Kirana membantu di tempatnya duduk. Wanita tidak tahu bagaimana melukiskan apa yang sedang dia rasakan.Sebenarnya wanita begitu sangat ingin benar-benar mengetahui tentang keluarga suaminya. Dia tidak sabar juga untuk bertemu dengan sepupu Rayan yang telah dekat dengannya dan sudah jelas menerimanya sebagai istri Rayan. Selain itu, dia juga akan merasa lega apabila mengetahui anggota keluarga suaminya yang lain. Akan tetapi, sendirinya begitu sangat gundah. Meskipun Rayan berulang kali meyakinkan dirinya tentang seluruh anggota keluarganya yang akan mungkin menerima kehadirannya dengan lapang, Kirana tetap saja tidak bisa tenang. Dia bukannya tidak mempercayai ucapan suaminya, tapi dia hanya tidak tahu apa yang mungkin bisa terjadi di sana. Mungkin hal ini disebabkan karena rasa khawatirnya yang berlebihan sehingga dia sudah berpikiran hal-hal negatif sebelum benar-benar datang ke rumah keluarga besar suaminya itu.Tapi dia tunggu saja tidak mungkin mengatakan semua hal yang di
Mita seketika tersenyum lebar mendengar jawaban Kirana. Gadis muda itu pun kemudian berbicara, “Nah, ini … inilah yang bikin kakak sepupu aku ini jadi klepek-klepek sama kamu, Mbak. Ya gimana mungkin dia nggak jatuh cinta setengah mati sama kamu kalau kamu sebaiknya, Mbak.”Kirana hanya tertawa kecil menanggapinya dan dia kemudian menoleh ke arah sang suami yang terlihat berbicara dengan Febri seakan sedang mendiskusikan sesuatu. Kirana belum berani melihat sekeliling halaman rumah mewah yang begitu amat sangat besar itu karena takut dianggap tidak sopan.Kirana justru lebih berpikir apa yang akan terjadi jika dia bertemu dengan keluarga Rayan.Dilihat dari mobil yang terparkir di halaman parkir itu, Kirana bisa menebak bila ada begitu banyak anggota keluarga Rayan yang hadir di sana. Dia menelan ludah sekali lagi dengan begitu sangat gugup.Apa nanti mereka bakal benar-benar menyukai aku? Atau … jangan-jangan mereka malah nggak suka sama aku? Kirana membatin penuh rasa cemas.Teta
Mita yang sekali lagi secara kebetulan melihat ekspresi bingung Kirana itu pun segera menjawab, “Nyonya besar yang dimaksud itu nenek kami, Mbak.”“Oh,” balas Kirana yang merasa sangat bodoh karena tidak bisa berpikir dengan cepat. Rayan yang hampir lupa untuk melakukan sesuatu yang penting itu pun segera berujar, “Sayang, ini Bu Rina, kepala pelayan wanita di sini. Beliau ini … sudah seperti keluarga kami sendiri di sini karena beliau juga sudah lama bekerja di sini.”Rina seketika terharu mendengar perkataan salah satu tuan muda di keluarga Antara itu. Wanita paruh baya itu pun kemudian berkata, “Alhamdulillah, saya benar-benar sangat beruntung sekali, Nyonya. Saya bisa bekerja di sini sampai sekarang ini. Nyonya bisa panggil saya Rina.”Kirana tergelak dan tentu saja tidak mungkin dirinya akan memanggil wanita paruh baya itu dengan hanya memanggil namanya saja. Tetapi, tidak lama kemudian Rina berbicara lagi, “Semuanya sudah datang dan sedang menunggu Anda di ruang keluarga, Tua
Rayan sontak tersenyum pada Kirana dan menjawab, “Iya, Sayang.”“Cantik kan?” Rayan lanjut bertanya pada istrinya. “Sangat cantik dan anggun banget,” kata Kirana jujur.Dia sama sekali tidak mengada-ngada dan memang perkataannya itu benar-benar berasal dari dalam lubuk hatinya. Ada tiga wanita dewasa yang semuanya berpenampilan sangat elegan dan itu terlihat dari semua busana yang mereka kenakan. Tetapi, salah satu dari ketiga wanita itu memiliki wajah keibuan dan sorot mata teduh yang mengingatkan Kirana pada Rayan. “Mama kamu ….”“Mama meninggal karena sakit, tapi … memang itu sudah jalan Allah, saya audah iklash sejak lama,” ucap Rayan yang memang terdengar begitu penuh dengan kesabaran. Kirana begitu sangat salut pada suaminya itu karena sanggup menahan rasa sakit kehilangan. Dia tahu walaupun Rayan berkata telah benar-benar mengikhlaskan ibunya, Udah tentu kenangan ibunya itu terasa begitu sangat dekat dengan pria itu sehingga dia pun bisa melihat bagaimana sorot mata Rayan
Sesungguhnya Kirana merasa aneh ketika dia tahu suaminya ingin mengajaknya ke arah lain. Padahal Rayan belum memperkenalkan dirinya pada ibu tirinya. Tetapi, dia sama saya tidak menyangka bila nada ibu tiri Rayan terdengar begitu tersinggung atau lebih tepatnya kesal karena seolah-olah tidak dianggap oleh Rayan.Kirana menelan ludah ketika Rayan berhenti berjalan lalu menoleh ke arah wanita yang berdandan sedikit agak lebih mencolok dibandingkan dengan dua wanita lain di ruangan itu.Namun, sebelum Rayan sempat membuka mulutnya, Kirana mendengar sang nenek Rayan berkata, “Farid, kenapa kamu nggak bisa atur istri kamu?”Kirana hampir saja melongo tapi dia merasa beruntung bisa menahan diri walaupun saat itu dirinya begitu sangat terkejut. “Maaf, Bu,” kata Farid yang kemudian melirik istrinya seolah menyuruhnya untuk diam.Tapi, Dini, sang ibu tiri Rayan itu menggelengkan kepalanya, “Mas, kamu mau biarin hal ini terjadi terus? Kamu mau biarin anak kamu itu nggak anggap aku walaupun a
Kirana ternyata juga langsung menoleh ke arah sumber suara itu. Rupanya suara itu berasal dari seorang pria muda yang Kirana tebak seusia dengan Rayan. Mungkin pria muda itu adalah saudara tiri Rayan yang disebut-sebut oleh Mita.“Kenapa, Yan? Nggak mau kasih tahu kami soal latar belakang keluarga dari istri kamu ini?” Arik lanjut berkata sembari tersenyum miring. Namun, bukan Rayan yang menjawab ucapan Arik tetapi justru Lastri, “Kenapa jadi kamu yang bertanya pada Rayan?”Arik yang seketika tersenyum itu langsung menoleh ke arah Lastri dengan tatapan takut-takut, “Nek, memang sudah seharusnya Rayan cerita tentang asal-usul istrinya ini. Kita ini … bukan keluarga sembarangan, kita keluarga-”“Tunggu dulu! Kenapa jadi kamu yang seolah-olah merasa menjadi bagian keluarga Antara?” potong seorang pria muda yang bergerak dari arah belakang dari sepasang suami istri yang belum diperkenalkan oleh Rayan kepada Kirana. Pria muda itu juga terlihat sepantaran dengan Rayan apapun Arik, tapi
Seakan memang ingin mendukung anaknya, Dini juga ikut menambahkan, “Kayanya bukan berasal dari keluarga konglomerat Solo. Soalnya … saya sama sekali nggak mendengar ada kabar seorang putri konglomerat menikah dengan salah satu pewaris bisnis dari keluarga konglomerat juga.”Tentu saja hal itu membuat Arik semakin senang.Sedangkan, ayah Rayan, Farid sedikit terganggu dengan perkataan anak tiri dan istrinya itu. Dia bahkan kemudian berujar pelan sembari menatap ke arah putranya dan juga menantu perempuannya, “Rayan, Kirana ….”Dia berhenti sejenak lalu menoleh ke arah Arik dan Dini yang terlihat memang seolah bersekongkol menjatuhkan Rayan dan juga istrinya.“Kalian berdua tidak dengar apa yang dikatakan oleh Mama? Arik … nenek kamu sudah mengatakan kalau semuanya tidak terlalu mempermasalahkan masalah Kirana. Kamu … sebagai kakak Rayan seharusnya tidak menyulitkan dia,” kata Farid.“Tapi, Pa-”“Diam, Arik!” potong Farid yang benar-benar sudah tidak mau lagi mendengar apapun yang diuc
Rayan tentu saja luar biasa kaget mendengar perkataan istrinya itu tetapi ketika dia menatap istrinya dengan tatapan lurus-lurus, dia pun yakin bila istrinya telah mempersiapkan diri.Dikarenakan hal itu, Rayan menganggukkan kepalanya dan memberi izin pada Kirana untuk melakukan hal yang diinginkannya. Kirana balas mengangguk dengan mantap dan kemudian berkata, “Mohon maaf yang sebelumnya karena saya semuanya menjadi agak tidak nyaman.”Lastri tersenyum mendengar permohonan maaf yang sangat tulus dari Kirana itu. Sementara Mita malah terlihat begitu gugup melihat Kirana yang mengambil alih tugas menjelaskan semuanya. Ih, Mas Rayan gimana sih? Kok bukan dia aja sih yang jelasin? Mita menggerutu dalam hati sembari menatap agak kesal pada kakak sepupunya.“Kehadiran saya pasti membuat keluarga ini sangat terkejut dan kaget. Tapi … sungguh sebenarnya sayalah yang paling terkejut ketika hari ini saya baru mengetahui semua hal tentang suami saya,” kata Kirana yang seketika membuat bebera
Rayan terdiam cukup lama dan tidak langsung menjawab pertanyaan dari mertuanya itu.Tetapi, setelah dia berpikir masak-masak dia pun akhirnya berkata, “Ibu saya telah meninggal dan ayah saya sudah menikah lagi.”Herni mendengus saat mendengar jawaban menantunya itu, “Oh, pantesan jadi kamu itu anaknya nggak terlalu dianggap sama bapak kamu ya?”Rayan saat itu tersenyum dan Kirana khawatir bila perkataan kedua orang tuanya mungkin akan menyakitkan hati Rayan.Akan tetapi, di luar dugaannya Rayan malah dengan sangat tenang menjawab, “Begini saja. Dalam beberapa hari lagi saya akan mengundang ibu dan bapak ke acara keluarga besar saya.”Herni menaikkan alisnya, “Maksud kamu? Keluarga besar kamu akan menggelar acara dan kamu mengundang kami?”Rayan menganggukkan kepalanya dan jujur saja Kirana cukup bingung dengan ucapan suaminya karena dia sama sekali tidak mengerti tentang acara yang dimaksud oleh Rayan. “Sebenarnya acara itu seharusnya digelar beberapa bulan lagi, tapi … sepertinya sa
Kirana menatap ibu dan bapaknya secara bergantian dengan tatapan penuh kekecewaan. Bagaimana bisa mereka bersikap seperti itu kepada orang yang telah membantu mereka begitu banyak seolah suaminya itu bukanlah orang yang bertanggung jawab. Padahal kalau dipikir-pikir Rayan sama sekali tidak memiliki kewajiban yang penuh untuk benar-benar memberikan sejumlah uang kepada mereka. “Bapak dan Ibu untuk masalah itu tidak perlu khawatir. Karena saya … saat ini sudah membawakan uang tersebut,” kata Rayan.Parlan mendengus dengan tidak sabar, “Ya Itu kan untuk hari ini. Begitu kan? Lalu besok-besoknya gimana?”“Per hari kan? Kamu nggak bermaksud buat ngasih cuman satu kali dalam satu bulan gitu kan, Yan?” Herni menambahkan dengan alis berkerut seakan curiga kepada menantu laki-lakinya tersebut. Rayan dengan begitu sangat sabar menjawab, “Tidak, Bu.”Pria muda tampan itu pun kemudian mengambil sebuah amplop besar dari dalam saku jasnya yang Kirana tebak berisi sejumlah uang.Kirana cukup ter
Tidak ingin tensi di rumah itu menjadi menegang, Rayan pun cepat-cepat berkata, “Kirana, sudah ya!”“Mas. Tapi kan ….”Wanita itu melihat tatapan suaminya yang penuh permohonan sehingga dia pun terpaksa lagi-lagi harus membungkam mulutnya sendiri.Bagaimanapun juga pria yang berada di dekatnya itu adalah suami yang memiliki hak untuk membuat dirinya menurut kepadanya sehingga mau tidak mau dia pun mengangguk pada sang suami. Herni melihat kepatuhan putrinya terhadap Rayan dan langsung mendecakkan lidah, “Yah, bagus deh. Ternyata ada baiknya juga kamu menurut sama suami kamu.”Kirana tetap berusaha keras menahan dirinya agar tidak lagi terpancing dengan ucapan ibunya. Rayan pun tetap diam dan ketika dia hampir akan berbicara, Parlan menambahkan seakan mendukung ucapan istrinya, “Bagus memang. Mungkin Rayan ini bisa bikin kamu lebih hormat sama bapak ibu kamu.”Andai saja Kirana tidak menghormati Rayan, dia pasti sudah akan membalas ucapan kedua orang tuanya yang sangat menyakitkan it
Bukannya malah memperbaiki sikap mereka terhadap menantu laki-lakinya yang sudah terlalu banyak mereka hina, mereka tetap tidak mengubah sedikitpun sikap mereka.Parlan malah dengan tenangnya berkata, “Oalah, Kirana. Udah, Nduk. Kalau bermimpi itu jangan terlalu tinggi.”Kirana tercengang ketika mendengar perkataan bapaknya dan wanita muda itu hampir saja akan membalas. Namun rupanya bapaknya tersebut tidak terlalu peduli dengan balasan Kirana dan sekali lagi berujar penuh dengan nada penghinaan, “Kalau bukan hanya tukang sol sepatu, memangnya pengalaman yang lain apa? Tukang parkir maksud kamu?”“Yah Pak. Tukang parkir masih bagusan dikit, gimana kalau ternyata sebelumnya Rayan itu macam tukang angkut sampah?” Herni menanggapi perkataan suaminya. Kirana semakin tidak bisa berkata-kata lagi lantaran sudah tidak habis pikir dengan kedua orang tuanya yang malah semakin menjadi-jadi. Wanita itu ingin sekali segera memberitahu kedua orang tuanya mengenai identitas asli sang suami, tapi
Tina pun akhirnya hanya bisa mendecak penuh sesal karena telah membuang-buang waktu berbicara dengan dua wanita bebal yang tidak bisa dinasehati. Menurutnya sesungguhnya kedua wanita itu sudah mengetahui apabila mereka berbuat salah, hanya saja mereka terlalu gengsi untuk mengakui kesalahan yang telah mereka lakukan. Oleh sebab itu keduanya seolah-olah merasa paling benar di depan dirimu. “Ya udahlah, hanya menghabiskan tenaga dan buang-buang waktu saja kok ngomong sama Mbak berdua ini,” kata Tina yang akhirnya meninggalkan mereka berdua karena tidak ingin terlibat lagi dengan pertengkaran yang tidak ada habisnya.Sementara itu Kirana sudah naik ke dalam mobilnya bersama dengan suami dan saat ini sedang melakukan perjalanan menuju ke arah rumah kedua orang tuanya. “Ini masih siang, kira-kira mereka ada di rumah nggak ya, Mas?” ucap Kirana yang sebenarnya terlihat agak ragu-ragu. Rayan pun menjawab ucapan istrinya, “Mas nggak tahu. Atau mungkin mereka lagi ada di pasar? Kios merek
Pada akhirnya kedua wanita yang selalu mengusik Kirana itu tidak bisa lagi membantah apapun. Keduanya hanya diam saja dengan ekspresi bingung yang masih melekat di wajah mereka berdua.Fakta yang baru saja menampar mereka itu membuat keduanya tersadar bahwa di balik penampilan seseorang ataupun pekerjaan seseorang yang terlihat biasa saja ternyata tersimpan sebuah hal yang menakjubkan. Kadang kala sebuah kemewahan itu tidak bisa dilihat dengan mata saja. Itu persis seperti yang terjadi pada Kirana dan suaminya. Semua orang mengira keduanya memiliki kehidupan yang sederhana tetapi rupanya sang suami menyimpan rahasia yang besar. “Minimarket ini harganya pasti miliaran. Gila! Aku nggak nyangka kalau ternyata semuanya Mbak Kirana itu kaya raya!” ucap salah seorang karyawan yang menatap takjub pada Kirana dan Rayan yang mulai berjalan keluar dari area minimarket. Tina yang cukup dekat dengan Kirana saja akhir-akhir itu juga tidak mengerti tentang rahasia besar itu. Tetapi, menurutny
“Iya, katanya hari ini pembelinya juga udah datang kok,” kata seorang karyawan yang lain. Serin terlihat semakin penasaran, “Hah? Di mana orangnya?” Karyawan yang memberikan informasi itu hanya mengangkat bahu. Kirana sendiri tidak terlalu ingin tahu mengenai masalah itu karena kedatangannya ke minimarket itu di hari itu hanya untuk menyerahkan surat pengunduran dirinya. Maka setelah dia selesai mengerjakan salah satu tugasnya, wanita itu segera menemui bosnya dan menyerahkan surat pengunduran diri tersebut. Setelah berbicara empat mata dengan sang manager, Kirana pergi keluar dan terkejut ketika melihat Rayan berjabat tangan dengan seorang yang dia ketahui sebagai pemilik minimarket itu. “Saya senang sekali berbisnis dengan Anda, Pak. Semoga Anda bisa mengembangkan minimarket ini dengan jauh lebih baik dan saya harap … Anda semakin sukses,” kata pemilik minimarket itu sembari tersenyum lebar. Selanjutnya Kirana melihat orang itu meninggalkan area itu dan membiarkan Rayan be
Serin tentu saja seperti biasanya mengangguk cepat, “Iyalah. Semua juga tahu kalau suami Mbak Kirana itu cuman seorang tukang sol sepatu. Ngapain pakai setelan jas kayak bos gitu?”“Ya kalau nggak bukan buat nutupin profesinya yang asli ya pasti karena cuman mau dibilang punya kerjaan yang bagus aja,” lanjut Serin.Vena terkikik mendengar ucapan temannya, “Lha iya, Mbak. Buat apa sih pakai berusaha untuk nutupin segala, Mbak Rana? Lagian nggak ada juga kok yang mempermasalahkan profesi suaminya Mbak Kirana.”Tina langsung berkaca pinggang menatap dua orang itu dengan begitu galak, “Duh, Mbak. Kalian ini kok repot banget sih ngurusin hidup orang. Yang tanya itu aku dan yang seharusnya jawab itu Mbak Kirana, bukan kalian. Aneh banget!”Vena dan Serin langsung saja tersinggung dengan ucapan Tina dan dua wanita itu segera ingin membalas, tetapi Tina yang tahu akan maksud mereka berdua cepat-cepat mendahului mereka dengan berkata, “Sudah, Mbak. Kita beresin di sebelah sana aja yuk. Biar ngg
Rayan sontak menoleh ke arah istrinya yang terlihat terkejut dengan perkataannya. Sesungguhnya dia sangat maklum dikarenakan istrinya pasti sedikit agak kebingungan tentang rencananya yang tiba-tiba.“Sayang, sebenarnya Mas mau memberi … uang sejumlah yang dulu Bapak minta,” jelas Rayan.Kirana menelan ludah dan tidak menyangka bila ternyata jawabannya seperti itu. Dia pikir Rayan ingin pergi ke rumah kedua orang tuanya dikarenakan memberitahu mereka tentang identitas rakyat yang sebenarnya. Sesungguhnya dia sama sekali tidak keberatan tetapi dia hanya berpikir jika sampai kedua orang tuanya mengetahui latar belakang Rayan yang asli, maka kemungkinan besar orang tuanya tersebut akan mencoba untuk memanfaatkan Rayan. Dia tidak ingin hal itu terjadi dan merasa telah cukup membuat Rayan kesusahan karena sikap kedua orang tuanya.“Mas pikir lebih baik Mas kasih uang itu untuk satu bulan sehingga Mas tidak perlu memikirkannya lagi,” jelas Rayan.Kirana langsung saja menanggapi, “Tapi,