Febri kemudian menjawab, “Sebentar, Pak. Saya tanyakan sekali lagi gimana kejelasannya.”Febri pun kembali keluar tenda itu lagi dan mengorek informasi sebanyak mungkin sebelum kemudian menyampaikan semuanya kepada sang pimpinan.Rayan pun hanya bisa mendesah dan hal ini sungguh membuatnya terganggu. Pria muda itu tak bisa menahan rasa gugupnya sehingga sampai mengetukkan jari-jari tangannya ke meja. Dia mulai berpikir tidak karuan. Hal ini lantaran jika Mita tidak datang ke acara itu untuk mewakili dirinya, dia terpaksa harus melakukannya sendiri. Jika tidak, kakak tirinya akan mengambil keuntungan dari kejadian itu dan hal itu benar-benar sangat buruk. Kalau sampai hal itu terjadi, sang kakak tiri bisa menjatuhkan dirinya di depan keluarganya dan kemungkinan besar beberapa hal buruk akan terjadi termasuk tentang pengalihan pimpinan perusahaan yang merupakan milik keluarganya.Rayan bukannya gila harta atau tidak ingin kehilangan semua itu tetapi dia hanya mempertahankan apa yang
Febri dengan sedikit agak takut-takut memberikan tanggapan, “Pak, apakah sebenarnya Bu Mita tidak memiliki masalah apapun tetapi memang sedang kesulitan di jalan?” Rayan menaikkan alis kanannya dan menatap ke arah Febri selama beberapa detik baru kemudian membalas, “Benar juga. Coba … kau cari di sekitar arah ke jalan Ini.”“Baik, Pak Rayan.”Febri pun segera memerintahkan sejumlah anak buahnya untuk mencari keberadaan Mita di sekitar jalan dekat dengan area event anniversary tersebut. Tetapi, baru saja beberapa menit mereka melakukan pencarian, Febri melebarkan matanya ketika melihat orang yang telah mereka cari selama hampir satu jam lamanya itu datang dengan pakaian yang cukup berantakan. “Bu Mita ….”Mita mengangkat tangannya dan menyuruh Febri untuk menutup mulutnya, “Heh, aku bahkan jauh lebih muda darimu tapi bagaimana bisa kamu memanggilku dengan sebutan ‘Bu’. Yang benar saja.”Febri hanya bisa mengedipkan matanya tanpa bisa membalas lantaran terlalu terkejut dengan ucapan
Mita mengangguk dan gadis muda itu pun segera dibantu untuk mempersiapkan diri. Rayan keluar dari tenda itu dan berpindah ke tenda di mana seharusnya tenda itu menjadi tempat Mita beristirahat.Sementara itu, Kirana sudah mulai berkeliling di lapangan itu untuk membagi-bagikan brosur mengenai barang-barang promo dari minimarketnya. “Mbak, gimana kalau kita ke daerah sana?” Tina bertanya pada Kirana. Kirana menjawab tanpa ragu, “Boleh. Di sana kayaknya belum ada yang ke sana.”Tina pun dengan ceria berjalan bersama Kirana sembari membawa lembaran kertas yang mereka bagikan ke para pengunjung. “Ada beberapa promo menarik dari minimarket kami, Pak.”“Bu, ini kita lagi ada promo ….”“Stan kita berada di sebelah sana.”Kirana dan Tina bekerja sama untuk melakukan pekerjaan itu. Hingga 10 menit kemudian mereka kembali lagi ke stan di mana semua karyawan minimarket itu kembali berkumpul. “Ini baru mulai acara pembukaannya ya?” seorang karyawan laki-laki bertanya. “Iya, katanya yang bu
Serin dan Vena pun akhirnya terbungkam. Mereka tidak bisa membantah perkataan Tina. Melihat kedua orang itu tidak berkutik, Tina dengan begitu santainya berujar, “Ah, jadi memang benar ya ternyata kalian hanya nggak mau menerima kenyataan saja.”“Yah, makanya kalau menilai orang itu jangan hanya sekilas saja,” lanjut Tina seolah memang menemukan kelemahan kedua orang itu. Selanjutnya, mereka mendengar perkataan dari beberapa orang yang berada di area tersebut. “Itu Mita Antara katanya kuliah di luar negeri dan sekarang lagi di Solo untuk liburan,” kata seorang pemuda yang merupakan anggota dari sponsor lain. Seseorang lainnya menanggapi, “Kuliahnya kalau nggak di Inggris ya Perancis. Yah, tapi kan dia memang keluarga konglomerat ya jadi wajar aja dia kuliah di luar negeri.”Sedangkan seorang gadis muda yang sedari tadi mendengarkan percakapan kedua temannya itu juga ikut berkata, “Itu teman SMP aku dulu. Dia itu ya … bisa dibilang anaknya baik cuman terlalu tertutup. Dan memang di
Tina menghela napas panjang, “Wah! Memang benar sepertinya dia tidak akan bisa tersentuh lagi. Tapi … Ya udah sih karena gimana pun juga dia kan memang harus kembali ke habitat aslinya.”Mendengar kata “habitat”, Kirana tersenyum samar dan menepuk lengan Tina. “Kamu ini loh … habitat? Kaya apa aja,” ucap Kirana yang kemudian tidak tahan untuk tidak tertawa. Tina juga ikut apa bersama wanita muda itu dan tiba-tiba saja berbicara, “Mbak, tenang aja! Walaupun nanti Mita sudah tidak bisa kembali ke minimarket kita lagi, Mbak Kirana tetap punya teman kok.”Kirana mengedipkan mata dan menatap Tina dengan dahi mengerut, “Kenapa kok kamu ngomongnya kayak gitu banget?”Tina tersenyum samar dan kemudian menggandeng tangan Kirana, “Mbak, maaf ya … selama ini aku hanya diam aja ketika melihat Mbak Kirana dibully sama tuh dua nenek sihir. Ya … kadang kala mungkin aku merasa jadi orang pengecut karena nggak berani belain Mbak Kirana.”“Padahal aku juga tahu yang salah itu siapa dan … siapa yang h
Tina manggut-manggut dengan penuh bersemangat, “Bener deh, Mbak. Itu memang lagi jalan ke sini kok. Orang dia aja nyengir sama kita.”Kirana pun menanggapi dengan senyuman cerah. Wanita itu terlihat luar biasa senang lantaran Mita masih mau mendatangi mereka. Padahal, saat ini Mita sedang menjadi dirinya yang asli dan sedang dilihat oleh begitu banyak orang, termasuk beberapa wartawan yang meliput acara anniversary tersebut. Tetapi, nyatanya gadis muda itu terlihat tidak terlalu peduli dengan hal itu dan tetap berjalan dengan cepat menuju ke arah mereka. Begitu tiba di stan minimarket tempat Kirana dan teman-temannya berdiri sembari menatap penuh kebingungan ke arah Mita, gadis muda itu langsung saja memeluk Kirana. Kirana tentu saja sangat terkejut tetapi dia balas memeluk gadis itu.Tina ikut senang karena melihat keakraban dua orang itu.Di saat Mita melepaskan pelukannya pada Kirana, Tina segera berkata, “Kirain kamu nggak mau nyamperin kita, Mita.”Mita tersenyum pada Kirana
Mita sontak memutar arah pandangnya ke arah 2 wanita yang sedari dulu telah membuatnya sering kehilangan kesabaran.Ah, dia tidak tahu bagaimana dia bisa begitu sangat sabar menghadapi mereka berdua. Namun, di kala dirinya masih menjadi seorang karyawan minimarket biasa, dirinya tidak memiliki kekuatan apapun dan bahkan bisa dibilang dirinya tidak bisa berbuat apa-apa. Tapi, saat ini dirinya sedang memakai identitas aslinya yakni seorang anggota keluarga Antara, salah satu keluarga terkaya di kota Solo. Mita menjadi sangat heran terhadap Serin dan Vena.Apakah mereka sama sekali tidak takut dengan apa yang aku miliki dan bisa aku lakukan? Atau mereka terlalu bodoh karena berusaha untuk tetap menunjukkan rasa bencinya kepadaku? Mita membatin.Tetapi, sebelum Mita sempat bereaksi akan ucapan Vena dan Serin, sama sekali tidak terduga olehnya Bimo tiba-tiba saja berkata, “Serin, Vena. Apa yang sudah kalian katakan? Kalian ini … nggak bisa ya bersikap lebih sopan pada Mita?”Mita sontak
Sebenarnya Kirana ingin sekali bertanya lebih dalam pada Mita mengenai tujuan gadis itu menyamar menjadi orang biasa dan bekerja di minimarket itu sebagai seorang karyawan. Namun, ketika dia berpikir ulang mengenai hal itu, dia merasa malu sendiri. Dia segera menggelengkan kepalanya, “Oh, enggak jadi.”Mita seketika mengerutkan kening karena heran sementara Tina berkata, “Loh, kok nggak jadi, Mbak?”Kirana mengangguk, “Iya, nggak jadi. Lebih baik kita ngobrol hal-hal yang santai aja daripada yang, lagi bola kan kita juga nggak tahu kapan kita bisa ketemu lagi.”Kirana tersenyum hangat pada Mita dan dirinya hampir saja melanggar sebuah alasan pribadi yang seharusnya tidak pernah dia tanyakan pada Mita. Dia merasa bila jika dia bertanya secara mendalam mengenai tujuan Mita, itu sama halnya dengan dia mengorek informasi tentang hal yang bisa saja tidak boleh diketahui oleh dirinya. Dia tidak ingin membuat Mita merasa dirinya melampaui batas dengan bertanya hal-hal sensitif. Tetapi,
Rayan terdiam cukup lama dan tidak langsung menjawab pertanyaan dari mertuanya itu.Tetapi, setelah dia berpikir masak-masak dia pun akhirnya berkata, “Ibu saya telah meninggal dan ayah saya sudah menikah lagi.”Herni mendengus saat mendengar jawaban menantunya itu, “Oh, pantesan jadi kamu itu anaknya nggak terlalu dianggap sama bapak kamu ya?”Rayan saat itu tersenyum dan Kirana khawatir bila perkataan kedua orang tuanya mungkin akan menyakitkan hati Rayan.Akan tetapi, di luar dugaannya Rayan malah dengan sangat tenang menjawab, “Begini saja. Dalam beberapa hari lagi saya akan mengundang ibu dan bapak ke acara keluarga besar saya.”Herni menaikkan alisnya, “Maksud kamu? Keluarga besar kamu akan menggelar acara dan kamu mengundang kami?”Rayan menganggukkan kepalanya dan jujur saja Kirana cukup bingung dengan ucapan suaminya karena dia sama sekali tidak mengerti tentang acara yang dimaksud oleh Rayan. “Sebenarnya acara itu seharusnya digelar beberapa bulan lagi, tapi … sepertinya sa
Kirana menatap ibu dan bapaknya secara bergantian dengan tatapan penuh kekecewaan. Bagaimana bisa mereka bersikap seperti itu kepada orang yang telah membantu mereka begitu banyak seolah suaminya itu bukanlah orang yang bertanggung jawab. Padahal kalau dipikir-pikir Rayan sama sekali tidak memiliki kewajiban yang penuh untuk benar-benar memberikan sejumlah uang kepada mereka. “Bapak dan Ibu untuk masalah itu tidak perlu khawatir. Karena saya … saat ini sudah membawakan uang tersebut,” kata Rayan.Parlan mendengus dengan tidak sabar, “Ya Itu kan untuk hari ini. Begitu kan? Lalu besok-besoknya gimana?”“Per hari kan? Kamu nggak bermaksud buat ngasih cuman satu kali dalam satu bulan gitu kan, Yan?” Herni menambahkan dengan alis berkerut seakan curiga kepada menantu laki-lakinya tersebut. Rayan dengan begitu sangat sabar menjawab, “Tidak, Bu.”Pria muda tampan itu pun kemudian mengambil sebuah amplop besar dari dalam saku jasnya yang Kirana tebak berisi sejumlah uang.Kirana cukup ter
Tidak ingin tensi di rumah itu menjadi menegang, Rayan pun cepat-cepat berkata, “Kirana, sudah ya!”“Mas. Tapi kan ….”Wanita itu melihat tatapan suaminya yang penuh permohonan sehingga dia pun terpaksa lagi-lagi harus membungkam mulutnya sendiri.Bagaimanapun juga pria yang berada di dekatnya itu adalah suami yang memiliki hak untuk membuat dirinya menurut kepadanya sehingga mau tidak mau dia pun mengangguk pada sang suami. Herni melihat kepatuhan putrinya terhadap Rayan dan langsung mendecakkan lidah, “Yah, bagus deh. Ternyata ada baiknya juga kamu menurut sama suami kamu.”Kirana tetap berusaha keras menahan dirinya agar tidak lagi terpancing dengan ucapan ibunya. Rayan pun tetap diam dan ketika dia hampir akan berbicara, Parlan menambahkan seakan mendukung ucapan istrinya, “Bagus memang. Mungkin Rayan ini bisa bikin kamu lebih hormat sama bapak ibu kamu.”Andai saja Kirana tidak menghormati Rayan, dia pasti sudah akan membalas ucapan kedua orang tuanya yang sangat menyakitkan it
Bukannya malah memperbaiki sikap mereka terhadap menantu laki-lakinya yang sudah terlalu banyak mereka hina, mereka tetap tidak mengubah sedikitpun sikap mereka.Parlan malah dengan tenangnya berkata, “Oalah, Kirana. Udah, Nduk. Kalau bermimpi itu jangan terlalu tinggi.”Kirana tercengang ketika mendengar perkataan bapaknya dan wanita muda itu hampir saja akan membalas. Namun rupanya bapaknya tersebut tidak terlalu peduli dengan balasan Kirana dan sekali lagi berujar penuh dengan nada penghinaan, “Kalau bukan hanya tukang sol sepatu, memangnya pengalaman yang lain apa? Tukang parkir maksud kamu?”“Yah Pak. Tukang parkir masih bagusan dikit, gimana kalau ternyata sebelumnya Rayan itu macam tukang angkut sampah?” Herni menanggapi perkataan suaminya. Kirana semakin tidak bisa berkata-kata lagi lantaran sudah tidak habis pikir dengan kedua orang tuanya yang malah semakin menjadi-jadi. Wanita itu ingin sekali segera memberitahu kedua orang tuanya mengenai identitas asli sang suami, tapi
Tina pun akhirnya hanya bisa mendecak penuh sesal karena telah membuang-buang waktu berbicara dengan dua wanita bebal yang tidak bisa dinasehati. Menurutnya sesungguhnya kedua wanita itu sudah mengetahui apabila mereka berbuat salah, hanya saja mereka terlalu gengsi untuk mengakui kesalahan yang telah mereka lakukan. Oleh sebab itu keduanya seolah-olah merasa paling benar di depan dirimu. “Ya udahlah, hanya menghabiskan tenaga dan buang-buang waktu saja kok ngomong sama Mbak berdua ini,” kata Tina yang akhirnya meninggalkan mereka berdua karena tidak ingin terlibat lagi dengan pertengkaran yang tidak ada habisnya.Sementara itu Kirana sudah naik ke dalam mobilnya bersama dengan suami dan saat ini sedang melakukan perjalanan menuju ke arah rumah kedua orang tuanya. “Ini masih siang, kira-kira mereka ada di rumah nggak ya, Mas?” ucap Kirana yang sebenarnya terlihat agak ragu-ragu. Rayan pun menjawab ucapan istrinya, “Mas nggak tahu. Atau mungkin mereka lagi ada di pasar? Kios merek
Pada akhirnya kedua wanita yang selalu mengusik Kirana itu tidak bisa lagi membantah apapun. Keduanya hanya diam saja dengan ekspresi bingung yang masih melekat di wajah mereka berdua.Fakta yang baru saja menampar mereka itu membuat keduanya tersadar bahwa di balik penampilan seseorang ataupun pekerjaan seseorang yang terlihat biasa saja ternyata tersimpan sebuah hal yang menakjubkan. Kadang kala sebuah kemewahan itu tidak bisa dilihat dengan mata saja. Itu persis seperti yang terjadi pada Kirana dan suaminya. Semua orang mengira keduanya memiliki kehidupan yang sederhana tetapi rupanya sang suami menyimpan rahasia yang besar. “Minimarket ini harganya pasti miliaran. Gila! Aku nggak nyangka kalau ternyata semuanya Mbak Kirana itu kaya raya!” ucap salah seorang karyawan yang menatap takjub pada Kirana dan Rayan yang mulai berjalan keluar dari area minimarket. Tina yang cukup dekat dengan Kirana saja akhir-akhir itu juga tidak mengerti tentang rahasia besar itu. Tetapi, menurutny
“Iya, katanya hari ini pembelinya juga udah datang kok,” kata seorang karyawan yang lain. Serin terlihat semakin penasaran, “Hah? Di mana orangnya?” Karyawan yang memberikan informasi itu hanya mengangkat bahu. Kirana sendiri tidak terlalu ingin tahu mengenai masalah itu karena kedatangannya ke minimarket itu di hari itu hanya untuk menyerahkan surat pengunduran dirinya. Maka setelah dia selesai mengerjakan salah satu tugasnya, wanita itu segera menemui bosnya dan menyerahkan surat pengunduran diri tersebut. Setelah berbicara empat mata dengan sang manager, Kirana pergi keluar dan terkejut ketika melihat Rayan berjabat tangan dengan seorang yang dia ketahui sebagai pemilik minimarket itu. “Saya senang sekali berbisnis dengan Anda, Pak. Semoga Anda bisa mengembangkan minimarket ini dengan jauh lebih baik dan saya harap … Anda semakin sukses,” kata pemilik minimarket itu sembari tersenyum lebar. Selanjutnya Kirana melihat orang itu meninggalkan area itu dan membiarkan Rayan be
Serin tentu saja seperti biasanya mengangguk cepat, “Iyalah. Semua juga tahu kalau suami Mbak Kirana itu cuman seorang tukang sol sepatu. Ngapain pakai setelan jas kayak bos gitu?”“Ya kalau nggak bukan buat nutupin profesinya yang asli ya pasti karena cuman mau dibilang punya kerjaan yang bagus aja,” lanjut Serin.Vena terkikik mendengar ucapan temannya, “Lha iya, Mbak. Buat apa sih pakai berusaha untuk nutupin segala, Mbak Rana? Lagian nggak ada juga kok yang mempermasalahkan profesi suaminya Mbak Kirana.”Tina langsung berkaca pinggang menatap dua orang itu dengan begitu galak, “Duh, Mbak. Kalian ini kok repot banget sih ngurusin hidup orang. Yang tanya itu aku dan yang seharusnya jawab itu Mbak Kirana, bukan kalian. Aneh banget!”Vena dan Serin langsung saja tersinggung dengan ucapan Tina dan dua wanita itu segera ingin membalas, tetapi Tina yang tahu akan maksud mereka berdua cepat-cepat mendahului mereka dengan berkata, “Sudah, Mbak. Kita beresin di sebelah sana aja yuk. Biar ngg
Rayan sontak menoleh ke arah istrinya yang terlihat terkejut dengan perkataannya. Sesungguhnya dia sangat maklum dikarenakan istrinya pasti sedikit agak kebingungan tentang rencananya yang tiba-tiba.“Sayang, sebenarnya Mas mau memberi … uang sejumlah yang dulu Bapak minta,” jelas Rayan.Kirana menelan ludah dan tidak menyangka bila ternyata jawabannya seperti itu. Dia pikir Rayan ingin pergi ke rumah kedua orang tuanya dikarenakan memberitahu mereka tentang identitas rakyat yang sebenarnya. Sesungguhnya dia sama sekali tidak keberatan tetapi dia hanya berpikir jika sampai kedua orang tuanya mengetahui latar belakang Rayan yang asli, maka kemungkinan besar orang tuanya tersebut akan mencoba untuk memanfaatkan Rayan. Dia tidak ingin hal itu terjadi dan merasa telah cukup membuat Rayan kesusahan karena sikap kedua orang tuanya.“Mas pikir lebih baik Mas kasih uang itu untuk satu bulan sehingga Mas tidak perlu memikirkannya lagi,” jelas Rayan.Kirana langsung saja menanggapi, “Tapi,