Sebelum rekan kerja Kirana menjawab ucapan teman kerjanya itu, Rayan sebagai orang luar di area itu pun segera berkata, “Sayang, aku pergi duluan ya.”Kirana mengangguk dengan cepat dan kemudian mencium tangan suaminya sebelum pria tampan itu meninggalkan area tersebut. Usai melihat suaminya pergi dari tempat itu, Kirana kembali bertanya pada teman kerjanya yang menampilkan ekspresi wajah cemas, “Ada apa sih, Tin?”Tina, karyawan yang usianya di bawah Kirana 2 tahun itu pun menjawab dengan agak bingung, “Ini Mita tiba-tiba aja chat manager kalau dia itu nggak bisa datang.”Kirana melongo kaget ketika mendengar jawaban dari Tina. Gadis itu mengerutkan kening, terlihat agak bingung tapi dia tetap menanggapi, “Terus dia kasih tahu nggak alasannya apa dia itu nggak bisa datang?”Tina menggelengkan kepalanya dan dari wajah gadis itu saja Kirana bisa menduga jika kemungkinan besar Mita tidak memberikan alasan yang jelas sehingga semuanya menjadi kebingungan. Kirana pun memberanikan diri
Tina membelalakkan mata mendengar ucapan Vena, “Heh, ya nggak bisa gitu lah. Ini tuh nggak ada sangkut pautnya ya sama Mbak Kirana. Ini salah Mita.”Kirana cukup terkejut dengan pembelaan Tina kepadanya. Gadis muda itu padahal tidak terlalu sering berinteraksi dengannya dan biasanya hanya diam saja ketika dia mendapatkan masalah. Akan tetapi, anehnya kali ini dia terlihat berada di pihaknya sampai wajah Vena yang mendengar pembelaan itu menjadi terlihat jengkel. “Lho, terus kalau salahnya Mita kita mau salahin dia gimana? Orangnya aja nggak ada di sini seperti apa yang dibilang Mbak Kirana tadi. Jadi, Ya udahlah biarin Mbak Kirana aja yang gantiin semua tugasnya si Mita. Itu udah adil banget loh karena yang paling dekat dengan Mita itu ya Mbak Kirana,” kata Vena dengan begitu entengnya seolah tidak memikirkan betapa beratnya tugas yang di-handle oleh Mita. Tina mengelengkan kepalanya dan terlihat tetap tidak setuju dengan apa yang diutarakan oleh Vena. “Nggak bisa, Ven. Mbak Kira
Sebelum Vena dan Serin sempat membalas perkataannya, Tina mendahului mereka lagi dengan berkata, “Sudah ya, Mbak. Mendingan kita siap-siap aja deh karena udah pasti pak manager nggak mungkin biarin Mbak Kirana ngerjain semuanya itu sendirian.”Usai mengatakan hal itu Tina menyempatkan diri untuk tersenyum samar. Vena menggigit giginya sendiri karena jengkel tetapi dia tidak bisa melakukan apapun karena tidak lama setelah itu manajer mereka memanggil mereka semua untuk datang mendekat. Serin mendesah, “Ah, ini menyebalkan! Sepertinya omongan Tina memang benar deh.”Vena mendengus, “Ih, gara-gara anak itu nggak datang, kita jadi kerepotan. Eh, tapi biarin deh karena udah pastikan dia dapat surat peringatan.”Serin mengangguk setuju, “Iyalah, dia berani mangkir dari acara penting kayak gini kok. Aku harapnya sih itu bukan cuman surat peringatan tapi langsung surat pemecatan. Biarin aja deh dia dikeluarin dari minimarket kita, lagian dia juga baru aja masuk kan? Bukan karyawan penting j
Seorang staf laki-laki menanggapi, “Hush, diam! Kalian mau dipecat ya kok berani-beraninya gosipin pimpinan?”Dua staff wanita itu pun langsung menutup mulut mereka dan tidak berani berbicara apapun lagi. Danang yang memang bertugas untuk mendampingi Rayan bersama dengan Febri pun berjalan mendekat ke arah sang pimpinan, “Pak, Anda mau langsung ke area sekarang?”“Iya, beritahu yang lain. Saya ingin bertanya pada beberapa orang,” kata Rayan.Danang segera menganggukkan kepalanya dan meminta salah satu anak buahnya untuk memberitahu para staff perusahaan yang menempati jabatan penting. Sementara itu, di bagian agak belakang gedung itu, ada seorang karyawan yang promosinya ditunda menatap ke arah sang pimpinan yang baru saja tiba di lokasi tersebut.Orang itu adalah Bagas dan kini sedang membawa beberapa barang yang harus dia tempatkan di bagian pinggir untuk membantu teman-temannya.Sang pimpinan dikerumuni oleh beberapa orang sehingga mereka tidak bisa melihat dengan jelas. Bagas me
Bagas menggelengkan kepalanya tetapi kemudian dia berhenti tertawa. “Nama CEO kita itu sama kayak nama kakak ipar aku,” kata Bagas yang memang benar-benar langsung teringat pada kakak iparnya. Dita menaikkan alis kanannya, “Wah! Nama kakak ipar Mas Bagas itu Rayan juga?”Bagas mengangguk. “Iya, tapi sayangnya nasibnya beda jauh banget sama CEO kita ini.”Dita tidak terlalu ingin tahu tetapi kemudian Bagas malah berbicara lagi, “CEO kita memiliki nasib bagus banget, jadi seorang pewaris utama perusahaan besar yang sudah jelas berarti dia seorang miliarder. Sedangkan, kakak ipar aku ini nasibnya blangsak banget.”Mendengar perbedaan yang begitu sangat kontras itu pun Dita akhirnya mulai agak penasaran sehingga gadis muda itu pun bertanya, “Blangsak gimana, Mas?”Bagas tertawa ketika teringat penampilan kakak iparnya sehari-hari itu, “Ya gimana nggak blangsak kalau dia itu cuman seorang tukang sol sepatu.”Dita langsung menampilkan ekspresi jijik di wajahnya, “Tukang sol sepatu? Yang b
Dita memberikan tatapan malas pada Bagas, “Ya Allah, Mas. Orang mana sih yang nggak mau jadi asisten seorang pewaris dari perusahaan besar kayak gitu?”Belum sempat Bagas menjawab pertanyaan Dita, gadis muda itu sudah berkata lagi, “Bukan hanya prestige tapi juga banyak banget yang bisa didapat.”“Nih ya, selain gajinya udah pasti tinggi banget, kesempatan buat naik posisi yang jauh lebih tinggi itu juga terbuka lebar. Terus ya … tambahannya bisa kenal sama orang-orang kelas atas. Gimana nggak mau coba jadi asistennya Pak Rayan?” Dita berkata dengan begitu terlihat memelas karena dia pun benar-benar sangat menginginkan posisi itu. Bagas yang akhirnya bisa memahami keinginan kita itu pun mengangguk setuju, “Ya tapi … kayaknya nggak mudah buat dapetin posisi itu. Kamu juga bisa lihat kan kayaknya yang di sekeliling si CEO kita itu bukan orang sembarangan. Dia pasti milih asisten pribadi ya nggak sembarangan juga lah.”Dita mendengus jengkel mendengar ucapan Bagas, “Eh, ini maksudnya ak
Febri kemudian menjawab, “Sebentar, Pak. Saya tanyakan sekali lagi gimana kejelasannya.”Febri pun kembali keluar tenda itu lagi dan mengorek informasi sebanyak mungkin sebelum kemudian menyampaikan semuanya kepada sang pimpinan.Rayan pun hanya bisa mendesah dan hal ini sungguh membuatnya terganggu. Pria muda itu tak bisa menahan rasa gugupnya sehingga sampai mengetukkan jari-jari tangannya ke meja. Dia mulai berpikir tidak karuan. Hal ini lantaran jika Mita tidak datang ke acara itu untuk mewakili dirinya, dia terpaksa harus melakukannya sendiri. Jika tidak, kakak tirinya akan mengambil keuntungan dari kejadian itu dan hal itu benar-benar sangat buruk. Kalau sampai hal itu terjadi, sang kakak tiri bisa menjatuhkan dirinya di depan keluarganya dan kemungkinan besar beberapa hal buruk akan terjadi termasuk tentang pengalihan pimpinan perusahaan yang merupakan milik keluarganya.Rayan bukannya gila harta atau tidak ingin kehilangan semua itu tetapi dia hanya mempertahankan apa yang
Febri dengan sedikit agak takut-takut memberikan tanggapan, “Pak, apakah sebenarnya Bu Mita tidak memiliki masalah apapun tetapi memang sedang kesulitan di jalan?” Rayan menaikkan alis kanannya dan menatap ke arah Febri selama beberapa detik baru kemudian membalas, “Benar juga. Coba … kau cari di sekitar arah ke jalan Ini.”“Baik, Pak Rayan.”Febri pun segera memerintahkan sejumlah anak buahnya untuk mencari keberadaan Mita di sekitar jalan dekat dengan area event anniversary tersebut. Tetapi, baru saja beberapa menit mereka melakukan pencarian, Febri melebarkan matanya ketika melihat orang yang telah mereka cari selama hampir satu jam lamanya itu datang dengan pakaian yang cukup berantakan. “Bu Mita ….”Mita mengangkat tangannya dan menyuruh Febri untuk menutup mulutnya, “Heh, aku bahkan jauh lebih muda darimu tapi bagaimana bisa kamu memanggilku dengan sebutan ‘Bu’. Yang benar saja.”Febri hanya bisa mengedipkan matanya tanpa bisa membalas lantaran terlalu terkejut dengan ucapan
Rayan terdiam cukup lama dan tidak langsung menjawab pertanyaan dari mertuanya itu.Tetapi, setelah dia berpikir masak-masak dia pun akhirnya berkata, “Ibu saya telah meninggal dan ayah saya sudah menikah lagi.”Herni mendengus saat mendengar jawaban menantunya itu, “Oh, pantesan jadi kamu itu anaknya nggak terlalu dianggap sama bapak kamu ya?”Rayan saat itu tersenyum dan Kirana khawatir bila perkataan kedua orang tuanya mungkin akan menyakitkan hati Rayan.Akan tetapi, di luar dugaannya Rayan malah dengan sangat tenang menjawab, “Begini saja. Dalam beberapa hari lagi saya akan mengundang ibu dan bapak ke acara keluarga besar saya.”Herni menaikkan alisnya, “Maksud kamu? Keluarga besar kamu akan menggelar acara dan kamu mengundang kami?”Rayan menganggukkan kepalanya dan jujur saja Kirana cukup bingung dengan ucapan suaminya karena dia sama sekali tidak mengerti tentang acara yang dimaksud oleh Rayan. “Sebenarnya acara itu seharusnya digelar beberapa bulan lagi, tapi … sepertinya sa
Kirana menatap ibu dan bapaknya secara bergantian dengan tatapan penuh kekecewaan. Bagaimana bisa mereka bersikap seperti itu kepada orang yang telah membantu mereka begitu banyak seolah suaminya itu bukanlah orang yang bertanggung jawab. Padahal kalau dipikir-pikir Rayan sama sekali tidak memiliki kewajiban yang penuh untuk benar-benar memberikan sejumlah uang kepada mereka. “Bapak dan Ibu untuk masalah itu tidak perlu khawatir. Karena saya … saat ini sudah membawakan uang tersebut,” kata Rayan.Parlan mendengus dengan tidak sabar, “Ya Itu kan untuk hari ini. Begitu kan? Lalu besok-besoknya gimana?”“Per hari kan? Kamu nggak bermaksud buat ngasih cuman satu kali dalam satu bulan gitu kan, Yan?” Herni menambahkan dengan alis berkerut seakan curiga kepada menantu laki-lakinya tersebut. Rayan dengan begitu sangat sabar menjawab, “Tidak, Bu.”Pria muda tampan itu pun kemudian mengambil sebuah amplop besar dari dalam saku jasnya yang Kirana tebak berisi sejumlah uang.Kirana cukup ter
Tidak ingin tensi di rumah itu menjadi menegang, Rayan pun cepat-cepat berkata, “Kirana, sudah ya!”“Mas. Tapi kan ….”Wanita itu melihat tatapan suaminya yang penuh permohonan sehingga dia pun terpaksa lagi-lagi harus membungkam mulutnya sendiri.Bagaimanapun juga pria yang berada di dekatnya itu adalah suami yang memiliki hak untuk membuat dirinya menurut kepadanya sehingga mau tidak mau dia pun mengangguk pada sang suami. Herni melihat kepatuhan putrinya terhadap Rayan dan langsung mendecakkan lidah, “Yah, bagus deh. Ternyata ada baiknya juga kamu menurut sama suami kamu.”Kirana tetap berusaha keras menahan dirinya agar tidak lagi terpancing dengan ucapan ibunya. Rayan pun tetap diam dan ketika dia hampir akan berbicara, Parlan menambahkan seakan mendukung ucapan istrinya, “Bagus memang. Mungkin Rayan ini bisa bikin kamu lebih hormat sama bapak ibu kamu.”Andai saja Kirana tidak menghormati Rayan, dia pasti sudah akan membalas ucapan kedua orang tuanya yang sangat menyakitkan it
Bukannya malah memperbaiki sikap mereka terhadap menantu laki-lakinya yang sudah terlalu banyak mereka hina, mereka tetap tidak mengubah sedikitpun sikap mereka.Parlan malah dengan tenangnya berkata, “Oalah, Kirana. Udah, Nduk. Kalau bermimpi itu jangan terlalu tinggi.”Kirana tercengang ketika mendengar perkataan bapaknya dan wanita muda itu hampir saja akan membalas. Namun rupanya bapaknya tersebut tidak terlalu peduli dengan balasan Kirana dan sekali lagi berujar penuh dengan nada penghinaan, “Kalau bukan hanya tukang sol sepatu, memangnya pengalaman yang lain apa? Tukang parkir maksud kamu?”“Yah Pak. Tukang parkir masih bagusan dikit, gimana kalau ternyata sebelumnya Rayan itu macam tukang angkut sampah?” Herni menanggapi perkataan suaminya. Kirana semakin tidak bisa berkata-kata lagi lantaran sudah tidak habis pikir dengan kedua orang tuanya yang malah semakin menjadi-jadi. Wanita itu ingin sekali segera memberitahu kedua orang tuanya mengenai identitas asli sang suami, tapi
Tina pun akhirnya hanya bisa mendecak penuh sesal karena telah membuang-buang waktu berbicara dengan dua wanita bebal yang tidak bisa dinasehati. Menurutnya sesungguhnya kedua wanita itu sudah mengetahui apabila mereka berbuat salah, hanya saja mereka terlalu gengsi untuk mengakui kesalahan yang telah mereka lakukan. Oleh sebab itu keduanya seolah-olah merasa paling benar di depan dirimu. “Ya udahlah, hanya menghabiskan tenaga dan buang-buang waktu saja kok ngomong sama Mbak berdua ini,” kata Tina yang akhirnya meninggalkan mereka berdua karena tidak ingin terlibat lagi dengan pertengkaran yang tidak ada habisnya.Sementara itu Kirana sudah naik ke dalam mobilnya bersama dengan suami dan saat ini sedang melakukan perjalanan menuju ke arah rumah kedua orang tuanya. “Ini masih siang, kira-kira mereka ada di rumah nggak ya, Mas?” ucap Kirana yang sebenarnya terlihat agak ragu-ragu. Rayan pun menjawab ucapan istrinya, “Mas nggak tahu. Atau mungkin mereka lagi ada di pasar? Kios merek
Pada akhirnya kedua wanita yang selalu mengusik Kirana itu tidak bisa lagi membantah apapun. Keduanya hanya diam saja dengan ekspresi bingung yang masih melekat di wajah mereka berdua.Fakta yang baru saja menampar mereka itu membuat keduanya tersadar bahwa di balik penampilan seseorang ataupun pekerjaan seseorang yang terlihat biasa saja ternyata tersimpan sebuah hal yang menakjubkan. Kadang kala sebuah kemewahan itu tidak bisa dilihat dengan mata saja. Itu persis seperti yang terjadi pada Kirana dan suaminya. Semua orang mengira keduanya memiliki kehidupan yang sederhana tetapi rupanya sang suami menyimpan rahasia yang besar. “Minimarket ini harganya pasti miliaran. Gila! Aku nggak nyangka kalau ternyata semuanya Mbak Kirana itu kaya raya!” ucap salah seorang karyawan yang menatap takjub pada Kirana dan Rayan yang mulai berjalan keluar dari area minimarket. Tina yang cukup dekat dengan Kirana saja akhir-akhir itu juga tidak mengerti tentang rahasia besar itu. Tetapi, menurutny
“Iya, katanya hari ini pembelinya juga udah datang kok,” kata seorang karyawan yang lain. Serin terlihat semakin penasaran, “Hah? Di mana orangnya?” Karyawan yang memberikan informasi itu hanya mengangkat bahu. Kirana sendiri tidak terlalu ingin tahu mengenai masalah itu karena kedatangannya ke minimarket itu di hari itu hanya untuk menyerahkan surat pengunduran dirinya. Maka setelah dia selesai mengerjakan salah satu tugasnya, wanita itu segera menemui bosnya dan menyerahkan surat pengunduran diri tersebut. Setelah berbicara empat mata dengan sang manager, Kirana pergi keluar dan terkejut ketika melihat Rayan berjabat tangan dengan seorang yang dia ketahui sebagai pemilik minimarket itu. “Saya senang sekali berbisnis dengan Anda, Pak. Semoga Anda bisa mengembangkan minimarket ini dengan jauh lebih baik dan saya harap … Anda semakin sukses,” kata pemilik minimarket itu sembari tersenyum lebar. Selanjutnya Kirana melihat orang itu meninggalkan area itu dan membiarkan Rayan be
Serin tentu saja seperti biasanya mengangguk cepat, “Iyalah. Semua juga tahu kalau suami Mbak Kirana itu cuman seorang tukang sol sepatu. Ngapain pakai setelan jas kayak bos gitu?”“Ya kalau nggak bukan buat nutupin profesinya yang asli ya pasti karena cuman mau dibilang punya kerjaan yang bagus aja,” lanjut Serin.Vena terkikik mendengar ucapan temannya, “Lha iya, Mbak. Buat apa sih pakai berusaha untuk nutupin segala, Mbak Rana? Lagian nggak ada juga kok yang mempermasalahkan profesi suaminya Mbak Kirana.”Tina langsung berkaca pinggang menatap dua orang itu dengan begitu galak, “Duh, Mbak. Kalian ini kok repot banget sih ngurusin hidup orang. Yang tanya itu aku dan yang seharusnya jawab itu Mbak Kirana, bukan kalian. Aneh banget!”Vena dan Serin langsung saja tersinggung dengan ucapan Tina dan dua wanita itu segera ingin membalas, tetapi Tina yang tahu akan maksud mereka berdua cepat-cepat mendahului mereka dengan berkata, “Sudah, Mbak. Kita beresin di sebelah sana aja yuk. Biar ngg
Rayan sontak menoleh ke arah istrinya yang terlihat terkejut dengan perkataannya. Sesungguhnya dia sangat maklum dikarenakan istrinya pasti sedikit agak kebingungan tentang rencananya yang tiba-tiba.“Sayang, sebenarnya Mas mau memberi … uang sejumlah yang dulu Bapak minta,” jelas Rayan.Kirana menelan ludah dan tidak menyangka bila ternyata jawabannya seperti itu. Dia pikir Rayan ingin pergi ke rumah kedua orang tuanya dikarenakan memberitahu mereka tentang identitas rakyat yang sebenarnya. Sesungguhnya dia sama sekali tidak keberatan tetapi dia hanya berpikir jika sampai kedua orang tuanya mengetahui latar belakang Rayan yang asli, maka kemungkinan besar orang tuanya tersebut akan mencoba untuk memanfaatkan Rayan. Dia tidak ingin hal itu terjadi dan merasa telah cukup membuat Rayan kesusahan karena sikap kedua orang tuanya.“Mas pikir lebih baik Mas kasih uang itu untuk satu bulan sehingga Mas tidak perlu memikirkannya lagi,” jelas Rayan.Kirana langsung saja menanggapi, “Tapi,