beberapa bulan yang lalu, lebih tepatnya sekitar satu bulan sebelum kita bertemu,” kata Rayan yang kemudian menggenggam tangan sang istri dengan lembut.
Kirana cukup gugup, tapi tetap ingin mendengarkan cerita itu.
“Saat itu hujan turun tiba-tiba, agak deras banget. Saya pun berlari untuk mencari tempat berteduh. Tapi … di saat berusaha mencari tempat berteduh, saya malah bertabrakan dengan seseorang dan akhirnya membuat seorang gadis terpeleset hingga terjatuh.”
“Heh, Mas. Hati-hati dong kalau jalan!” ucap Kirana ketus di tengah-tengah air hujan mengguyur. Gadis itu terlihat agak kesal.
“Maaf, Mbak. Saya enggak sengaja,” kata pria yang menabrak Kirana.
Pria itu membantu Kirana untuk berdiri dan menuntunnya untu
Rayan mengangguk dan membiarkan Kirana melanjutkan cerita itu.“Saat itu, aku lagi kaget karena tiba-tiba hujan turun. Aku nggak bawa payung jadi ya hanya bisa pakai tas untuk menghalau hujan biar nggak bikin basah banget, Mas.”Kirana mendesah dan melihat sang suami tampak mendengarkan dirinya bercerita dengan seksama.Dia pun berujar lagi, “Pas aku lagi mau berteduh, tiba-tiba aku tabrakan sama cowok. Aku kepleset saat itu. Dan … kejadian selanjutnya sama seperti yang Mas katakan. Aku … akan lanjutin pas di mana Mas mulai memperbaiki sepatu itu.”Kirana pun menghela napas lega.Pria muda itu pun terlihat tersenyum melirik gadis itu sekilas dan kembali memusatkan perhatiannya pada sepatu hitam putih yang harus segera diperbaikinya.Sembari menunggu hujan reda, dia melihat pria itu memperbaiki sepatunya.Pria itu terlihat serius dan bahkan seringkali tidak menoleh ke arah manapun saat
Rayan terkekeh mendengarnya. Hal itu tentu saja seketika membuat Kirana semakin bingung, “Ih, Mas. Kok malah gitu?”Meskipun agak jengkel karena mendengar respon suaminya yang menurutnya sangat menyebalkan, Kirana tetap berusaha menjaga ekspresi wajahnya agar tetap santai.Rayan pun segera mengembalikan ekspresi tenangnya lagi dan berkata, “Kirana, saat itu saya sering harus ber-istighfar karena terlalu terpukau sama keindahan kamu.”Kirana melongo.Apa suaminya sudah rabun? Atau mungkin Rayan memang memiliki gangguan penglihatan? Kirana tidak tahu yang mana yang jauh lebih mendekati. Jelas-jelas dia ini adalah seorang gadis yang tidak menarik. Jika tidak, Handi tidak mungkin tega menduakan dirinya dan meninggalkan dia tanpa rasa bersalah sedikitpun.Bahkan, kini pria itu juga malah melimpahkan kesalahan kepadanya secara penuh. Namun, suaminya mengatakan seolah dia telah berhasil memikat pria tampan itu. Kirana pun meragu, “Mas ini bercanda atau gimana sih Mas?”“Kok bercanda? Ben
“Lagian, sayang uangnya kalau dipakai makan di tempat itu. Pasti mahal banget kan?” kata Kirana yang setelah melihat papan reklame besar itu langsung benar-benar ingin segera pergi dari tempat itu.Rayan tersenyum lembut, “Tempat yang lain agak jauh dan percayalah … saya nggak akan jadi miskin dengan mengajak kamu untuk makan di sini.”Sungguh Kirana tak habis pikir dengan cara pandang Rayan. Memang dia tahu suaminya itu mungkin memang memiliki uang yang tidak sedikit entah dalam bentuk sebuah tabungan atau yang lain, tapi tetap saja menurutnya ini terlalu berlebihan.“Ya Allah, Mas. Steak apaan yang harganya saja sampai tujuh ratus ribu? Ini serius, Mas? Mau beneran makan di sini? Kalau sekali makan habis berjuta-juta bagaimana? Kan-”“Sayang, udah. Masalah uang, jangan dipikir. Yang penting, sekarang kita makan dulu ya? Oke?” ucap Rayan.Kirana tidak bisa membantah lagi dan langsung pasrah ketika Rayan menyeretnya masuk ke dalam restoran super mewah tersebut.Ketika baru memasuki ar
Rayan sontak menatap istrinya yang dahinya tiba-tiba mengerut. Dia pun tahu jelas sekali bahwa terlihat Kirana sedang menyimpan sebuah pertanyaan besar.Tidak mau membuat istrinya bertanya-tanya lagi, Rayan pun tak menunda untuk menjawab, “Dari buku. Kamu kan tahu kalau buku itu adalah jendela dunia. Apa saja bisa dipelajari dari sana.”Kirana sedikit rileks mendengar jawaban itu, tetapi dia masih belum puas. “Tapi kok bisa fasih banget kaya gitu, Mas? Kaya beneran udah pro gitu.”Rayan tersenyum lembut membalas tanggapan istrinya yang di matanya masih menyimpan sorot belum yakin, “Ya karena saya orangnya suka belajar, jadi kalau belajar nggak setengah-tengah.”Kirana pun menghela napas panjang. Dia tahu suaminya itu bukan orang bodoh. Jika tidak, sang suami tidak mungkin bisa mendapatkan klien atau pelanggan yang berasal dari kalangan kelas atas.Suaminya memiliki kemampuan berkomunikasi yang sangat baik dan dia pun bisa melihatnya dari cara Rayan berbicara dengan pelayan itu tadi.“
“Peraturan pihak bank,” kata Rayan dan dia pun kembali mengantongi kartu itu ketika Kirana mengembalikannya pada dirinya lagi.Dia memasang ekspresi tenang seperti biasa pada sang istri.Kirana memang tidak terlalu mengerti masalah perbankan sehingga dia pun memilih untuk tak bertanya lagi.Namun, kini semuanya jelas baginya bahwa suaminya memang memiliki jumlah uang yang tidak sedikit.Apa benar Mas Rayan memang hanya tukang sol sepatu? Kalau benar, kenapa uangnya bisa sebanyak itu? Pelanggan kaya? Masa iya ada banyak pelanggan kaya yang benerin sepatunya sama Mas Rayan? Kirana berpikir dengan serius.Sungguh, berapa kali pun dia memikirkan masalah itu dia tetap tak bisa menemukan jawaban yang jelas. Hanya saja, semakin kuat dugaannya bahwa suaminya itu sepertinya bukan orang biasa. Mungkin saja sang suami memiliki profesi lain, tapi dia masih belum mau mengatakannya pada Kirana.Wanita itu pun hanya bisa menghela napas panjang, merasa teka-teki itu masih sulit dipecahkan.Di saat di
Begitu Rayan dan istrinya itu meninggalkan restoran Perancis tersebut, si wanita yang tadi sempat menghina Kirana itu terlihat lemas dan langsung limbung dan terjatuh di lantai.Beberapa pengunjung restoran itu menatap aneh ke arah dirinya, tapi dia terkesan tidak peduli.“Oh, sial. Apa yang baru saja aku lakukan?” wanita itu mengacak-acak rambutnya, merasa begitu frustasi.Seorang pelayan wanita mendekati dirinya dan berujar pelan agak takut-takut, “Bu Agatha, apa Anda tidak apa-apa?”Dua pelayan pria, termasuk salah satunya adalah pelayan yang melayani Rayan dan Kirana berdiri dengan canggung dan wajahnya sudah terlihat pucat pasi.Agatha menepis tangan pelayan itu dan membentak, “Ini salah kalian. Mengapa kalian tidak bilang kalau Pak Rayan ada di sini?”Si pelayan wanita langsung ketakutan sedangkan si pelayan pria kini bertambah pucat.Dengan jengkel si wanita dengan jas merah menyala itu berkata, “Ke ruanganku sekarang juga. Kalian semua!”Agatha pun bangkit dan menunjuk dengan
Namun, Agatha tidak bisa berbuat apapun lagi. Dia tahu bila dia hanya bisa menunggu datangnya hari esok dalam diam.Sementara itu, Kirana dan Rayan masih berada di dalam perjalanan menuju ke rumah mereka. Jika sebelumnya mereka berjalan kaki menuju ke restoran Perancis itu, kini mereka kembali menggunakan sebuah mobil yang Kirana sudah hafal sopirnya.Kirana mengamati suaminya yang baru saja mematikan ponsel dan tak ragu untuk bertanya, “Kenapa, Mas? Kok mukanya serius banget sih.”Rayan mengedipkan mata dan refleks menyentuh wajahnya sendiri, “Iya kah?”“Iya. Dari sejak kita keluar dari restoran tuh Mas diam aja, terus kelihatan serius banget tuh sambil megang ponsel,” jelas Kirana.Rayan sontak mengubah ekspresi wajahnya dan tersenyum pada istrinya, “Oh, tadi Mas masih agak kesal. Terus ini serius pas lagi hubungin orang buat kerjaan.”“Oh, gitu,” balas Kirana sembari manggut-manggut, tidak curiga sama sekali.Rayan lalu berujar, “Kirana, soal uang untuk bapak, kita kasih besok aja
“Ya Allah, Bu. Mereka kan sering ke sini, kaya apa aja pakai disambut segala,” kata Kirana yang memang agak malas.Dia tidak benci pada mereka. Hanya saja, dia tahu setiap kali dia bertemu dengan mereka, selalu saja akan ada pertengkaran kecil yang mewarnai. Maka, menurut dirinya, akan jauh lebih baik bila dia dan mereka jarang berinteraksi. Selain hal itu akan meredakan tensi, dia pun berpikir bila itu justru bisa membuat hubungan persaudaraan mereka menjadi lebih aman.Namun, sepertinya pemikirannya itu tidak disetujui oleh kedua orang tuanya. Parlan malah berkata, “Sering gimana? Orang nggak tiap hari mereka ke sini.”“Iya tapi tetap saja ini tuh mereka bukan yang beberapa bulan ke sini, lagian rumah mereka juga nggak terlalu jauh dari sini, Pak.” Kirana masih enggan ikut menyapa saat itu.Herni menggertakkan gigi, tapi Kirana menambahkan lagi, “Ini juga udah jam 7 lebih, Bu. Kirana harus siap-siap berangkat kerja, Bu.”Usai mengatakan hal itu, Kirana bergegas masuk ke dalam kamar
Rayan terdiam cukup lama dan tidak langsung menjawab pertanyaan dari mertuanya itu.Tetapi, setelah dia berpikir masak-masak dia pun akhirnya berkata, “Ibu saya telah meninggal dan ayah saya sudah menikah lagi.”Herni mendengus saat mendengar jawaban menantunya itu, “Oh, pantesan jadi kamu itu anaknya nggak terlalu dianggap sama bapak kamu ya?”Rayan saat itu tersenyum dan Kirana khawatir bila perkataan kedua orang tuanya mungkin akan menyakitkan hati Rayan.Akan tetapi, di luar dugaannya Rayan malah dengan sangat tenang menjawab, “Begini saja. Dalam beberapa hari lagi saya akan mengundang ibu dan bapak ke acara keluarga besar saya.”Herni menaikkan alisnya, “Maksud kamu? Keluarga besar kamu akan menggelar acara dan kamu mengundang kami?”Rayan menganggukkan kepalanya dan jujur saja Kirana cukup bingung dengan ucapan suaminya karena dia sama sekali tidak mengerti tentang acara yang dimaksud oleh Rayan. “Sebenarnya acara itu seharusnya digelar beberapa bulan lagi, tapi … sepertinya sa
Kirana menatap ibu dan bapaknya secara bergantian dengan tatapan penuh kekecewaan. Bagaimana bisa mereka bersikap seperti itu kepada orang yang telah membantu mereka begitu banyak seolah suaminya itu bukanlah orang yang bertanggung jawab. Padahal kalau dipikir-pikir Rayan sama sekali tidak memiliki kewajiban yang penuh untuk benar-benar memberikan sejumlah uang kepada mereka. “Bapak dan Ibu untuk masalah itu tidak perlu khawatir. Karena saya … saat ini sudah membawakan uang tersebut,” kata Rayan.Parlan mendengus dengan tidak sabar, “Ya Itu kan untuk hari ini. Begitu kan? Lalu besok-besoknya gimana?”“Per hari kan? Kamu nggak bermaksud buat ngasih cuman satu kali dalam satu bulan gitu kan, Yan?” Herni menambahkan dengan alis berkerut seakan curiga kepada menantu laki-lakinya tersebut. Rayan dengan begitu sangat sabar menjawab, “Tidak, Bu.”Pria muda tampan itu pun kemudian mengambil sebuah amplop besar dari dalam saku jasnya yang Kirana tebak berisi sejumlah uang.Kirana cukup ter
Tidak ingin tensi di rumah itu menjadi menegang, Rayan pun cepat-cepat berkata, “Kirana, sudah ya!”“Mas. Tapi kan ….”Wanita itu melihat tatapan suaminya yang penuh permohonan sehingga dia pun terpaksa lagi-lagi harus membungkam mulutnya sendiri.Bagaimanapun juga pria yang berada di dekatnya itu adalah suami yang memiliki hak untuk membuat dirinya menurut kepadanya sehingga mau tidak mau dia pun mengangguk pada sang suami. Herni melihat kepatuhan putrinya terhadap Rayan dan langsung mendecakkan lidah, “Yah, bagus deh. Ternyata ada baiknya juga kamu menurut sama suami kamu.”Kirana tetap berusaha keras menahan dirinya agar tidak lagi terpancing dengan ucapan ibunya. Rayan pun tetap diam dan ketika dia hampir akan berbicara, Parlan menambahkan seakan mendukung ucapan istrinya, “Bagus memang. Mungkin Rayan ini bisa bikin kamu lebih hormat sama bapak ibu kamu.”Andai saja Kirana tidak menghormati Rayan, dia pasti sudah akan membalas ucapan kedua orang tuanya yang sangat menyakitkan it
Bukannya malah memperbaiki sikap mereka terhadap menantu laki-lakinya yang sudah terlalu banyak mereka hina, mereka tetap tidak mengubah sedikitpun sikap mereka.Parlan malah dengan tenangnya berkata, “Oalah, Kirana. Udah, Nduk. Kalau bermimpi itu jangan terlalu tinggi.”Kirana tercengang ketika mendengar perkataan bapaknya dan wanita muda itu hampir saja akan membalas. Namun rupanya bapaknya tersebut tidak terlalu peduli dengan balasan Kirana dan sekali lagi berujar penuh dengan nada penghinaan, “Kalau bukan hanya tukang sol sepatu, memangnya pengalaman yang lain apa? Tukang parkir maksud kamu?”“Yah Pak. Tukang parkir masih bagusan dikit, gimana kalau ternyata sebelumnya Rayan itu macam tukang angkut sampah?” Herni menanggapi perkataan suaminya. Kirana semakin tidak bisa berkata-kata lagi lantaran sudah tidak habis pikir dengan kedua orang tuanya yang malah semakin menjadi-jadi. Wanita itu ingin sekali segera memberitahu kedua orang tuanya mengenai identitas asli sang suami, tapi
Tina pun akhirnya hanya bisa mendecak penuh sesal karena telah membuang-buang waktu berbicara dengan dua wanita bebal yang tidak bisa dinasehati. Menurutnya sesungguhnya kedua wanita itu sudah mengetahui apabila mereka berbuat salah, hanya saja mereka terlalu gengsi untuk mengakui kesalahan yang telah mereka lakukan. Oleh sebab itu keduanya seolah-olah merasa paling benar di depan dirimu. “Ya udahlah, hanya menghabiskan tenaga dan buang-buang waktu saja kok ngomong sama Mbak berdua ini,” kata Tina yang akhirnya meninggalkan mereka berdua karena tidak ingin terlibat lagi dengan pertengkaran yang tidak ada habisnya.Sementara itu Kirana sudah naik ke dalam mobilnya bersama dengan suami dan saat ini sedang melakukan perjalanan menuju ke arah rumah kedua orang tuanya. “Ini masih siang, kira-kira mereka ada di rumah nggak ya, Mas?” ucap Kirana yang sebenarnya terlihat agak ragu-ragu. Rayan pun menjawab ucapan istrinya, “Mas nggak tahu. Atau mungkin mereka lagi ada di pasar? Kios merek
Pada akhirnya kedua wanita yang selalu mengusik Kirana itu tidak bisa lagi membantah apapun. Keduanya hanya diam saja dengan ekspresi bingung yang masih melekat di wajah mereka berdua.Fakta yang baru saja menampar mereka itu membuat keduanya tersadar bahwa di balik penampilan seseorang ataupun pekerjaan seseorang yang terlihat biasa saja ternyata tersimpan sebuah hal yang menakjubkan. Kadang kala sebuah kemewahan itu tidak bisa dilihat dengan mata saja. Itu persis seperti yang terjadi pada Kirana dan suaminya. Semua orang mengira keduanya memiliki kehidupan yang sederhana tetapi rupanya sang suami menyimpan rahasia yang besar. “Minimarket ini harganya pasti miliaran. Gila! Aku nggak nyangka kalau ternyata semuanya Mbak Kirana itu kaya raya!” ucap salah seorang karyawan yang menatap takjub pada Kirana dan Rayan yang mulai berjalan keluar dari area minimarket. Tina yang cukup dekat dengan Kirana saja akhir-akhir itu juga tidak mengerti tentang rahasia besar itu. Tetapi, menurutny
“Iya, katanya hari ini pembelinya juga udah datang kok,” kata seorang karyawan yang lain. Serin terlihat semakin penasaran, “Hah? Di mana orangnya?” Karyawan yang memberikan informasi itu hanya mengangkat bahu. Kirana sendiri tidak terlalu ingin tahu mengenai masalah itu karena kedatangannya ke minimarket itu di hari itu hanya untuk menyerahkan surat pengunduran dirinya. Maka setelah dia selesai mengerjakan salah satu tugasnya, wanita itu segera menemui bosnya dan menyerahkan surat pengunduran diri tersebut. Setelah berbicara empat mata dengan sang manager, Kirana pergi keluar dan terkejut ketika melihat Rayan berjabat tangan dengan seorang yang dia ketahui sebagai pemilik minimarket itu. “Saya senang sekali berbisnis dengan Anda, Pak. Semoga Anda bisa mengembangkan minimarket ini dengan jauh lebih baik dan saya harap … Anda semakin sukses,” kata pemilik minimarket itu sembari tersenyum lebar. Selanjutnya Kirana melihat orang itu meninggalkan area itu dan membiarkan Rayan be
Serin tentu saja seperti biasanya mengangguk cepat, “Iyalah. Semua juga tahu kalau suami Mbak Kirana itu cuman seorang tukang sol sepatu. Ngapain pakai setelan jas kayak bos gitu?”“Ya kalau nggak bukan buat nutupin profesinya yang asli ya pasti karena cuman mau dibilang punya kerjaan yang bagus aja,” lanjut Serin.Vena terkikik mendengar ucapan temannya, “Lha iya, Mbak. Buat apa sih pakai berusaha untuk nutupin segala, Mbak Rana? Lagian nggak ada juga kok yang mempermasalahkan profesi suaminya Mbak Kirana.”Tina langsung berkaca pinggang menatap dua orang itu dengan begitu galak, “Duh, Mbak. Kalian ini kok repot banget sih ngurusin hidup orang. Yang tanya itu aku dan yang seharusnya jawab itu Mbak Kirana, bukan kalian. Aneh banget!”Vena dan Serin langsung saja tersinggung dengan ucapan Tina dan dua wanita itu segera ingin membalas, tetapi Tina yang tahu akan maksud mereka berdua cepat-cepat mendahului mereka dengan berkata, “Sudah, Mbak. Kita beresin di sebelah sana aja yuk. Biar ngg
Rayan sontak menoleh ke arah istrinya yang terlihat terkejut dengan perkataannya. Sesungguhnya dia sangat maklum dikarenakan istrinya pasti sedikit agak kebingungan tentang rencananya yang tiba-tiba.“Sayang, sebenarnya Mas mau memberi … uang sejumlah yang dulu Bapak minta,” jelas Rayan.Kirana menelan ludah dan tidak menyangka bila ternyata jawabannya seperti itu. Dia pikir Rayan ingin pergi ke rumah kedua orang tuanya dikarenakan memberitahu mereka tentang identitas rakyat yang sebenarnya. Sesungguhnya dia sama sekali tidak keberatan tetapi dia hanya berpikir jika sampai kedua orang tuanya mengetahui latar belakang Rayan yang asli, maka kemungkinan besar orang tuanya tersebut akan mencoba untuk memanfaatkan Rayan. Dia tidak ingin hal itu terjadi dan merasa telah cukup membuat Rayan kesusahan karena sikap kedua orang tuanya.“Mas pikir lebih baik Mas kasih uang itu untuk satu bulan sehingga Mas tidak perlu memikirkannya lagi,” jelas Rayan.Kirana langsung saja menanggapi, “Tapi,